• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurikulum Rekonstruksi Sosial

Dalam dokumen PENGEMBANGAN KURIKULUM teori dan praktik (Halaman 111-117)

MACAM-MACAM MODEL KONSEP KURIKULUM

C. Kurikulum Rekonstruksi Sosial

Kurikulum rekonstruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema- problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama. Kerja sama atau interaksi bukan hanya terjadi antara sisvva dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan- nya, dan dengan sumber belajar

lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.

Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan- kawannya bahvva selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep- konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memcahkan masalah-masalah sosial. Setelah diharapkan dapat menciptakan masya- rakat baru yang lebih stabil.

Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan gagasannya tentang rekonstruksi sosial. Dalam masyarakat demokratis, seluruh warga masyarakat harus turut serta dalam perkembangan dana pembaharuan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekolah mempunyai posisi yang cukup penting. Sekolah bukan saja dapat membantu individu memperkembangkan kemampuan sosialnya, tetapi juga dapat membantu bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial.

Para rekonstruksionis sosial tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat metnenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsensus sosial. Brameld juga ingin memberikan keyakinan tentang pentingnya perubahan sosial. Perubahan sosial tersebut harus dicapai melalui prosedur demokrasi. Para rekonstruksionis sosial menentang intimidasi, menakut-nakuti dan kompromi semu. Mereka mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan kerja sama atau bergotong royong untuk memecahkannya.

1. Desain kurikulum rekonstruksi sosial

Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini.

a. Asumsi. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan- gangguan yang dihadapi manusia. Tantangan-tantangan tersebut merupakan

bidang garapan studi sosial, yang perlu didekati dari bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi psikologi, estetika, bahkan pengetahuan alam, dan matematika. Masalah-masalah masyarakat bersifat universal dan hal ini dapat dikaji dalam kurikulum.

b. Masalah-masalah sosial yang mendesak. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak. Masalah-masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan, seperti: Dapatkah kehidupan seperti sekarang ini memberikan kekuatan untuk menghadapi ancaman ancaman yang akan mengganggu integritas kemanusiaan? Dapatkah tata ekonomi dan politik yang ada dibangun kembali agar setiap orang dapat memanfaatkan sumber- sumber daya alam dan cumber daya manusia seadil mungkin. Pertanyaan- pertanyaan tersebut mengundang pengungkapan lebih mendalam, bukan saja dari buku-buku dan kegiatan laboratorium tetapi juga dari kehidupan nyata dalanl masyarakat.

c. Pola-pola organ isasi. Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Dan tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi- diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain- lain. Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jar-jar. Semua kegiatan jar-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk. BAGAN 5. Pola desain kurikulum rekonstruksi sosial

1. Komponen-komponen kurikulum

Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda.

a) Tujuan dan isi kurikulum. Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Dalam program pendidikan ekonomi-politik, umpamanya untuk tahun pertama tujuannya membangun kembali dunia ekonomipolitik. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah ( I) mengadakan survai secara kritis terhadap masyarakat (2) mengadakan studi tentang hubungan antara keadaan ekonomi lokal dan ekonomi nasional serta dunia, (3) mengadakan studi tentang latar belakang nkloris dan kecenderungan- kecenderungan perkembangan ekonomi, Illihungannya dengan ekonomi lokal, (4) mengkaji praktik politik dalam Ind,mT.Innyo dengan faktor ekonomi, (5) memantapkan rencana perubahan praktik politik, (6) mengevaluasi semua rencana dengan criteria, apakah telah mempengaruhi kepentingan sebagian besar orang.

b) Metode. Dalam pengajaran rekonstruksi social para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan- tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat masingmasing siswa, baik dalam kegiatan pleno maupun kelompok-kelompok berusaha memecahkan masalah sosial yang dihadapinya. Kerja sama baik antara individu dalam kegiatan kelompok, maupun antarkelompok dalam kegiatan pleno sangat mewarnai metode rekonstruksi sosial. Kerja sama ini juga terjadi antara para siswa dengan manusia sumber dari masyarakat. Bagi rekonstruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada kebergantungan antara seorang dengan yang lainnya. Dalam kegiatan belajar tidak ada kompetisi yang ada adalah kooperasi atau kerja sama, saling pengertian dan konsensus. Anakanak sejak sekolah dasar pun diharuskan turut serta dalam survai kemasyarakatan serta kegiatan- kegiatan sosial lainnya. Untuk kelaskelas tinggi selain mereka dihadapkan kepada situasi nyata juga mereka diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal. Dengan hal itu diharapkan para siswa dapat menciptakan model-model kasar dari situasi yang akan datang.

c) Evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga libatkan. Keterlibatan mereka terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang akan diujikan dinilai lebih dulu baik ketepatan maupun keluasan isinya, juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Pengaruh tersebut terutama menyangkut perkembangan masyarakat dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat.

2. Pelaksanaan pengajaran rekonstruksi sosial

Pengajaran rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan poterisi tersebut. Di daerah pertanian umpamanya sekolah mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, di daerah industri mengembangkan bidang-bidang industri.

Salah satu badan yang banyak mengembangkan baik teori maupun praktik pengajaran rekonstruksi sosial adalah Paulo Freize. Mereka banyak membantu pengembangan daerah-daerah di Amerika Latin. Untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka menggalakkan gerakan budaya akal budi (conscientization). Conscientization merupakan suatu proses pendidikan atau pengajaran di mana siswa tidak diperlakukan sebagai penerima tetapi sebagai pelajar yang aktif. Mereka berusaha membuka diri, memperluas kesadaran tentang realitas sosial budaya dan dengan segala kemampuannya berupaya mengubah dan meningkatkannya.

Sekolah berusaha memberikan penerangan dan melatih kemampuan untuk melihat dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Dengan gerakan conscientization mereka membantu masyarakat memahami fakta-fakta dan masalah-masalah yang dihadapinya dalam konteks kondisi masyarakat mereka.

Keterbatasan dan potensi yang mereka miliki. Bertolak dari kenyataan-kenyataan tersebut mereka membina diri dan membangun masyarakat.

Harold G. Shane seorang profesor dari Universitas Indiana Amerika Serikat, mewakili teman-temannya para Futurolog menggunakan perencanaan masa yang akan datang (future planning) sebagai dasar penyusunan kurikulum. Ia menggalakkan perencanaan masa akan datang, dari bukan perencanaan untuk masa yang akan datang. Shane menegaskan peranan individu dalam menemukan masa depannya sendiri, mereka tidak dapat melepaskan din dari perkembangan tetapi harus menyesuaikannya.

Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari kecenderungan (trends) perkembangan. Kecenderungan utama adalah perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat. Kecenderungan lain adalah perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam perkembangan sosial yang perlu mendapatkan perhatian utama adalah perkembangan manusia, baik bagai individu maupun dalam interaksinya dengan yang lain. Untuk iiiengidentifikasi dan menganalisis kecenderungan-kecenderungan tersebut diperlukan bantuan dari para ahli disiplin ilmu. Dalam pemecahan problema sosial dan membuat kebijaksanaan sosial diperlukan musyawarah tiengan warga masyarakat.

Para ahli kurikulum yang berorientasi ke masa depan menyarankan agar isi kurikulum difokuskan pada: penggalian sumber-sumber alam dan htikan alam, populasi, kesejahteraan masyarakat, masalah air, akibat pertambahan penduduk, ketidakseragaman pemanfaatan sumber-sumber dan lain-lain.

Pandangan rekonstruksi sosial berkembang karena keyakinannya pada kemampuan manusia untuk membangun dunia yang lebih baik. Juga penekanannya tentang peranan ilmu dalam memecahkan masalah-masalah sosial. Beberapa kritikus pendidikan menilai pandangan ini sukar diterapkan langsung dalam kurikulum (pendidikan). Penyebabnya adalah interpretasi para ahli tentang perkembangan dan masalah-masalah sosial berbeda. Kemampuan warga untuk ikut serta dalam pemecahan masalah juga bervariasi.

Dalam dokumen PENGEMBANGAN KURIKULUM teori dan praktik (Halaman 111-117)