• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SUMBERDAYA PANTAI UNTUK PENGELOLAAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SUMBERDAYA PANTAI UNTUK PENGELOLAAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SUMBERDAYA PANTAI UNTUK PENGELOLAAN

TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI

KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

MERTINA RAKHMAWATY

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Kajian Sumberdaya Pantai untuk Pengelolaan Taman Rekreasi Pantai Kartini Kabupaten Rembang, Jawa Tengah

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

Mertina Rakhmawaty C24052542

(3)

iii

RINGKASAN

Mertina Rakhmawaty. C24052542. Kajian Sumberdaya Pantai Untuk Pengelolaan Taman Rekreasi Pantai Kartini Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Dibawah bimbingan Santoso Rahardjo dan Gatot Yulianto

Taman Rekreasi Pantai (TRP) Kartini merupakan kawasan wisata pantai unggulan Kabupaten Rembang yang secara resmi dioperasikan sebagai obyek wisata oleh pemerintah Kabupaten Rembang pada Tahun 1977. Kualitas pantai merupakan modal utama dalam pengembangan wisata pantai. Indikasi penurunan kualitas Pantai Kartini didasarkan hasil penelitian Islami (2003) yang menyatakan bahwa kualitas air di Pantai Kartini tercemar bagi pariwisata, dengan kadar total

coliform lebih dari 2400 sel/100 mL, yang melebihi kadar baku mutu air laut yang

diinginkan untuk pariwisata dan rekreasi berdasarkan Kepmen Nomor 02/MENKLH/1988, dan apabila hal tersebut dibiarkan akan berdampak terhadap kesehatan manusia. Hal ini menunjukkan belum optimalnya pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola kawasan wisata, sehingga diperlukan kajian sumberdaya pantai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas air di TRP Kartini, mengidentifikasi kondisi dan permasalahan pada TRP Kartini yang berhubungan dengan pengelolaan wisata Pantai Kartini, menentukan kesesuaian dan daya dukung wisata pantai, serta mengusulkan strategi pengelolaan yang sesuai dengan kesesuaian dan daya dukung wisata.

Penelitian ini menggunakan empat analisis yaitu, analisis kualitas air laut, Indeks Kesesuaian Wisata (IKW), Daya Dukung Kawasan (DDK), dan analisis SWOT. Hasil analisis kualitas air menunjukkan 2 parameter kualitas air yang melebihi kep 51/MENLH/2004 tentang baku mutu wisata bahari, yaitu parameter kekeruhan dengan nilai kekeruhan tertinggi 12 NTU dan parameter E. coli dengan nilai E. coli pada tiga stasiun pengamatan >2400 MPN/100 mL. Tingginya nilai kekeruhan dan kandungan E. coli diduga disebabkan adanya masukan limbah tanpa melalui proses pengolahan. Analisis IKW kategori rekreasi pantai memiliki nilai 75%, yang termasuk kategori cukup sesuai dijadikan kawasan wisata pantai. Analisis DDK kategori rekreasi pantai menunjukkan kawasan wisata TRP Kartini dapat menampung 909 orang per hari, sedangkan kategori berenang dapat menampung 72 orang per hari. Tiga prioritas alternatif strategi yang diusulkan berdasarkan analisis SWOT, yaitu: koordinasi antara pengelola kawasan wisata dengan pihak-pihak lain seperti masyarakat dan dinas-dinas yang terkait dalam pengelolaan kawasan wisata TRP Kartini dan PPP Tasik Agung; dukungan pemerintah daerah terhadap pengelolaan potensi sumberdaya Pantai Kartini, potensi perikanan, serta upacara adat syawalan menjadi suatu kawasan wisata terpadu yang dikemas secara menarik; pengenalan TRP Kartini sebagai objek wisata unggulan Kabupaten Rembang melalui kegiatan promosi paket wisata pantai, perikanan, dan seni budaya.

Kata kunci: Pantai, analisis kesesuaian wisata, analisis daya dukung kawasan, analisis SWOT, TRP Kartini, Kabupaten Rembang.

(4)

KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

MERTINA RAKHMAWATY C24052542

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Kajian Sumberdaya Pantai Untuk Pengelolaan Taman

Rekreasi Pantai Kartini Kabupaten Rembang, Jawa Tengah

Nama : Mertina Rakhmawaty

N I M : C24052542

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Santoso Rahardjo, M.Sc Ir. Gatot Yulianto, M.Si

NIP. 19450828 197502 1 001 NIP. 19650706 199203 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002

(6)

vi

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Kajian Sumberdaya Pantai Untuk Pengelolaan Taman

Rekreasi Pantai Kartini Kabupaten Rembang, Jawa Tengah; disusun

berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2008, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Santoso Rahardjo, M.Sc dan Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si sebagai pembimbing yang telah memberikan nasehat, arahan, serta motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, serta berbagai pihak lainnya yang telah banyak membantu, memotivasi, dan mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi. Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam isinya, karena pada hakikatnya manusia tidak terlepas dari ketidaksempurnaan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Agustus 2009

(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayah dan Ibu serta kedua adikku sebagai sebuah hadiah kecil yang nilainya tidak sebanding dengan doa, waktu, kesabaran, kasih sayang dan cinta yang telah diberikan kepada penulis. Serta tidak lupa penulis ucapkan terima kasih sebeser-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Santoso Rahardjo, M.Sc serta Bapak Ir. Gatot Yulianto, Msi selaku pembimbing atas segala waktu yang diluangkan, nasehat, dan semangat yang diberikan kepada penulis sehingga mengilhami penulis untuk terus bangkit dalam menyelesaikan skipsi.

2. Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku penguji tamu dalam sidang skripsi, yang telah banyak memberikan masukan, arahan, bimbingan, serta semangat yang telah memotivasi penulis untuk lebih maju dan maju.

3. Ibu Dr. Ir. Niken, TM Pertiwi, M.Si selaku pembimbing akademik atas bimbingan, arahan dan perhatiannya selama masa studi penulis.

4. Segenap pihak yang telah membantu: Pemda Kab Rembang; Disparbud Kab Rembang, terutama Ibu Sri Rahayu, Bapak Prasetyo, dan Bapak Gatot; BBU (Balai Benih Udang); BPS Rembang; DKP Rembang, serta pihak lain yang telah membantu dalam kelancaran penelitian.

5. Semua keluarga besar yang banyak membantu dengan semangat, doa, dan kasih sayangnya, untuk mbah Kung dan mbah Uti, om-om ku tersayang yang selalu menyemangati dan sabar menemani selama penelitian, om Bachrul, Cholis, Adin, Ali. Serta tak lupa seluruh staf dan teman-teman MSP yang telah banyak membantu dan memberi semangat terutama Mba Widar, Yunus, Mba Bunga, Abah, Anir, Bonit, Lenggo, M. Subkhi, Fina, Muning, Shiro, Aguse, Awan, Didi, Diana, Moro, Naila, Rahmah, dan tim sukses serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(8)

viii

Penulis dilahirkan di Pontianak, pada tanggal 2 Maret 1988, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Abdul Somad, S.H dan Ibu Maria Ulin Nuha. Pendidikan formal diawali dari SD Angkasa III Bandung, Jawa Barat dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP N 128 Jakarta Timur dan menyelesaikan studi tahun 2002.

Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2005 di SMU Al-Islam I Surakarta, Jawa Tengah. Pada tahun 2005, penulis mendapat kesempatan melenjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), diterima sebagai mahasiswa program mayor-minor IPB, dengan mayor Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, dan minor Supporting Course.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan periode 2006 – 2007 bidang PPPK, himpunan profesi

HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Sumberdaya Perairan) periode 2007-2008 bidang sosial

dan lingkungan hidup.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Sumberdaya Pantai Untuk Pengelolaan

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan... 3

1.4. Manfaat... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Karakteristik dan Potensi Sumberdaya Pantai... 5

2.2. Definisi dan Kriteria Wisata Pantai……… 8

2.3. Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata……… 9

2.4. Pola Pemanfaatan dan Pengelolaan Wisata Pantai………….….... 12

III. METODE PENELITIAN... 14

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitan……….. 14

3.2. Metoda Pengumpulan Data……… 15

3.2.1. Data primer………... 15

3.2.1.1. Data fisik, kimia, dan biologi... 15

3.2.1.2. Data sosial, ekonomi, dan budaya……….. 16

3.2.2. Data sekunder………. 17

3.3. Analisis Data………. 17

3.3.1. Kualitas air laut……… 17

3.3.2. Indeks kesesuaian wisata………..…….... 18

3.3.3. Daya dukung kawasan... 18

3.3.4. Analisis SWOT………... 19

3.3.4.1. Analisa dan pembuatan matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation)………. 19

3.3.4.2. Analisa dan pembuatan matriks IFE (Internal Factor Evaluation)……… 20

3.3.4.3. Pembuatan tabel rangking alternatif strategi……… 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 24

4.1. Sejarah Taman Rekreasi Pantai (TRP) Kartini Rembang, Jawa Tengah………. 24

(10)

x

4.2.2. Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya... 34

4.2.3. Karakteristik responden masyarakat Desa Tasik Agung…. 36

4.2.4. Karakteristik responden pengunjung TRP Kartini……….. 40

4.3. Kesesuaian Wisata Pantai Kartini……….. 47

4.4. Daya Dukung Kawasan (DDK) TRP Kartini Rembang... 48

4.5. Alternatif Strategi Pengelolaan……….………. 49

4.5.1. Identifikasi faktor strategis internal... 49

4.5.2. Identifikasi faktor strategis eksternal... 53

4.5.3. Penentuan bobot dan peringkat (rating) setiap faktor... 55

4.5.4. Matrik SWOT... 57

4.6. Alternatif Prioritas Strategi Pengelolaan... 58

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 65

5.1. Kesimpulan... 65

5.2. Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA………... 67

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi.... 10

2. Potensi ekologis pengunjung dan luas area kegiatan... 11

3. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata….. 12

4. Parameter yang diamati, alat dan bahan serta lokasi pengamatan… 16

5. Data sekunder yang dikumpulkan... 17

6. Matriks penentuan bobot berdasarkan metode paired comparison………... 21

7. Matriks SWOT... 22

8. Curah hujan dan hari hujan menurut bulan di Kabupaten Rembang……….... 25

9 . Arah dan kecepatan angin………... 27

10. Nilai beberapa parameter kualitas air laut di Pantai Kartini……… 29

11. Atraksi budaya di sekitar kawasan Tasik Agung…………... 36

12. Indeks Kesesuaian Wisata kategori rekreasi pantai... 47

13. Persepsi responden terhadap sarana dan prasarana………. 52

14. Persepsi responden pengunjung terhadap sarana prasarana TRP Kartini………... 52

15. Tingkat pendidikan penduduk Desa Tasik Agung……….. 53

16. Tingkat kepentingan faktor strategis internal dalam pengelolaan ekosistem pesisir untuk pengelolaan kawasan wisata TRP Kartini, Rembang... 55

17. Tingkat kepentingan faktor strategis eksternal dalam pengelolaan ekosistem pesisir untuk pengelolaan kawasan wisata TRP Kartini, Rembang... 56

18. Matrik IFE... 57

19. Matrik EFE... 57

20. Matrik SWOT... 58

(12)

xii

Halaman

1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian... 4

2. Peta Kabupaten Rembang... 14

3. Lokasi penelitian... 16

4. Taman Rekreasi Pantai Kartini………... 24

5. Tipe pasang surut Pantai Kartini………..……... 26

6. Bakteri Escherichia coli………..……… 31

7. Hasil komoditi yang didaratkan di PPP Tasik Agung... 33

8. Kelompok usia masyarakat Desa Tasik Agung………. 34

9. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Tasik Agung……….. 35

10. Mata pencaharian masyarakat Desa Tasik Agung………….……….. 36

11. Kelompok usia responden masyarakat Desa Tasik Agung…... 37

12. Tingkat pendidikan responden masyarakat Desa Tasik Agung... 38

13. Mata pencaharian responden masyarakat Desa Tasik Agung... 38

14. Tingkat pendapatan responden masyarakat Desa Tasik Agung... 39

15. Pengaruh kegiatan wisata terhadap responden masyarakat Desa Tasik Agung……….. 39

16. Persepsi responden masyarakat terhadap TRP Kartini………... 40

17. Jumlah pengunjung TRP Kartini tahun 2002-2007………. 41

18. Kelompok usia responden pengunjung TRP Kartini……….. .. 42

19. Asal responden pengunjung TRP Kartini………. 42

20. Tingkat pendidikan responden pengunjung TRP Kartini……… 43

21. Jenis pekerjaan responden pengunjung TRP Kartini………... 44

22. Tingkat pendapatan responden pengunjung TRP Kartini………….... 44

23. Persepsi responden pengunjung terhadap sarana dan prasarana TRP Kartini……… 47

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Alat-alat yang digunakan... 71

2. Sarana dan prasarana di kawasan wisata TRP Kartini dan sekitarnya… 72

3. Kondisi PPP Tasik Agung………. 74

4. Kondisi dan permasalahan di TRP Kartini………. 75

5. Kep-51/MENLH/2004/Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari………...……...…... 76

6. Kuesioner responden masyarakat Desa Tasik Agung.……….. 77

7. Kuesioner responden pengunjung TRP Kartini... 78

8. Kuesioner pengelola kawasan wisata TRP Kartini... 80

9. Hasil wawancara dengan responden masyarakat Desa Tasik Agung... 81

10. Hasil wawancara dengan responden pengunjung TRP Kartini... 82

11. Perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata TRP Kartini... 83

12. Perhitungan daya Dukung Kawasan (DDK) TRP Kartini... 84

13. Penggunaan lahan pantai... 85

14. Perhitungan bobot strategis internal dan eksternal... 86

(14)

1.1. Latar Belakang

Pantai adalah wilayah dimana berbagai kekuatan alam yang berasal dari laut, darat, dan udara saling berinteraksi, dan menciptakan bentuk seperti yang terlihat saat ini yang bersifat dinamis dan selalu berubah (Kartawinata 1979 in Sumampouw et al. 2000). Pantai merupakan salah satu dari bagian wilayah pesisir yang paling produktif dengan karakteristik bentuk pantai yang berbeda-beda (Kartawinata 1979 in Sumampouw et al. 2000). Bentuk pantai yang bersifat dinamis dan selalu berubah dapat diakibatkan oleh faktor alami maupun campur tangan manusia, sehingga diperlukan suatu pengelolaan agar keberadaannya tetap lestari. Dahuri (1996) menyatakan bahwa pengertian pengelolaan wilayah pesisir adalah suatu proses kontinu dan dinamis dalam penyusunan dan pengambilan keputusan tentang pemanfaatan berkelanjutan dari wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya alam yang terdapat didalamnya.

Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pantai yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia adalah wisata. Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut. Ekowisata merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan (Meta 2002 in Yulianda 2007). Taman Rekreasi Pantai Kartini yang terletak di daerah Rembang, Jawa Tengah berdasarkan konsep ekowisata bahari dapat dikelompokkan sebagai wisata pantai yaitu merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim (Yulianda 2007).

Pantai Kartini yang terletak di Kabupaten Rembang Jawa Tengah merupakan salah satu pantai di Pulau Jawa yang keberadaannya telah dipromosikan sebagai kawasan wisata, dan telah dilakukan berbagai upaya pengembangan sejak tahun 2001 oleh Pemerintah Kabupaten Rembang dengan mengadakan pembangunan berbagai fasilitas pengembangan seperti kolam renang, sepeda air, hotel yang berada di sekitarnya, pengadaan renovasi total

(15)

2

bagian depan pantai serta perbaikan infrastruktur. Terjadinya penurunan kualitas air di Pantai Kartini berdasarkan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Islami (2003) menyatakan bahwa kualitas air di Pantai Kartini tercemar bagi pariwisata, yaitu memiliki kadar total coliform lebih dari 2400 sel/100 mL. Salah satu parameter kualitas air tersebut telah melebihi kadar baku mutu air laut yang diinginkan untuk pariwisata dan rekreasi berdasarkan Kepmen Nomor 02/MENKLH/1988. Kandungan total coliform yang sudah melebihi kadar baku mutu menunjukkan pencemaran bahan organik yang masuk ke lingkungan perairan pesisir kota Rembang sangat tinggi, yang akan menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia. Kontaminasi langsung manusia dengan air yang sudah terkontaminasi limbah dapat melalui kegiatan pariwisata seperti berenang, menyelam, dan bermain air, yang merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada kulit.

Permasalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas sumberdaya pantai (biota yang ada serta kualitas air) yang sangat berpengaruh terhadap kualitas pantai. Apabila hal ini terus berlangsung, maka akan dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem dan keindahan pantai. Oleh karena itu diperlukan kajian sumberdaya Pantai Kartini yang mencakup aspek fisik, biologi pantai, maupun sosial ekonomi, dan budaya sehingga diperoleh informasi yang berguna bagi pengelolaan keseimbangan ekosistem Pantai Kartini.

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut adalah pengembangan wisata pantai. Dalam mengembangkan wisata pantai perlu diketahui kondisi dan permasalahan yang terdapat di kawasan wisata tersebut, dalam hal ini adalah kawasan wisata Pantai Kartini. Sumberdaya pesisir Pantai Kartini merupakan kawasan wisata pantai yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Kabupaten Rembang dan daerah sekitarnya serta terletak bersebelahan dengan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasik Agung, namun selama ini terdapat beberapa permasalahan yaitu:

1. Sudah terjadi penurunan kualitas air dan sumberdaya alam di kawasan wisata Taman Rekreasi Pantai Kartini Rembang, Jawa Tengah.

(16)

2. Sistem Pengelolaan Taman Rekreasi Pantai Kartini masih belum optimal, hal ini dapat dilihat dari permasalahan yang terjadi terhadap lingkungan/sumberdaya Pantai.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui kualitas air di Taman Rekreasi Pantai (TRP) Kartini 2. Mengidentifikasi kondisi dan permasalahan pada Taman Rekreasi

Pantai (TRP) Kartini yang berhubungan dengan Pengelolaan Wisata Pantai Kartini.

3. Menentukan kesesuaian dan daya dukung wisata pantai.

4. Mengusulkan strategi pengelolaan yang sesuai dengan kesesuaian dan daya dukung wisata.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi tentang kondisi Pantai Kartini sehingga dapat dijadikan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang dalam menentukan pengelolaan Taman Rekreasi Pantai Kartini Rembang, Jawa Tengah.

(17)

4

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian Status Ekologi

Geofisik, Fisiografi dan Iklim

(Tipe pantai, substrat, pola arus laut, pasang surut, kedalaman perairan, kualitas air, curah hujan, dan angin).

Biologi (jenis ikan)

Status Sosial Ekonomi dan Budaya

Sosial Ekonomi

(Jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian, pendapatan, persepsi masyarakat terhadap objek wisata)

Budaya

(Adat-istiadat dan kepercayaan) Karakteristik Potensi Sumberdaya Alam Pantai Kartini

Wisata Pantai

Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik dan Potensi Sumber Daya Pantai

Pantai merupakan salah satu ekosistem yang berada di wilayah pesisir, dan terletak antara garis air surut terendah dengan air pasang tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah yang substratnya berbatu dan berkerikil (yang mendukung flora dan fauna dalam jumlah terbatas) hingga daerah berpasir aktif (dimana populasi bakteri, protozoa, metazoa ditemukan) serta daerah bersubstrat liat, dan lumpur (dimana ditemukan sejumlah besar komunitas binatang yang jarang muncul ke permukaan (infauna) (Bengen 2001 in BAPPENAS 2003). Ekosistem pantai biasanya ditumbuhi oleh tumbuhan pionir yang memiliki ciri-ciri:

Sistem perakaran yang menancap dalam

Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kadar garam, hembusan angin, dan suhu tanah yang tinggi

Menghasilkan buah yang dapat terapung.

Biasanya komunitas tumbuhan di kawasan pantai memiliki keanekaragaman jenis yang rendah dan sebagian besar merupakan tumbuhan yang telah menyesuaikan diri terhadap habitat pantai. Jenis yang umum dijumpai adalah

Casuarina equisetifolia, dan kemudian diikuti oleh komunitas Baringtonia yang

tumbuh di tanah yang lebih stabil di belakang batas pantai. Pada kawasan yang tidak banyak mengalami gangguan, kanopi tumbuhan tersebut dapat berkembang menjadi lebat, sehingga vegetasi penutup tanah tumbuhan sedikit. Namun apabila pantainya terbuka, maka tumbuhan yang muncul adalah jenis pakis-pakisan (fern), rumput, jahe-jahean, dan herba. Jadi terdapat hubungan langsung antara kondisi permukaan pantai dan pantai yang terbuka (Dahuri 2003).

Tumbuhan yang dominan di zona tebing pantai yang terakresi adalah tumbuhan pantai, yang dikenal dengan istilah komunitas pescaprae. Sedangkan tumbuhan paling dominan yang ada di depannya (ke arah laut) disebut spesies

Ipomoea pescaprae, yang berperan sebagai tumbuhan pionir. Tumbuhan di

belakangnya berupa rerumputan seperti Cyperus, Fimbristylis, dan Ischaemum (Dahuri 2003). Pantai yang terbuka biasanya memiliki kondisi lingkungan yang

(19)

6

kurang bersahabat, yakni kondisi fisik yang tidak stabil akibat fluktuasi suhu, salinitas, dan kelembaban yang tinggi.

Dahuri (2003) menyatakan secara morfologi pantai yang terdapat di Indonesia dibagi dalam beberapa bentuk yaitu pantai terjal berbatu, pantai landai dan datar, pantai dengan bukit pasir, pantai beralur, pantai lurus di dataran pantai yang landai, pantai berbatu, dan pantai yang terbentuk karena adanya erosi.

Pantai terjal berbatu

Pantai terjal berbatu biasanya terdapat di kawasan tektonis aktif yang tidak pernah stabil karena proses geologi. Kehadiran vegetasi penutup ditentukan oleh 3 faktor, yaitu tipe batuan, tingkat curah hujan, dan cuaca. Pantai terjal berbatu ditemukan antara lain di pantai barat Sumatera, Pulau Simeleu sampai Pulau Enggano, pantai selatan Jawa, Nusa Dua-Bali, pantai selatan Pulau Lombok, Pulau Flores, Pulau Sumba, Pulau Sabu, Pulau Rote, Pulau Timor, Pulau Solor-Wetar, Pulau Tanimbar bagian timur, Pulau Seram Utara dan Irian Jaya Utara.

Pantai landai dan datar

Pantai tipe ini ditemukan di kawasan yang sudah stabil sejak lama karena tidak terjadi pergerakan tanah secara vertikal. Kebanyakan pantai di kawasan ini ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang padat dan hutan basah lainnya. Tingkat pelumpuran dan sedimentasi yang tergantung pada tingkat kerusakan di daerah atas. Terumbu karang tidak dapat berkembang di sini karena tingkat pelumpuran dan aliran air tawar yang tinggi.

Pantai dengan bukit pasir

Pantai dengan bukit pasir terbentuk akibat transportasi sedimen clastic secara horizontal. Mekanisme transportasi tersebut terjadi karena didukung oleh gelombang besar dan arus menyusur pantai (long shore current) yang dapat menyuplai sedimen yang berasal dari daerah sekitarnya. Dalam hal ini, pasang yang tinggi tidak berperan mengakumulasi sedimen di zona intertidal. Sedimen yang telah mengalami pengeringan kemudian terbawa oleh angin yang kuat hingga terakumulasi di tebing membentuk bukit pasir yang tinggi. Bukit pasir tersebut dapat mengalami pengerasan apabila puncaknya yang kering dipengaruhi oleh butiran air laut.

