• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Kurang Baik 10 26.3 28 73.7 38 100.0

0.904

Baik 7 25.0 21 75.0 28 100.0

Partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi dengan kategori tinggi, dominan pada tingkat pengetahuan kategori kurang baik yaitu sebesar 73,7 % dan tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi (p= 0.904 > α 0.05).

4.11. Hubungan Motivasi dengan Partisipasi Responden tentang Program Penanggulangan Gizi di Kabupaten Dairi

Hubungan motivasi dengan partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi dapat dilihat pada tabel 4.13. berikut:

Tabel 4.13. Hubungan Motivasi dengan Partisipasi Motivasi Partisipasi Total P Kurang Tinggi

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Rendah 10 66.7 5 33.3 15 100.0

0.000

Tinggi 7 13.7 44 86.3 51 100.0

Partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi dengan kategori tinggi, dominan pada tingkat motivasi dengan kategori tinggi yaitu sebanyak 44 orang (86,3%) dan terdapat hubungan antara motivasi dengan partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi (p= 0.000 < α 0.05).

4.12. Hubungan Umur, Pendidikan dan Motivasi terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat tentang Program Penanggulangan Gizi di Kabupaten Dairi

Untuk menganalisis pengaruh umur, pendidikan, dan motivasi terhadap partisipasi tokoh masyarakat tentang program penanggulangan gizi di Kabupaten Dairi dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik berganda. Tahap pertama adalah seleksi bivariat dengan syarat adalah nilai p < (0.25).

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh tiga variabel yaitu umur, pendidikan, dan motivasi mempunyai nilai p < 0.25, maka dapat diidentifikasikan variabel tersebut dapat dimasukkan dalam analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda yang dapat dilihat pada tabel hasil berikut :

Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda diperoleh hasil bahwa variabel yang berpengaruh signifikan adalah umur (sig= 0,413), pendidikan (sig= 0,577), motivasi (sig= 0,000). Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai Exp(B) untuk variabel motivasi (12.951) berarti motivasi yang tinggi akan mempengaruhi partisipasi 13 kali lebih besar dibanding dengan yang memiliki motivasi yang rendah.

Tabel 4.14 Hasil Analisis Regresi Logistik Berganda

Variabel B Sig. Exp(B) 95%CI for Exp

Lower Upper

Umur -0.548 0.413 0.578 0.155 2.149

Pendidikan 0.499 0.577 1.648 0.285 9.540

Motivasi 2.561 0.000 12.951 3.316 50.574

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Pengetahuan Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pada umumnya responden memiliki pengetahuan yang kurang baik dalam program penanggulangan gizi yaitu sebanyak 38 orang (57,6 %) sedangkan pengetahuan yang baik sebanyak 28 orang (42,4 %). Kurang baiknya angka pengetahuan masyarakat dapat disebabkan karena kurangnya sosialisasi maupun informasi yang diberikan kepada tokoh masyarakat.

Menurut Khomsan (2009) faktor yang tidak kalah penting penyebab timbulnya masalah gizi adalah kurangnya pengetahuan terhadap program gizi masyarakat. Pengetahuan yang diperoleh masyarakat sangat bermanfaat dalam mengaplikasikan pengetahuan gizi yang dimiliki (Farida, 2004). Seseorang yang memiliki kemampuan secara ekonomi belum tentu terhindar dari permasalahan gizi, hal ini bisa saja terjadi disebabkan kurangnya pengetahuan yang dimilikinya.

Menurut Nursalam (2007) pada umumnya orang yang berpengetahuan baik akan berperilaku yang baik pula sesuai dengan apa yang diketahuinya dan tahu apa manfaat yang diperoleh dari perilaku tersebut, sebaliknya orang yang berpengetahuan kurang akan berperilaku kurang pula karena tidak mengetahui tentang tujuan, manfaat dalam melakukan sesuatu.

5.2. Motivasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pada umumnya responden memiliki motivasi yang tinggi dalam program penanggulangan gizi yaitu sebanyak 51 orang (77,3 %) sedangkan motivasi yang rendah sebanyak 15 orang (22,7 %). Tingginya motivasi tokoh masyarakat dapat disebabkan karena biasanya program pemerintah dalam hal penanggulangan gizi sering memberikan imbalan kepada tokoh masyarakat. Selain itu faktor harapan juga cukup tinggi disebabkan tokoh masyarakat tersebut juga menginginkan agar wilayah disekitarnya terhindar dari segala permasalahan tentang gizi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Djuhaeni, dkk (2009) bahwa faktor motivasi berpengaruh terhadap peran serta masyarakat dalam program penanggulangan gizi di Posyandu. Menurut Handoko ( 2001), motivasi terjadi karena adanya rangsangan dari luar, dari luar individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan.

5.3. Partisipasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pada umumnya responden memiliki partisipasi yang tinggi dalam program penanggulangan gizi yaitu sebanyak 49 orang (74,2 %) sedangkan partisipasi yang kurang sebanyak 17 orang (25,8 %). Tingginya angka partisipasi masyarakat dapat disebabkan karena setiap program pemerintah terhadap upaya penanggulangan gizi sering melibatkan masyarakat sehingga masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Subagyo, dkk (2010) dikatakan bahwa partisipasi masyarakat mempunyai hubungan langsung dengan efektivitas program penanggulangan gizi di Posyandu. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan Handoko, dkk di ketahui bahwa partisipasi masyarakat terhadap program perbaikan gizi di Distrik Waris Kabupaten Keroom cukup tinggi, khususnya bagi masyarakat yang memiliki balita.

Partisipasi dari masyarakat harus mutlak diperlukan, oleh karena merekalah yang pada akhirnya melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan, diantaranya dalam pembangunan bidang kesehatan. Masyarakat banyak memegang peranan sekaligus sebagai objek dan subjek pembangunan. Maka pembangunan itu memerlukan partisipasi dari masyarakat, tanpa adanya partisipasi dari masyarakat maka tujuan program yang dilakukan oleh pemerintah pusat atau daerah tidak akan tercapai atau bahkan bisa mengalami kegagalan. Oleh karena itu masyarakat sangatlah penting dalam proses pembangunan termasuk didalamnya upaya penanggulangan gizi (Khairuddin, 1997).

Secara teoritis sesuai dengan pendapat Siagian (1984) bahwa keberhasilan penyelenggaraan pembangunan nasional ditentukan pula oleh tingkat partisipasi masyarakatnya. Di samping itu pembangunan pada dasarnya adalah untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat, yaitu untuk meningkatkan derajat kesejahteraannya. Oleh karena itu idealnya seluruh lapisan masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembangunan.

5.4. Hubungan Umur dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi dengan kategori tinggi, dominan pada tingkat usia dengan kategori 41-50 tahun yaitu sebanyak 25 orang (65,8 %). Hasil uji Chi- Square

menunjukkan variabel umur tidak berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi (p= 0.096 > α 0.05)

Umur merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak atau melakukan suatu hal. Umur berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari- hari (Sedioetama, 2006). Menurut Kresno (1997) dalam Dharmawati (2010) umur adalah salah satu aspek sosial yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang melakukan partisipasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kurnia (2011) menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan partisipasi dalam pemanfaatan pelayanan gizi. Begitu juga Sunyoto dalam Arinta (2010) mengatakan adanya pengalaman bahwa seseorang yang sudah lanjut usia maka penerimaan terhadap hal baru semakin rendah dikarenakan orang yang termasuk dalam golongan tua memiliki kecenderungan selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru.

5.5. Hubungan Pekerjaan dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi dengan kategori tinggi, dominan pada kategori bekerja yaitu sebanyak 45 orang (75,0 %). Hasil uji Chi- Square menunjukkan variabel pekerjaan tidak berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi (p= 0.656 > α 0.05)

Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2010) bahwa pekerjaaan yang dimiliki seorang terdapat hubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sehingga seseorang yang berpekerjaan baik akan lebih banyak memiliki kelonggaran secara materi maupun non-materi dalam berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka lebih banyak memiliki waktu diluar jam kerja sehingga waktu yang ada tersebut dapat digunakan untuk ikut berperan dalam kegiatan masyarakat, dimana pada hakekatnya kegiatan itu merupakan upaya untuk meningkatkan keharmonisan dan kesejahteraan masyarakat

Menurut Slamet (1992) bahwa tingkat pekerjaan mengindikasikan prasyarat kemampuan untuk memperbaiki kualitas hidup seseorang disertai dengan pengembangan nilai-nilai dan sikap kualitas hidup. Dengan pekerjaan yang baik, seseorang dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.

5.6. Hubungan Pendidikan dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi dengan kategori tinggi, dominan pada tamatan SLTA yaitu sebanyak 40 orang (78,4 %). Hasil uji Chi- Square menunjukkan variabel pendidikan berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi (p= 0.036 > α 0.05).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2010) bahwa pendidikan yang dimiliki oleh angggota masyarakat memiliki keeratan hubungan dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan yang bersifat membangun. Semakin baik pendidikan formal yang diperoleh maka akan semakin baik pula keterlibatan anggota masyarakat dalam kegiatan pembangunan yang ada.

Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007), bahwa dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan pengetahuan responden tentang pentingnya program kesehatan. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin rendah juga pola pikirnya dalam hal penanggulangan masalah gizi.

Secara teoritis menurut Plummer yang dikutip oleh Slamet (1994) terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi.

5.7. Hubungan Status Perkawinan dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi dengan kategori tinggi, dominan pada status kawin yaitu sebanyak 34 orang (79,1 %). Hasil uji Chi- Square menunjukkan variabel status perkawinan tidak berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi (p= 0.460 > α 0.05).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2011) menyatakan bahwa status pernikahan tidak dapat dihubungkan dengan keaktifan kader dalam menunjang keberhasilan tingkat partisipasi masyarakat.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Sumaryati yang dikutip oleh Indrawati (2003) bahwa partisipasi masyarakat ditentukan dari faktor karakteristik seperti umur, status perkawinan dan pendidikan, artinya semakin tinggi tingkat karakteristik berupa umur, status perkawinan dan pendidikan maka semakin tinggi tingkat pasrtisipasinya dalam pembangunan.

5.8. Hubungan Pengetahuan dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi dengan kategori tinggi, dominan pada tingkat pengetahuan kategori kurang baik yaitu sebesar 73,7 %. Hasil uji Chi- Square

menunjukkan variabel pengetahuan tidak berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi (p= 0.904 > α 0.05). Mengacu pada

hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi tingkat pengetahuan masyarakat maka belum tentu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi.

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Septiani (2011) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang gizi dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Ringinarum Kabupaten Kendal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Banda (1996) bahwa pengetahuan tokoh masyarakat mempengaruhi partisipasinya dalam meningkatkan status gizi balita di Kabupaten Sumba Barat.

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) menempatkan pengetahuan sebagai faktor predisposisi, yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang. Pengetahuan seseorang akan suatu program kesehatan akan mendorong orang tersebut mau berpartisipasi didalamnya.

Tingkat pengetahuan akan membentuk cara berpikir dan kemampuan seseorang untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan permasalahan gizi. Pengetahuan akan mempengaruhi tindakan seseorang dalam melakukan partisipasi terhadap permasalahan gizi. Demikian juga dikuatkan oleh Wilson (1997) menyebutkan bahwa seseorang akan berpartisipasi jika mereka mendapatkan pengetahuan tentang program yang dikembangkan dengan efektif dan benar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Septiani, dkk (2011) terdapat hubungan antara pengetahuan dengan partisipasi kader dalam kegiatan Posyandu di Kabupaten Kendal.

5.9. Hubungan Motivasi dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi

Partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi dengan kategori tinggi, dominan pada tingkat motivasi dengan kategori tinggi yaitu sebanyak 44 orang (86,3%). Hasil uji Chi- Square menunjukkan variabel motivasi berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi (p= 0.000 < α 0.000). Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi tingkat motivasi masyarakat maka semakin meningkatkan pula partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi. Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan nilai Exp(B) untuk variabel motivasi (12.951) berarti motivasi yang tinggi akan mempengaruhi partisipasi 13 kali lebih besar dibanding dengan yang memiliki motivasi yang rendah.

Menurut Prasetyo (2012) persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat akan sulit berpartisipasi disegala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri sedangkan pihak luar hanya merangsang saja. Untuk itu maka pengetahuan tentang kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motivasi.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat tergantung pada peranan pemerintah dalam memberikan dan menimbulkan stimulasi dan motivasi yang mengarah pada kreativitas masyarakat.

Partisipasi tokoh masyarakat yang cukup tinggi disebabkan karena daerah penelitian juga merupakan lokasi proyek NICE yaitu berupa program bantuan dari pemerintah pusat dalam upaya penanggulangan masalah gizi berbasis masyarakat. Program ini menyediakan dana yang dikelola langsung oleh masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah gizi. Dana bantuan yang diterima melalui Kelompok Gizi Masyarakat pemanfaatannya difasilitasi oleh fasilitator yang ditempatkan pada masing-masing setiap kecamatan.

Pelaksanaan Program NICE di Kabupaten Dairi berakhir pada tahun 2012, namun Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi mengalokasikan anggaran dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah untuk mereplikasi program tersebut. Dalam melakukan replikasi Program NICE pemerintah daerah melibatkan partisipasi tokoh masyarakat dalam mendukung upaya perbaikan gizi melalui Kelompok Gizi Masyarakat yang sudah terbentuk. Pemerintah Daerah juga mengalokasikan dana berupa insentif bagi kader yang dialokasikan melalui anggaran masing-masing Puskesmas, sehingga melalui insentif yang diberikan dapat merangsang motivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam program penanggulangan gizi.

Selain hal tersebut diatas dalam hal upaya meningkatkan motivasi masyarakat untuk berpartisipasi Pemerintah Daerah melalui pendampingan dan pelatihan kepada kader Posyandu dan menginstruksikan kepada masing-masing kepala desa agar memberikan proporsi Alokasi Dana Desa (ADD) untuk mendukung upaya perbaikan gizi masyarakat khususnya mendukung operasional Posyandu.

BAB 6

Dokumen terkait