• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan dan Motivasi terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi di Kabupaten Dairi Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan dan Motivasi terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi di Kabupaten Dairi Tahun 2013"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TERHADAP PARTISIPASI TOKOH MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN GIZI

DI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2013

Oleh

LOMO DANIEL P. SIANTURI 107032013/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TERHADAP PARTISIPASI TOKOH MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN GIZI

DI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2013

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LOMO DANIEL P. SIANTURI 107032013/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TERHADAP PARTISIPASI TOKOH

MASYARAKAT DALAM PROGRAM

PENANGGULANGAN GIZI DI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Lomo Daniel P. Sianturi Nomor Induk Mahasiswa : 107032102

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) (Siti Khadijah, SKM, M. Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 24 April 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes

Anggota : 1. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes 2. Dra. Syarifah, M.S

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TERHADAP PARTISIPASI TOKOH MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN GIZI

DI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2013

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis yang berjudul, Pengaruh Pengetahuan dan Motivasi terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi di Kabupaten Dairi Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H.,M.Sc(CTM)., Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(7)

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan, motivasi dan semangat serta dukungan selama proses penulisan tesis ini.

6. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan, motivasi dan semangat selama proses penulisan tesis ini.

7. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, selaku Penguji tesis yang telah banyak memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan penulisan tesis ini. 8. Dra. Syarifah, M.S, selaku Penguji tesis yang telah banyak memberikan

masukan dan arahan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

9. KRA. Johnny Sitohang Adinegoro selaku Bupati Dairi yang telah memberikan dukungan dan ijin belajar kepada penulis.

10. Julius Gurning, S.Sos, M.Si, selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Dairi yang tetap memberikan dukungn dan motivasi dalam menyelesaikan pendidikan ini. 11. dr. Haposan Situmorang, M.A.R.S, selaku Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Dairi yang telah memberikan ijin penelitian dan membantu proses penulisan tesis ini.

(8)

13. Ibunda tercinta Tiarmin Pardosi, Saudara-saudaraku terkasih Dra. Anna Lowisa Sianturi, Dra. Metta Rida Sianturi, Heddy Lamria Sianturi, SPd, drg. Berliana Sianturi, Ir. Julfree Sianturi dan seluruh keluarga besar Geng Oppung Palty yang setiap saat mendukung dan memberikan doa dan motivasi.

14. Para Dosen dan Staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

15. Rekan-rekan mahasiswa Angkatan 2010, khususnya Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan atas dukungan dan kebersamaan.

16. Staf dan seluruh pegawai RSUD Sidikalang Kabupaten Dairi atas pengertian, dukungan dan doanya selama proses pendidikan ini.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang dapat memberikan balasan atas kebaikam yang telah diperbuat. Penulis menyadari atas segala keterbatasan tesis ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, April 2014

Penulis

Lomo Daniel P. Sianturi

(9)

RIWAYAT HIDUP

Lomo Daniel Parlindungan Sianturi lahir di Sumbul , Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi pada tanggal 25 Januari 1967, merupakan anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Mangara Tua Sianturi dan Ibunda Tiarmin Pardosi, saat ini bertempat tinggal di Jalan Pemuda No. 19 Sidikalang, Kabupaten Dairi.

Menamatkan pendidikan formal dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri 030279 Sidikalang tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sidikalang tahun 1982, Sekolah Menengah Atas Negeri 225 Sidikalang tahun 1985. Penulis masuk Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 1986 dan selesai tahun 1997. Pada tahun 2010, penulis mengikuti Pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan pada Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menikah tahun 1993 dengan Tetty Berliana Manik, SPd dan dikaruniai Tuhan 3 orang anak, Arthur L. Palty R. Sianturi, Aditya Gloria Monalisa Sianturi dan Arnold Pangihutan Sianturi.

(10)
(11)

ABSTRACT

Nutritional problem is basically a problem of public health but is cannot be handled only by medical approach and health service. One of the attempts done by government in handling the nutritional problem in Indonesia was by involving the community members. Dairi district is of the locations for NICE (Nutrition Improvement through Community Empowerment) Project, a program to cope with nutritional problem through community participation.

This explanatory survey study was intended to explain the influence of knowledge and motivation on the participation of public leaders in the poor nutrition preventing program in Dairi district. The population of this study was 66 people and all of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were collected through questionnaire distribution, interview and observation. The data obtained were univariately, bivariately analyzed through Chi-Square test and multivariately analyzed through multiple logistic regression test.

The result of this study showed that the variable of knowledge had no relation (p=0.904) with community participation in the poor nutrition preventing program, while the variable of motivation (p=0.000) had significant influence on the community participant in the poor nutrition preventing program.

Based on the result of this study, it is suggested that Dairi District Health Service develop the people, especially the public leaders participating in poor nutrition preventing program in Dairi district through the guidance provided by the health workers in their own working areas.

(12)

ABSTRAK

Masalah gizi pada hakikatnya menjadi masalah kesehatan masyarakat namun, penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja . Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan gizi di Indonesia adalah dengan melibatkan masyarakat dalam penanggulangannya. Kabupaten Dairi merupakan salah satu lokasi Project NICE (Nutrition Improvement Through Community Empowerment) yaitu suatu program penanggulangan gizi dengan melibatkan partisipasi masyarakat

Jenis Penelitian ini adalah penelitian survei dengan tipe explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan pengaruh pengetahuan dan motivasi terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam program penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Dairi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 66 orang dan seluruhnya dijadikan sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner, wawancara, dan observasi. Metode Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-Square, dan analisis multivariate dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengetahuan tidak berhubungan (p=0,904) terhadap partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi buruk, variabel motivasi (p=0,000) berpengaruh secara bermakna terhadap partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi buruk.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat khususnya tokoh masyarakat yang memberikan partisipasi dalam program penanggulangan gizi di Kabupaten Dairi melalui pembinaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di wilayah kerjanya masing-masing.