(20)

Pantai bukit pasir tidak menyediakan substrat yang tetap bagi organisme untuk melekat dan hidup, karena hempasan gelombang yang terus-menerus menggerakan partikel substratnya. Dua kelompok organisme yang mampu menyesuaikan diri terhadap keadaan substrat berpasir adalah organisme infauna makro (ukuran 1-10 cm) yang mampu menggali lubang di dalam pasir, serta organisme mikro (ukuran 0,1-1 mm) yang hidup diantara butiran pasir dalam ruang pengaruh pasang surut (Bengen 2001 in BAPPENAS 2003). Karena perubahan permukaan pantai berlangsung cepat dan terjadi di daerah yang kering, maka bukit pasir biasanya miskin tanaman penutup. Pantai semacam ini ditemukan antara lain di bagian Sumatera, Selatan Jawa (seperti Parang Tritis dan Kulon Progo) dan utara Madura.

Pantai beralur

Proses pembentukan pantai beralur lebih ditentukan oleh faktor gelombang daripada angin. Gelombang yang pecah akan menciptakan arus yang menyusur pantai (long shore current) yang berperan dalam mendistribusikan sedimen. Proses penutupan yang cepat oleh vegetasi menyebabkan zona supratidal tidak terakumulasi oleh sedimen yang berasal dari erosi angin. Pantai beralur tersebut ditemukan antara lain di bagian barat Sumatera, di bagian utara dan selatan Jawa, serta di sebagian Sulawesi.

Pantai lurus di daratan pantai yang landai

Estuaria yang ada di pantai tipe ini memiliki mulut muara yang sempit, sehingga memungkinkan garis pantai akan tetap lurus. Pantai tipe ini ditutupi oleh sedimen berupa lumpur hingga pasir kasar. Pantai tipe ini merupakan fase awal untuk berkembangnya pantai yang bercelah dan bukit pasir apabila terjadi perubahan suplai sedimen dan cuaca (angin dan kekeringan). Zona supratidal yang stabil diperlukan untuk menghasilkan bentuk pantai tipe ini. Contoh pantai semacam ini terdapat di pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, Bali sampai ke Flores.

Pantai berbatu

Pantai berbatu dicirikan oleh adanya belahan batuan cadas. Berbeda dengan komunitas pantai berpasir, dimana organismenya hidup di bawah substrat, komunitas organisme pantai berbatu hidup di permukaan. Bila dibandingkan

(21)

8

dengan habitat pantai lainnya, pantai berbatu memiliki kepadatan

makroorganisme yang paling tinggi, khususnya di habitat interdal di daerah dingin (temperate) dan daerah subtropik.

Pada habitat pantai berbatu terjadi kompetisi yang kuat diantara organisme. Oleh karena itu, kemampuan untuk melekat pada substrat yang kuat mutlak diperlukan. Beberapa organisme bentik yang dapat dijumpai antara lain anemon laut, siput, dan rumput laut. Organisme-organisme tersebut telah beradaptasi dengan kerusakan fisik yang diakibatkan oleh gelombang pada saat pasang tinggi dan harus bertahan hidup dari kekeringan, temperatur yang ekstrim dan perubahan salinitas yang terjadi pada saat surut (Dahuri 2003).

Pantai yang terbentuk karena adanya erosi

Sedimen yang terangkut oleh arus dan aliran sungai akan mengendap di daerah pantai. Pantai yang terbentuk dari endapan semacam ini dapat mengalami perubahan dari musim ke musim, baik secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia yang cenderung melakukan perubahan terhadap bentang alam (Dahuri 2003).

Sehingga dapat diketahui bahwa Indonesia memiliki kondisi pantai yang indah dan alami. Wilayah pantai menawarkan jasa dalam bentuk panorama yang indah, tempat pemandian yang bersih, serta tempat melakukan kegiatan berselancar air (surfing) terutama pada pantai yang landai, memiliki ombak besar dan berkesinambungan (Dahuri et al. 1996).

2.2. Definisi dan Kriteria Wisata Pantai

Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata. Pariwisata merupakan kegiatan perpindahan/perjalanan orang secara temporer dari tempat biasanya mereka bekerja dan menetap ke tempat luar, guna mendapatkan kenikmatan dalam perjalanan atau di tempat tujuan (Holloway dan Plant 1989 in Yulianda 2007).

Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut. Ekowisata merupakan wisata

(22)

berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumber daya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan (Meta 2002 in Yulianda 2007). Sedangkan Wood (1999) in Yulianda (2007) mendefinisikan ekowisata merupakan bentuk baru dari perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah alami dan berpetualang, serta dapat menciptakan industri pariwisata. Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dapat dikelompokkan wisata pantai dan wisata bahari.

Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Fandeli (2000) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan wisata bahari atau wisata pantai adalah wisata yang objek dan daya tariknya bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun bentang darat pantai (coastal landscape). Kegiatan ekowisata bahari yang dapat dikembangkan dari wisata pantai adalah rekreasi pantai, panorama, resort/peristirahatan, berenang, berjemur, olahraga pantai (volley pantai, jalan pantai, dan lempar cakram), berperahu, memancing, dan wisata mangrove (Yulianda 2007).

Pertimbangan perlu dilakukan dalam pengembangan dan perencanaan wisata pantai yang meliputi angin, gelombang laut, arus laut, pasang surut, bentuk pantai, bentuk butir pasir, biota pantai, dan bahaya tsunami (Fandeli 2000).

2.3. Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata

Wisata pantai terdiri dari dua kategori yaitu rekreasi dan wisata mangrove. Kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi mempertimbangkan 10 parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi antara lain kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar.

(23)

10

Tabel 1. Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi

No Parameter Bobot Kategori S1 Skor Kategori S2 Skor Kategori S3 Skor Kategori N Skor 1 Kedalaman Perairan (m) 5 0-3 4 > 3-6 3 >6-10 2 >10 1

2 Tipe pantai 5 Pasir putih 4 Pasir putih, sedikit karang 3 Pasir hitam, berkarang sedikit terjal 2 Lumpur, berbatu, terjal 1 3 Lebar pantai (m) 5 > 15 4 10-15 3 3-<10 2 <3 1 4 Material dasar perairan 4 Pasir 4 Karang berpasir 3 Pasir berlum- pur 2 Lumpur 1 5 Kecepatan arus (m/dt) 4 0-0.17 4 0.17-0.34 3 0.34-0.51 2 >0.51 1 6 Kemiringan Pantai (°) 4 < 10 4 10-25 3 >25-45 2 >45 1 7 Kecerahan Perairan (m) 3 >10 4 >5-10 3 3-5 2 <2 1 8 Penutupan Lahan pantai 3 Kelapa, lahan terbuka 4 Semak, belukar, rendah, savana 3 Belukar tinggi 2 Hutan bakau, pemukiman , pelabuhan 1

9 Biota berbahaya 3 Tidak ada

4 Bulu babi 3 Bulu babi, ikan pari 2 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 1 10 Ketersediaan air tawar (jarak/km) 3 <0.5 (km) 4 >0.5-1 (km) 3 >1-2 2 >2 1 Sumber : Yulianda (2007) Keterangan : Nilai maksimum = 156

S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80 - 100 % S2 = Cukup sesuai, dengan nilai 60 - <80 % S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35 - <60 % N = Tidak sesuai, dengan nilai < 35 %

Penentuan kesesuian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari setiap parameter. Kesesuaian kawasan dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh penjumlah nilai dari seluruh parameter (Yulianda 2007).

Konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan dua hal yaitu kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia dan standar keaslian sumberdaya alam. Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam

(24)

dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia.

Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan dalam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga.

