• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurikulum MA 1984: Pemantapan dominasi muatan umum SKB Tiga Menteri dalam Menggiring Madrasah Menjadi Bagian dari sistem Menteri dalam Menggiring Madrasah Menjadi Bagian dari sistem

KARAKTERISTIK KURIKULUM MADRASAH ALIYAH

4. Kurikulum MA 1984: Pemantapan dominasi muatan umum SKB Tiga Menteri dalam Menggiring Madrasah Menjadi Bagian dari sistem Menteri dalam Menggiring Madrasah Menjadi Bagian dari sistem

Pendidikan Nasioanl

Lahirnya kurikulum 1984, sebagai penyempurna kurikulum 1975 (SKB) kalangan madrasah merasa gembira karena lahir pula keputusan bersama antara Menteri Agama dan Menteri P dan K No. 0299/U/1984 (Dikbud); 045/1984 (Depag) tahun 1984 tentang pengakuan pembakuan kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah yang isinya antara lain ialah mengizinkan kepada lulusan sekolah (madrasah) agama untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi.

103

Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Aliyah 1975, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP).

Hal ini berarti adanya pengakuan yang resmi dari pemerintah RI terhadap persamaan derajat dan kemampuan ilmiah antara madrasah dan sekolah umum di Indonesia. Walaupun pelaksanaan SKB tersebut masih mengalami hambatan dan kekurangan namun inti dan jiwa SKB tersebut merupakan perjuangan dari Depag dan Dikbud.104 Esensi isi SKB 2 menteri tersebut adalah, a) kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah terdiri program inti dan program khusus, b) program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah secara kualitatif sama, c) program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi sekolah/madrasah tingkat menengah atas, d) pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai sistem kredit, bimbingan karir, ketuntasan belajar, dan sistem penilaian adalah sama, e) hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum, akan diatur bersama oleh kedua Departemen yang bersangkutan.105

Dengan demikian sebenarnya lahirnya kurikulum madrasah tahun 1984 diilhami oleh SKB 3 Menteri dan SKB 2 Menteri. Tertuang dalam keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 99 tahun 1984 untuk kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (MI), KMA Nomor 100 Tahun 1984 untuk kurikulum Madrasah Tsanawiyah (MTs), KMA Nomor 101 tahun 1984 untuk kurikulum Madrasah Aliyah (MA).

Dalam GBPP kurikulum MA 1975 disebutkan bahwa tujuan meliputi tujuan kurikuler dan Tujuan Instruksional Umum (TIU). Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran yang ada di Madrasah Aliyah, sedang Tujuan Instruksional Umum (TIU) adalah tujuan yang harus dicapai dalam masing-masing pokok bahasan.106

104

Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, 198. 105

Muwardi Sutejo dkk, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam dan Universitas Terbuka, 1992), 16.

106

Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Aliyah 1975, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP).

100

Terkait kurikulum MA tahun 1984, telah dikeluarkan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Aliyah. Dalam ketentuan ini, isi kurikulum terdiri dari dua program pengajaran umum dan pengajaran khusus sebagaimana berlaku dalam sekolah umum.107

Adapun struktur program kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1984, pendidikan Agama terdiri: Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fikih, Sejarah dan Peradaban Islam, Bahasa Arab, semua mata pelajaran ini digolongkan ke dalam program inti. Program inti adalah jenis program yang dimaksudkan untuk memenuhi tujuan pada Madrasah Aliyah. Program inti wajib diikuti oleh semua siswa.108 Program inti terdiri dari kelompok Pendidikan Agama dan kelompok pendidikan dasar umum. Kelompok Pendidikan Agama telah disebut di atas, sedang kelompok pendidikan dasar umum terdiri: Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Sastera Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia dan Sejarah Dunia, Ekonomi, Geografi, Biologi, Fisika, Kimia, Matematika, Bahasa Inggris, Pendidikan Olahraga dan Kesenian, Pendidikan Seni dan Pendidikan Ketrampilan.109 Bobot dari masing-masing mata pelajaran dalam program inti berbeda sesuai dengan fungsi dan pentingnya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Selanjutnya, program pilihan adalah sejumlah mata pelajaran yang dapat dipilih atas dasar perbedaan bakat, minat dan tujuan belajar perorangan serta kebutuhan lingkungan. Program ini terdiri, pilihan A dan pilihan B. Pilihan A memberikan bekal kepada para siswa untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi. Madrasah Aliyah mempunyai 5 kelompok program pilihan A, yaitu: 1) Program pilihan A1 (ilmu-ilmu Agama), mata

107

Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 159. 108

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, 102.

109

Departemen Agama RI, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Madrasah Aliyah (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1988/1989), 1-2.

pelajarannya terdiri dari; Tafsir Ilmu Tafsir, Hadis Ilmu Hadis, Ushul Fikih, Tarikh Tasyri, Ilmu Kalam, Sejarah Islam, Bahasa Inggris dan Matematika. 2) Program pilihan A2 (Ilmu-ilmu Fisika), mata pelajarannya terdiri dari; Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, dan Bahasa Inggris. 3) Program pilihan A3 (ilmu-ilmu Biologi), mata pelajarannya terdiri dari; Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, dan Bahasa Inggris. 4) Program pilihan A4 (ilmu-ilmu sosial), mata pelajarannya terdiri dari; Ekonomi, Sosiologi dan Antropologi, Tata Negara, Matematika, Bahasa Asing lain, Bahasa Inggris. 5) Program pilihan A5 (ilmu-ilmu Budaya), mata pelajarannya terdiri dari; Sejarah Budaya, Sastera, Sosiologi dan Antropologi, Bahasa Inggris, Bahasa Daerah dan atau Bahasa Asing lainnya, dan Matematika.110 Dibanding kurikulum sebelumnya, pada kurikulum 1984 ini nampaknya Madrasah Aliyah membuka program lebih banyak dan lebih terinci.

Adapun, pilihan B merupakan sarana untuk berbagai ketrampilan yang disesuaikan dengan bidang kehidupan dalam masyarakat. Mata pelajaran yang termasuk kategori pilihan B diklasifikasikan menjadi dua: pertama, kelompok mata pelajaran yang berfungsi sebagai dasar bagi pengembangan kemampuan kejuruan yang dipilih siswa untuk terjun ke dunia kerja. Kedua, kelompok mata pelajaran yang berfungsi mempersiapkan siswa untuk mengembangkan kemampuan managerial dan teknis kejuruan yang sesui dengan jenis pekerjaan yang ada dalam masyarakat dan dipilih siswa. Jenis program yang termasuk pilihan B ini meliputi; (a) Program Bidang Keagamaan, (b) Program di Bidang Pertanian dan Kehutanan, (c) Program di Bidang Jasa, (d) Program di Bidang Kesejahteraan Keluarga, (e) Program di Bidang Maritim, dan (g) Program di Bidang Budaya.111 Pada kurikulum selanjutnya program pilihan B ini yang sering disebut Madrasah Aliyah Program Ketrampilan.

Disamping itu berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1983 tentang kurikulum Madrasah Diniyah yang membagi Madrasah Diniyah menjadi tiga

110

Departemen Agama RI, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Madrasah Aliyah, 5. 111

102

tingkatan, yaitu Awaliyah, Wustha dan Ulya.112 Adapun istilah kurikulum dalam Madrasah Aliyah Diniyah di pesantren kurang populer, yang lebih populer adalah

manhaj, yang dapat diartikan dengan kurikulum atau arah pembelajaran tertentu.

Manhaj dalam Madrasah Aliyah Diniyah tidak dalam bentuk jabaran silabus, tetapi beberapa funu>n kitab yang diajarkan kepada para siswa/santri. Materi yang diajarkan meliputi, Tafsir al-Qur’an, Ilmu Tafsir, Hadis, Musthalah al-Hadis, Tauhid, Fikih, Ushul Fikih, Nahwu dan sharaf, Akhlaq, Tarikh dan Balaghah. Dimana masing-masing materi ada kitab-kitab tertentu, untuk lebih jelasnya dapat dilihat struktur kurikulumnya, terlampir (lihat tabel 9).

Kurikulum Madrasah Aliyah 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).113 Bila dicermati, subyek belajar sudah mengalami kemajuan, yang semula berpusat pada guru (teacher centre), pada kurikulum 1984 ini berpusat pada siswa (students centre). Tentunya metode yang digunakan oleh guru juga metode yang dapat membuat siswa aktif.

Sistem yang dipakai pada kurikulum ini adalah semester.114 Hal ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang memakai sistem catur wulan. Penilaian hasil belajar siswa menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor tidak hanya cukup dilakukan dengan melalui tes tulis tetapi juga perbuatan, khusunya untuk rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

112

Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, 23. 113

Lihat, http://kesadaransejarah.blogspot.com/2007/11/kurikulum-pendidikan-kita.html. 07/01/2010. Lihat juga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMTA), Garis-garis Besar Program Pengajaran (Jakarta: Balitbang Depdikbud, 1988), vii.

114

Uraian kurikulum MA 1984 di atas merupakan dasar untuk merumuskan karakteristik kurikulum tahun 1984 adalah sebagai berikut, pertama, Isi kurikulum MA 1984 tidak berbeda jauh dengan isi kurikulum MA 1976, yaitu muatan agama berkisar 30% dan muatan umum 70%. Isi kurikulum yang tidak berbeda ini dikarenakan kurikulum MA 1984 merupakan penguatan/pemantapan SKB Tiga Menteri, yaitu dikeluarkannya SKB 2 Menteri. Hal ini nampak keseriusan pemerintah untuk menggiring madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, sehingga sistem dualistik di Indonesia akan segera dihapuskan. Kedua, ciri khas ke-Islaman sebagai karakteristik asli madrasah masih terasa, karena kisaran muatan agama 30% masih berjalan.

Adapun ciri khusus kurikulum MA 1984 yang bukan merupakan karakteristik madrasah berdasarkan uraian di atas adalah pertama, proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dan apa yang dipelajarinya. Kedua, penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk keperluan meningkatkan proses dan hasil belajar serta pengolahan program.115Ketiga, proses belajar ditekankan pada keaktifan siswa –Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)– metode-metode yang dapat menimbulkan keaktifan siswa116 amat ditekankan pada kurikulum ini. Kelima, menekankan pada pendekatan ketrampilan proses, seperti mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan hasil kerjanya.

B. Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 1. Kurikulum MA 1994: Sekolah Umum Berciri Khas Islam

Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 nomor 2 tahun 1989, menyatakan: kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan

115

Lihat, Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 185. 116

Aktif di sini tidak hanya aktif fisiknya saja, tetapi psikhisnya juga harus aktif. Malah sebagian ahli pendidikan lebih menekankan aktif jiwa (psikhis).

104

kesesuaiannya dengan lingkungan,117 kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.118

Dalam pasal 4 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar menyatakan bahwa, SD dan SLTP yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama masing-masing disebut Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).119 Sedangkan mengenai Madrasah Aliyah disebutkan sebagai sekolah menengah umum, sebagaimana dikemukakan pada bab 1 pasal 1 ayat 6, bahwa Madrasah Aliyah adalah Sekolah Menengah Umum (SMU) yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama.120

Dalam rangka merealisasikan tuntutan UU dan Peraturan Pemerintah tersebut, Menteri Agama RI mengeluarkan ketentuan-ketentuan tentang kurikulum madrasah yang berlaku secara nasional. Yaitu didasarkan atas Surat Keputusan Nomor 371 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Ibtidaiyah, Nomor 372 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Tsanawiyah, Nomor 373 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Aliyah.121 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama tersebut maka lahirlah kurikulum Madrasah Aliyah 1994.122

117

Barry Franklin, seperti dikutip Michael W. Apple, mengatakan bahwa nampaknya kurikulum harus menyentuh kehidupan nyata dan sejarah masyarakat, lebih lanjut Franklin mengatakan, bahwa kurikulum harus merupakan bagian sejarah yang menghubungkan antara sekolah dan lingkungan masyarakat. Lihat, Michael W. Apple, Ideology and Curriculum (New York and London: Routledge Falmer, 2004), 59-60.

118

UUSPN No. 2 Tahun 1989, 34, lihat juga Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1991/1992), 15-16.

119

UUSPN No. 2 Tahun 1989, 34, lihat juga Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, 65.

120

Surat Keputusan Mendikbud Nomor 0489/1992 tentang Sekolah Menengah Umum (SMU).

121

Depag RI, Panduan Kurikulum Madrasah Aliyah 1994 (Jakarta: Depag RI, 1994). 122

Tarmizi Taher ketika menjadi Menteri Agama, nampaknya mencoba menawarkan kebijakan dengan jargon “Madrasah sebagai sekolah umum yang Berciri Khas Agama Islam –kurikulum 1994– yang muatan kurikulumnya sama dengan non madrasah.123 Terutama muatan mata pelajaran umumnya yang sama dengan non madrasah, adapun muatan pelajaran agamanya untuk MA ditambah jumlah jam pelajaran dalam rangka memunculkan ciri khas ke-Islamannya. Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang pendidikan menengah, yang diiringi dengan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0489/U/1992 tentang Sekolah Menegah Umum (SMU).

Dalam UU Sisdiknas no. 2 Tahun 1989, yang diatur oleh PP no 28 dan 29 dan diikuti oleh SK Menteri Pendidikan dan Menteri Agama, menyebutkan bahwa madrasah adalah sekolah yang berciri khas agama Islam. Berkenaan dengan ini maka MI, MTs dan MA memiliki kurikulum yang sama dengan sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah, ditambah dengan ciri ke-Islamannya yang ada dalam kurikulum madrasah, yaitu memiliki pelajaran agama yang lebih dari sekolah.124 Ini adalah tantangan bagi madrasah, di satu sisi kurikulumnya harus sesuai dengan sekolah, di sisi lain harus mempertahankan ciri khas ke-Islamannya. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan dan strategi yang mampu mendorong peningkatan kualitas dan mampu mengatasi kekurangan yang ada pada MA.125 Jika tantangan ini dihadapi dan direalisasikan secara konsekwen, maka MA akan menjadi SMA plus, tetapi kalau tidak justeru akan sebaliknya --tidak berkualitas– pelajaran umum tidak dapat mengejar SMA secara kualitatif, pelajaran agama tidak bisa mengejar lulusan pesantren secara kualitatif pula.

123

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, 197.

124

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, 111.

125

106

Untuk memberi ciri khas ke-Islaman pada madrasah tidak cukup hanya ciri formal dalam kurikulum. Karena itu, ditetapkan tiga program utama yaitu, pertama,

program Mafikibb dengan nuansa Islam. Kedua, program pelajaran agama dengan nuansa iptek, dan ketiga, program penciptaan suasana keagamaan di madrasah.

Program Mafikibb dengan nuansa Islam dimaksudkan untuk mengembangkan bidang kajian Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris yang lebih bernuansa dan berkaitan dengan kajian ke-Islaman. Program ini untuk menopang proyek reintegrasi ilmu-ilmu umum dengan ilmu agama. Pada masa kemajuan Islam, kedua ilmu tersebut diperkenalkan dan dikembangkan oleh ilmuwan Islam tanpa mendikotomikan secara tajam. Namun akibat dominannya filsafat Barat yang sekuler, kedua ilmu tersebut dibedakan lagi secara tajam. Program ini hendak memadukan kembali kedua bidang kajian Islam secara integral.

Program kedua memberikan nuansa iptek pada bidang studi agama merupakan program lanjutan dari program Mafikibb dengan nuansa Islam. Melalui program ini dilakukan pula upaya menjembatani pemaduan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena bagaimanapun teknologi dapat membantu pengalaman beragama. Bila upaya Mafikibb dengan nuansa agama dan bidang studi agama dengan nuansa iptek dapat berhasil, tidak ada lagi kesan dikotomi antara pelajaran agama dan umum ataupun dualisme antara sekolah dan madrasah dalam sistem pendidikan di Indonesia yang sering diperdebatkan.

Sementara penciptaan suasana keagamaan di madrasah tidak terbatas dalam proses belajar mengajar. Penciptaan suasana keagamaan ini harus didukung dengan perbaikan fisik dan sarana bangunan maupun dalam pergaulan dan pakaian siswa. Suasana keagamaan ini dapat pula berupa simbol dan pelaksanaan aktifitas keagamaan di dalam madrasah. Program ini harus integral dan untuk menopang dua program lainnya.126 Substansi pemikiran di atas adalah menginginkan integrasi

126

Lihat, Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Logos, 2001), 141-142.

kurikulum direalisasikan di MA, seiring isi kurikulum MA telah disamakan dengan kurikulum SMA.

Dalam keputusan Menteri Agama No. 370 tahun 1993, Madrasah Aliyah adalah dikelompokkan dalam pendidikan menengah umum, dengan demikian kurikulumnya mesti sejalan dengan Sekolah Menengah Umum,127 karena Madrasah Aliyah adalah sekolah Menengah Umum (SMU) berciri khas Islam maka isi kurikulumnya juga harus tergambar ciri khas tersebut.

Adapun tujuan institusional Madrasah Aliyah ada 2 yaitu, pertama, perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa, kedua, pelaksanaan ciri-ciri ke-Islamannya.128 Dilihat dari tujuan MA cukup ideal, karena tujuan yang pertama merupakan kualifikasi yang harus dicapai oleh SMU, sementara tujuan yang kedua adalah kualifikasi yang harus dicapai oleh MA sebagai pengemban misi ke-Islaman. Tujuan yang pertama dan kedua dalam kurikulum 1994 harus dicapai oleh siswa MA, kalau demikian halnya sebenarnya tujuan ini sangat ideal. Terlebih ketika hal ini dilaksanakan secara integrasi, maka dikotomi ilmu umum dan agama akan hilang.

Bila dibandingkan dengan kurikulum 1984, pelaksanaan pengajarannya adalah semester, maka kurikulum 1994 dilakukan melalui catur wulan. Istilah bidang studi pada kurikulum 1984 diganti dengan mata pelajaran. Pendidikan Agama Islam (PAI) yang semula porsinya 30% (kurikulum 1984), pada kurikulum 1994 hanya

127

Tujuan pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) seperti tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 pasal 15, dan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990, menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) adalah; 1) meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, 2) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya. Lihat, Benny Karyadi, ”Kurikulum Sekolah Umum” dalam Konvensi Nasional Pendidikan II, Kurikulum Untuk Abad Ke-21 (Jakarta: Grasindo, 1994), 62.

128

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, 114.

108

lebih kurang 10%.129 Kelihatan sekali pergeseran isi kurikulum MA 1984 dengan 1994, dalam muatan pelajaran agama yang hanya mendapat porsi 10%. Berarti implikasi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 sangat nampak terhadap kurikulum MA, agar MA setara dengan SMU. Hal ini secara politis adalah tuntutan pemerintah, karena madrasah telah masuk dalam satu sistem pendidikan nasional, dimana persyaratannya adalah muatan umum kurikulum MA harus sama dengan muatan umum kurikulum SMA. Dengan demikian tujuan politis pemerintah telah berhasil, yaitu merubah dualisme pendidikan di Indonesia menjadi satu sistem pendidikan nasional.

Sehingga sangat jelas jika dikatakan, bahwa muatan umum kurikulum MA sama persis dengan muatan umum kurikulum SMA. Perbedaannya hanya terletak pada ciri khas ke-Islamannya, sehingga MA tidak dapat meninggalkan mata pelajaran kunci yaitu mata ajar keagamaan (PAI).130

Program Pengajaran, khususnya di Madrasah Aliyah, sebagai bahan penguasaan iptek tersusun dalam program umum dan program khusus. Program umum diselenggarakan dari kelas I sampai kelas II dan program khusus di kelas III. Pada program umum diberikan semua mata pelajaran plus mata ajar agama, dan pada program khusus berupa pendalaman program Bahasa, IPA dan IPS. Selain itu digunakan sistem remedial dan pengayaan melalui program ekstrakurikuler, jika dirasa perlu.131

Untuk kelas I dan II program132 IPA, IPS dan Bahasa, jenis mata pelajaran dan jumlah alokasi waktunya sama persis. Jenis mata pelajarannya meliputi, Pendidikan Pancasila dan Kwarganegaraan, Pendidikan Agama Islam meliputi, (a) Qur’an Hadis, (b) Fikih, (c) Aqidah–Akhlak, Bahasa Indonesia dan Sastera

129

Departemen Agama RI , Sejarah Madrasah, 188. 130

Departemen Agama RI, Panduan Kurikulum Madrasah Aliyah 1994, 2. 131

Badri Yatim dkk, Sejarah Madrasah, 191. 132

Istilah di sini dipakai pogram bukan jurusan, tidak seperti kurikulum Tahun 1975 (SKB) yang memakai istilah jurusan.

Indonesia, Sejarah Nasional dan Umum, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam meliputi, (a) Fisika, (b) Biologi, (c) Kimia, Ilmu Pengetahuan Sosial meliputi, (a) Ekonomi, (b) Sosiologi, (c) Geografi dan Pendidikan Seni.133 Berbeda dengan kurikulum sebelumnya (1975), dimana mata pelajarannya dibagi menjadi program umum, akademis dan ketrampilan, nampaknya kurikulum 1994 tidak. Pada kurikulum 1994 ini penjurusan yang mengarah pada program studi adalah terjadi pada kelas III.

Dalam kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1994, MA dibagi menjadi 3 program disamping program tafaqquh fi> al-di>n yaitu Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Tiga program tersebut adalah program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan program Bahasa. Dimana penjurusan program ini terjadi di kelas III. Jenis mata pelajaran yang ada di kelas III ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu umum dan khusus. Untuk jenis mata pelajaran umum pada program IPA, IPS dan Bahasa sama persis. Adapun jenis mata pelajaran yang masuk kelompok umum ini meliputi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama Islam meliputi, (a) Qur’an Hadis, (b) Fikih, (c) Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional dan Umum, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Adapun jumlah alokasi waktunya pun sama persis. Yang membedakan antara satu program dengan program yang lain terletak pada jenis dan alokasi waktu pada mata pelajaran khusus. Untuk program IPA, jenis mata pelajarannya meliputi, Fisika 7 jam pelajaran perminggu, Biologi 7 jam pelajaran perminggu, Kimia 6 jam pelajaran perminggu dan Matematika 8 jam pelajaran perminggu.134 Jenis mata pelajaran untuk

133

Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1994, Landasan, Program dan Pengembangan (Jakarta: Depag RI, 1993). Lihat juga, Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah), (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1999/2000), 393.

134

Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994. Lihat juga, Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah), 395.

110

program IPS terdiri, Ekonomi 10 jam pelajaran perminggu, Sosiologi 6 jam pelajaran perminggu, Tata Negara 6 jam pelajaran perminggu, dan Antropologi 6 jam pelajaran perminggu.135 Adapun jenis mata pelajaran untuk program bahasa meliputi, Bahasa dan Sastra Indonesia 8 jam pelajaran perminggu, Bahasa Inggris 6 jam pelajaran perminggu, Bahasa Asing lain 9 jam pelajaran perminggu, dan Sejarah Budaya 5 jam pelajaran perminggu.136 Satu jam pelajaran berlangsung selama 45 menit, dan jumlah jam pelajaran perminggu 45 menit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat struktur kurikulum (terlampir, lihat tabel 10–13).

Berdasarkan isi (content) dan alokasi waktu yang ada di dalam struktur kurikulum MA tahun 1994, maka madrasah dapat menambah mata pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional dan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan nasional. Madrasah juga dapat menjabarkan dan menambah bahan kajian dari mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan setempat.137

Dalam kurikulum 1994 program tafaqquh fi> al-di>n berdiri sendiri dalam satu kelembagaan yaitu Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK), yang sebelumnya

Dokumen terkait