• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Imun Terhadap Infeksi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Sistem Imun Terhadap Infeksi

Respons imun sebagai proteksi utama terhadap kuman intraseluler adalah cell mediated immunity (CMI) atau imuniti seluler. Imuniti seluler terdiri atas dua tipe reaksi yaitu fagositosis (oleh makrofag teraktivasi) dan lisis sel terinfeksi (oleh limfosit T sitolitik). Kuman yang masuk ke alveoli akan ditelan dan sering dihancurkan oleh makrofag alveolar. Secara imunologis, sel makrofag dibedakan menjadi makrofag normal dan makrofag teraktivasi. Makrofag berperan pada pembangkitan daya tahan imunologis nonspesifik, dilengkapi dengan kemampuan bakterisidal atau bakteriostatik terbatas. Makrofag normal ini berperan pada daya tahan

imunologis bawaan / innate resistance. Sedang makrofag teraktivasi mempunyai kemampuan bakterisidal atau bakteriostatik sangat kuat yang merupakan hasil aktivasi sel T bagian dari respons imun spesifik / acquired resistance.22

Sel T merupakan mediator utama pertahanan imun melawan M.tuberculosis, Sel T terdiri dari limfosit T helper, disebut juga Clusters of differentiation 4 (CD4) karena mempunyai molekul CD4+ pada permukaannya, jumlahnya 65% dari limfosit T darah tepi. Sebagian kecil (35%) lainnya berupa limfosit T supresor atau sitotoksik, mempunyai molekul CD8+ pada permukaannya dan sering disebut CD8. Sel T helper (CD4) berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T helper 1 (Th1) dan dan sel T helper 2 (Th2). Subset sel T tidak dapat dibedakan secara morfologik tetapi dapat dibedakan dari perbedaan sitokin yang diproduksinya. Sel Th1 membuat dan membebaskan sitokin tipe 1 meliputi IL-2, IL-12, IFN- dan tumor nekrosis faktor alfa (TNF ). Sitokin yang dibebaskan oleh Th1 adalah aktivator yang efektif untuk membangkitkan respons imun seluler melalui pola Th1. Sel Th2 membuat dan membebaskan sitokin tipe 2 antara lain IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10. Sitokin tipe 2 menghambat proliferasi sel Th1, sebaliknya sitokin tipe 1 menghambat produksi dan pembebasan sitokin tipe 2.22

Selama beberapa hari atau minggu awal infeksi TB primer, respons kompleks sedang disiapkan pejamu. Mekanisme pertahanan spesifik terjadi dalam 4-8 minggu setelah infeksi berupa sensitisasi sel T terhadap

antigen spesifik.22 Respons imun sebagai pertahanan melawan M.tuberculosis melibatkan sebagian besar limfosit T yang mengaktivasi makrofag dan fungsi mikrobicidal melalui pelepasan IFN- . Hal ini menyebabkan pembentukan granuloma yang penting untuk menahan M.tuberculosis. Makrofag / sel dendritic ditemukan dalam inti granuloma ini, bersama dengan M.tuberculosis yang dikelilingi limfosit T. Persiapan limfosit T melawan antigen M.tuberculosis diduga terjadi dibagian proximal aliran pembuluh limfe dan mengandalkan subset tertentu dari sel fagosit yaitu sel Dendritic (DCs / Dendritic Cells). Sel dendritic mempunyai kemampuan yang unik untuk mengaktifkan limfosit setelah mereka bermigrasi dari lokasi infeksi. Mereka menangkap antigen dan membawanya ke pembuluh limfe, dimana mereka akan mengeluarkan sejumlah besar molekul seperti Major Histocompatibility Complex (MHC) I atau II, juga molekul co-stimulatory (seperti CD80 dan CD86), dan soluble factor seperti IL-12, IL-18 atau IL-23. 23

