• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kuesioner International Index of Erectile Function (IIEF). 24

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DEFINISI

2.3. FUNGSI EREKSI

2.4.3. Diagnosis Disfungsi Ereksi pada pasien PPOK Stabil

2.4.3.2. Kuesioner International Index of Erectile Function (IIEF). 24

Pasien PPOK stabil di wawancara untuk menjawab kuesioner International Index of Erectile Function (IIEF) yang merupakan suatu metode untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan DE. Skor IIEF berkisar 0 25 dan DE digolongkan dalam lima kelompok menurut kriteriaNational Institutes of Healthsebagai berikut :

 Skor 0 7 : DE berat

 Skor 8 11 : DE sedang

 Skor 12 16 : DE ringan-sedang  Skor 17 21 : DE ringan

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara potong lintang yang bersifat deskriptif analitik.

3.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2010.

Penelitian dilaksanakan di poliklinik Pulmonologi dan Alergi Immunologi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, RSUD dr. Pirngadi Medan, dan RS Tembakau Deli Medan, Sumatera Utara.

3.3 Populasi terjangkau

Pasien PPOK stabil berjenis kelamin laki laki dan masih beristri yang melakukan pemeriksaan berkala di poliklinik Pulmonologi dan Alergi Immunologi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, RSUD dr. Pirngadi Medan, dan RS Tembakau Deli Medan.

3.4 Kriteria yang diikutkan dalam penelitian  Subyek berjenis kelamin laki lakiSubyek masih mempunyai istri

Subyek yang menerima informasi serta memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian secara sukarela dan tertulis (informed consent)

untuk menjalani pemeriksaan fisik, laboratorium, foto toraks PA, spirometri, dan wawancara untuk pengisian kuesioner fungsi ereksi.Subyek dengan klinis dengan klinis PPOK stabil (anamnesis dan

pemeriksaan fisik) serta dari spirometri didapatkan hasil FEV1/FVC < 0,7

Subyek tidak termasuk dalam kriteria yang dikeluarkan dari penelitian

3.5 Kriteria yang dikeluarkan dari penelitian

 Pasien PPOK yang mempunyai penyakit penyerta berupa penyakit keganasan, kardiovaskuler, ginjal, hati, endokrin, gangguan neurologis atau metabolik, penyakit urogenital.

 Pasien PPOK yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik  Pasien PPOK yang tidak mempunyai istri (pasangan berhubungan seksual)  Pasien PPOK yang mengalami eksaserbasi

 Penyakit paru lain seperti bronkiektasis, fibrosis kistik, tuberkulosis, mikosis paru dan asma

3.6 Perkiraan besar sampel

Untuk memperkirakan besar sampel dipergunakan rumus sampel sebagai berikut :

( Z P0Q0 + Z PaQa )2 n

Dimana :

Z : nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai yang ditentukan.

Untuk = 0,05 Z = 1,96

Z : nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai yang ditentukan.

Untuk = 0,05 Z = 1,282

P0 : proporsi PPOK tahun 1990 Q0= 1 P0

P0= 1,4% 0,014 Q0= 0,986 (1990)2 Pa : proporsi PPOK tahun 1997 Qa= 1 Pa

Pa= 25% 0,25 Qa= 0,75 (1997)2 P0 Pa : besar proporsi PPOK yang bermakna = 12% ( 1,96 (0,014)(0,986) + 1,282 (0,25)(0,75) )2 n

( 0,12 )2 n 42,83 ~ 43

Maka dari perhitungan rumus diperoleh jumlah sampel sebesar minimal : 43 sampel

3.7 Cara penelitian

Pada semua pasien yang masuk sebagai subyek penelitian diminta memberikan persetujuan tertulis (informed concent) dan dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Dilakukan anamnesis untuk mendapatkan data : umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, keluhan utama, riwayat merokok atau paparan asap rokok, lama merokok, jumlah batang rokok yang dihisap setiap hari, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit lainnya, dan riwayat penggunaan obat obatan baik secara oral, parenteral, atau inhalasi

b. Dilakukan pemeriksaan tinggi badan (TB) dalam satuan meter (m), berat badan (BB) dalam satuan kilogram (Kg), indeks massa tubuh (IMT) dalam satuan Kg/m2.

c. Dilakukan pemeriksaan tekanan darah (RD) dengan menggunakan shygmomanomater air raksa, dimana sebelumnya penderita diistirahatkan selama 5 menit. Pengukuran dilakukan pada lengan sebelah kanan sebanyak dua kali dan diambil rata ratanya.

d. Dilakukan pemeriksaan fisik khusus pada sistem pernapasan, baik secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan auskultasi dilakukan dengan menggunakan stetoskop diafragma.

