• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

2.7 Kerentanan Populasi .1Konsep Kerentanan .1Konsep Kerentanan

2.7.4 Kuantifikasi Kerentanan

Turner et al. (2003) menggambarkan kerentanan sebagai sebuah fungsi

overlay dari ketepaparan (exposure), kepekaan (sensitivity), dan kapasitas atau kemampuan adaptif (adaptive capacity). Selanjutnya Metzger et al. (2006) in

mengformulasikan konsep tersebut dalam bentuk matematika sebagai fungsi dari keterbukaan, sensitivitas dan kapasitas adaptif sebagai berikut:

V = f (K, S, KA)

atau dapat juga dituliskan sebagai fungsi dari potensi dampak ( potensial impact =PI) dan kapasitas adaptif yang dituliskan menjadi

Keterpaparan

Keterkaitan antara kerentanan dengan keterpaparan dikemukakan Adger (2006) dan Kasperson et al. (2005) , menyatakan keterpaparan merupakan salah satu konsep dari kerentanan, yang memiliki pengertian umum dalam hal tingkatan dan jangka waktu dari suatu sistem berinteraksi dengan gangguan. Keterpaparan terdiri dari formula yang merupakan elemen pembangun kerentanan. Keterpaparan merupakan sebuah atribut dari hubungan antara sistem dan gangguan (system and perturbation). Keterpaparan berhubungan dengan pengaruh atau stimulus dampak suatu sistem. Hubungannya dengan perubahan iklim (perubahan suhu global, kenaikan muka laut), tidak hanya menyangkut masalah kejadian dan pola iklim terhadap sistem, tetapi juga dalam skala luas seperti perubahan yang terjadi dalam sistem secara lokal sebagai akibat efek perubahan iklim. Keterpaparan digambarkan kondisi iklim yang berlawanan dengan operasional dari sistem dan perubahan dari kondisi tersebut (Allen 2005).

Kepekaan

Kepekaan adalah tingkatan dari suatu sistem yang berhubungan dengan stimulus karena perubahan iklim (Olmas 2001). Allen (2005) mengemukakan bahwa kepekaan merefleksikan respon dari suatu sistem terhadap pengaruh iklim (perubahan suhu global, kenaikan muka laut) dan tingkat perubahan yang diakibatkan oleh perubahan tersebut. Sistem dikatakan peka apabila respon dari suatu sistem terhadap perubahan iklim tinggi, dan terjadi signifikan akibat perubahan iklim pada skala kecil. Pemahaman kepekaan dari suatu sistem juga terhadap ambang batas dimana adanya perubahan sebagai akibat merespon pengaruh iklim dan lingkungan seperti perubahan suhu global dan kenaikan muka laut. Hal ini menjelaskan bahwa dalam mendefisikan sistem kerentanan, hal pertama yang diperlukan adalah pemahaman terhadap kepekaan dari sistem terhadap tekanan yang berbeda dan mengidentifikasi ambang batas dari sistem manusia ataupun populasi yang akan terkena dampak (Luers et al. 2003).

Adger (2006) mendefinisikan kepekaan sebagai suatu tingkatan atau level dari sebuah sistem alam dalam mengabsorbsi atau menerima dampak tanpa mengalami gangguan dalam periode panjang atau mengalami perubahan signifikan dari kondisi lainya. Smit and Wandel (2006) mengatakan bahwa

kepekaan tidak dapat dipisahkan dari keterpaparan. Luers (2005) mengkombinasikan pengertian kepekaan dan keterpaparan,dimana mendefinisikan kepekaan sebagai level dari sistem dalam merespon gangguan eksternal terhadap sistem. Lebih lanjut Luers (2005) mengatakan bahwa termasuk dalam konsep ini adalah kemampuan dari sistem untuk tahan terhadap perubahan dan kemampuan untuk pulih kembali kekondisi semula setelah gangguan yang mengenai sistem berlalu.

Kapasitas Adaptif

Adaptasi adalah penyesuaian sistem alam atau manusia dalam merespon kondisi aktual dari lingkungan atau dampak dari perubahan iklim. Adaptasi merujuk kepada aksi manusia dalam merespon atau mengantisipasi proyeksi atau perubahan nyata dari lingkungan, sedangkan mitigasi merujuk kepada aksi untuk mencegah, mereduksi memperlambat perubahan iklim dan lingkungan. Kapasitas adaptif adalah kemampuan dari sistem untuk menyesuaikan terhadap perubahan iklim (termasuk iklim yang berubah ubah dan ekstrim) dan membuat potensi dampak lebih moderat, mengambil manfaat atau mengatasi konsekuensi dari perubahan tersebut (Fussel and Klien 2006). Luers (2005) menyatakan kapasitas adaptif merujuk pada potensi untuk beradaptasi dan mengurangi kerentanan suatu sistem. Kapasitas adaptif menggambarkan kemampuan dari suatu sistem terhadap perubahan sebagai cara untuk membuat sistem tersebut lebih baik dalam beradaptasi terhadap pengaruh eksternal.

Perencanaan adaptasi adalah suatu perubahan dalam mengantisipasi suatu variasi dari perubahan iklim. Perencanaan adaptasi ini sudah merupakan suatu ciri dari suatu upaya untuk meningkatkan kapasitas suatu sistem untuk mengatasi konsekuensi perubahan iklim. Kapasitas adaptif merupakan sifat yang sudah melekat dari suatu sistem yang didefinisikan sebagai kapasitasnya untuk beradaptasi terhadap keterpaparan (Smit and Pilifosova 2000). Dalam hal ini, kapasitas adaptif direfleksikan dari resiliensi, misalnya sebuah sistem yang resilien dan memiliki kapasitas untuk mempersiapkan, menghindari, mentolerir dan memulihkan diri dari resiko atau dampak. Resiliensi adalah kemampuan dari suatu entitas untuk resisten atau pulih dari suatu kerusakan (Sopac 2005). Resiliensi alami (intrinsic resilience) adalah kemampuan alami suatu entitas untuk

tahan terhadap kerusakan. Sebagai contoh, seseorang memiliki sistem kekebalan yang kuat secara alami akan lebih tahan terhadap kondisi dingin dibandingkan dengan seseorang yang lemah. Resiliensi adalah kemampuan suatu sistem, komunitas atau sosial, beradaptasi terhadap bahaya dengan cara meningkatkan resistensinya atau melakukan perubahan untuk mencapai atau memelihara suatu batas yang dapat diterima atau ditolerir dari suatu fungsi atau struktur. Misalnya sistem sosial, hal ini ditentukan oleh tingkat kapasitas suatu organisasi meningkatkan kemampuannya untuk belajar dari gangguan alam masa lalu untuk membuat proteksi yang lebih baik pada masa yang akan datang.

Brooks (2003) mengklasifikasi faktor yang menentukan kapasitas adaptif menjadi faktor spesifik dan faktor umum dan juga berdasarkan faktor dari dalam (endogenous) dan dari luar (exogenous). Faktor dari dalam berhubungan dengan faktor lingkungan. Faktor endogenous merujuk pada karakteristik dari perilaku penduduk atau masyarakat. Faktor penentu yang bersifat umum dalam sistem sosial adalah sumberdaya ekonomi, teknologi, informasi dan keahlian serta infrastruktur.

Downing et al. (2001) untuk menjelaskan bahwa kuantifikasi kerentanan akan sangat sulit dilakukan apabila tidak mengidentifikasi sistem yang paling rentan. Dalam kasus tertentu, sangat tergantung pada jenis tekanan dan keluaran variabel yang menjadi perhatian dan berpengaruh signifikan. Dampak tekanan relatif pada suatu wilayah dapat digunakan sebagai objek untuk mengukur kerentanan (Luers et al. 2003). Pengukuran kerentanan hanya dapat dilakukan secara akurat jika berhubungan dengan spesifik variabel dibandingkan dengan menganalisis suatu tempat atau lokasi. Suatu sistem dapat menurunkan atau mengurangi kerentanan dengan memodifikasi hal-hal berikut (1) bergerak kepada fungsi yang lebih baik yang dapat mengurangi sensitivitasnya terhadap tekanan yang kritis, (2) merubah posisi relatif terhadap ambang batas dari suatu dampak, dan (3) memodifikasi keterbukaan sistem terhadap tekanan.