• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIPHENYLMETHANE DIISOCYANATE AND CASTOR OIL

METODE PENELITIAN

4.1. Plastik Biodegradable

4.1.1. Kuat Tarik ( Tensile Strength )

Kuat tarik (tensile strength) merupakan tarikan maksimum terakhir sebelum putus. Pengujian ini bertujuan untuk melihat perubahan yang terjadi pada kekuatan mekanik plastik. Pengujian kuat tarik dilakukan dengan menggunakan Electronic System

Universal Testing Machines berdasarkan standar ASTM D638. Data hasil pengujian

kuat tarik dapat dilihat pada lampiran A. Nilai kuat tarik yang diperoleh untuk penambahan gliserol berkisar antara 0,036 kgf/cm2 – 0,053 kgf/cm2, sedangkan nilai kuat tarik yang diperoleh untuk penambahan sorbitol berkisar antara 0,160 kgf/cm2 – 0,263 kgf/cm2.

Gambar 4.1. Pengaruh Komposisi Plasticizer Terhadap Kuat Tarik dengan Perbandingan Berat Pati Sagu dan Air 1 : 5.

Gambar 4.1 menunjukkan perubahan kuat tarik dari film plastik dengan penambahan

plasticizer 7%, 8%, dan 9% dengan perbandingan pati sagu dan air 1:5. Nilai kuat

tarik yang paling tinggi dihasilkan pada penambahan sorbitol dengan komposisi 7% yaitu 0,363 kgf/cm2

Dari gambar juga dapat dilihat bahwa film plastik dengan penambahan plastizer sorbitol mempunyai kuat tarik yang lebih besar jika dibandingkan dengan film plastik yang ditambahkan dengan plastizer gliserol, misalnya untuk penambahan kadar plastizer 8%, maka nilai kuat tarik untuk penambahan plastizer sorbitol adalah 0,16 kgf/cm

. Namun, pada penambahan gliserol dengan komposisi 7% dan sorbitol dengan komposisi 9% tidak dapat dilakukan pengujian kuat tariknya karena campuran antara pati dan air pada perbandingan tersebut masih sangat viskos. Pada kadar gliserol rendah, polimer yang terbentuk memiliki struktur yang rapuh, sedangkan pada kadar sorbitol yang tinggi juga menunjukkan amilopektin pada film tersebut memiliki sifat yang tidak kuat menyebabkan struktur plastik yang dihasilkan menjadi retak (Myllarinen, 2001).

2dan nilai kuat tarik untuk penambahan plastizer gliserol adalah 0,053 kgf/cm2.

Hal ini menunjukkan bahwa sorbitol mempunyai sifat plastisizer yang lebih rendah dari gliserol sehingga film plastik menjadi lebih kuat meskipun tetap fleksibel.

Gambar 4.2. Pengaruh Komposisi Plasticizer Terhadap Kuat Tarik dengan Perbandingan Berat Pati Sagu dan Air 1 : 7.

Gambar 4.2 menunjukkan perubahan kuat tarik dari film plastik dengan penambahan plasticizer 7%, 8%, dan 9% dengan perbandingan pati sagu dan air 1:7. Nilai kuat tarik tertinggi untuk penggunaan plastizer gliserol diperoleh pada penambahan gliserol sebesar 7% yaitu 0,056 kgf/cm2, sedangkan untuk penggunaan plastizer sorbitol nilai kuat tarik tertinggi diperoleh juga pada penambahan sorbitol 7% yaitu 0,256 kgf/cm2. Kuat tarik dari film plastik sangat dipengaruhi oleh kandungan plasticizer yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi plasticizer yang ditambahkan ke dalam campuran, maka semakin menurun kuat tarik dari film plastik tersebut. Trend ini dapat dilihat pada penambahan plastizer sorbitol 9% yang menghasilkan nilai kuat tarik 0,106 kgf/cm2 yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kuat tarik yang dihasilkan pada penambahan sorbitol 7% yaitu 0,256 kgf/cm2. Hal ini disebabkan, peningkatan konsentrasi plasticizer akan menurunkan ikatan hidrogen dalam film sehingga meningkatkan fleksibilitas, dengan meningkatnya fleksibiltas maka kuat tarik dari film akan semakin kecil, karena film yang dihasilkan menjadi lebih lentur, lembut, dan fleksibel sehingga kuat tariknya cenderung menurun (Krochta, 1994).

Gambar 4.2 juga menunjukkan bahwa film plastik dengan penambahan plastizer sorbitol mempunyai kuat tarik yang lebih besar jika dibandingkan dengan film plastik yang ditambahkan dengan plastizer gliserol, misalnya untuk penambahan kadar plastizer 7%, maka nilai kuat tarik untuk penambahan plastizer sorbitol adalah 0,256 kgf/cm2dan nilai kuat tarik untuk penambahan plastizer gliserol adalah 0,056 kgf/cm2. Hal ini menunjukkan bahwa sorbitol mempunyai sifat plastisizer yang lebih rendah dari gliserol sehingga film plastik dengan penambahan plastizer sorbitol menjadi lebih kuat meskipun tetap fleksibel.

