• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Kerangka Teori

1.5.3 Pelayanan Publik

1.5.3.3 Kualitas Pelayanan Publik

Pelayanan publik sering dilihat sebagai representasi dari eksistensi birokrasi pemerintahan, karena hal itu bersentuhan langsung dengan tuntutan kebutuhan faktual masyarakat terhadap peranan pemerintah. Filosofi pelayanan publik adalah menempatkan rakyat sebagai subyek dalam proses penyelenggaraan pemerintah khususnya dalam hal pemberian pelayanan. Oleh sebab itu dalam konteks pelayanan publik, kepuasan masyarakat adalah objek utama dalam pencapaian tujuan organisasi pemerintahan.

Hal ini dapat dilihat dalam paradigma New Public Service, secara teoritik pelayanan publik yang ideal harus dapat bersifat responsive terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai publik. Selain itu pelayanan publik juga harus bersifat non diskriminatif, yaitu pelayanan diberikan tanpa membedakan asal suku, ras, etnik,

agama, dan latar belakang kepartaian. Hal ini berarti setiap warga negara diperlakukan sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik dalam menerima pelayanan selama memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.

Pelayanan publik dalam konteks paradigma New Public Service sebagai bagian dari pelaksanaan reformasi birokrasi yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik menuju pelayanan prima sehingga diharapkan dapat terciptanya pelayanan publik yang bermutu dan berkualitas. Kualitas merupakan aspek yang sangat penting dan mendukung segala sesuatu untuk menunjukkan dan membandingkan seberapa baik atau buruk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya. Suatu pelayanan dikatakan baik atau berkualitas jika masyarakat merasa bahwa kebutuhan atau kepentingannya dapat terpenuhi dan dapat merasa puas akan pelayanan tersebut.

Menurut W.E Deming dalam (Sinambela.2008:43) kualitas diartikan sebagai perbaikan yang berkesinambungan; selain itu menurut Kaouru Ishikawa mengartikan kualitas adalah produk yang paling ekonomis, paling berguna dan selalu memuaskan pelanggan. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, dapat diartikan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan semuanya sudah terukur ketepatannya karena yang diberikan adalah yang berkualitas.

Menurut Alberth dan Zemke dalam (Dwiyanto.2005:140) mengatakan kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem pelayanan, Sumber Daya Manusia (SDM) pemberi layanan, strategi dan pelanggan.

Sistem pelayanan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula. Oleh karena itu, sebagai suatu kesatuan yang terorganisir dan membentuk keutuhan sebagai sistem maka dalam sistem pelayanan publik perlu diperhatikan unsur-unsur dari pelayanan itu sendiri. Unsur-unsur dari pelayanan publik terdiri dari; pedoman pelayanan publik, syarat pelayanan yang jelas, batas waktu, biaya atau tarif, prosedur buku panduan, media informasi terpadu yang saling terkait. Dengan demikian, pelayanan publik dapat dikatakan berkualitas dan memiliki mutu yang prima apabila dalam pelaksanaannya berpedoman pada standar umum pelayanan publik.

Untuk menilai kualitas dari pelayanan publik digunakan penilaian yang menggunakan indikator ganda yang mana dilihat dari aspek proses pelayanan dan aspek out-put atau hasil pelayanan. Berdasarkan indikator ini, maka (Dwiyanto. 2005:150) menjabarkan tiga hal yang perlu diperhatikan guna memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Ketiga indikator tersebut adalah:

1. Pelayanan publik yang efisien

Efisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan yang terbaik antara input dan output. Apabila output dapat dicapai dengan input yang minimal, maka tingkat efisiensi akan menjadi semakin baik. Dalam pelayanan publik, input yang dimaksudkan adalah berupa uang, tenaga, waktu, dan materi lain yang digunakan untuk menghasilkan atau mencapai suatu output. Artinya, harga yang diberikan dalam pelayanan publik harus terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat.