Tabel 2. Potensi ekologis pengunjung dan luas area kegiatan

Jenis kegiatan K

(∑ Pengunjung)

Unit Area (Lt)

Keterangan

Selam 2 1000 m2 Setiap 2 org dalam 100m x 10m

Snorkling 1 250 m2 Setiap 1 org dalam 50 m x 5 m

Wisata Lamun 1 250 m2 Setiap 1 org dalam 50 m x 5 m

Wisata Mangrove

1 50 m Dihitung panjang track, setiap

1 org sepanjang 50 m

Rekreasi Pantai 1 20 m2 1 org dalam 2 m x 10 m

Wisata Olahraga 1 50 m 1 org setiap 50 m panjang

pantai

Sumber : Yulianda (2007)

Daya dukung kawasan disesuaikan karakteristik sumberdaya dan peruntukan. Misalnya, daya dukung wisata pantai ditentukan panjang/luas dan kondisi pantai. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia (pengunjung) lainnya. Untuk kegiatan wisata pantai diasumsikan setiap orang membutuhkan panjang garis pantai 50 m, karena pengunjung akan melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan ruang yang luas, seperti berjemur, bersepeda, dan berjalan-jalan (Yulianda 2007).

Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Kegiatan wisata dapat dirinci lagi berdasarkan kegiatan yang dilakukan misalnya, menyelam, snorkling, berenang, berjemur, dan sebagainya. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu

(25)

12

kerja sekitar 8 jam (pukul 8-16.00 WIB). Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumber daya dan lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan dikembangkan.

Tabel 3. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata

No Kegiatan Waktu yang

dibutuhkan Wp- (jam)

Total waktu 1 hari Wt- (jam) 1 Selam 2 8 2 Snorkling 3 6 3 Berenang 2 4 4 Berperahu 1 8 5 Berjemur 2 4 6 Rekreasi Pantai 3 6

7 Olah Raga Air 2 4

8 Memancing 3 6

9 Wisata mangrove 2 8

10 Wisata lamun dan ekosistem lainnya

2 4

11 Wisata Satwa 2 4

Sumber : Yulianda (2007)

2.4. Pola Pemanfaatan dan Pengelolaan Wisata Pantai

Salah satu daya tarik wisata pesisir bagi wisatawan dalam menikmati keindahan dan kelestarian lingkungan contohnya bagi wilayah pantai, sehingga dilakukan pengembangan wisata pantai. Keindahan dan keaslian lingkungan ini menjadikan perlindungan dan pengelolaan merupakan bagian integral dari rencana pengembangan pariwisata, terutama bila didekatnya dibangun penginapan/hotel, toko, pemukiman dan sebagainya yang membahayakan atau mengganggu keutuhan maupun keaslian lingkungan pesisir tersebut (Dahuri et al. 1996).

Begitu besarnya nilai manfaat yang terkandung dalam sumber daya hayati laut baik itu yang bersifat langsung maupun tidak langsung, maka perlu dilakukan suatu upaya konservasi dalam pengelolaan dan pengembangan yang diarahkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang seluruh nilai atau nilai yang sebenarnya (the true value) dari manfaat sumber daya tersebut. Setiap kebijakan seyogyanya juga diarahkan pada penggunaan keanekaragaman hayati

(26)

pesisir dan laut secara berkelanjutan, mencegah tindakan yang merusak melalui penyediaan alternatif mata pencaharian yang bersifat lestari, meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dan pendapatan daerah melalui upaya konservasi, serta melestarikan sumber daya laut melalui partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pelestarian (Dahuri 2003).

Pemanfaatan sumber daya kelautan secara berkelanjutan dapat dilakukan terhadap jasa-jasa lingkungan, terutama untuk pengembangan pariwisata. Melalui pembangunan kepariwisataan, semua objek dan daya tarik wisata bahari, seperti keindahan pantai, keragaman flora dan fauna yang terdapat di terumbu karang, dan hutan mangrove dapat dikomersialkan untuk menghasilkan devisa negara serta pendapatan masyarakat lokal di kawasan pesisir secara berkelanjutan (Dahuri 2003).

Menghadapi situasi sekarang dan masa depan, pada prinsipnya terdapat tiga kebijakan pokok dan strategi pengelolaan yang harus ditempuh Indonesia agar dapat memanfaatkan sumber daya keanekaragaman hayati pesisir dan laut secara berkelanjutan untuk kesejahteraan bangsa. Pertama adalah kebijakan yang berkaitan dengan upaya-upaya penyelamatan keanekaragaman hayati pesisir dan laut, khususnya yang bersifat langka (endangered), endemik (hanya hidup di daerah Indonesia), hampir punah (extinct), atau dilindungi (protected). Kelompok kebijakan yang pertama ini, dalam konservasi dunia, biasa dikenal sebagai To

Save Marine Biodiversity. Kedua adalah kebijakan yang berhubungan dengan

berbagai kegiatan penelitian dan pengkajian tentang seluruh aspek

keanekaragaman hayati pesisir dan lautan, atau dikenal dengan To Study Marine

Biodiversity. Ketiga adalah kebijakan yang bertalian dengan cara-cara kita

memanfaatkan keanekaragaman hayati pesisir dan laut secara optimal dan lestari bagi kesejahteraan bangsa, atau To Use Marine Biodiversity (Dahuri 2003).

(27)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi kegiatan penelitian dilakukan di Kawasan Pesisir Pantai Kartini Desa Tasik Agung Kabupaten Rembang, Jawa Tengah di jalur jalan raya Semarang-Surabaya (Gambar 1 dan 2). Secara astronomis berada pada garis koordinat 111°00' - 111°30' Bujur Timur dan 6°30' - 7°6' Lintang Selatan, dengan batas wilayah:

Sebelah utara : Laut Jawa,

Sebelah timur : Kabupaten Tuban (Jawa Timur),

Sebelah selatan : Kabupaten Blora,

Sebelah barat : Kabupaten Pati.

Daerah Kabupaten Rembang terletak antara ketinggian 0 m sampai 806 m dari permukaan air laut, dengan kondisi cuaca berkisar antara 23–35 °C, dengan curah hujan rata-rata pertahun ± 1.044 mm.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2008, dengan penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Mei 2008.

Gambar 2. Peta Kabupaten Rembang

(28)

3.2. Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi lapang dan wawancara. Observasi dilakukan untuk melihat langsung kondisi dan potensi yang ada di Kawasan Taman Rekreasi Pantai Kartini Rembang, sedangkan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi masyarakat sekitar, pengunjung, pihak pengelola, dan instansi terkait. Pengambilan responden sebanyak 30 responden masyarakat dan 30 responden pengunjung dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan tertentu mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku didasari semata-mata dari judgement peneliti yakni sampel yang diambil diharapkan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan, digunakan untuk situasi dimana persepsi orang pada sesuatu sudah terbentuk (Fauzi 2001 in Nancy 2007). Data sekunder diperoleh dari studi pustaka melalui buku-buku laporan hasil penelitian sebelumnya, buku-buku penunjang yang terkait dengan penelitian, serta data dari pihak-pihak serta instansi yang terkait diantaranya Dinas Pariwisata, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Kesehatan, dan Badan Pusat Statistik.

Data primer

3.2.1.1. Data fisik, kimia, dan biologi

Data primer yang meliputi data fisik, kimia, dan biologi yang dikumpulkan pada tiga stasiun pengamatan dengan teknik pengukuran kualitas air laut pada lokasi Taman Rekreasi Kartini serta Pelabuhan Tasik Agung yang berada di sebelah Taman Rekreasi Pantai Kartini, Rembang Jawa Tengah dengan pengambilan sampel pada musim timur saat pasang. Lokasi stasiun pengamatan diperlihatkan pada Gambar 2.

Data fisik, kimia, dan biologi yang dikumpulkan dari ketiga stasiun pengamatan meliputi beberapa parameter yang disajikan pada Tabel 4 disertai dengan keterangan alat dan bahan serta metoda pengamatan yang dilakukan.

(29)

16

Gambar 3. Lokasi penelitian

Tabel 4. Parameter yang diamati, alat dan bahan serta lokasi pengamatan

Parameter Alat dan Bahan Metoda pengamatan

Suhu permukaan Termometer Insitu

pH pH meter Insitu

Kekeruhan Turbidity meter Laboratorium Proling

Departemen MSP FPIK

DO Sampel air, botol BOD

MnSO4, NaOHKI, H2SO4,

dan Na-Thiosulfat

Insitu

COD Sampel air, botol BOD,

K2Cr2O7, Potassium

dichromate, FAS, H2SO4,

akuades, dan ferroin.