Gambar 4.3. Pengaruh Komposisi Plasticizer Terhadap Kuat Tarik dengan Perbandingan Berat Pati Sagu dan Air 1 : 9.

Gambar 4.3 menunjukkan perubahan kuat tarik dari film plastik dengan penambahan plasticizer 7%, 8%, dan 9% dengan perbandingan pati sagu dan air 1:9. Nilai kuat tarik tertinggi untuk penggunaan plastizer gliserol diperoleh pada penambahan gliserol sebesar 7% yaitu 0,046 kgf/cm2, sedangkan untuk penggunaan plastizer sorbitol nilai kuat tarik tertinggi diperoleh juga pada penambahan sorbitol 7% yaitu 0,156 kgf/cm2.

Kuat tarik dari film plastik sangat dipengaruhi oleh kandungan plasticizer yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi plasticizer yang ditambahkan ke dalam campuran, maka semakin menurun kuat tarik dari film plastik tersebut. Trend ini dapat dilihat pada penambahan plastizer gliserol 9% yang menghasilkan nilai kuat tarik 0,016 kgf/cm2 yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kuat tarik yang dihasilkan pada penambahan gliserol 7% yaitu 0,046 kgf/cm2

Gambar 4.3 juga menunjukkan bahwa film plastik dengan penambahan plastizer sorbitol mempunyai kuat tarik yang lebih besar jika dibandingkan dengan film plastik yang ditambahkan dengan plastizer gliserol, misalnya untuk penambahan kadar plastizer 7%, maka nilai kuat tarik untuk penambahan plastizer sorbitol adalah 0,156 kgf/cm

. Hal ini disebabkan, peningkatan konsentrasi plasticizer akan menurunkan ikatan hidrogen dalam film sehingga meningkatkan fleksibilitas, dengan meningkatnya fleksibiltas maka kuat tarik dari film akan semakin kecil, karena film yang dihasilkan menjadi lebih lentur, lembut, dan fleksibel sehingga kuat tariknya cenderung menurun (Krochta, 1994).

2

dan nilai kuat tarik untuk penambahan plastizer gliserol adalah 0,046 kgf/cm2

Selain dipengaruhi oleh penambahan plasticizer, kuat tarik juga dipengaruhi oleh ketebalan dimana dengan ketebalan yang lebih besar akan menghasilkan film plastik dengan nilai kuat tarik yang lebih tinggi, hal ini disebabkan film plastik yang lebih tebal membutuhkan gaya yang besar pada pengukuran kuat tarik daripada film plastik yang tipis.

. Hal ini menunjukkan bahwa sorbitol mempunyai sifat plastisizer yang lebih rendah dari gliserol sehingga film plastik dengan penambahan plastizer sorbitol lebih kuat meskipun tetap fleksibel.

Jika ditinjau dari sisi kuat tarik plastik biodegradable dengan perbandingan pati sagu dan air yang berbeda-beda yaitu 1 : 5, 1 : 7 dan 1: 9, maka plastik biodegradable dengan perbandingan pati sagu dan air dengan komposisi 1 : 5 memiliki kuat tarik yang lebih besar jika dibandingkan dengan dua perbandingan lainnya. Demikian juga, plastik biodegradabel dengan komposisi pati dan sagu 1 : 7 memiliki kuat tarik yang lebih besar dibadingkan dengan plastik dengan komposisi 1 : 9. Hal ini terlihat pada

kuat tarik plastik biodegradabel baik yang ditambahkan dengan gliserol maupun dengan sorbitol, dengan kuat tarik yang lebih besar didapatkan pada plastik biodegradabel yang ditambahkan dengan sorbitol. Kuat tarik yang paling tinggi diperoleh pada perbandingan pati sagu dan air 1 : 5 pada jenis plastizer sorbitol yang ditambah sebanyak 7 % yaitu 0,363 kgf/cm2. Kuat tarik semakin berkurang dengan bertambahnya komposisi air didalam campuran pati sagu. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsentrasi air akan meningkatkan ikatan hidrogen dalam film sehingga film lebih mudah rapuh dan mengakibatkan kuat tariknya menjadi semakin kecil. (Krochta, 1994).

4.1.2. Elongasi

Elongasi merupakan perubahan panjang maksimal film sebelum terputus jika diberikan tarikan (Latief, 2001).

Gambar 4.4. Pengaruh Komposisi Plasticizer terhadap Persen Elongasi dengan Perbandingan Berat Pati Sagu dan Air 1 : 5.

Gambar 4.4 menunjukkan persen pemanjangan (elongasi) dari film plastik pada perbandingan pati sagu dan air 1:5 dengan penambahan plasticizer 7%, 8%, dan 9%. Pada Penambahan komposisi gliserol 7% dan sorbitol 9%, plastik film yang

dihasilkan masih terlalu viscous sehingga tidak dapat dilakukan pengujian kuat tarik. Elongasi pada penambahan plastizer gliserol 8% dan 9% diperoleh masing-masing sebesar 110% dan 115%, sedangkan pada penambahan plastizer sorbitol 7% dan 8% diperoleh nilai elongasi sebesar 100% dan 105%.

Persen elongasi ini dipengaruhi oleh kandungan plastizer gliserol dan sorbitol yang ditambahkan ke dalam campuran untuk pembuatan plastik tersebut. Semakin tinggi konsentrasi plasticizer yang ditambahkan kedalam campuran plastik film, maka akan semakin tinggi nilai elongasinya. Semakin tinggi nilai elongasi dari suatu plastik maka semakin lentur dan fleksibel plastik tersebut. Elongasi untuk data keseluruhan hasil pengujian persen elongasi dapat dilihat pada lampiran A. Jenis plastizer yang ditambahkan kedalam campuran plastik juga mempengaruhi elongasi plastik yang dihasilkan. Plastizer gliserol mempunyai kemampuan untuk membuat plastik menjadi lebih fleksibel dibandingkan dengan plastizer sorbitol, hal ini dapat dilihat dari persen elongasi plastik dengan campuran gliserol 8% adalah 110% sedangkan persen elongasi untuk plastik dengan campuran sorbitol 8% adalah 105%.

Gambar 4.5. Pengaruh Komposisi Plasticizer terhadap Persen Elongasi dengan

Untuk perbandingan berat pati sagu dan air 1 : 7, nilai elongasi ditunjukkan oleh Gambar 4.5, dimana semakin tinggi konsentrasi plasticizer maka akan semakin tinggi nilai elongasinya. Jika dibandingkan antara gliserol dan sorbitol maka persen elongasi pada penambahan gliserol adalah lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan sorbitol. Plastizer gliserol mempunyai kemampuan untuk membuat plastik menjadi lebih fleksibel dibandingkan dengan plastizer sorbitol, hal ini dapat dilihat dari persen elongasi plastik dengan campuran gliserol 7% adalah 110% sedangkan persen elongasi untuk plastik dengan campuran sorbitol 7% adalah 105%. Persen elongasi tertinggi diperoleh pada penambahan gliserol konsentrasi 9% yaitu sebesar 120%. Hal ini terjadi karena peningkatan konsentrasi plasticizer akan meningkatkan kecepatan respon viskoelastis dan mobilitas molekuler rantai polimer plastik. Meningkatnya mobilitas molekuler rantai polimer ditunjukkan dengan bahan menjadi semakin elastis sehingga nilai elongasi cenderung akan meningkat. Peningkatan tersebut akan berlaku selama masih terbentuk interaksi molekuler rantai polimer dengan plasticizer.

Gambar 4.6. Pengaruh Komposisi Plasticizer terhadap Persen Elongasi dengan Perbandingan Berat Pati Sagu dan Air 1 : 9.

Perbandingan nilai elongasi plastik biodegradable dengan komposisi pati sagu dan air 1 : 9 dapat dilihat pada Gambar 4.6. Nilai elongasi meningkat dengan bertambahnya konsentrasi plasticizer gliserol dan sorbitol yang dicampurkan, dengan nilai elongasi yang tertinggi diperoleh pada konsentrasi gliserol 9% yaitu sebesar 125%. Hal ini terjadi karena plasticizer membentuk interaksi molekuler rantai polimer untuk meningkatkan kecepatan respon viskoelastis pada polimer yang dapat meningkatkan mobilitas molekuler rantai polimer sehingga mempengaruhi nilai elongasi menjadi meningkat. Dari Gambar juga dapat dilihat bahwa plasticizer

gliserol mampu memberikan daya plastisitas yang lebih besar yaitu 125% pada penambahan plasticizer sebesar 9% jika dibandingkan dengan plasticizer Sorbitol yang memberikan nilai elongasi sebesar 120%.

Jika ditinjau dari sisi elongasi plastik biodegradable dengan perbandingan pati sagu dan air yang berbeda-beda yaitu 1 : 5, 1 : 7 dan 1: 9, maka plastik biodegradable dengan perbandingan pati sagu dan air dengan komposisi 1 : 9 memiliki elongasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan dua perbandingan lainnya. Demikian juga, plastik biodegradabel dengan komposisi 1 : 7 memiliki elongasi yang lebih besar dibadingkan dengan plastik dengan komposisi 1 : 5. Hal ini terlihat pada elongasi plastik biodegradabel baik yang ditambahkan dengan plasticizer gliserol maupun dengan sorbitol, dengan elongasi yang lebih tinggi didapatkan pada plastik biodegrdabel yang ditambahkan dengan Gliserol. Elongasi semakin meningkat pada komposisi air yang bertambah didalam campuran pati sagu. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsentrasi air akan meningkatkan elastisitas dari pada film dikerenakan bertambahnya ikatan hidrogen didalam campuran pati dan air sehingga elongasinya menjadi lebih meningkat. (Krochta, 1994).