• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Tes Kulit Tuberkulin

Tes kulit tuberkulin telah digunakan sebagai tes diagnostik infeksi TB laten sejak awal tahun 1900. Tes ini murah dan relatif mudah untuk dilakukan.31 Sejarahnya berawal pada tahun 1882 yang lalu, segera setelah ditemukan basil TB, Robert Koch mengambil konsentrat steril dari biakan cair yang sudah mati yang disebut tuberculin. Tes kulit tuberkulin adalah salah satu metode yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi TB. Ini sering digunakan untuk skrining individu dari infeksi laten dan menilai rata – rata infeksi TB pada populasi tertentu. Tes tuberkulin dilakukan untuk melihat seseorang mempunyai kekebalan terhadap basil TB, sehingga sangat baik untuk mendeteksi infeksi TB. Tetapi tes tuberkulin ini tidak dapat untuk menentukan M.tuberculosis tersebut aktif atau tidak aktif (laten).9

Old tuberculin Koch (OT) tersedia dalam bentuk larutan dalam pelarut yang mengandung gliserin, merupakan residu dari kultur M.tuberculosis yang dipanaskan pada suhu 1000C selama beberapa jam dan dibuat konsentrat 10 kali lipat melalui proses evaporasi. Karena tidak murni, toksik, nonspesifik dan tidak memenuhi standar, Old tuberculin Koch dan beberapa produk yang serupa tidak dipakai untuk uji tuberkulin di AS. Florence B dari Institut Henry Phipps di Philadelphia menetapkan bahwa sediaan OT mengandung berbagai macam protein dan polisakarida dan protein itu merupakan antigen uji tuberkulin yang sesuai. Dia memproduksi purified protein derivative (PPD) merupakan bahan yang lebih sesuai

standar dari pada OT, yang didapat dengan penguapan kultur M.tuberculosis dengan memakai sterilisator Arnold dan pemurnian protein dengan cara presipitasi berulang kali dengan ammonium sulfat netral. Pada tahun 1939 Seibert membuat PPD lot 49608 yang menjadi standar rujukan oleh US Public Health Service’s Bureau of Biologics Standart. Pada tahun 1944 lot ini diganti namanya menjadi PPD-S (S berarti Standar) dan pada tahun 1952 PPD-S diadopsi sebagai standar internasional oleh Badan kesehatan dunia (WHO). Dengan ketentuan 5 TU (test unit) adalah kadar aktivitas test kulit yang terkandung dalam 0,0001 mg PPD-S. Pada perkembangan selanjutnya ada dua tes kulit tuberkulin (TST) komersial yang dipasarkan di Amerika Serikat yaitu Aplisol (Parkdale Pharmaceuticals) dan Tubersol (Connaught). Meskipun keduanya diuji agar secara biologi sama dengan PPD-S namun sejumlah laporan menyatakan Aplisol memberikan reaksi yang lebih besar. Diluar Amerika yang dipakai adalah PPD RT-23 yang dibuat oleh Biological Standards Staten, Serum Institute, Copenhagen, Denmark. diperkenalkan pada tahun 1958 oleh WHO. Dosis standar untuk tes kulit adalah 2 TU dan tes pada manusia mengindikasikan bahwa tes yang dilakukan secara simultan pada orang yang sensitif didapatkan reaksi rata – rata 16,8 mm untuk 2 TU RT-23 dan 18,7 mm untuk 5 TU Tubersol.9,29,32

Orang dengan risiko yang harus dites terhadap infeksi TB laten yaitu : - Bertambahnya risiko paparan terhadap kasus yang infeksius,

dengan orang yang menderita TB aktif, petugas kesehatan yang bekerja pada tempat pasien TB menjalani pengobatan .

- Bertambahnya risiko terhadap infeksi TB, contoh orang yang lahir dari negara dengan prevalensi TB yang tinggi, orang yang dipenjara, orang yang tinggal dan bekerja pada fasilitas yang menyediakan perawatan jangka lama.

- Bertambahnya risiko menjadi TB aktif pada waktu infeksi terjadi, contoh pada pasien yang terinfeksi HIV, pemakai obat suntik, pasien gagal ginjal terminal, pasien silicosis, pasien diabetes mellitus, pasien yang mendapat terapi imunosupresif, pasien dengan keganasan hematology, orang dengan malnutrisi atau orang yang baru turun berat badannya lebih dari 10% berat badan ideal, orang yang dilakukan gastrektomi atau jejunoileal bypass, orang dengan infeksi baru termasuk anak – anak umur kurang dari 4 tahun dan orang yang ditemukan mempunyai konversi tuberkulin yang didefinisikan sebagai peningkatan indurasi sedikitnya 10 mm pada tes kulit tuberkulin dalam periode dua tahun.33

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tes tuberkulin, yaitu :

a. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin)

Vaksinasi BCG dipakai dibanyak negara dengan endemi TB untuk melindungi bayi dan anak – anak dari komplikasi yang serius akibat infeksi TB, khususnya TB milier dan meningitis TB. Pengaruh dari

vaksinasi BCG pada hasil tes tuberkulin sering menyebabkan kebingungan. Reaksi tuberkulin yang disebabkan BCG umumnya semakin berkurang dengan berlalunya waktu, tetapi tes tuberkulin yang dilakukan secara periodik mungkin memperpanjang (booster) reaktivitas pada orang yang divaksinasi. Riwayat vaksinasi BCG bukan kontra indikasi tes kulit tuberkulin atau pengobatan TB laten pada orang yang hasil tes tuberkulinnya positif. Reaksi tes tuberkulin harus ditafsirkan tanpa menghiraukan riwayat vaksinasi BCG.

b. Infeksi HIV

Pada orang yang mendapat infeksi TB laten dan HIV, risiko berkembangnya TB laten menjadi penyakit TB sekitar 7% sampai 10% setiap tahunnya. Pada orang yang terinfeksi TB laten tetapi tidak terinfeksi HIV, risiko berkembangnya TB laten hanya 10% selama hidupnya. Infeksi HIV mungkin menekan reaksi tes tuberkulin, tetapi tes tuberkulin harus dilakukan setelah status HIV mereka diketahui. Hasil tes tuberkulin yang negatif tidak menyingkirkan infeksi TB laten. Pengulangan tes setiap tahun harus dipertimbangkan pada orang yang terinfeksi HIV dengan tes tuberkulin yang negatif pada evaluasi awal dan pada populasi yang secara nyata berisiko terpapar M.tuberculosis. Setelah terapi antiretroviral (HAART / highly active antiretroviral therapies), pengulangan tes tuberkulin dianjurkan pada penderita HIV dengan

hasil tes tuberkulin yang lalu negatif karena penyusunan kembali sistem imun mungkin mengakibatkan pemulihan reaktivitas tes tuberkulin.

c. Booster Phenomenon

Beberapa tahun setelah mereka terinfeksi pada beberapa orang dengan TB laten mungkin memberikan reaksi negatif ketika dilakukan tes tuberkulin, kemudian pada tes tuberkulin berikutnya terjadi reaksi positif karena tes yang terdahulu menstimulasi kemampuan mereka bereaksi terhadap tes itu. Hal ini biasanya disebut sebagai booster effect dan tidak benar jika ditafsirkan sebagai tes kulit konversi (dari negatif menjadi positif). Untuk alasan ini two-step method34 dianjurkan pada saat memulai tes untuk individu yang akan dites secara periodik (contoh pada petugas kesehatan). Jika hasil tes pertama (pada tes yang dilakukan dua kali) adalah positif maka dipertimbangkan orang tersebut mendapat infeksi TB laten, orang itu dievaluasi dan diobati. Jika hasil pada tes pertama adalah negatif dan tes kedua harus diulangi dalam waktu 1 sampai 3 minggu, jika hasil tes kedua positif maka dipertimbangkan orang tersebut menderita TB laten selanjutnya dievaluasi dan diobati. Tetapi jika kedua tes negatif dipertimbangkan orang tersebut tidak terinfeksi dan diklasifikasikan sebagai negatif.

d. Kontak

Orang yang kontak dengan dengan kasus TB yang infeksius, tes ulangan setelah 8 – 10 minggu dianjurkan jika hasil tes mula-mula negatif. Anak umur kurang dari 5 tahun dan orang dengan imunosupresif (contoh infeksi HIV) dengan hasil tes tuberkulin negatif harus diobati dan tes tuberkulin lainnya dalam waktu 8 – 10 minggu setelah kontak terakhir. Jika hasil tes ulangan positif, pengobatan harus dilanjutkan. Jika hasil tes ulangan negatif, pengobatan bisa dihentikan. Pengulangan tes bukan disebut two- step testing, tes kedua diperlukan pada kasus terjadi infeksi karena onsetnya terlalu awal pada saat dilakukan tes pertama.

e. Wanita hamil

Penelitian yang dilakukan pada wanita selama masa kehamilan maupun sesudahnya menunjukkan bahwa kehamilan tidak berpengaruh pada reaksi hipersensitifitas tes kulit tuberkulin. Tidak ada efek teratogenik dilaporkan pada tes yang dilakukan selama hamil jadi tes ini dipertimbangkan valid dan aman.9,27

Dokumen terkait