Laboratorium Proling Departemen MSP FPIK

E- Coliform (faecal) Sampel air Laboratorium Dinas Kesehatan Rembang

Tipe pantai Kamera Insitu (observasi)

Biologi - Insitu dan wawancara

3.2.1.2. Data sosial, ekonomi, dan budaya

Data sosial, ekonomi, dan budaya didapatkan dengan teknik pengumpulan data berupa observasi lapang dan wawancara kepada responden yang

(30)

masing-masing meliputi pengunjung sebanyak 30 orang, dan masyarakat Desa Tasik Agung sebanyak 30 orang, serta wawancara dengan pengelola kawasan wisata Taman Rekreasi Pantai Kartini Rembang, Jawa Tengah. Data sosial, ekonomi, dan budaya yang diambil mencakup jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian, pendapatan, persepsi masyarakat terhadap objek wisata, adat-istiadat, dan kepercayaan. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi meliputi: alat tulis, kamera, dan kuesioner. Kuesioner disajikan pada Lampiran 3, 4, dan 5.

3.2.2. Data sekunder

Data dan informasi lain yang dikumpulkan guna mendukung kajian yang dilakukan diperoleh berdasarkan studi pustaka melalui buku-buku laporan hasil penelitian sebelumnya, buku-buku penunjang yang terkait dengan penelitian, data dari pihak-pihak serta instansi yang terkait lainnya yang diuraikan dalam tabel 5.

Tabel 5. Data sekunder yang dikumpulkan

1. Data Kimia Jenis Sumber data

a. Penggunaan Lahan Pantai Sekunder Dinas Pariwisata

b. Curah Hujan Sekunder BPS Rembang

c. Angin sekunder Pelabuhan

d. Bathymetri Sekunder Dinas Perhubungan

e. Pola Arus Laut Sekunder Pelabuhan

f. Pasang Surut Sekunder Pelabuhan

2. Data Sosial Ekonomi dan Budaya

a. Jumlah penduduk Sekunder Setda Kab Rembang

b. Jenis Pekerjaan Penduduk Sekunder Setda Kab Rembang

c. Tingkat Pendidikan Penduduk Sekunder Setda Kab Rembang

d. Seni Budaya dan Keagamaan Sekunder Dinas Pariwisata

e. Kondisi Pariwisata Sekunder Dinas Pariwisata

3.3. Analisis Data 3.3.1. Kualitas air laut

Hasil analisa laboratorium kualitas air yang meliputi e- coliform dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang, dan hasil analisa kualitas air di lapang dan laboratorium yang berupa suhu, kekeruhan, DO, COD, dan pH yang dibandingkan

(31)

18

dengan standar baku mutu air laut sesuai dengan Kepmen LH Nomor 51 tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Hal ini untuk menentukan kelayakan kondisi perairan dalam mendukung pariwisata bahari.

3.3.2. Indeks kesesuaian wisata

Analisis kesesuaian wisata dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kawasan bagi pengembangan wisata. Perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)

berdasarkan Yulianda (2007) dalam bentuk rumus:

IKW = ∑[Ni/Nmaks] x 100%

Keterangan:

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata (%)

Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)

Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata

3.3.3. Daya dukung kawasan

DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK menurut Yulianda (2007) dalam bentuk rumus :

DDK = K x Lp/Lt x Wt/Wp

Keterangan :

DDK = Daya Dukung Kawasan (orang per m2)

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang per m2) Lp = Luas area atas panjang area yang dapat dimanfaatkan (m2) Lt = Unit area untuk kategori tertentu (m2)

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata

dalam satu hari (jam)

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan

(32)

3.3.4. Analisis SWOT

Untuk mendapatkan arahan dalam menentukan strategi pengelolaan yang tepat, maka data primer dan data sekunder yang telah didapatkan selanjutnya dievaluasi dengan menggunakan analisis swot. Menurut Rangkuti (1997) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisa SWOT digunakan untuk mementukan formula strategi, dengan tahapan kegiatan:

3.3.4.1 Analisa dan pembuatan matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation)

Pembuatan matriks faktor strategi eksternal, perlu diketahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal yang ada, berdasarkan Rangkuti (1997) terdapat beberapa ketentuan:

1. Menyusun peluang dan ancaman yang ada dalam kolom 1

2. Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit, ratingnya 4.

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).

(33)

20

5. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan.

3.3.4.2. Analisa dan pembuatan matriks IFE (Internal Factor Evaluation)

Faktor-faktor strategi internal disusun berdasarkan kerangka kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), yang berdasarkan Rangkuti (1997) terdapat beberapa ketentuan yaitu:

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan dalam kolom 1.

2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0 (tidak penting) dengan ketentuan semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,0.

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor). Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang termasuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik), sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya.

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).

5. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan.

Bobot yang diberikan pada setiap faktor disesuaikan dengan skala kepentingan terhadap pengelolaan ekosistem Pantai Kartini di Rembang, Jawa Tengah. Bobot setiap faktor internal dan eksternal ditentukan dengan metode

Paired Comparison (Basuki 2005 in A’Yuni 2006). Skala yang digunakan untuk

mengisi kolom dalam menentukan bobot setiap faktor adalah:

1. Bobot 1, jika indikator faktor horizontal kurang penting dibandingkan indikator faktor vertikal.

2. Bobot 2, jika indikator faktor horizontal sama penting dibandingkan indikator faktor vertikal.

(34)

3. Bobot 3, jika indikator faktor horizontal lebih penting dibandingkan indikator faktor vertikal.

4. Bobot 4, jika indikator faktor horizontal sangat penting dibandingkan indikator faktor vertikal.

Tabel 6. Matriks penentuan bobot berdasarkan metode paired comparison

Faktor Strategis

Internal/Eksternal A B C ... Total Bobot

A 0 X1 σ1

B 0 X2 σ2

C 0 X3 σ3

.... 0 Xi σ4

Total

Sumber : Basuki (2005) in A’Yuni (2006)

Bobot setiap faktor diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor dengan menggunakan rumus (Basuki 2005 in A’Yuni 2006):

Setelah menyusun matriks EFE dan IFE, langkah selanjutnya adalah membuat matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategis:

Keterangan :

σi = Bobot faktor ke-i Xi= Nilai faktor ke-i i = 1,2,3,...,n n = Jumlah faktor

(35)

22

Tabel 7. Matriks SWOT

IFE EFE STRENGTHS (S) S1. dst. WEAKNESSES (W) W1. dst. OPPORTUNITIES (O) O1. dst. STRATEGI S-O (strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang) STRATEGI W-O (strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang) THREATS (T) T1. dst. STRATEGI S-T (strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman) STRATEGI W-T (strategi meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman) Sumber: Rangkuti, 1997

Menurut Rangkuti 1997 keempat alternatif strategi yang didapatkan berdasarkan matriks SWOT yaitu:

a. Strategi SO (strengths-opportunities)

Stategi ini dibuat berdasarkan kekuatan internal yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

b. Strategi ST (strengths-threats)

Strategi ini dibuat dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman.

c. Strategi WO (weaknesses-opportunities)

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT (weaknesses-threats)

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif, yaitu berusaha bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.

3.3.4.3. Pembuatan tabel rangking alternatif strategi

Penentuan prioritas dari strategi yang dihasilkan dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Jumlah dari skor pembobotan menentukan rangking prioritas strategi dalam pengelolaan TRP Kartini. Jumlah skor diperoleh dari penjumlahan semua skor dari setiap faktor-faktor strategis

(36)

yang terkait. Rangking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai yang terkecil dari semua strategi yang ada.