Selain itu, masyarakat dapat memperoleh pelayanan publik dalam waktu yang relatif singkat tanpa membutuhkan banyak tenaga. Sedangkan output yang dimaksudkan adalah dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat memberikan pelayanan yang berkualitas dan memuaskan pelanggan atau pengguna layanan.

Efisiensi dalam pelayanan publik, dapat dilihat dari sudut pandang pemberi layanan, dan dari sudut pandamg pengguna layanan. Dalam hal pelayanan publik, pemberi layanan adalah aparatur pemerintah, sedangkan pengguna layanan adalah masyarakat. Aparatur pemerintah sebagai pemberi layanan harus mengusahakan agar harga pelayanan murah dan tidak terjadi pemborosan Sumber Daya Publik. Selain itu, masyarakat sebagai pengguna pelayanan menghendaki pelayanan publik dapat dicapai dengan biaya yang murah, waktu yang singkat, dan tidak banyak membuang energi.

Dalam meningkatkan aspek efisiensi dalam pelayanan publik, dilakukan dengan menggunakan tiga strategi, yaitu deregulasi, pengurangan biaya, dan adopsi teknologi. Pelaksanaan deregulasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, pertama menyederhanakan daftar pertanyaan dalam pengisian formulir untuk semua jenis pelayanan publik. Kedua, mengumumkan secara terbuka semua persyaratan dan prosedur pelayanan agar masyarakat dapat mengakses dan mengetahui secara mudah semua informasi yang diperlukan untuk memperoleh pelayanan. Ketiga, dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi internet sehingga tidak hanya sekedar menampilkan data atau informasi saja, tetapi dapat melengkapinya dengan fasilitas

download untuk mendapatkan formulir yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan publik, sehingga masyarakat tidak perlu mendatangi tempat pelayanan untuk mendapatkan formulir tetapi dapat langsung mencetaknya dari internet. Keempat, meningkatkan jasa pengantaran hasil suatu pelayanan publik ke alamat pelangga dengan menggunakan dana APBD, atau dapat juga dibebankan kepada warga pengguna yang bersangkutan asalkan rasionalitas biaya pelayanan diumumkan kepada publik secara rasional.

Pengurangan biaya dalam meningkatkan efisiensi pelayanan publik dapat dilakukan dengan mengurangi biaya pelayanan publik yang ditanggung masyarakat sebagai pengguna pelayanan dengan cara membebaskan biaya pelayanan yang bersifat mendasar atau pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu penggunaan teknologi juga dapat diterapkan dalam meningkatan efisiensi. Inti dari strategi ini adalah mengoptimalkan penggunaan teknologi komputer dan informasi dengan cara meningkatkan sistem database yang dapat mengaplikasikan proses administrasi dan manajemen melalui sistem komputer online. Penggunaan sistem online pada pelayanan publik dapat digunakan tidak hanya untuk menampilkan informasi penting mengenai proses pelayanan, melainkan juga dapat dioptimalkan agar dapat dilakukam pengisian formulir dalam pelaksanan pelayanan publik secara online.

2. Pelayanan publik yang responsif

Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur daya tanggap organisasi khususnya organisasi pemerintahan terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi, serta tuntutan masyarakat pengguna layanan. Tujuan utama pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan agar dapat memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memuaskan. Oleh sebab itu, penyedia pelayanan publik harus mampu mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan warga pengguna, kemudian memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan warga tersebut.

Menurut Osborne dan Plastrik dalam (Dwiyanto. 2005:156) mengatakan bahwa agar suatu organisasi pemerintahan lebih responsive terhadap masyarakat dalam memberikan pelayanan, dapat dilakukan dengan menerapkan Citizen’s Charter (kontrak pelayanan). Citizen’s Charter adalah suatu pendekatan dalam memberikan pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan atau pelanggan sebagai pusat perhatian. Hal ini berarti bahwa kebutuhan dan kepentingan masyarakat sebagai pengguna layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam proses pelayanan publik. Masyarakat sebagai penerima pelayanan dapat memberikan keluhan atau pengaduan apabila mendapatkan pelayanan yang menyimpang dari standar pelayanan publik yang berlaku. Pengaduan dan keluhan dari masyarakat sebagai pengguna

pelayanan publik dapat dijadikan masukan bagi organisasi pemerintahan untuk terus membenahi pelayanan yang diberikannya agar tercipta pelayanan publik yang berkualitas.

3. Pelayanan publik yang non partisan

Pelayanan publik yang non-partisipan adalah sistem pelayanan yang memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan berdasarkan status sosial ekonomi, kesukuan, etnik, agama, kepartaian, dan sebagainya. Latar belakang pengguna pelayanan tidak boleh dijadikan pertimbangan dalam memberikan pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan publik harus berdasarkan asas persamaan di depan hukum. Prinsip ini memberikan akses yang sama bagi semua warga negara di dalam menerima pelayanan publik.

Pelaksanaan pelayanan publik yang non-partisipan dapat dilihat dari indikator seperti adanya akses yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan pelayanan, pemberian pelayanan publik kepada pelanggan berdasarkan nomor urut, tidak diberlakukannya dispensasi pelayanan kepada pelanggan tertentu. Untuk menyelenggarakan pelayanan publik yan non-prtisipan ini dapat dilakukan dengan memegang tiga prinsip dasar, yaitu pertama, prinsip atau asas kesamaan hukum yaitu penyedia layanan harus memberikan akses yang sama bagi semua warga untuk memperoleh pelayanan publik. Kedua, menerapkan prinsip netralitas birokrasidi dalam politik, yaitu dengan melarang semua PNS untuk menjadi anggota atau pengurus partai politik. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi konspirasi antara birokrat

dan partai politik. Ketiga, menerapkan kode etik birokrasi. Penerapan kode etik ini diantaranya adalah dengan memberikan sanksi kepada aparatur pemerintahan yang melakukan praktik diskriminasi pelayanan publik.

Pada dasarnya hakikat dari pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupalan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi negara. Guna mencapai pelayanan publik yang prima, maka dalam memberikan pelayanan harus didasarkan pada standar pelayanan publik yang telah disahkan berdasarkan peraturan perundangan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik menyebutkan, adapun komponen standar pelayanan publik sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut:

1. Dasar hukum

Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar hukum yang disahkan oleh Peraturan Perundangan untuk menandakan bahwa pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut hukum dan perundangan.

2. Sistem, mekanisme, dan prosedur

Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan harus memiliki sistem yang jelas, mekanisme pelaksanaan yang mudah

diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta harus memiliki prosedur atau tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna pelayanan publik. 3. Jangka waktu penyelesaian

Pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah dalam pelaksanaannya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang efisien. Pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dilakukan dalam standart waktu yang singkat.

4. Biaya/tarif

Pelayanan publik pada hakekatnya adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh sebab itu biaya atau tarif yang yang diberikan harus memiliki standart harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain harga untuk pelayanan publik adalah harga yang murah.

5. Produk pelayanan

Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa public good, public service dan administration service.

6. Sarana, prasarana, dan fasilitas

Keefektivan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasaran dalam proses pemberian pelayanan

serta terdapat fasilitas yang memadai demi kenyamanan pelanggan atau masyarakat.

7. Kompetensi pelaksana

Petugas pemberi pelayanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas serta kemampuan yang menyangkut sikap dan prilaku dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan atau masyarakat.

8. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan

Setiap organisasi pemerintahan harus memiliki sarana yang menampung aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik kepada masyarakat.

9. Jumlah pelaksana

Organisasi pemerintahan memiliki pelaksana pelayanan yang memadai agar dalam pelaksanaan pemberian pelayanan dapat berjalan efektif

Dokumen terkait