M.tuberculosis memasuki sel dendritic setelah terikat pada lectin DC specific inter-cellular adhesion molecular-3 grabbing non- integrin (DC- SIGN) yang baru – baru ini di identifikasi. Sebaliknya complement receptor 3 (CR3) dan reseptor mannose yang adalah reseptor utama M.tuberculosis pada makrofag, tampaknya memainkan peranan kecil dalam pengikatan mikobakteria pada sel dendritic. Lipoglycan spesifik mikobakteria yaitu lipoarabinomannan (LAM) diidentifikasi sebagai ligan kunci dari DC-SIGN. Hal ini menunjukkan bahwa human

immunodeficiency virus (HIV) ditangkap oleh reseptor DC-SIGN yang sama, yang memperbolehkan masuknya HIV dan M.tuberculosis dalam sel dendritic invivo. Hal ini mungkin mempengaruhi persistensi bakteri dan ketahanan tubuh terhadap M.tuberculosis. DC-SIGN mungkin menerangkan beberapa aspek patologi dan imunologi infeksi M.tuberculosis pada orang yang juga terinfeksi HIV, yang menyebabkan meningginya insiden mediastinal adenitis dan tuberkulosis diseminata. 23

Penemuan penting dari keluarga protein yaitu Toll-like receptor (TLR) dalam respons imun pada serangga, tumbuh – tumbuhan dan vertebrata, telah memberikan pandangan yang baru terhadap mata rantai antara imunitas bawaan dan imunitas adaptif (yang didapat). Medzhitov dkk. menunjukkan bahwa signal Drosophila Toll protein yang sama pada manusia mengaktivasi imunitas adaptif. Mycobacterium memberikan dua signal untuk mengaktifkan lipid reactive T cells (antigen lipid yang mengaktifkan reseptor sel T) dan lipoid adjuvant yang mengaktifkan antigen-presenting cells (APCs) melalui TLR-2. 23,24

Setelah pengenalan dalam pembuluh limfe, memori sel T CD4 dan CD8 menjadi komponen utama dari sistem imun yang didapat dan dasar untuk keberhasilan imunitas / vaksinasi. Cara sel dendritic memancing respons sel T CD4 dan CD8 terhadap infeksi bakteri diyakini menggunakan deplesi yang selektif dari sel dendritic ini pada model murine. In vitro limfosit CD4 dan CD8 yang telah diaktivasi, mereka menjadi sitotoksik terhadap mycobacterium dan makrofag yang

mengandung kuman itu. Kemampuan sel CD4 dan CD8 untuk membunuh patogen secara intraseluler tergantung pada kemampuan mereka untuk menarik sel yang terinfeksi dan juga sekresi molekul sitolitik dan molekul efektor mycobacterium. Sebagai contoh : sel T CD8 dapat melepaskan kemokin seperti CCL5 yang secara efisien menarik makrofag yang terinfeksi M.tuberculosis. In vitro, makrofag yang terinfeksi mencetuskan pengeluaran granulysin dan perforin oleh sel T CD8, dua senyawa yang sangat aktif terhadap sensitivitas obat dan resistensi obat dari isolat klinis M.tuberculosis. 23

Sel Natural killer (NK Cells) adalah bakterisidal terhadap M.tuberculosis. Limfosit killer ini dapat diaktifkan pada kehadiran antigen asing, saat APC tidak ada. Sel – sel NK adalah efektor imunitas bawaan yang menghasilkan sitokin imunoregulator yang penting sebagai pertahanan pertama host dalam melawan patogen virus, bakteri dan parasit. Telah dilaporkan bahwa interaksi aktivasi timbal balik terjadi diantara sel NK dan sel dendritic melalui mekanisme yang tergantung pada sel – sel kontak dan faktor soluble. 23,24

Telah dilaporkan bahwa IFN- dan monokin seperti IL-15 dan IL-18, memainkan peranan yang penting dalam regulasi sel T CD8 terhadap M.tuberculosis oleh sel NK. Sel NK juga memperbaiki fungsi sel T tipe lain dari limfosit yang berperan dalam respons imun terhadap M.tuberculosis. Sel – sel ini adalah sitolitik dan berpotensial untuk

membunuh M.tuberculosis. Sel – sel ini juga merupakan sekretor IFN- yang poten dan mungkin dapat mengaktifkan makrofag. 23

Monosit dan makrofag dalam keadaan resting tidak dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mycobacterium. Aktivasi mereka memerlukan pelepasan sejumlah sitokin oleh limfosit, seperti interleukin-2, IFN- atau Tumour Necrosis Factor (TNF). INF- menaikkan regulasi bermacam fungsi makrofag, termasuk produksi TNF yaitu toxic oxygen species dan nitric oxide oleh induksi nitric oxide synthase. Pelepasan oksigen radikal tampaknya berhubungan dengan sebagian kemampuan bakterisidal dari makrofag. Faktanya nitric oxide tampaknya lebih penting (paling tidak pada tikus), tetapi peranan lysozyme, proteases dan hydrolases tidak boleh diabaikan. TNF sendiri tidak menghambat pertumbuhan M.tuberculosis (seperti M.avium), tetapi mungkin lebih penting daripada IFN- dalam menginduksi bakterisid makrofag manusia. Pada model eksperimental dan clinical trials telah mengumpulkan bukti identifikasi TNF sebagai faktor kunci dalam pertahanan host terhadap infeksi mycobacterium. TNF sendiri tidak menghambat pertumbuhan mycobacterium tetapi aksinya sebagai signal kedua untuk aktivasi sel T dan juga untuk aktivasi makrofag.23 Pada gambar 1 dibawah ini digambarkan peranan dari sel dendritic, makrofag alveolar, limfosit T, CD4, CD8 dan lain – lain.

Gambar 1 Peranan sel dendritic (DC), makrofag alveolar (AM), Limfosit T (TL), CD4, CD8, Natular Killer (NK), Toll like receptor (TLR-2), DC specific inter-cellular adhesion molecular-3 grabbing non-integrin (DC-SIGN), Reactive Oxygen Intermediates (ROI), Nitrogen Oxide (NO), Tumour Necrosis Factor (TNF), Interferon (IFN) dan Interleukin (IL)22

Pada hampir semua pejamu normal, lesi primer dalam paru akan membaik karena pengaruh pertahanan seluler atau CMI. Pada sebagian pejamu kemampuan meningkatkan respons imun lemah sehingga tidak mampu mengendalikan TB. Termasuk dalam kelompok ini adalah bayi (sistem imun imatur), usia lanjut (kompetensi imun menurun dengan bertambahnya usia), dan immunocompromised (khususnya penderita HIV /AIDS). Pejamu tersebut secara klinis akan menderita TB beberapa minggu sampai bulan sesudah infeksi primer.22

Tes kulit tuberkulin yang dilakukan secara intradermal akan menghasilkan hipersensitifitas tipe lambat. Masuknya protein TB saat injeksi akan menyebabkan sel T tersensitisasi dan menggerakkan limfosit ke tempat suntikan. Limfosit akan merangsang terbentuknya indurasi dan vasodilatasi lokal, edema deposit fibrin dan penarikan sel inflamasi ketempat suntikan seperti tampak pada gambar 29

Gambar 2. Hipersensitifitas tipe IV9

2.5. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS LATEN

Tes kulit tuberkulin adalah metode yang terbukti dapat mengidentifikasi adanya infeksi M.tuberculosis pada orang yang tidak mempunyai gejala menderita penyakit TB. Meskipun antigen tes kulit tuberkulin yang tersedia mempunyai sensitifitas dan spesifisitas kurang dari 100% untuk mendeteksi infeksi M.tuberculosis tetapi belum ditemukan metode yang

lebih baik.8,22 Infeksi M.tuberculosis biasanya mengakibatkan reaksi hipersensitifitas tipe lambat sebagai reaksi terhadap disuntikannya tuberkulin PPD yang dapat dideteksi setelah 2 – 12 minggu terinfeksi. Reaksi hipersensitifitas tipe lambat biasanya dimulai 5 – 6 jam setelah injeksi tuberkulin dan mencapai maksimal pada 48 – 72 jam dan hilang setelah jangka beberapa hari, meskipun reaksi sering menetap sampai 1 minggu.25

Hasil tes tuberkulin negatif dapat diartikan sebagai seseorang tersebut tidak terinfeksi dengan basil TB. Selain itu dapat juga karena terjadi pada saat kurang dari 10 minggu sebelum imunologi seseorang terhadap basil TB terbentuk. Jika terjadi hasil yang negatif maka tes tuberkulin dapat diulang 3 bulan setelah suntikan pertama. Hasil tes tuberkulin yang positif dapat diartikan sebagai seseorang tersebut sedang terinfeksi basil TB. Yang terpenting adalah jika seseorang sedang terinfeksi M.tuberculosis apakah sedang terinfeksi atau sakit TB. Sehingga guideline ACHA (The American College Health Association) menyebutkan jika hasil tes tuberkulin positif maka harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan dahak. Jika hasil foto toraks tersebut normal maka dapat dilakukan pemberian terapi TB laten, tetapi jika hasil foto toraks terjadi kelainan dan menunjukkan ke arah TB maka dapat dimasukkan dalam TB paru aktif.9

Reaksi hipersensitif tipe lambat terhadap tuberkulin PPD juga mengindikasikan adanya infeksi berbagai nontuberculous mycobacteria

atau vaksinasi Bacille Calmette-Gu rin (BCG) hal ini merupakan penyebab positif palsu pada tes kulit tuberkulin. Reaksi positif yang ditimbulkan oleh vaksinasi BCG dapat bertahan beberapa tahun tetapi biasanya reaksi lebih lemah dan sering berdiameter kurang dari 10 mm (<6 mm).9,26-29 Adapun yang menyebabkan negatif palsu dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Penyebab negatif palsu9 Faktor yang berhubungan dengan orang yang diperiksa :

- Infeksi virus, bakteri, jamur - Vaksinasi virus hidup

- Ketidakseimbangan metabolik seperti CRF (Chronic Renal Failure)

- Rendahnya status protein

- Penyakit yang mempengaruhi organ limfoid - Obat

- Usia - Stress

Faktor yang berhubungan dengan tuberkulin yang digunakan : - Terkontaminasi

Lanjutan tabel 1.

Faktor yang berhubungan dengan metode penyuntikan : - Injeksi subkutan

- Penyuntikan yang lambat setelah jarum masuk intradermal - Tempat injeksi yang tertutup dengan skin tes lain

- Injeksi bersamaan dengan antigen lain

Faktor yang berhubungan dengan pencatatan hasil dan pembacaan : - Pembaca yang tidak handal

- Bias

- Kesalahan dalam membaca

Pengetahuan tentang sensitifitas dan spesifisitas dan juga nilai prediksi positif dari tes kulit tuberkulin diperlukan untuk menginterpretasikan reaksi tes kulit secara tepat. Pada orang dengan infeksi TB laten dan respon imunnya normal sensitifitas tes hampir mendekati 100%. Reaksi positif palsu mengakibatkan spesifisitas menjadi lebih rendah dan menurunnya nilai prediksi positif pada orang yang mempunyai sedikit kemungkinan untuk infeksi TB laten. Tetapi spesifisitas juga tergantung pada kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan sebagai “positif“ pada tes ini. Spesifisitas dapat diperbaiki dengan menambahkan ukuran reaksi yang membedakan reaksi positif dari reaksi negatif.10 Nilai prediksi positif sangat bervariasi berhubungan dengan prevalensi infeksi M.tuberculosis pada beberapa populasi dan risiko untuk berkembangnya penyakit dari

infeksi TB laten bervariasi berdasarkan karakteristik orang yang terinfeksi.8 Kriteria positif dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2. Kriteria tes tuberkulin positif dengan kelompok risiko10 Reaksi Indurasi Dipertimbangkan positif pada :

5 mm atau lebih - Orang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / AIDS.

- Kontak baru dengan penderita tuberkulosis. - Orang dengan lesi fibrosis pada radiografi torak

yang sesuai dengan penyembuhan TB.

- Orang dengan transplantasi organ dan orang dengan imunosupresi lainnya (seperti mendapat pengobatan prednison > 15 mg/hari selama lebih dari 1 bulan.

- Orang yang mendapat pengobatan tumor necrosis factor-alpha (TNF- ) antagonis.

10 mm atau lebih - Imigran baru (dalam 5 tahun) dari negara dengan insiden atau prevalensi TB yang tinggi (contoh berasal dari Afrika, Asia, Amerika latin, Eropa Timur, Rusia atau dari kamp pengungsi. - Pemakai obat injeksi atau bahan – bahan

berisiko tinggi lainnya seperti kokain. - Peminum alkohol.

Lanjutan tabel 2.

10 mm atau lebih

- Penduduk atau pekerja di daerah risiko tinggi, berada pada lokasi seperti penjara, lama tinggal pada fasilitas perawatan seperti perawatan rumah, rumah sakit jiwa dll, ; rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, panti asuhan/panti jompo dan kamp pengungsi.

- Petugas laboratorium mikrobiologi

- Orang dengan kondisi medis yang berisiko terhadap penyakit TB.

- Anak usia < 5 tahun atau anak – anak dan remaja yang terpapar pada orang dewasa dengan risiko tinggi.

15 mm atau lebih - Orang yang tanpa faktor risiko TB

Tes kulit tuberkulin dapat berguna untuk mengidentifikasi orang yang baru terinfeksi M.tuberculosis jika dilakukan pengulangan tes secara periodik pada surveilance kepada orang dengan tes tuberkulin negatif dengan kemungkinan terpapar TB (contoh pada petugas kesehatan). Pada orang yang tes tuberkulin sebelumnya negatif, pertambahan diameter ukuran reaksi sebesar 10 mm atau lebih dalam waktu 2 tahun harus dipertimbangkan telah terjadi konversi pada tes kulit. Pada petugas kesehatan dengan derajat indurasinya dianggap sebagai akibat dari

infeksi MOTT atau vaksinasi BCG sebelumnya, dikatakan telah terjadi konversi jika pertambahan indurasi sedikitnya 10 mm diatas tes sebelumnya. Pada petugas kesehatan yang tes tuberkulin sebelumnya negatif dan termasuk kedalam kelompok paparan risiko rendah, pertambahan indurasi 15 mm dalam waktu 2 tahun dapat didefinisikan konversi baru. Orang yang konversi harus dipertimbangkan sebagai infeksi TB baru dan dipertimbangkan untuk mendapat terapi pencegahan.8 Pemeriksaan in vitro saat ini telah diteliti sebagai alternatif terhadap tes tuberkulin berupa pemeriksaan interferon gamma (IFN- ). Tes darah interferon- dipercaya oleh FDA sebagai alat bantu untuk mendeteksi infeksi TB laten disamping tes kulit tuberkulin, yaitu Quantiferon TB Test dan generasi keduanya Quantiferon TB Gold Test (QFT). Hasil tes didasarkan pada ditemukannya interferon- yang dihasilkan oleh sel T, sebagai respon terhadap antigen spesifik dari M.tuberculosis. Kelebihan tes ini adalah hanya memerlukan sekali kunjungan pasien, tidak ada boosting effect seperti pada tes kulit tuberkulin dan sedikit bias atau error pada pembacaan. Tes ini juga lebih spesifik dari pada tes kulit tuberkulin pada populasi yang mendapat vaksinasi BCG. Kelemahan tes ini adalah sampel darah harus diproses dalam waktu 12 jam. Tes tidak boleh dilakukan pada pasien yang diduga TB aktif, anak – anak umur kurang dari 17 tahun, pasien HIV atau kondisi lainnya yang respon imunnya terganggu. 8,30

Dokumen terkait