(37)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sejarah Taman Rekreasi Pantai (TRP) Kartini Rembang, Jawa Tengah

Taman Rekreasi Pantai Kartini memiliki beberapa nilai sejarah, salah satunya sebagai tempat bermain Raden Ajeng (RA) Kartini. Raden Ajeng Kartini merupakan salah satu pahlawan wanita Indonesia yang sangat dibanggakan oleh masyarakat Indonesia terutama kaum wanita sebagai pahlawan pembela hak wanita, sehingga kawasan TRP Kartini dapat dikatakan sebagai kawasan wisata studi gender. Taman Rekreasi Pantai (TRP) Kartini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Taman Rekreasi Pantai Kartini

Nilai sejarah lain yang dimiliki oleh Kawasan TRP Kartini yaitu cagar budaya berupa gereja arsitektur Belanda dan Jangkar Dang Puhawang. Gereja arsitektur Belanda saat ini dipergunakan sebagai perpustakaan modern, sekaligus sebagai pusat informasi pariwisata. Jangkar Dang Puhawang memiliki panjang 4,22 m, lebar 2,80 m, dan lingkar badan 60 cm. Menurut cerita rakyat Rembang, Jangkar Dang Puhawang sebelumnya dimiliki oleh pelaut Cina Dang Puhawang yang terlibat perselisihan dengan Sunan Bonang, ketika keduanya beradu kesaktian, kapal Dang Puhawang terjungkir, dan layarnya jatuh di Bonang, sehingga kini menjadi batu yang disebut “Watu Layar” (Batu Layar), sedangkan jangkarnya jatuh di Rembang. Riwayat Jangkar Dang Puhawang yang unik menyebabkan jangkar dipercayai oleh masyarakat Rembang sebagai benda yang dikeramatkan.

(38)

Taman Rekreasi Pantai (TRP) Kartini merupakan objek wisata unggulan Kabupaten Rembang yang sudah lama dikenal masyarakat Rembang dan sekitarnya, namun pada tahun 1977 baru secara resmi dioperasikan sebagai obyek wisata oleh pemerintah Kabupaten Rembang dengan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 1977 (Disparbud Kab Rembang, 2008).

4.2. Karakteristik Perairan Pantai Kartini Rembang, Jawa Tengah

Perencanaan dan pengembangan wisata pantai perlu memperhatikan faktor-faktor alam yang berpengaruh seperti pola arus laut, pasang surut, bentuk pantai, curah hujan, angin, dan biota (Fandeli, 2000). Keseluruhan faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan sebagai kondisi geofisik, fisiografi, dan iklim. Namun faktor lain yang turut mempengaruhi pengembangan Taman Rekreasi Pantai (TRP) Kartini Rembang adalah faktor sosial ekonomi dan budaya.

4.2.1. Kondisi fisik, kimia, dan biologi Pantai Kartini Kabupaten Rembang 4.2.1.1. Iklim (Tipe iklim, suhu, curah hujan, kelembaban)

Kabupaten Rembang memiliki suhu udara yang mendominasi berkisar antara 27 C – 34 C, dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan dan hari hujan menurut bulan di Kabupaten Rembang pada tahun 2005-2007 disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Curah hujan dan hari hujan menurut bulan di Kabupaten Rembang

Bulan Curah hujan (mm) Hari hujan (hari)

Rata – rata Rata – rata

Januari 166 7 Februari 203 9 Maret 216 9 April 149 8 Mei 95 4 Juni 64 4 Juli 6 1 Agustus 17 1

(39)

26 MSL Tabel 8. (lanjutan) Bulan Curah hujan (mm) Rata-rata

Hari hujan (hari) Rata-rata

September 10 1

Oktober 50 3

November 104 5

Desember 270 11

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Rembang in BPS 2007

Rata-rata curah hujan bulanan berkisar antara 6 mm – 270 mm, dengan rata-rata curah hujan tertinggi sebesar 270 mm pada bulan Desember, dan rata-rata curah hujan terendah sebesar 6 mm pada bulan Juli.

4.2.1.2. Pasang surut

Pasang surut merupakan faktor yang mempengaruhi kegiatan wisata. Pasang surut air laut merupakan perubahan ketinggian muka air laut yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi matahari dan bulan terhadap bumi (Mukhtasor 2007). Pantai Kartini memiliki tipe pasang surut campuran dominan bertipe tunggal, yaitu terjadi dua kali pasang dan surut dalam satu hari dengan nilai F sebesar 1,67. Pasang surut berpengaruh terhadap keamanan dan kenyamanan pengunjung yang datang untuk berwisata. Kegiatan wisata berenang dan wisata perahu pada Pantai Kartini sebaiknya dilakukan saat keadaan surut demi keamanan pengunjung. Tipe pasang surut pada Pantai Kartini dapat dilihat pada Gambar 5.

(40)

4.2.1.3. Gelombang

Gelombang merupakan hasil perpindahan energi dari angin ke air. Gelombang terjadi apabila angin berhembus melalui permukaan air. Angin dapat menyebabkan terjadinya gelombang berukuran kecil dan bahkan hingga mencapai ketinggian lebih dari 30 meter (Mukhtasor 2007). Besar dan kecepatan gelombang Pantai Kartini Kabupaten Rembang tergantung pada kecepatan angin, durasi dari angin, dan jarak dari air yang tertiup angin yang terdapat pada Pantai Kartini.

Arah dan kecepatan angin maksimum harian pada Pantai Kartini digunakan untuk memprediksi tinggi dan periode gelombang maksimum yang dapat dibangkitkan angin dalam periode ulang tertentu dengan pengelompokan dalam delapan arah angin yaitu utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut dengan besarnya kecepatan angin maksimum harian yang pernah terjadi adalah sebesar 34 m/s arah barat yang terjadi tahun 2000. Arah dan kecepatan angin dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Arah dan kecepatan angin

Tahun Arah Angin N NE E SE S SW W NW 1993 15 13 16 15 15 17 16 27 1994 12 18 20 15 8 18 22 25 1995 15 12 15 16 0 13 22 18 1996 14 12 20 15 16 0 18 20 1997 15 15 23 15 9 15 17 20 1998 15 15 25 30 21 14 20 15 1999 20 15 23 24 20 17 25 20 2000 26 13 27 18 26 22 34 29 2001 5 5 6 6 7 8 10 10 2002 6 5 5 5 6 7 0 8 Sumber : DKP, 2007

Berdasarkan data arah dan kecepatan angin maka diperoleh gambaran mengenai gelombang yang ada di Pantai Kartini yang cenderung tenang, dan telah mengalami fase pecah gelombang sebelum mencapai pantai, sehingga gelombang di pantai lebih kecil daripada gelombang di lepas pantai (DKP 2007).

(41)

28

4.2.1.4. Arus

Arus laut merupakan gerakan air yang sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan di dunia (Hutabarat 1985). Arus mempunyai arti penting dalam menentukan arah pelayaran bagi kapal-kapal termasuk dalam kegiatan wisata berperahu. Arus dipengaruhi oleh tiga faktor, antara lain angin, bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya, dan gaya coriolis serta arus ekman.

Pantai Kartini memiliki arus yang dipengaruhi oleh pola arus Laut Jawa dengan arus dominan yang terdapat di Pantai Kartini saat spring tide dan neap tide berarah ke timur dan barat dengan kecepatan antara 0,09 m - 0,20 m per detik. Kecepatan arus maksimum sebesar 0,22 m per detik ke arah selatan (DKP 2007).

Arus laut yang disebabkan oleh pecahan gelombang di sepanjang pantai disebut arus tepi pantai. Arus tepi pantai yang perlu diperhatikan dalam wisata diantaranya ada tiga arus yaitu arus susur pantai, arus sibak (rip current), dan arus bawah (undertow). Arus sibak (rip current) merupakan aliran balik ke arah laut hasil dari pengisian arus susur pantai yang terkonsentrasi (Fandeli 2000). Arus yang perlu dihindari oleh perenang adalah arus sibak, karena dapat menyeret perenang ke laut lepas yang dalam, dan menyebabkan terjadinya kecelakaan yang mematikan, namun bagi kegiatan wisata berselancar, arus ini dicari untuk memudahkan mencapai gelombang pecah, serta berguna bagi kepentingan perikanan yakni memudahkan nelayan pantai untuk menebarkan jaringnya. Pada kawasan pesisir Pantai Kartini tidak terjadi arus sibak, sehingga kondisi di Pantai Kartini cukup aman bagi kegiatan wisata seperti berenang.

4.2.1.5. Kualitas Air Laut

Peruntukan pantai sebagai daerah wisata bahari dituntut memiliki kualitas air yang baik dan memenuhi standar baku mutu wisata yang telah ditetapkan bagi wisata bahari agar pengunjung dapat merasakan keindahan dan kenyamanan Pantai Kartini. Pengukuran kualitas air dilakukan siang hari di tiga stasiun pengamatan. Stasiun pengamatan pertama berada di depan muara Sungai Karang Geneng, stasiun kedua

(42)

berada di antara anjungan pada TRP Kartini, dan stasiun ketiga pada muara saluran buangan RW 4 Desa Tasik Agung. Hasil pengukuran dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk wisata bahari berdasarkan kep 51/MENLH/2004.

Hasil pengukuran kualitas air laut pada tiga stasiun pengamatan di Pantai Kartini Rembang, Jawa Tengah disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai beberapa parameter kualitas air laut di Pantai Kartini N

o

Parameter Satuan Stasiun

1 Stasiun 2 Stasiun 3 Baku Mutu (Kep51/MENLH/2004) A. B. A. FISIKA 1. 1 2. Kekeruhan NTU 12 11 12 5 3. 2 4. Suhu ºC 27 28 28 Alami B. KIMIA 1. 1 2. pH - 7 7 7 7-8.5 3. 2 4. Salinitas ‰ 33 33 30 Alami 3 DO mg/L 6.56 6.35 6.55 >5 5. 4 6. COD mg/L 17.55 11.81 12.82 C. BIOLOGI 1. 1 2. E-Coli 3. (Faecal) MPN/ 100 mL >2400 >2400 >2400 200

Sumber: Data primer (belum dipublikasikan)

a. Parameter fisika

Parameter fisika yang diukur adalah kekeruhan dan suhu. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Effendi 2003). Wisata pantai merupakan wisata yang objek/ daya tariknya bersumber dari potensi bentang laut maupun bentang darat pantai (Fandeli 2000). Salah satu potensi yang dapat dikembangkan dari pantai adalah air yang jernih. Hasil pengukuran menunjukkan nilai kekeruhan di tiga stasiun pengamatan yang melebihi baku mutu Kep 51/MENLH/2004, hal ini diduga diakibatkan limbah yang berasal dari pemukiman, perikanan, kegiatan pariwisata, maupun kapal yang mendarat di PPP Tasik Agung yang keseluruhannya bermuara di Pantai Kartini tanpa melalui proses pengolahan, yang mengakibatkan penumpukan bahan organik maupun nonorganik di

(43)

30

pantai sehingga berdampak pada tingginya kekeruhan di Pantai Kartini yang dapat menurunkan keindahan pantai.

Suhu air merupakan salah satu parameter yang sering diukur mengingat kegunaannya dalam mempelajari proses-proses fisika, kimia, dan biologi laut. Suhu air laut berkisar antara -2 ºC – 30 ºC (Mukhtasor 2007). Pengukuran suhu pada ketiga stasiun berkisar antara 27 ºC – 28 ºC, hal ini berarti suhu di perairan TRP Kartini sesuai dengan kisaran alami dan kisaran baku mutu Kep 51/MENLH/2004, sehingga dapat memberikan kondisi yang optimum bagi organisme yang terdapat di Pantai Kartini.

b. Parameter kimia

Parameter kimia yang diukur meliputi pH, salinitas, DO (Dissolved Oxygen), dan COD (Chemical Oxygen Demand). pH yang terdapat pada ketiga stasiun pengamatan sebesar 7, apabila dibandingkan dengan baku mutu air laut kategori wisata laut, maka pH pada Pantai Kartini sesuai dengan kisaran baku mutu yang ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pH di lokasi penelitian cocok untuk menunjang kehidupan organisme yang ada di sekitar lokasi penelitian Pantai Kartini.

Salinitas merupakan kandungan elemen-elemen kimia terlarut dalam air laut (Riley dan Skirrow 1975 in Sanusi 2006) dengan kisaran salinitas antara 30‰ – 40‰. Nilai pengukuran salinitas di Pantai Kartini berkisar antara 30‰ – 33‰, dengan nilai salinitas terendah sebesar 30‰, dikarenakan dekatnya lokasi pengambilan sampel dengan muara saluran buangan dari Desa Tasik Agung sehingga banyak masukan air tawar yang turut mempengaruhi salinitas laut menjadi lebih rendah.

DO (Dissolved Oxygen) atau oksigen terlarut merupakan gas yang sangat dibutuhkan di dalam laut bagi kehidupan organisme. Kelarutan O2 di dalam air

dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas perairan. Dalam keadaan normal lapisan atas permukaan laut mengandung oksigen terlarut sebesar 4.5 - 9.0 mg/L (Sanusi 2006). Pengukuran DO pada tiga stasiun berkisar antara 6.35 mg/L - 6.56 mg/L yang apabila keseluruhan dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk wisata bahari

(44)

berdasarkan kep 51/MENLH/2004 diketahui ketiga stasiun yang diamati nilainya melebihi standar yang ditetapkan, hal ini menunjukkan kondisi perairan yang dapat menunjang kehidupan organisme yang ada di sekitar Pantai Kartini sehingga memudahkan dalam proses metabolisme.

COD (Chemical Oxygen Demand) menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (nonbiodegradable) menjadi CO2 dan H2O (Effendi 2003). Nilai COD

tertinggi hasil pengukuran pada stasiun pertama yang berada di muara Sungai Karang Geneng yaitu sebesar 17.55 mg/L.

c. Parameter biologi

Parameter biologi yang diukur adalah Coliform (faecal). Coliform adalah bakteri berbentuk batang, gram negatif, dan tidak berspora. Coliform terdiri dari 4 genus utama dari familia Enterobacteriaceae: Citrobacter, Enterobacter, Escherichia dan Klebsiella. Coliform dapat tumbuh pada suhu -2 ⁰C – 50 ⁰C dan pada kisaran pH 4,4 - 9,0 (Jay 2000 in Firlieyanti 2005). Bakteri indikator sanitasi yang digunakan untuk mendeteksi kontaminasi faecal pada air dan sekaligus juga mendeteksi kemungkinan adanya intestinal patogen adalah Escherichia coli, sehingga dapat dijadikan indikasi kontaminasi faecal dan kemungkinan adanya patogen enteric (EPA 2002 in Firlieyanti 2005). Bakteri Escherichia coli disajikanpada Gambar 6.

Gambar 6. Bakteri Escherichia coli (Sumber : Firlieyanti 2005)

Gambar

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian Status Ekologi
Gambar 3.  Lokasi penelitian
Gambar 5.  Tipe pasang surut Pantai Kartini
Gambar 17. Jumlah pengunjung TRP Kartini tahun 2002-2007                                   (Sumber : Disparbud Kab Rembang 2008)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ketika di dalam iklan ini perempuan berusaha untuk keluar dari apa yang diidentikkan oleh masyarakat, yaitu dengan membuka sebuah usaha kafe sebagai bentuk usaha untuk mencari

Nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,Kemanusiaan

Pagu Raskin adalah Alokasi Jumlah Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat Raskin (RTS-PM) atau jumlah beras yang dialokasikan bagi RTS-PM Raskin untuk tingkat Kota

Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Menulis Dialog Sederhana Dua atau Tiga Tokoh yang merupakan salah satu materi Bahasa Indonesia kelas

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur bahwa pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia dapat dibebankan dengan kepentingan internasional berdasarkan perjanjian hak

Kepada peserta / penyedia jasa yang keberatan atas pengumuman hasil prakualifikasi ini diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis

[r]

Dari hasil perbandingan dengan standar FCR ikan nila larasati yang diperoleh dari hasil penelitian yang sebelumnya, maka nilai FCR hasil penelitian dengan