(13)

DAFTAR ISI

1.3.Tujuan Penelitian……… 7

1.4.Hipotesis ……… 7

1.5.Manfaat Penelitian ……… 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……… 9

2.1.Partisipasi Masyarakat ... 9

2.1.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat ... 9

2.1.2. Faktor-Faktor Keberhasilan Partisipasi Masyarakat ... 12

2.1.3. Jenis-jenis Partisipasi Masyarakat ... 21

2.1.4. Syarat-syarat Partisipasi Masyarakat ... 22

2.1.5. Pembangunan Partisipatif ... 22

2.2.Tokoh Masyarakat ... 23

2.3.Pengetahuan ……… 29

2.3.1. Defenisi Pengetahuan ... 29

2.3.2. Tingkat Pengetahuan ... 29

2.3.3. Pengukuran Pengetahuan ... 32

2.4.Motivasi ……….……… 33

2.4.1. Teori Motivasi ... 33

2.4.2. Pengukuran Motivasi ... 34

2.4.3. Jenis Motivasi ... 35

2.5.Gizi Buruk ...……… 37

2.5.1. Defenisi dan Penanggulangan Gizi Buruk ... 37

2.5.2. Penyebab Gizi Buruk ... 40

2.5.3. Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk ... 42

2.5.4. Upaya Menanggulangi Masalah Gizi ... 45

2.6.Landasan Teori....……… 47

(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ...………..……… 49

3.1.Jenis Penelitian ………... 49

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 49

3.3.Populasi dan Sampel ……… 49

3.4.Teknik Pengumpulan Data ………. 50

3.5.Defenisi Operasional ……….. 50

3.6.Metode Pengukuran ……… 53

3.7.Teknik Analisa Data ……… 54

3.7.1. Uji Validitas dan Realiabilitas ..………. 55

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 58

4.1. Gambaran Kabupaten Dairi………..………... . 58

4.2. Karakteristik Responden... 59

4.3. Pengetahuan Responden ... 60

4.4. Motivasi Responden ... 62

4.5. Partisipasi Responden ... 63

4.6. Hubungan Umur dengan Partisipasi Responden tentang Program Penanggulangan Gizi Buruk ... 66

4.7. Hubungan Pekerjaan dengan Partisipasi Responden tentang Program Penanggulangan Gizi Buruk... 66

4.8. Hubungan Pendidikan dengan Partisipasi Responden tentang Program Penanggulangan Gizi Buruk ... 67

4.9 . Hubungan Status Perkawinan dengan Partisipasi Responden tentang Program Penanggulangan Gizi Buruk ... . 68

4.10. Hubungan Pengetahuan dengan Partisipasi Responden tentang Program Penanggulangan Gizi Buruk ... ... . 69

4.11. Hubungan Motivasi dengan Partisipasi Responden tentang Program Penanggulangan Gizi Buruk ... . 69

4.12. Hubungan Umur, Pendidikan dan Motivasi terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat tentang Program Penanggulangan Gizi di Kabupaten Dairi ………... 70

BAB 5. PEMBAHASAN ………..………..……..…… 72

5.1.Pengetahuan Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi ... 72

5.2.Motivasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ……….………...………... 73

5.3.Partisipasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ……….………...………....…... 73

(15)

5.5.Hubungan Pekerjaan dengan Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam

Program Penanggulangan Gizi Buruk ... 76

5.6.Hubungan Pendidikan dengan Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ... 77

5.7.Hubungan Status Perkawinan dengan Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ... 78

5.8.Hubungan Pengetahuan dengan Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ... 78

5.9.Hubungan Motivasi dengan Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ... 80

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1.Kesimpulan ... 82

6.2.Saran ... 83

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Metode Pengukuran ... 53

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 56

4.1. Distribusi Karakteristik Responden... 59

4.2. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Program Penanggulangan Gizi di Kabupaten Dairi... 60

4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Pengetahuan Responden 61 4.4 Distribusi Motivasi Responden Responden tentang Program Penanggulangan Gizi di Kabupaten Dairi... 62

4.5. Distribusi Frekuensi Kategori Motivasi Responden... 63

4.6 Distribusi Partisipasi Tokoh Masyarakat tentang Program Penanggulangan Gizi di Kabupaten Dairi………. 64

4.7. Distribusi Frekuensi Kategori Partisipasi Responden... 65

4.8. Hubungan Umur dengan Partisipasi... 66

4.9. Hubungan Pekerjaan dengan Partisipasi... 67

4.10. Hubungan Pendidikan dengan Partisipasi... 67

4.11. Hubungan Status Perkawinan dengan Partisipasi ... 68

4.12. 4.12. Hubungan Pengetahuan dengan Partisipasi ... 69

4.13. Hubungan Motivasi dengan Partisipasi... 70

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(18)

ABSTRACT

Nutritional problem is basically a problem of public health but is cannot be handled only by medical approach and health service. One of the attempts done by government in handling the nutritional problem in Indonesia was by involving the community members. Dairi district is of the locations for NICE (Nutrition Improvement through Community Empowerment) Project, a program to cope with nutritional problem through community participation.

This explanatory survey study was intended to explain the influence of knowledge and motivation on the participation of public leaders in the poor nutrition preventing program in Dairi district. The population of this study was 66 people and all of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were collected through questionnaire distribution, interview and observation. The data obtained were univariately, bivariately analyzed through Chi-Square test and multivariately analyzed through multiple logistic regression test.

The result of this study showed that the variable of knowledge had no relation (p=0.904) with community participation in the poor nutrition preventing program, while the variable of motivation (p=0.000) had significant influence on the community participant in the poor nutrition preventing program.

Based on the result of this study, it is suggested that Dairi District Health Service develop the people, especially the public leaders participating in poor nutrition preventing program in Dairi district through the guidance provided by the health workers in their own working areas.

(19)

ABSTRAK

Masalah gizi pada hakikatnya menjadi masalah kesehatan masyarakat namun, penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja . Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan gizi di Indonesia adalah dengan melibatkan masyarakat dalam penanggulangannya. Kabupaten Dairi merupakan salah satu lokasi Project NICE (Nutrition Improvement Through Community Empowerment) yaitu suatu program penanggulangan gizi dengan melibatkan partisipasi masyarakat

Jenis Penelitian ini adalah penelitian survei dengan tipe explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan pengaruh pengetahuan dan motivasi terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam program penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Dairi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 66 orang dan seluruhnya dijadikan sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner, wawancara, dan observasi. Metode Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-Square, dan analisis multivariate dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengetahuan tidak berhubungan (p=0,904) terhadap partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi buruk, variabel motivasi (p=0,000) berpengaruh secara bermakna terhadap partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan gizi buruk.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat khususnya tokoh masyarakat yang memberikan partisipasi dalam program penanggulangan gizi di Kabupaten Dairi melalui pembinaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di wilayah kerjanya masing-masing.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Oleh karena itu pemenuhan gizi untuk kesehatan warga negara merupakan investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia.(Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Sumatera Utara, 2011)

Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan lanjut usia. Periode dua tahun pertama merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007).

(21)

sepotong-sepotong dan jangka pendek serta sektoral, apalagi hanya ditinjau dari aspek pangan. Pengalaman negara berkembang yang berhasil mengatasi masalah gizi secara tuntas dan lestari seperti Thailand, Tiongkok dan Malaysia diperlukan peta jalan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang. Masing-masing diarahkan memenuhi persediaan pelayanan dan menumbuhkan kebutuhan atau permintaan akan pelayanan (Soekirman, 2000).

Penanggulangan masalah gizi diperlukan kemauan politik yang dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat, khususnya dalam hal keefektifan dana. Hal itu dicapai dengan menyusun program perbaikan gizi yang dilandasi konsep dan data ilmiah yang bersifat universal, yang menjadi bagian integral dari kebijakan dan rencana pembangunan sosial ekonomi jangka pendek dan panjang, nasional maupun daerah. Karena dana pembangunan negara miskin pada umumnya terbatas, harus dicari program yang berbiaya relatif kecil dengan dampak besar terhadap kesejahteraan rakyat (Soekirman, 2000).

(22)

Masalah gizi pada hakikatnya menjadi masalah kesehatan masyarakat namun, penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja, karena masalah gizi adalah multifaktor. Oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait (Supariasa, 2002).

Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang masih menghadapi masalah gizi. Prevalensi gizi anak balita dapat menggambarkan mengenai kondisi gizi masyarakat di suatu daerah. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan prevalensi gizi kurang sebesar 18,4 % dan menurun menjadi 17,9 % pada tahun 2010, sedangkan prevalensi anak balita pendek secara nasional hanya dapat diturunkan dari 36,8 persen pada tahun 2007 menjadi 35,6 persen pada tahun 2010. Hal ini masih jauh dari target RPJMN pada tahun 2014 yaitu sebesar 32 % (Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi, 2011).

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi, secara umum dipengaruhi oleh status kesehatan, tingkat pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik, serta secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi makanan (Suharjo,1992). Akan tetapi penyebab yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi pangan yang diproduksi dan tersedia (Harper, 1986).

(23)

NICE (Nutrition Improvement Through Community Empowerment), Desa Siaga, Revitalisasi Posyandu dan program lainnya yang melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama program tersebut (Depkes, 2009).

Menurut Wenger, bahwa keterlibatan masyarakat mempunyai kontribusi yang besar terhadap keberhasilan pembangunan. Keterlibatan tersebut meliputi ide, tenaga, dan dana, sekaligus masyarakat dilibatkan dalam proses yang meliputi penetapan masalah, menetapkan rencana kegiatan, pelaksanaan kegiatan bersama masyarakat, dan kegiatan pemeliharaan sehingga masyarakat terikat akan tanggung jawab. Sehingga semua kelompok masyarakat dan sektor publik mempelajari kesulitan dan penanganan masalah yang dihadapi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gesman, dkk bahwa dalam pelaksanaan program penanggulangan gizi di Nagari Sungai Dareh kurang melibatkan Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cerdik pandai, sehingga upaya penanggulangan gizi masyarakat Nagari Sungai Dareh sulit untuk dilaksanakan karena Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cerdik pandai memegang peranan penting dalam keberhasilan program pembangunan di Sumatera Barat.

(24)

Berdasarkan Ross (1970) yang dikutip oleh Amin (2008) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam program kesehatan adalah tingkat pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan semakin tinggi tingkat partisipasinya. Selain itu menurut Pangestu (1995) dalam

Febriana (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program adalah segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan diantaranya; umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan motivasi.

Upaya penanggulangan gizi di Kabupaten Dairi telah dilakukan melalui program-program yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi. Berdasarkan data tahun 2008 Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi diketahui bahwa jumlah balita gizi kurang sebesar 14,18 % mengalami penurunan pada tahun 2009 yaitu sebesar 12,90%, sedangkan untuk kasus gizi buruk pada tahun 2008 sebesar 0,67 % mengalami peningkatan pada tahun 2009 yaitu sebesar 2,41 % (Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, 2010).

(25)

Namun upaya tersebut ternyata belum mampu menuntaskan permasalahan gizi yang terdapat di Kabupaten Dairi.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi terdapat 66 Kelompok Gizi Masyarakat (KGM) yang dibentuk melalui Program NICE, desa siaga sebanyak 90 desa, dan Posyandu sebanyak 510 Posyandu. Untuk Program NICE sudah berlangsung sejak tahun 2008 sampai dengan 2012, sedangkan untuk program Desa Siaga dan Revitalisasi Posyandu setiap tahunnya dilakukan pembinaan kepada masyarakat. (Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, 2012).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan di Kabupaten Dairi masih banyak ditemukan kasus gizi kurang dan gizi buruk. Hal ini diduga disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah gizi yang terjadi di Kabupaten Dairi. Selain itu rendahnya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi disebabkan kurangnya motivasi masyarakat menyangkut penanggulangan permasalahan gizi dan karakteristik yang meliputi pendidikan, penghasilan, pekerjaan.

(26)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pengetahuan dan motivasi terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam rangka program penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Dairi Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh pengetahuan dan motivasi terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam rangka program penanggulangan gizi di Kabupaten Dairi Tahun 2013.

1.4. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh pengetahuan dan motivasi terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam rangka program penanggulangan gizi di Kabupaten Dairi Tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi pengelola program gizi di Dinas Kesehatan dalam menganalisis program penanggulangan gizi di Kabupaten Dairi. 2. Menambah informasi bagi masyarakat dalam hal permasalahan gizi yang

(27)
(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Partisipasi Masyarakat

2.1.1 Pengerian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi yang berarti keturut-sertaan setiap orang di dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan, pengawasan dalam menguasai dan memelihara alam, bukan sekedar melaksanakan apa yang telah orang (kelompok) lain rencanakan dan putuskan (Maroelak Sihombing, 1980). Menurut WHO (1979), memberikan pengertian bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan masyarakat merupakan hak dan kewajiban anggota masyarakat baik sebagai individu maupun dalam kelompok. Sedangkan Davis dan Newstrom (1993), memberikan pengertian partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan itu.

Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas sektoral secara berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang berjalan, penyuluhan kesehatan dan mobilisasi serta membuat suatu mekanisme yang mendukung kegiatan masyarakat (Depkes, 2005).

(29)

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan di dalam organisasi (Handoko dalam Agusta, 2006).

Menurut Mikkelsen yang dikutip Ardian (2006), yang mengutip mengenai berbagai kajian Food Agriculture Organization (FAO) terdapat beragam arti kata partisipasi, antara lain:

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada program tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.

2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meninggalkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi program pembangunan.

3. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk menggunakan hal tersebut.

4. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, dan monitoring agar memperoleh informasi mengenai konteks sosial dan dampaknya.

5. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela dari masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat.

(30)

Menurut Notoatmodjo (2007) partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam partisipasi, setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan yang diwujudkan dalam 4 M, yakni manpower

(tenaga), money (uang), material (benda – benda lain seperti kayu, bambu, beras, dan sebagainya), dan mind (ide atau gagasan).

(31)

2.1.2 Faktor-faktor Keberhasilan Partisipasi Masyarakat adalah :

Yang menjadi faktor-faktor keberhasilan partisipasi masyarakat adalah (1) kegiatan atau program sesuai dengan situasi dan kondisi sosial dari masyarakat setempat, (2) faktor kepemimpinan dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam menggerakkan masyarakat. Sedang sebagai indikator adanya partisipasi masyarakat keterlibatan yang luas dari masyarakat, dalam hal; (1) pengambilan berbagai keputusan, (2) pelaksanaan kegiatan, (3) pemanfaatan sarana yang telah di bangun, dan (4) pemeliharaan sarana tersebut (Compton, 1982).

Menurut Sadik (1996), Faktor pendukung yang penting lainnya adalah partisipasi masyarakat secara keseluruhan. Partisipasi aktif masyarakat, terutama Tokoh Masyarakat (TOMA) dan Tokoh Agama (TOGA), yaitu mencakup semua tahap: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program.

Menurut Soetomo (2010) yang mengutip pendapat Honaddle at all, menyebutkan sejumlah kriteria agar suatu program dari luar dapat melahirkan institusi yang dapat menjadi sarana tumbuhnya keberlanjutan adalah : (1) dapat menjadi saluran yang meningkatkan arus komunikasi dua arah (2) mereduksi faktor resiko sampai minimal (3) mengembangkan sumber daya lokal. (4) mendorong independensi keputusan ekonomi dan politik masyarakat lokal (5) mengkoordinasikan dan mendistribusikan keuntungan dan kemanfaatan berbagai bentuk bantuan dari luar.

(32)

a. Pendekatan Partisipasi Pasif, Pelatihan Dan Informasi

Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa pihak eksternal yang lebih tahu, lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill dan sumber daya. Bentuk partisipasi ini tipe komunikasi satu arah, dari atas ke bawah, hubungan pihak eksternal dan masyarakat lokal bersifat vertikal.

b. Pendekatan Partisipasi Aktif

Dalam pendekatan ini sudah dicoba dikembangkan komunikasi dua arah, pada dasarnya masih berdasarkan pra anggapan yang sama dengan pendekatan yang pertama, pendekatan ini sudah mulai membuka dialog, guna memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas eksternal, contohnya pendekatan pelatihan dan kunjungan.

c. Pendekatan Partisipasi Dengan Keterikatan

(33)

d. Partisipasi Atas Permintaan Setempat

Bentuk ini mencerminkan kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh masyarakat setempat. Kegiatan dan peranan pihak eksternal lebih bersifat menjawab kebutuhan yang diputuskan dan dinyatakan oleh masyarakat lokal, bukan kebutuhan berdasarkan program yang dirancang dari luar.

Dilihat dari pendekatan proses belajar sosial, pendekatan yang terakhir ini yang lebih sesuai dan banyak digunakan dalam praktik di komunitas. Sebagai salah satu contoh dalam pelaksanaan yang lebih teknis dan operasional dapat disebutkan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA), yang kemudian dikembangkan kedalam pendekatan perencanaan yang partisipatif.

Hasil dari proses belajar sosial adalah peningkatan kapasitas, baik pada tingkat warga masyarakat maupun pada tingkat komunitas, untuk melaksanakan pembangunan dan pengelolaan sumber daya di lingkungan komunitasnya secara mandiri dan berkesinambungan, maka dalam komunitas yang bersangkutan telah terjadi keberlanjutan pembangunan atau sustainability.

(34)

lama sudah dibina untuk mendukung program dari atas sehingga mengurangi bobot fungsinya sebagai wakil rakyat yang memilihnya, maka saat ini dan masa datang harus siap untuk mendukung dan mengakomodasi aspirasi dari bawah melalui musyawarah masyarakat desa. Kondisi yang menggambarkan masyarakat lokal merencanakan dan melaksanakan pembangunan secara mandiri tadi dapat disebut dengan keberlanjutan sosial.

WHO dalam Deklarasi Alma Alta, memberi batasan mengenai pengertian partisipasi masyarakat pada program pembangunan kesehatan masyarakat sebagai proses individu dan keluarga merupakan bagian dari masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap pengembangan kapasitas masyarakat melalui kotribusinya (WHO, 1978).

Dari batasan tersebut, jelas bahwa yang dimaksud sebagai partisipasi masyarakat dalam program kesehatan adalah merupakan (1) suatu proses yang dinamis yang anggota masyarakatnya baik secara individu maupun kelompok, (2) ikut aktif bertanggung jawab pada kesehatan dan kesejahteraan mereka sendiri dan masyarakat pada umumnya, dan (3) meningkatkan kemampuan mereka dalam memberikan kontribusi pada pembangunan kesehatan.

(35)

kegiatan, sehingga terjadi peningkatan kemampuan kelompok tersebut dalam mempertahankan perkembangan yang telah dicapai serta mengembangkan derajat kesehatan dan kesejahteraan secara mandiri.

Perlunya peningkatan pasrtisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowerment) secara aktif yang berorientasi pada pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat (pedesaan). Pemberdayaan masyarakat adalah upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya masyarakat pedesaan secara lebih efektif dan efisien, baik dari (a) Aspek masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana, data, rencana dan teknologi), (b) Aspek proses (pelaksanaan, monitoring dan pengawasan), (c) Aspek keluaran atau output , pencapaian sasaran, efektivitas dan efisiensi (Slamet, 2003).

Partisipasi masyarakat, menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan perencanaan pembangunan diupayakan menjadi lebih terarah, artinya rencana atau program pembangunan yang disusun itu adalah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, berarti dalam penyusunan rencana/program pembangunan dilakukan penentuan prioritas (urutan berdasar besar kecilnya tingkat kepentingannya), dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program pembangunan akan terlaksana pula secara efektif dan efisien.

(36)

(budget) yang hendak digunakan dalam realisasi rencana. Dalam konteks upaya perubahan, langkah untuk melakukan evaluasi dapat dimasukkan dan menjadi bagian dari tahap kerja.

Mengapa anggota masyarakat diajak untuk berperan serta dan didorong untuk berpartisipasi. Alasan atau pertimbangannya adalah anggota masyarakat dianggap bahwa mereka mengetahui sepenuhnya tentang permasalahan dan kepentingannya atau kebutuhan mereka.

1. Mereka memahami sesungguhnya tentang keadaan lingkungan sosial dan ekonomi masyarakatnya.

2. Mereka mampu menganalisis sebab dan akibat dari berbagai kejadian yang terjadi dalam masyarakat.

3. Mereka mampu merumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan dan kendala yang dihadapi masyarakat.

4. Mereka mampu memanfaatkan sumberdaya pembangunan (sumber daya alam, sumber daya masyarakat, dana, teknologi) yang dimiliki untuk meningkatkan produksi dan produktivitas dalam rangka mencapai sasaran pembangunan masyarakatnya.

(37)

Bila dalam perencanaan masyarakat tidak terlibat maka manfaat pembangunan bagi mereka akan kecil/tidak ada, karena pembangunan yang dilaksanakan itu akan tidak selaras dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Akhirnya manfaatnya pun tidak ada bagi masyarakat. Jika pembangunan itu tidak banyak bermanfaat atau tidak dirasakan manfaatnya oleh banyak orang di masyarakat, maka pembangunan itu bukanlah pembangunan untuk masyarakat. Atau apabila manfaat pembangunan itu bagi masyarakat hanya sesaat ,maka pembangunan itu boleh dibilang pembangunan yang tidak berkesinambungan, sehingga dapat dikatakan pembangunan yang gagal. Jadi, pengertian partisipasi dalam konteks pembangunan fasilitas kesehatan yang memerdekakan ini, bukanlah semata-mata berdasarkan "kebaikan hati" para elite pengambil keputusan. Akan tetapi, partisipasi adalah hak dasar yang sah dari umat manusia, untuk turut serta merencanakan saat pelaksanaan musyawarah masyarakat desa, dalam mengendalikan pembangunan fasilitas kesehatan yang menjanjikan sesuai dengan harapan masyarakat.

Seperti banyaknya proyek pengembangan yang sedang trend dilakukan saat ini, makna yang tepat dari partisipasi adalah sesuatu yang sukar dipahami, akhirnya, banyak kritik atau tanggpan dalam pelaksanaan pembangunan merupakan kepentingan dari pembuat program yang keputusannya diambil langsung oleh atasan dengan mengabaikan para bawahan (Gardner, at.al, 1992).

(38)

lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Menurut Max Weber dan Zanden (1988), mengemukakan pandangan multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya 3 komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor internal

Untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan (Slamet,1994:97). Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi (Slamet, 1994:137-143).

Menurut Plumer (dalam Suryawan, 2004:27), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:

(39)

b) Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi;

c) Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.

d) Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan;

(40)

b. Faktor-faktor Eksternal

Menurut Sunarti (dalam jurnal Tata Loka, 2003:9), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program.

2.1.3 Jenis - jenis Partisipasi Masyarakat

Berdasarkan pengertian tentang partisipasi dalam pembangunan seperti diuraikan di atas, maka partisipasi dalam pembangunan dapat dibagi menjadi lima jenis (Slamet, 2003) :

1. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input

tersebut dan ikut menikmati hasilnya. 2. Ikut memberi input dan menikmati hasilnya.

3. Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan secara langsung.

4. Menikmati/memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input.

(41)

Jelaslah kiranya bahwa partisipasi masyarakat sangat mutlak demi berhasilnya pembangunan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tanpa partisipasi masyarakat setiap pembangunan harus dinilai tidak berhasil. Karena itu penting sekali lagi bagi kita semua untuk memikirkan dan mengusahakan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan pembangunan desa (Dwivedi, 2004).

2.1.4 Syarat - Syarat Partisipasi Masyarakat

Setelah menyadari betapa pentingnya partisipasi, maka perlu kita memikirkan lebih lanjut syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Menurut pendapat Slamet (2003), syarat-syarat itu dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu, satu adanya kesempatan untuk membangun dalam pembangunan Desa Siaga, kedua adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan ketiga adanya kemauan untuk berpartisipasi. 2.1.5 Pembangunan Partisipatif

Pembangunan partisipatif dilakukan, menyangkut: (1) tahapan-tahapan dari kegiatan yang harus dilakukan. (2) Analisis-analisis apa yang harus dikerjakan, sampai kepada (3) Penyusunan program pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat, dan akhirnya adalah (4) Implementasi dari program pembangunan yang telah ditetapkan dengan beberapa tahap. Tahapan dari kegiatan yang harus dilakukan adalah: (a) sosialisasi, (b) pendampingan, (c) Penguatan kelembagaan dan (d) implementasi program pembangunan (Wrihatnolo, at all, 2007).

(42)

lebih kreatif dan mampu untuk memanfaatkan peluang, dengan demikian masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan Desa Siaga.

Keberhasilan pembangunan dalam masyarakat tidak selalu ditentukan oleh tersedianya sumberdana keuangan dan manajemen keuangan, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh peran serta dan respons masyarakat terhadap pembangunan atau dapat disebut sebagai partisipasi masyarakat.

Untuk mencapai keberhasilan partisipasi masyarakat dalam pembangunan diperlukan kepemimpinan lokal yang cakap, berwibawa dan diterima oleh masyarakat (capable and acceptable local leadership) yang mampu mensinergikan tradisi sosial budaya dengan proses manajemen modern.

Partisipasi masyarakat dalam tingkat individu dapat dilakukan dengan mendorong/menganjurkan dalam kegiatan dan perlindungan secara memadai. Pengadaan kampanye program kesehatan yang intensif dan penyebaran leaflet

merupakan upaya-upaya yang dilakukan di tingkat masyarakat.

2.2Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat (Toma) adalah orang yang dihormati dan disegani dalam masyarakatnya karena aktivitas dalam kelompoknya serta kecakapan dan sifat tertentu yang dimilikinya (Wikipedia, 2007).

(43)

menurut Donousodo (2008) tokoh masyarakat adalah seseorang yang berpengaruh dan ditokohkan oleh lingkungannya. Penokohan tersebut karena pengaruh posisi, kedudukan, kemampuan, dan kepiawaiannya. Oleh karena itu, segala tindakan, ucapan, dan perbuatannya akan diikuti oleh masyarakat di sekitarnya.

Di dalam operasionalisasi, dikenal dengan dua sebutan bagi tokoh masyarakat, yaitu tokoh masyarakat formal dan tokoh masyarakat informal. Tokoh masyarakat formal adalah seseorang yang ditokohkan karena kedudukannya atau jabatannya di lembaga pemerintahan, misalnya Ketua RT, Ketua RW, Kepala Desa, Lurah, Camat, dan lain-lain. Tokoh masyarakat informal adalah seseorang yang ditokohkan oleh masyarakat di lingkungannya akibat dari pengaruhnya, posisinya, dan kemampuannya yang diakui masyarakat di lingkungannya, yaitu:

1) Tokoh agama: seseorang yang ditokohkan karena kemampuan dan kepiawaiannya di bidang keagamaan.

2) Tokoh adat: seseorang yang ditokohkan oleh masyarakat di lingkungannya karena kemampuan dan kepiawaiannya di bidang adat dan kebudayaan, yang saat ini populer disebut kearifan lokal.

3) Tokoh perempuan: seseorang yang ditokohkan karena kemampuannya, dan suaranya dapat mewakili suara perempuan.

(44)

Jadi, tokoh masyarakat informal adalah seluruh tokoh masyarakat yang diakui karena kedudukan, kemampuan, keahlian, maupun kepiawaiannya di bidang tertentu yang diakui oleh masyarakat di lingkungannya.

Menurut Basri (2006), tokoh masyarakat adalah orang yang memiliki 5 faktor yang mempengaruhi kearifan di tengah masyarakat, yaitu: (1) kondisi spiritual-moral; (2) kemampuan hubungan antar manusia; (3) kemampuan menilai dan mengambil keputusan; (4) kondisi personal; dan (5) kemampuan khusus/istimewa. Dengan demikian seorang tokoh masyarakat dapat ditinjau dari faktor-faktor yang berorientasi ke dalam diri pribadi mereka maupun dari faktor-faktor yang berorientasi ke luar, yaitu keberhasilan berhubungan sosial dengan orang-orang lain.

Para pemuka masyarakat/tokoh masyarakat mungkin adalah formal leader

(pemimpin yang resmi), ataupun informal leader (tidak resmi). Karena mereka pada dasarnya mempunyai pengaruh untuk menggerakkan masyarakat terutama dalam menjalankan program pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan ialah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri melalui proses memampukan masyarakat, “dari, oleh, dan untuk” masyarakat itu sendiri (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Rostiana (2009) menyatakan bahwa karakteristik tokoh masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut :

(45)

Umur adalah usia seseorang yang dihitung mulai sejak lahir sampai dengan batas terahkir masa hidupnya. Umur sangat mempengaruhi seseorang dalam keterlibatannya di dalam kegiatan masyarakat.

Hurlock (2002) menyatakan bahwa umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Masa dewasa dini adalah masa pencaharian kemantapan dan masa produktif dimana dimulainya suatu karier dan merupakan masa reproduksi. Masa dewasa madya dimulai dari umur 41-60 tahun, masa antara umur 41-50 tahun yaitu setelah puas dari hasil yang diperoleh dan menikmati hasil dari kesuksesan mereka sampai mencapai usia 60 tahun. Masa dewasa lanjut (usia lanjut) dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian, ini merupakan masa pensiun. Pendiun selalu menyangkut dengan perubahan peran, keinginan dan nilai perubahan secara keseluruhan terhadap pola kehidupan setiap individu. Jika umur dihubungkan dengan tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin bertambahnya umur maka semakin bertambah pula pengetahuannya.

b. Pendidikan

(46)

pendidikan, keluaran (output) yaitu suatu bentuk perilaku baru atau kemampuan baru dari sasaran pendidikan. Proses tersebut dipengaruhi oleh perangkat lunak (soft ware) yang terdiri dari kurikulum, pendidik, metode dan sebagainya serta perangkat keras (hard ware) yang terdiri dari ruang, perpustakaan (buku-buku), dan alat-alat bantu pendidikan lain (Notoatmodjo, 2005).

Jalur pendidikan formal akan membekali seseorang dengan dasar-dasar pengetahuan, teori dan logika, pengetahuan umum, kamampuan analisis serta pengembangan kepribadian. Blum menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu proses dengan tujuan utama menghasilkan perubahan perilaku manusia yang secara operasional tujuannya dibedakan menjadi tiga aspek yaitu; pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan aspek ketrampilan (psikomotor).

Green (1980) menyatakan bahwa gangguan terhadap penyakit juga disebabkan oleh manusia itu sendiri terutama menyangkut pendidikan, pengetahuan dan sikap seseorang dalam menjaga kesehatan sehingga ia mempunyai kesadaran tinggi terhadap kesehatan baik kesehatan pribadi maupun kesehatan keluarga, begitu juga dalam mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi dan cukup kalori sehingga dapat menjaga kesehatannya terutama pada saat ibu hamil.

(47)

sangat berpengaruh terhadap kesehatan keluarga. Jika pendidikan tinggi, maka banyak mengetahui, ada kemauan untuk mengerjakan apa yang dapat bermanfaat bagi keluarganya.

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah tugas utama atau kegiatan rutinitas yang dimiliki oleh seorang kader posyandu untuk membantu, dan membiayai kehidupan keluarganya serta menunjang kebutuhan rumah tangganya. Pekerjaan juga dapat mempengaruhi seseorang dalam menjaga kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan keluarga. Karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan karena kesibukan membuat seseorang terabaikan akan kesehatannya, termasuk tokoh masyarakat.

Disamping itu adanya hubungan antara jenis pekerjaan dengan keaktifannya sebagai tokoh masyarakat, misalnya saja seorang tokoh masyarakat yang dengan kesibukan tertentu akan mempengaruhi keberadaannya untuk berinteraksi di masyarakat. Begitu juga dengan status sosial ekonomi yang dimiliki oleh tokoh masyarakat akan mempengaruhi kedudukannya berada dalam kelompok masyarakat tersebut ( Notoadmodjo, 2005 ).

d. Status Perkawinan

(48)

mempengaruhi seseorang tokoh masyarakat dalam kedudukannya di tengah-tengah masyarakat.

2.3Pengetahuan

2.3.1 Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berkenaan dengan suatu hal/objek (Azwar, 2005). Menurut Notoadmojo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objektertentu. Pengindraan terjadi melalui pengindraan manusia, yaitu indra melihat, indra pendengar, penciuman, rasa dan raba, sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

2.3.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2003), menyatakan bahwa pengetahuan yang tercangkup dalam domain koqnitif memmpunyai enam tingkatan.

a) Tahu (know)

(49)

b) Memahami (comperhenti)

Memahami diartikan sebagai suatau kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari.

c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan yang menyimpulkan materi yang telah dipelajari pada stuasi atau kondisi yang sebenarnya aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip- prinsip siklus pemecahan masalah dalam pemecahan masalah ketiga dari kasus yang diberikan.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa dapat memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e) Sintesis (synthesis)

(50)

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi. Baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian tersebut didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menghadapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan penyebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya.

Menurut Rogers (1983) knowledge (pengetahuan) adalah suatu tahapan ini individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Apa?, bagaimana?, dan mengapa? merupakan pertanyaan yang sangat penting pada tahap ini. Tahap ini individu akan menetapkan “ Apa inovasi itu? bagaimana dan mengapa ia bekerja?. Pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan, yaitu:

(51)

Karena kurangnya informasi tersebut maka masyarakat tidak merasa memerlukan akan inovasi tersebut. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu inovasi. b. How-to-knowledge (pengetahuan pemahaman), yaitu pengetahuan tentang

bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan inovasi ini.

c. Principles-knowledge (prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah ide tentang teori kuman, yang mendasari penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi perkampungan dan kampanye kesehatan.

2.3.3 Pengukuran Pengetahuan

(52)

2.4Motivasi

Menurut Quinn (1995) dalam Notoatmodjo (2005) Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Didalam konsep motivasi kita juga akan mempelajari sekelompok fenomena yang mempengaruhi sifat, kekuatan dan ketetapan dari tingkah laku manusia.

John Elder (1998) masih dalam Notoatmodjo (2005), mendefenisikan motivasi sebagai: interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku. Defenisi ini lebih menekankan pada hal-hal yang dapat diobservasi dari proses motivasi.

2.4.1 Teori Motivasi

Ada dua aliran teori motivasi, yaitu motivasi yang dikaji dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan atau contens theory dan ada yang mengkaji dengan mempelajari prosesnya atau disebut sebagai process theory (Wood et all, 1998 dalam Notoatmodjo, 2005). Teori-teori pada Content theory mengajukan cara untuk menganalisis kebutuhan yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku tertentu, sedangkan process theory berusaha memahami proses berfikir yang ada yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu.

(53)

tingkatan, yaitu ; 1). Kebutuhan fisiologis seperti misalnya kebutuhan untuk makan dan minum, tidur dan seks, 2). Kebutuhan akan rasa aman, dalam hal ini setiap manusia selalu ingin mendapatkan lingkungan hidup yang aman, kedua kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan primer, 3). Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, kebutuhan ini mencerminkan bahwa manusia adalah mahluk sosial, dimana dalam hal ini setiap manusia selalu ingin hidup berkelompok agar dapat mencintai dan dicintai, 4). Kebutuhan untuk dihargai, yaitu kebutuhan untuk diakui oleh lingkungannya, 5). Kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling tinggi dan merupakan kebutuhan yang paling sulit untuk dipenuhi (Notoatmodjo, 2005). 2.4.2 Pengukuran Motivasi

(54)

mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing motivasi klien. 3). Observasi perilaku. Cara lain untuk mengukur motivasi adalah dengan membuat situasi sehingga klien dapat memunculkan perilaku yang mencerminkan motivasinya. Misalnya, untuk mengukur keinginan untuk berprestasi, klien diminta untuk memproduksi origami dengan batas waktu tertentu. Perilaku yang diobservasi adalah apakah klien menggunakan umpan balik yang diberikan, mengambil keputusan yang berisiko dan meningkatkan kualitas daripada kuantitas kerja.

2.4.3 Jenis Motivasi

Menurut Notoatmodjo (2005) berdasarkan sumber dorongan terhadap perilaku, motivasi dapat dibedakan menjadi dua 1). Motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam kebutuhan sehingga manusia menjadi puas. 2). Motivasi ekstrinsik. Motivasi ektrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan.

Teori McClelland’s Achievement Motivation Theory dikutip dari Mangkunegara (2001) menyimpulkan ada tiga faktor atau dimensi dari motivasi, yaitu motif, harapan dan insentif. Ketiga dimensi tersebut dapat diuraikan seperti berikut:

a. Motif

(55)

diri setiap orang, tingkatan alasan atau motif-motif yang menggerakkan tersebut menggambarkan tingkat untuk menempuh sesuatu.

b. Harapan

Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. Seseorang dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya tinggi bila meyakini upaya tersebut akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran.

c. Insentif

Insentif yang diberikan kepada masyarakat sangat berpengaruh terhadap motivasinya. Hal ini sesuai dengan Edwin Locke (Mangkunegara, 2005) yang menyimpulkan bahwa insentif jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Dalam pemberian insentif dapat memacu motivasi kerja dan mampu mencapai kinerja yang maksimal.

(56)

2.5 Gizi

2.5.1 Definisi dan Penanggulangan Gizi

Permasalahan gizi masyarakat di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu masalah gizi makro dan masalah gizi mikro. Masalah gizi makro terjadi karena adanya ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Sedangkan masalah gizi mikro disebabkan oleh kekurangan asupan vitamin dan mineral seperti zat besi atau kalsium. Kekurangan gizi ini dapat terjadi di semua umur (Setyawati, 2010).

Penderita gizi dapat dipolakan kepada dua kelompok: Penderita gizi kurang dan penderita gizi buruk yang lebih dikenal dengan sebutan busung lapar (Mulia, 2007). Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi, merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Dari contoh 32 % jumlah anak yang tergolong berat kurang sehat ditaksir ada 3% yang dalam keadaan gizi buruk. Dalam golongan ini dikenal dua bentuk yaitu kwashiorkor dan marasmus.

(57)

penyebab utama kwashiorkor, sedang zat pangan pemberi tenaga mungkin cukup diperolehnya atau bahkan berlebihan.

Marasmus berarti kelaparan atau anak tak cukup mendapat makanan jenis zat pangan mana pun, baik protein maupun zat pemberi tenaga. Mempunyai ciri-ciri: muka kurus seperti muka orang tua, kepala tampak besar karena badannya kurus kecil. Tangan dan kakinya seperti tongkat kurusnya dan rusuk-rusuk kelihatan nyata (Adisasmito, 2008). Penderita gizi buruk mudah dikenali karena terlihat secara kasat mata dari kondisi tubuh anak. Sebaliknya, penderita gizi kurang tidak mudah diketahui atau dikenali oleh masyarakat umum. Akibatnya, meskipun jumlahnya lebih banyak, namun mereka kurang mendapatkan perhatian, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarkat. Penderita gizi kurang sangat berpotensi menjadi penderita gizi buruk atau busung lapar, apabila tidak dilakukan upaya-upaya pemulihan dan pengobatan secara cepat dan tepat.

(58)

Dengan ungkapan lain, anak-anak penderita kurang gizi yang menurun status gizinya menjadi penderita gizi buruk atau busung lapar, tidak akan bisa dipulihkan kembali menjadi anak yang tumbuh normal. Mereka akan menghadapi dua kemungkinan kondisi yang sama buruknya, yaitu: meninggal dunia atau bertahan hidup dalam kondisi lemah (retardasi) mental. Sebab gizi buruk atau busung lapar bersifat irreversible (tidak dapat diubah). Dapat dibayangkan apa yang terjadi dengan masa depan negeri ini apabila 5 juta anak yang terancam kekurangan gizi itu tak terselamatkan dan jatuh dalam kondisi busung lapar. Indonesia akan menghadapi masalah hilangnya sebuah generasi atau bahkan akan kehilangan masa depannya sendiri (Mulia, 2007).

Persoalan rendahnya kualitas gizi masyarakat kembali mencuat di negara ini, setelah media massa nasional kembali membongkarnya dipertengahan tahun 2005 lalu. Sejak saat itu, kasus busung lapar menjadi sorotan publik, terutama busung lapar di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mempunyai ranking tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya. Pemberitaan yang gencar tentang kasus tersebut, memaksa pemerintah turun tangan dan menetapkan kasus busung lapar sebagai kejadian luar biasa (KLB). Akan tetapi, berita mengenai tragedi busung lapar ini kembali menjadi tragedi tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa politik yang hingar bingar di pusat dan daerah.

(59)

muncul sebagai respon konkret terhadap meningkatnya kasus busung lapar atau gizi buruk, bahkan telah menjadi ancaman serius terhadap masa depan negeri ini. Data Departemen Kesehatan pada tahun 2004 menunjukkan, sekitar 5 juta anak balita terancam kekurangan gizi, 3,6 juta anak balita menderita kurang gizi dan 1,5 juta anak balita menderita gizi buruk. Data tersebut sejatinya hanyalah fenomena “Gunung Es.” Artinya, yang terjadi sesungguhnya jauh lebih parah dan lebih memprihatinkan.

Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan nasional. Untuk memperoleh dampak program yang optimal, pendekatan upaya perbaikan gizi masyarakat didasarkan pada pendekatan siklus hidup manusia, yaitu sejak janin dalam kandungan, bayi, balita, usia sekolah, remaja, dewasa, dan lanjut usia.

2.5.2 Penyebab Gizi Buruk

Berdasarkan Kerangka Pikir Penyebab masalah gizi (Unicef, 1990), gizi kurang dan gizi buruk disebabkan oleh penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.

1. Penyebab langsung

(60)

mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung

(61)

2.5.3. Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk

Menurut Soekirman (2003), masalah gizi yang pada beberapa waktu ini mulai sering muncul terkait dengan tidak adanya kebijakan pembangunan yang jelas tentang arah perbaikan gizi. Kebijakan yang diperlukan meliputi lima hal. Pertama, pelayanan gizi dan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang dilaksanakan tahun 1970-1990an, penimbangan balita di Posyandu dengan KMS. Kedua, pemberian suplemen zat gizi mikro seperti pil besi kepada ibu hamil, kapsul vitamin A kepada balita dan ibu nifas. Ketiga, bantuan pangan kepada anak gizi kurang dari keluarga miskin. Keempat, fortifikasi bahan pangan seperti fortifikasi garam dengan yodium, fortifikasi terigu dengan zat besi, seng, asam folat, vitamin B1 dan B2. Kelima, biofortifikasi, suatu teknologi budi daya tanaman pangan yang dapat menemukan varietas padi yang mengandung kadar zat besi tinggi dengan nilai biologi tinggi pula sebagai contoh (Soekirman, 2007).

Kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi masalah gizi buruk adalah (Depkes RI, 2005) :

(62)

2. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan komprehensif dengan mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan yang didukung upaya pengobatan dan upaya pemulihan.

3. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua kabupaten atau kota secara terus-menerus dengan koordinasi lintas instansi/sektor atau dinas dan organisasi masyarakat.

4. Penanggulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara demokratis dan transparan melalui kemitraan di tingkat kabupaten atau kota antara pemerintahan daerah, dunia usaha, dan masyarakat.

5. Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu dengan meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat, serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.

Masyarakat yang telah berdaya diharapkan berperan sebagai pelaku/pelaksana, melakukan advokasi, dan melakukan pemantauan untuk peningkatan pelayanan publik. Strategi yang dilaksanakan untuk penanggulangan gizi buruk (Depkes RI, 2005) yaitu:

(63)

2. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi posyandu.

3. Meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas.

4. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MPASI, dan makanan tambahan.

5. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang serta pola hidup bersih dan sehat.

6. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta atau dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang.

(64)

2.5.4. Upaya Menanggulangi Masalah Gizi

Upaya menanggulangi masalah gizi seimbang, yakni : gizi kurang dan gizi lebih adalah dengan membiasakan mengkonsumsi hidangan sehari-hari dengan susunan zat gizi yang seimbang. Ada 13 pesan dasar gizi yang seimbang, yaitu :

1. Makanlah aneka ragam makanan

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi 4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan

energi

5. Gunakan garam beryodium

6. Makanlah makanan sumber zat besi

7. Berikan air susu ibu (ASI) saja pada bayi sampai umur enam bulan 8. Biasakan makan pagi

9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya 10.Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur 11.Hindari minum minuman beralkohol

12.Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan 13.Bacalah lebel pada makanan yang dikemas

(65)

pertanian dan teknologi pangan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh perbaikkan pola konsumsi pangan ,masyarakat yang beranekaragaman dan seimbang dalam mutu gizi. (Almatsier, 2002).

Upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan pemerintah secara terpadu antara lain :

1. Upaya pemenuhan persedian pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi beranekaragam pangan.

2. Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga.

3. Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari pos pelayanan terpadu (posyandu).

4. Peningkatan upaya keamanan pangan gizi melalui sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)

5. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat.

6. Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas.

7. Intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi serta kapsul minyak yodium.

(66)

9. Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium dan zat besi. 10.Upaya pengawasan makanan dan minuman.

11.Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi (Almatsier, 2002).

2.6Landasan Teori

Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat di masa datang perlu dilakukan dengan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah sejalan dengan kebijakan pemerintah. Selain itu, diperlukan berbagai program yang efektif untuk memperoleh hasil yang maksimal yakni penurunan angka gizi buruk.

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi, secara umum dipengaruhi oleh status kesehatan, tingkat pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik, serta secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi makanan (Suharjo,1992). Akan tetapi penyebab yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi pangan yang diproduksi dan tersedia (Harper, 1986). Rogers (1983) berpendapat bahwa pengetahuan terdiri dari tiga komponen, yaitu: kesadaran, pemahaman dan prinsip dasar.

(67)

Menurut Plumer menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Pangestu (1995) dalam Febriana (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program adalah segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan diantaranya; umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan motivasi.

Selain itu berdasarkan Ross (1970) yang dikutip oleh Amin (2002) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam program kesehatan adalah tingkat pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan semakin tinggi tingkat partisipasinya.

2.7Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian, sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Motivasi

Pengetahuan Partisipasi

Tokoh Masyarakat Karakteristik

- Usia

- Pendidikan

- Pekerjaan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Metode Pengukuran
Tabel 3.2.  Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas
Tabel 3.2. (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sanggahan sudah diterima selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman ini dengan tembusan kepada Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan Pengadaan, peningkatan,

Berdasarkan Hasil Evaluasi Penawaran dan Evaluasi Kualifikasi yang dilakukan oleh Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang/Jasa Di Lingkup

inter lingual errors when the learners first get language habits (pattern, system, or2. rules) which interfere or prevent the learners from acquiring the pattem and

Menetapkan apakah sistem telah didesain untuk sesuai dengan kebijakan operasional dan pelaporan, perencanaan, prosedur, hukum, dan peraturan yang berlaku.. Melakukan

menyelesaikan tugas akhir dengan judul “ Studi Pelayanan Pusat Perbelanjaan Pasar Sentral Sengkang Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo5. Tak lupa pula salawat dan salam

Dalam plot segi empat sama sisi, plot-plot di sebelah dalam tanaman batas berbatasan dengan pohon-pohon dari seedlot yang sama, dan dari sebab itu tumbuh

[r]

Front-End Website System untuk meningkatkan usability moodle dengan menggunakan metode Human-Centered Sofware Engineering. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu