• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurikulum MA 2004: Mempertahankan Ciri Khas ke-Islaman sebagai Karakteristik Asli Madrasah Karakteristik Asli Madrasah

KARAKTERISTIK KURIKULUM MADRASAH ALIYAH

C. Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003

1. Kurikulum MA 2004: Mempertahankan Ciri Khas ke-Islaman sebagai Karakteristik Asli Madrasah Karakteristik Asli Madrasah

Kedudukan madrasah semakin kokoh, merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional dengan keluarnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Dalam pasal 18 disebutkan bahwa pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau berbentuk lain yang sederajat.144 Pada kurikulum sebelumnya sebutan nama SMA adalah SMU, untuk SMK masih STM, SMEA dan lain-lain, namun sebutan MA masih tetap.

Di sisi lain munculnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Terkait dengan madrasah, sebelumnya –sebelum munculnya UU ini– madrasah secara full dan otonomi di bawah wewenang Departemen Agama, setelah munculnya UU No. 22 ini, agama tidak diotonomikan, sedangkan pendidikan termasuk bagian

143

Departemen Agama RI, Sejarah Madrasah, 187. Bandingkan dengan Barry Franklin yang mengatakan bahwa kita butuh interes sosial yang dapat membimbing untuk menyeleksi kurikulum dan organisasi. Lihat, Michael, Ideology and Curriculum, 61.

144

114

yang diotonomikan.145 Dengan demikian sebenarnya mata pelajaran umum yang ada di madrasah di bawah otoritas Dinas Pendidikan yang ada di daerah, sedangkan untuk mata pelajaran rumpun PAI tetap di bawah otoritas Departemen Agama, karena tidak diotonomikan. Konsekwensi logisnya, mata pelajaran PAI yang ada di sekolah juga menjadi otoritas Departemen Agama.

Menteri Agama dalam suratnya kepada Menteri Dalam Negeri No. MA/402/2000, tanggal 21 November 2000 tentang penyerahan wewenang di bidang agama dan keagamaan. Dalam surat tersebut dinyatakan sebagai menindaklanjuti keputusan rapat tanggal 26 September 2000 yang membahas tanggapan dan masukan dalam rangka PP No. 84 Tahun 2000 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 118/1375/PUMDA tentang rencana kerja percepatan implementasi Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 2000 disampaikan bahan dari Departemen Agama bahwa kewenangan penyelenggaraan pendidikan agama pada sekolah umum dan penyelenggaraan MI, MTs dan MA diserahkan kepada daerah kabupaten/kota sesuai asas desentralisasi pemerintah yang meliputi aspek-aspek; operasional penyelenggaraan, penjabaran kurikulum, penyediaan tenaga dan kependidikan, penyediaan sarana dan prasarana, penyediaan anggaran.146 Di sini sebenarnya juga terkesan bahwa Dinas Pendidikan hendak berminat mengurusi madrasah lagi, rupanya Departemen Agama tetap dalam pendiriannya tidak mau melepas madrasah. Buktinya sampai sekarang madrasah tetap di bawah kewenangan Departemen Agama.

Dalam rangka menyikapi kebijakan yang ada dan mengejar ketertinggalan madrasah, A. Malik Fadjar rupanya tidak tinggal diam, terlebih beliau adalah orang yang pernah menjadi Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Nasional. Untuk ini Malik menetapkan eksistensi Madrasah untuk memenuhi tiga tuntutan minimal dalam peningkatan kualitas madrasah, yaitu (1) bagaimana menjadikan madrasah sebagai

145

Haidar, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, 176. 146

Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 145-146.

wahana untuk membina ruh dan praktek hidup ke-Islaman; (2) bagaimana memperkokoh keadaan madrasah sehingga sederajat dengan sistem sekolah; (3) bagaimana madrasah mampu merespon tuntutan masa depan guna mengantisipasi perkembangan iptek dan era globalisasi.147 Tiga jargon Malik tersebut sebenarnya perlu direnungi secara dalam, sehingga madrasah bangkit dan melaksanakan pembaharuan. Terlebih munculnya kurikulum 2004 yang syarat dengan otonomi daerah, madrasah juga harus menyesuaikan diri.

Kurikulum 2004 yang diilhami oleh UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, dalam pasal 36 dan 38, disebutkan bahwa kurikulum dikembangkan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah.148 Melihat realitas yang demikian madrasah juga harus bersikap, dengan tetap mempertahankan ciri khas ke-Islamannya.

Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 2004 disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Substansi KBK adalah kompetensi, sedangkan kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus, sehingga memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten dalam bidang tertentu. Dengan kata lain, kompeten mempunyai arti memiliki pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.149 Deborah DeZure mengartikan

147

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, 197-199.

148

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 24, 26.

149

Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Kejuruan Arah dan Prospek Pengembangan (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004), 40. Lihat juga, Syafrudin Nurdin, Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), xi.

116

kompetensi, para siswa yaitu mampu mempraktekan apa yang mereka ketahui.150 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) berarti menuntut seorang siswa mampu menguasai teori dan praktek.

Secara umum kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu pertama, kompetensi tamatan adalah pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan belajar pada suatu jenjang tertentu. Kedua, kompetensi mata pelajaran adalah rumusan kompetensi siswa dalam berfikir, bersikap dan bertindak setelah menyelesaikan pelajaran tertentu. Ketiga, kompetensi rumpun mata pelajaran adalah kompetensi-kompetensi yang dihasilkan dari setiap mata pelajaran dan kompetensi rumpun mata pelajaran akan menghasilkan kompetensi lulusan. Keempat, kompetensi lintas kurikulum adalah kompetensi yang dapat diterapkan untuk beberapa mata pelajaran.151 Ketika empat hal di atas dapat dikuasai oleh siswa berarti KBK dapat berhasil secara ideal.

Kurikulum Berbasis Kompetensi menekankan pada hasil dan proses. Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada hasil menekankan pada pemahaman, pengahayatan secara komprehensip dan perwujudannya dalam berfikir dan berbuat atau bertindak sebagai dampak dari pemahaman dan pengahayatan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai. Pengembangan kurikulum berorientasi pada proses menekankan pada terlaksananya proses pembelajaran dan suasana yang kondusif bagi pembentukan atau pencapaian kompetensi.152 Disamping KBK berorientasi pada hasil dan proses, KBK juga memperhatikan keberagaman yang

150

Deborah DeZure, Innovations in the Undergraduate Curriculum dalam James W Guthrie (ed.), Encyclopedia of Education (New York: Thomson, 2003), 510. Kita dapat melihat bahwa otak dalam pengajaran untuk mengetahui content ilmu pengetahuan dan harus menjadikan otak itu dapat menyeleksi content ilmu pengetahuan itu yang demikian disebut term perkembangan kompetensi. Lihat, Kelly, The Curriculum, Theory and Practice (London: Sage Publication, 2004), 87.

151

Syafrudin, Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, xi.

152

dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.153 Munculnya KBK pendidikan berbasis multikultural kiranya dapat direalisasikan.

Apabila dibandingkan jenis nama pelajaran agama antara mata pelajaran dalam struktur kurikulum madrasah tahun 1994 dengan struktur tahun 2004, tidak mengalami perubahan karena jenis mata pelajaran itu masih didasarkan atas Keputusan Menteri Agama No. 110 Tahun 1982 tentang pembidangan ilmu ke-Islaman. Namun bila dilihat dari sisi alokasi waktu setiap mata pelajaran, berubah sangat signifikan, karena terkait dengan hasrat peningkatan mutu PAI di madrasah.154 Pada kurikulum tahun 2004 dihindarkan pertemuan tatap muka yang hanya satu jam pelajaran, agar pembobotan dalam prinsip belajar tuntas dapat diselesaikan. Adapun keseluruhan jumlah jam pelajaran perminggu dipertahankan seperti yang tercantum pada struktur kurikulum tahun 1994.155 Secara riil bila mengikuti kurikulum Diknas sebenarnya alokasi waktu untuk PAI sangat sedikit, tetapi secara intern Depag juga membuat kebijakan supaya jangan sampai ciri khas ke-Islaman itu hilang. Melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) kurikulum MA terus dipertahankan ciri khas ke-Islamannya, dengan cara mengatur alokasi waktu serta content materi mata pelajaran PAI tersendiri yang berbeda dengan mata pelajaran PAI yang ada di SMA.156

Pada kurikulum tahun 2004, jenis mata pelajaran madrasah dengan sekolah umum sama, MI sama dengan SD, MTs sama dengan SMP, MA sama dengan SMA, MAK sama dengan SMK. Bedanya hanya di Pendidikan Agama, baik jenis maupun alokasi waktunya, di sekolah umum berkisar 2-3 jam perminggu, di madrasah 7–12 jam perminggu.157 Perbedaan alokasi waktu PAI di SMA dengan di MA cukup tinggi,

153

Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Kejuruan Arah dan Prospek Pengembangan, 41.

154

Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 202. 155

Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 202. 156

Wawancara dengan Unang Rahmat Kaur Kurikulum Madrasah Aliyah (MA) Kementerian Departemen Agama pada tanggal 4 Januari 2010.

157

118

karena kurikulum MA mempertahankan ciri khas ke-Islamannya, inilah sisi politis yang cukup substansial untuk dikaji.

Kurikulum Madrasah Aliyah umum terdiri dari dua rumpun mata pelajaran utama, yaitu rumpun mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab, dan rumpun mata pelajaran non PAI mulai kelas XI (kelas 2 Madrasah Aliyah), diselenggarakan program pilihan. Di Madrasah Aliyah umum terdapat program studi yaitu, 1) program studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), 2) program studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan 3) program studi Bahasa. Pemilihan program studi dilaksanakan sejak kelas XI (kelas II Madrasah Aliyah). Dengan demikian kelas X (kelas I Madrasah Aliyah) merupakan program bersama yang diikuti oleh semua siswa. Ketika mereka naik ke kelas XI, siswa mengikuti program studi pilihan tersebut. Keempat program studi tersebut adalah; pertama, program studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pemahaman prinsip alam serta mendorong siswa untuk bekerja dan bersifat ilmiah. Fokus program studi ini pada mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Kedua, program studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menekankan pada pemahaman prinsip-prinsip kemasyarakatan untuk mendorong siswa mengembangkan potensinya dalam menciptakan kedamaian dan kesejahteraan hidup bersama. Konsentrasi program studi ini pada mata pelajaran, Kewarganegaraan, Ekonomi, Sejarah dan Sosiologi. Ketiga, program studi Bahasa menekankan pada pemahaman prinsip-prinsip multikultural dan komunikasi secara intensif melalui bahasa. Konsentrasi program studi bahasa ini pada mata pelajaran Bahasa dan Sastera Indonesia, Bahasa dan Sastera Inggris, Bahasa Asing lainnya (selain Bahasa Arab), Teknologi Informasi dan Komunikasi.158Keempat, program studi Ilmu Agama Islam, menekankan pada penguasaan materi-materi dasar ilmu pengetahuan agama Islam. Konsentrasi mata pelajaran untuk program ini adalah Tafsir dan Ilmu Tafsir, Ilmu

158

Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004 (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2004), 23-24.

Hadis, Tasawuf, dan Ilmu Kalam. Adapun struktur masing-masing kurikulum Madrasah Aliyah tahun 2004 ini terlampir (lihat tabel 18-22).159

Untuk Madrasah Aliyah Keagamaan, mata pelajarannya dibagi atas tiga bidang pengembangan, yaitu pertama, bidang pengembangan karakter, dimaksud sebagai pemberian peluang atau mata kajian yang dianggap dapat memberikan nilai tambah bagi sekolah bersangkutan, meliputi Pendidikan Akhlak, Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia. Kedua, bidang pengembangan pendidikan akademik, meliputi Qur’an Hadis, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Fikih, Ushul Fikih, Tauhid, Akhlak, Tasawuf, Sejarah Peradaban Islam, Bahasa Arab, Matematika, Sains, Ilmu Sosial dan Bahasa Inggris. Ketiga, bidang pengembangan pendidikan ketrampilan, meliputi, Olahraga, Kesenian, Komputer, Akuntansi, dan Vokasional. Unggulan Madrasah Aliyah Keagamaan adalah Kajian Islam, Pengantar Penelitian dan Bahasa Asing lainnya.160 Prosentase perbandingan mata pelajaran antara kelompok mata pelajaran agama dan umum, adalah 60% agama dan 40% umum. Walaupun kelihatannya banyak jenis mata pelajaran umumnya dibanding agama tetapi alokasi jam pelajaran agama lebih banyak dibanding umum. Khusus mata pelajaran bahasa, Bahasa Arab dan Inggris diberikan pada seluruh semester (6 semester) dan diajarkan 4/6 jam pelajaran setiap minggu. Tingginya jam pelajaran tersebut didasarkan atas alasan bahwa kedua bahasa tersebut merupakan core dari kebijakan kurikulum MAK, disamping materi pelajaran agama. Dalam hal ini siswa dituntut menguasai kedua bahasa dalam percakapan sehari hari. Sejak diterima menjadi siswa MAK, pada dua semester pertama siswa dipadatkan dengan pelajaran kedua bahasa baik melalui pembelajaran di kelas, tutorial maupun melalui kajian kelompok. Sebab di semester

159

Lihat, Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 25 - 28 dan 30.

160

Lihat, Departemen Agama RI, Landasan dan Standar Nasional Kurikulum Pendidikan Keagamaan: Satuan Pendidikan Madrasah Aliyah Keagamaan (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2001), 11-12.

120

dua siswa harus mampu berkomunikasi dengan dua bahasa tersebut. Adapun struktur kurikulum Madrasah Aliyah Keagamaan terlampir (lihat tabel 23).

Penyelenggaraan proses belajar mengajar program MAK secara umum dilakukan dengan mengadopsi sistem pondok pesantren. Pembelajaran dikemas melalui tiga program, yaitu pembelajaran pagi, program tutorial sore dan program pengkajian kitab. Meskipun demikian, di luar program yang telah terjadwal masih ada kegiatan yang bersifat pengembangan kemampuan dan pengetahuan siswa serta kegiatan keagamaan. Kegiatan semacam ini dilakukan pada pagi hari setelah subuh sampai jam 6. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi tilawah/tadarus al-Qur’an, pengembangan kosa kata Arab dan Inggris, kuliah tujuh menit (kultum) dengan menggunakan bahasa Arab/Inggris dan conversation Arab dan Inggris.

Program pembelajaran pagi merupakan program utama/kurikulum seperti pada madrasah reguler, yakni siswa melakukan belajar pada pagi hari mulai pukul 07.00 sampai dengan pukul 13.30 dengan materi pelajaran sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan. Dalam hal ini, siswa mengikuti proses belajar mengajar seperti lazimnya sekolah. Kegiatan belajar mengajar dilakukan di dalam kelas yang dipimpin oleh seorang guru. Materi pelajaran terjadwal sesuai kurikulum yang telah ditetapkan.

Program tutorial sore, meskipun bukan program utama/kurikuler, namun sebenarnya merupakan program inti dari penyelenggaraan MAK. Sebab dalam program ini, materi yang diajarkan meliputi materi keagamaan (kajian ke-Islaman) dan pengembangan serta pendalaman bahasa (Arab dan Inggris). Metode yang digunakan sama dengan program pagi yakni kegiatan belajar mengajar secara klasikal yang dipimpin oleh seorang guru/tutor. Rata-rata kegiatan ini dilakukan mulai pukul 14.30 sampai dengan pukul 17.00 wib.

Program pengkajian kitab meliputi kitab-kitab fikih, tafsir, hadis, bahkan tasawuf. Program ini dilaksanakan setelah maghrib selama satu jam mulai pukul 18.15 sampai dengan 19.15 menjelang isya dipimpin oleh seorang ustadh atau kyai.

Kegiatan belajar tidak dilakukan di kelas, tetapi di mushala dengan sistem h}alaqah161

yakni para murid duduk melingkar mengitari ustadh/kyai. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode tradisional bandongan162 atau biasa disebut weton, yakni seorang ustadh/kyai membacakan kitab, menterjemahkannya kemudian menerangkan isinya kepada kelompok murid yang mendengarkan. Kadang-kadang ustadh/kyai mengulas beberapa buku Islam dalam menerangkan isi kitab tersebut sebagai bahan perbandingan. Para murid kemudian mencatat setiap hal yang dianggap penting baik meliputi arti atau ulasan materi kitab. Program belajar mandiri atau kelompok merupakan kegiatan rutin yang dilakukan siswa setelah shalat isya sampai dengan pukul 22.00 malam.163 Gambaran kurikulum MAK sebenarnya cukup ideal, tetapi MAN tidak sukses melanjutkan estafet ini, kurikulum tersebut sekarang diadop oleh pesantren modern dengan boarding school-nya. Terbukti mereka cukup berhasil secara kualitas dan banyak diminati masyarakat.

Salah satu landasan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah yang bersifat empiris, dalam kajian dokumen kurikulum 1975, 1984, 1994 pada dasarnya adalah kurikulum berbasis materi, sehingga dalam pembelajarannya terasa terburu-buru dan menekankan ketercapaian materi yang menjadi tuntutan kurikulum dan mengesampingkan kebutuhan ketercapaian kompetensi yang

161

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, 23.

162

Metode bandongan ini dilaksanakan, seorang kyai/ustadh membaca dan menjelaskan isi suatu kitab dalam lingkaran murid-muridnya, sementara para murid (santri) memegang bukunya sendiri; mereka mendengarkan penjelasan guru dan membuat catatan pada sisi halaman kitab atau dalam buku catatan khusus. Lihat, Azra, Surau, Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi, 99.

163

Secara umum demikian penyelenggaraan MAK terutama yang berstatus swasta, seperti MAK Diponegoro, Klungkung, Bali, dan MAK Bahrul Ulum, Jombang Jawa Timur. Namun MAK yang dikelola oleh Departemen Agama melalui MAN kebijakan penyelenggaraannya sampai saat ini belum dapat sepenuhnya dilaksanakan secara mandiri oleh pengelola MAK. Manajemen pengelolaan program berada di bawah kepemimpinan yang sama dengan MAN, sehingga pengelola MAK belum memiliki otonomi penuh untuk melakukan pengelolaan. Lihat, Suwendi dkk, ”Restrukturisasi MAK: Studi Kebijakan Penyelenggaraan Program Tafaqquh Fi> al-di>n Era UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003”, dalam Edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan), Volume 4, Nomor 4, Oktober-Desember 2006, 16-17.

122

seharusnya dikuasai siswa. Dari hasil kajian terhadap literatur, kurikulum, buku panduan, dan buku-buku pelajaran di negara-negara maju, seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia dan Singapura, perkembangan pendekatan kurikulum sejak akhir 1960-an sampai dengan tahun 1980-an telah menggunakan pendekatan berbasis kompetensi (competence based approach) dan pendekatan belajar tuntas (mastery learning aproach).164 Demikian pula Jepang, tahun 1980 Jepang sudah memasuki era postindustri (ini adalah hasil dari kompetensi), ini menunjukkan bahwa jauh sebelumnya Jepang telah mereformasi kurikulum sekolahnya. Sebab tanpa reformasi kurikulum pendidikan tidak akan maju, ketika pendidikan mundur, industri juga akan terpuruk. Shigeru Asanuma, melaporkan tentang reformasi pendidikan Jepang untuk abad 21 yang berimplikasi pada pendidikan ke arah era postmodernisasi Jepang. Dalam laporannya Shigeru mengemukakan bahwa reformasi kurikulum terkait erat dengan kebijakan pemerintah secara politis.165 Hal ini identik dengan Yonghwan Lee ketika menulis Politik dan Teori dalam Sejarah Reformasi Kurikulum di Korea Selatan, ia melaporkan bahwa reformasi kurikulum selalu diikuti perubahan situasi politik, khususnya setelah tahun 1945. Oleh karena itu, ukuran kekuatan politik selalu dibutuhkan dalam mereformasi kurikulum nasional, kedunya include dalam menentukan content dari kekuatan itu dan mengakui kurikulum untuk pendidikan kontemporer serta teori kurikulum yang dikenalkan di Korea. Setiap kurikulum

164

Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 181-182. Belajar tuntas (mastery learning) adalah sebuah pola pembelajaran yang mengharuskan pencapaian siswa secara tuntas, terhadap setiap unit pembahasan dan pemberian tes formatif pada setiap pembelajaran baik sebelum maupun sesudahnya untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang telah mereka pelajari serta penguasaan minimal 80% dari isi (content) kurikulum. Lihat, C. Ellis, Fundamental of Human Learning, Memory, and Cognition (University of New Mexico: Wim. C. Brown Company Publishers, 1978), 108. Model pembelajaran dalam belajar tuntas ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu model individual dan model kelompok. Kemudian konsep belajar tuntas kaitannya erat dengan kompetensi, lihat, J. Carroll, A Model of School Learning (Teacher College Record, 1963), 64. Dengan demikian belajar tuntas cocok diterapkan di Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

165

Shigeru Asanuma, “Japanese Educational Reform for the 21st Century: The Impact of The New Course of Study Toward the Postmodern Era in Japan”, dalam William F. Pinar (ed.), International Handbook of Curriculum Research (London: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 2003), 438 – 439.

nasional sejak tahun 1945 selalu menghasilkan kurikulum yang sesuai, pada suatu ketika sangat mengkombinasikan dua proses ini, pertama, situasi (waktu) untuk menghasilkan kurikulum tidak dapat dibedakan secara mudah, kedua, tujuan itu jelas.166 Ke mana arah politik ke situ pergeseran kurikulum diarahkan.

Masih terkait dengan pengembangan kurikulum di Barat, Seperti di-review

oleh Schubert, bahwa sejarah pengembangan kurikulum, mulai abad 19 diantaranya pada abad pertengahan klasik, seni pengembangan kurikulum sudah liberal, seperti grammar, retorika, dan logika (quadrivium), dan kepercayaan bahwa otak paling baik dikembangkan melalui praktek (empiric) dan pembelajaran sesuai dengan tahap perkembangan, kebutuhan dan interes manusia. Kebanyakan perubahan ini dari para elit, intelektual dalam kebijakan kurikulum, ke arah yang lebih universal, aplikatif, dan bermanfaat bagi sekolah.167 Yang jelas start mereka dalam menggeser, merubah dan menginovasi kurikulumnya sudah lebih dulu daripada Indonesia, maka wajar kalau sekarang mereka lebih maju.

Dalam pengimplementasian KBK, kegiatan pembelajaran harus berpusat pada siswa (active learning), berlangsung dalam suasana yang mendidik, menyenangkan dan menantang dengan berbasis prinsip paedagogis dan andragogis. Dengan pendekatan tersebut siswa diharapkan secara aktif dapat berkembang menjadi pribadi yang berwatak, matang dan utuh serta memiliki kompetensi selaras dengan perkembangan kejiwaannya.168 Ringkas dari bentuk pembelajaran ini adalah Pembelajaran Aktif, Inovatif, kreatif, dan menyenangkan yang sering disebut PAIKEM.

Dalam kurikulum Madrasah 2004 (KBK) menggunakan sistem semester dan ditetapkan tingkat kelas yang berkelanjutan, MI enam tahun kelas I–VI, MTs tiga

166

Yonghwan Lee, Politics and Theories in the History of Curricular Reform in South Korea, dalam Pinar (ed.), International Handbook of Curriculum Research, 550.

167

Lihat, Bruce S. Cooper, Lance D. Fusarelli dan E. Vance Randall, Better Policies, Better Schools, Theori and Applications (New York: Pearson, 2004), 169.

168

Syafrudin, Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, xii.

124

tahun kelas VII–IX, MA tiga tahun kelas X–XII. Pemilihan program pada MA ditetapkan sesudah kelas X.169 Dengan demikian perbedaan dan pergeserannya cukup jelas, MA sebelumnya berlaku sistem kelas I–III, sekarang kelas X–XII, tadinya memakai sistem catur wulan sekarang memakai sistem semester.

Pada kurikulum 2004 dihindarkan pertemuan tatap muka yang hanya satu jam pelajaran, agar pembobotan dalam prinsip belajar tuntas dapat diselesaikan. Adapun keseluruhan jumlah jam pelajaran perminggu dipertahankan seperti yang tercantum dalam struktur kurikulum tahun 1994.170

Penilaian dalam KBK dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan guna memperoleh informasi tentang kemajuan kompetensi dan hasil belajar siswa pada setiap pembelajarannya. Dalam penilaian diterapkan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning). Informasi kemajuan dan hasil belajar digunakan untuk menentukan tindak lanjut pembelajaran.171 Tindak lanjut pembelajaran dari mastery learning adalah diadakan remedial teaching bagi siswa yang nilainya kurang dari standar minimal, dan diadakan pengayaan bagi siswa yang nilainya sudah mencapai standar maksimal.

Dokumen terkait