e. Dilakukan pemeriksaan spirometri pada subyek yang secara klinis terdiagnosis PPOK stabil. Pasien diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai tatacara pemeriksaan yang benar, setelah pasien mengerti maka dilakukan percobaan pemeriksaan spirometri terlebih dahulu. Bila percobaan pemakaian benar, barulah dilanjutkan dengan pemeriksaan

spirometri untuk menilai tingkat keparahan PPOK stabil sesuai pedoman Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2009.8

f. Dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya berupa : laboratorium yang meliputi darah rutin, uji faal hati, ureum-kreatinin, dan kadar gula darah puasa, 2 jam sesudah makan atau sewaktu yang didapatkan pada bagian Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik Medan, RSUD dr. Pirngadi Medan, dan RS Tembakau Deli Medan, dimana sampel diperiksa, serta pemeriksaan radiologi secara foto toraks PA.

g. Dilakukan wawancara fungsi ereksi pasien menggunakan kuesioer

International Index of Erectile Function(IIEF).24

3.8 Definisi Operasional

a. Subyek penelitian : pasien PPOK stabil yang menjalani pemeriksaan dan pengobatan secara teratur di poliklinik pulmonologi dan alergi immunologi RSUP H. Adam Malik Medan, RSUD dr. Pirngadi Medan, dan RS Tembakau Deli Medan selama periode penelitian dan sudah memberikan izin tertulisnya untuk mengikuti penelitian ini.

b. Usia : usia dihitung berdasarkan tanggal lahir yang tertera pada kartu tanda penduduk (KTP) dengan satuan hasil berupa tahun.

c. Jenis kelamin : berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP) dengan hasil laki laki atau perempuan.

d. Pekerjaan dan pendidikan : ditanyakan secara lisan dengan pasien secara langsung

e. Riwayat merokok : ditanyakan secara lisan dengan pasien secara langsung untuk mendapatkan data lama pasien merokok dalam satuan tahun dan

jumlah rata rata batang rokok yang dihisap setiap hari dalam satuan batang/hari

f. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) : keadaan penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, biasanya progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru ketika menghirup partikel atau gas beracun, dengan beberapa efek ekstrapulmoner bermakna menambah keparahan pasien secara individual. Diagnosis PPOK sesuai kriteria Depkes RI 2008 dan GOLD 2009.1,8

g. PPOK stabil : PPOK yang tidak sedang eksaserbasi

h. Uji spirometri : pemeriksaan fungsi paru menggunakan spirometri.25, 26, 27

- Spirometri digunakan adalah spirometri Chest Graph HI-701 yang telah dikalibrasi terlebih dahulu.

- Spirometri dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari infeksi saluran napas.

- Pasien sebelum dilakukan pemeriksaan spirometri tidak boleh menggunakan obat obatan bronkodilator ( selama 6 jam untuk bronkodilator inhalasi kerja-pendek dan 12 jam untuk bronkodilator inhalasi kerja-panjang dan 24 jam untuk teofilin lepas lambat)

- Dilakukan pemeriksaan spirometri, sebelum dan 15 20 menit setelah pasien diberikan bronkodilator inhalasi yaitu golongan agonis 2 kerja-pendek berupa fenoterol dengan dosis inhalasi terukur 400 g.

- Pemeriksaan spirometri untuk mendapatkan nilai FEV1 dan FVC dilakukan dengan cara :

o One-way mouthpiece sekali pakai yang bersih dipasangkan pada spirometer

o Pasien diinstruksikan menghirup napas sedalam-dalamnya melalui

mouthpiecesampai paru-paru terasa penuh

o Kemudian pasien disuruh menahan napasnya selama waktu yang cukup untuk menutupkan bibirnya dengan rapat disekeliling

mouthpiece

o Setelah itu pasien diinstruksikan menghembuskan udara sekuatnya dan secepatnya sampai tidak ada lagi udara tertinggal untuk dikeluarkan.

o Sambil terus memberi semangat kepada pasien, perhatian juga diberikan untuk memastikan mulut pasien menutup rapat disekeliling mouthpiece sehingga tidak terjadi kebocoran ketika menghembuskan udara.

o Prosedur diulangi sampai didapat tiga hasil spirogram yang

acceptable dan reproducible. Pengulangan prosedur dilakukan maksimum 8 kali usaha.

Acceptable mencakup start-of-test yang memuaskan, waktu ekshalasi FVC minimum 6 detik, kriteria end-of-test, dengan tanpa adanya batuk, penutupan glotis (valsava manouvre), penghentian dini, hasil spirogram yang berbeda, kebocoran dan

mouthpiecetersumbat.

Reproducible, jika nilai FVC tertinggi dan FVC kedua tertinggi dari spirogram acceptable tidak boleh berbeda lebih dari 0,2L ;

dan nilai FEV1 tertinggi dan FEV1 kedua tertinggi dari spirogramacceptabletidak boleh berbeda lebih dari 0,2L.

- Kemudian dihitung tes reversibilitas bronkodilator, dengan rumus : % FEV1 reversibilitas = FEV1 setelah bronkodilator - FEV1 sebelum bronkodilator x 100 %

FEV1 sebelum bronkodilator

- Bila hasil spirometri menunjukkan perbaikan bermakna FEV1 setelah bronkodilator (% FEV1 reversibilitas > 12%), maka pasien dikeluarkan dari penelitian karena kemungkinan diagnosa asma.

- Bila didapat hasil spirometri setelah bronkodilator FEV1/FVC < 0,7 maka pasien dimasukkan dalam kriteria yang diikutkan dalam penelitian.

- Hasil spirometri berupa nilai FEV1 (ml) pasien dimasukkan dalam rumus untuk menghitung FEV1%prediksi untuk orang Indonesia.

- Prediksi nilai normal FEV1 (ml) untuk laki laki Indonesia berdasarkan umur (tahun) dan tinggi badan (cm) menggunakan rumusan Tim PneumobileRProject Indonesia 1992.28

i. Tingkat kepararahan (stadium) PPOK ditentukan dengan klasifikasi menurut kriteria Depkes 2008 dan GOLD 2009.1,8

- PPOK Stadium I (ringan) :  FEV1/FVC < 0,7

 FEV1/FVC < 0,7

 50% FEV1< 80% prediksi - PPOK Stadium III (berat) :

 FEV1/FVC < 0,7

 30% FEV1< 50% prediksi - PPOK Stadium IV (sangat berat) :

 FEV1/FVC < 0,7

 FEV1 < 30% prediksi, atau

 FEV1 < 50% prediksi ditambah gagal napas kronik / adanya komplikasi cor pulmonale

j. Hubungan seksual / coitus / sexual intercourse : penetrasi penis ke dalam vagina (vaginal coitus).11

k. Hasrat seksual/ libido : keinginan untuk melakukan hubungan seksual, dipengaruhi oleh berbagai rangsangan visual, olfaktori, taktil, auditori, imaginasi, dan hormonal. Hormon seks, terutama testosteron, bekerja meningkatkan hasrat seksual. Hasrat seksual dapat berkurang oleh karena masalah hormonal atau gangguan psikiatri atau obat-obatan.29

l. Ejakulasi : proses transport sperma dari epidydimis ke meatus uretra, mengakibatkan memancarnya cairan semen.30 Ejakulasi biasanya mengakibatkan melembeknya penis, diikuti masa refrakter, dimana gairah (arousal) dan/atau orgasme tidak mungkin lagi sampai masa ini terlewati.30 m. Orgasme : interpretasi otak terhadap kejadian ejakulasi, bahkan jika

serebral yang biasanya dialami pada waktu ejakulasi, tetapi dapat terjadi tanpa ejakulasi.30

n. Disfungsi Ereksi (DE) : ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan suatu ereksi yang cukup bagi pelaksanaan hubungan seksual yang memuaskan.

o. Kuesioner Fungsi Ereksi / International Index of Erectile Function (IIEF) : instrumen yang digunakan untuk menilai fungsi ereksi dan telah digunakan pada trial klinis multinasional. Kuesioner ini memiliki 15 pertanyaan yang mencakup parameter berikut : fungsi ereksi (1,2,3,4,5), kepuasan ketika berhubungan seksual (6,7,8), fungsi orgasme (9,10), hasrat seksual (11,12), kepuasan seksual secara keseluruhan (13,14) dan tingkat kepercayaan diri untuk ereksi (15). Arahan penelitian ini terutama pada lima pertanyaan yang menggambarkan fungsi ereksi subyek (1,2,3,4,5), setiap pertanyaan bernilai 0-5. Kemudian nilai/skor dijumlahkan dengan skor total 0 25. Subyek dengan skor total > 21 dianggap normal (tidak ada DE), dan skor total 21 dianggap mengalami disfungsi ereksi (DE).20, 24

p. Interpretasi klinis dari skor total pertanyaan kuesioner IIEF dikelompokkan dalamTabel 1dibawah ini :

Tabel 1 Pembagian Masalah dan Interpretasi Skor Total Pertanyaan Kuesioner the International Index of Erectile Function (IIEF) 1997.24

q. Derajat disfungsi ereksi : derajat yang diperoleh dari interpretasi skor fungsi ereksi yang didapat dari pengisian kuesioner IIEF untuk pertanyaan nomor 1,2,3,4,5. Skor IIEF berkisar 0 25. Disfungsi ereksi digolongkan dalam lima kelompok (Tabel 1), yaitu disfungsi ereksi berat (0-7), disfungsi ereksi sedang (8-11), disfungsi ereksi ringan-sedang (12-16), disfungsi ereksi ringan (17-21), dan tidak ada disfungsi ereksi (22-25).

r. Derajat kepuasan ketika berhubungan seksual : derajat yang diperoleh dari interpretasi skor kepuasan ketika berhubungan seksual yang didapat dari

pengisian kuesioner IIEF untuk pertanyaan nomor 6,7,8. Skor IIEF berkisar 0 15. Disfungsi kepuasan ketika berhubungan seksual digolongkan dalam lima kelompok (Tabel 1), yaitu disfungsi berat (0-3), disfungsi sedang (4-6), disfungsi ringan-sedang (7-9), disfungsi ringan (10-12), dan tidak ada disfungsi (13-15)

s. Fungsi orgasme : derajat yang diperoleh dari interpretasi skor fungsi orgasme yang didapat dari pengisian kuesioner IIEF untuk pertanyaan nomor 9,10. Skor IIEF berkisar 0 10. Disfungsi orgasme digolongkan dalam lima kelompok (Tabel 1), yaitu disfungsi berat (0-2), disfungsi sedang (3-4), disfungsi ringan-sedang (5-6), disfungsi ringan (7-8), dan tidak ada disfungsi (9-10)

t. Derajat hasrat seksual : derajat yang diperoleh dari interpretasi skor derajat hasrat seksual yang didapat dari pengisian kuesioner IIEF untuk pertanyaan nomor 11,12. Skor IIEF berkisar 2 10. Derajat hasrat seksual digolongkan dalam lima kelompok (Tabel 1), yaitu disfungsi berat (2), disfungsi sedang (3-4), disfungsi ringan-sedang (5-6), disfungsi ringan

(7-8), dan tidak ada disfungsi

(9-10)

u. Derajat kepuasan seksual secara keseluruhan : derajat yang diperoleh dari interpretasi skor derajat kepuasan seksual secara keseluruhan yang

IIEF berkisar 2 10. Derajat kepuasan seksual secara keseluruhan digolongkan dalam lima kelompok (Tabel 1), yaitu disfungsi berat (2), disfungsi sedang (3-4), disfungsi ringan-sedang (5-6), disfungsi ringan (7-8), dan tidak ada disfungsi (9-10)

v. Derajat kepercayaan diri untuk ereksi : derajat yang diperoleh dari interpretasi skor derajat kepercayaan diri untuk ereksi yang didapat dari pengisian kuesioner IIEF untuk pertanyaan nomor 15. Skor IIEF berkisar 1 5. Derajat kepercayaan diri untuk ereksi digolongkan dalam lima kelompok (Tabel 1), yaitu disfungsi berat (1), disfungsi sedang (2), disfungsi ringan-sedang (3), disfungsi ringan (4), dan tidak ada disfungsi (5)

3.9 Analisa Data

Untuk menyajikan data data gambaran umur, indeks massa tubuh (IMT), riwayat lama merokok, jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari, tingkat keparahan PPOK stabil, derajat disfungsi ereksi, penelitian ini menggunakan tabulasi dan dideskripsikan.

Untuk menilai hubungan tingkat keparahan (stadium) pasien PPOK stabil dengan derajat disfungsi ereksi, menggunakan koefisien korelasi Gamma (G).

Untuk menilai hubungan perbedaan FEV1prediksi pasien PPOK stabil dengan derajat disfungsi ereksi, menggunakan Uji Hipotesis Komparatif ANOVA.

Untuk menilai hubungan perbedaan umur pasien PPOK stabil dengan derajat disfungsi ereksi, menggunakan Uji Hipotesis Komparatif ANOVA.

3.10 Ethical ClearancedanInformed Consent

Ethical Clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda tangani oleh Prof.dr.Sutomo Kasiman, SpPD.,SpJP(K) pada tanggal 16 Agustus 2010 dengan nomor surat : 193/KOMET/FK USU/2010.

Informed Consent diminta secara tertulis dari subyek penelitian yang bersedia ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.

3.11 Kerangka Operasional Kriteria yang dimasukkan Kriteria yang dikeluarkan Tingkat Keparahan PPOK stabil Derajat Disfungsi Analisa Statistik Subyek Penelitian

PPOK Stabil Rawat Jalan

- Nama - Umur

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait