• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Leukemia Akut

2.1.6 Laboratorium dan Pemeriksaan Radiologi

Diagnosa leukemia akut ditegakkan dengan penemuan sel blast immatur pada gambaran sel darah tepi, aspirasi sum-sum tulang ataupun keduanya. Dengan pengecualian yang jarang (penderita dengan hiperleukositosis dan massa mediastinum anterior yang besar dengan kompressi saluran nafas. Biopsi sum-sum tulang harus segera dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Sebagian besar pasien memiliki jumlah hitung sel darah yang abnormal seperti anemia dan trombositopenia (paling sering). Sel darah putih dapat rendah, normal atau tinggi. 15% - 20% pasien mempunyai sel darah putih lebih dari 50.000/mm. 7,9,11

Diagnosa yang paling mungkin pada leukemia (limfoid atau myeloid) dapat ditegakkan dengan morfologi sel blast pada pemeriksaan darah tepi atau biopsi sum-sum tulang. Untuk menentukan diagnosa definitif evaluasi cell surface marker (immunophenotype) dengan menggunakan flowcytometri dan pewarnaan sitokemikal. 11

Analisis sitogenik harus dilakukan pada semua kasus leukemia akut. Pada beberapa kasus leukemia limfoid dan leukemia myeloid mempunyai kelaianan kromosom yang spesifik. Pada kasus LLA translokasi t adalah paling sering (kira-kira 20% dari semua kasus} dan dihubungkan dengan prognosis yang baik. Translokasi t (9,22) terjadi pada < 5% kasus dan berhubungan dengan prognosis yang jelek.

Translokasi t (4,11) dan translokasi lain yang melibatkan hubungan campuran gen leukemia pada kromosom 11 sering terjadi pada bayi dan pasien dengan LMA sekunder dan dihubungkan dengan prognosis yang jelek.11, 12

Fluorescence insitu hybridization atau polymerase chain reaction atau keduanya saat ini digunakan pada banyak kasus leukemia karena banyak kromosom abnormal yang tidak jelas tampak pada karyotipe rutin.

Lumbal puncture harus selalu dilakukan pada saat diagnosa untuk mengevaluasi kemungkinan terlibatnya susunan syaraf pusat. Thorax foto harus dilakukan pada pasien untuk menyingkirkan massa mediastinal

anterior yang paling sering tampak pada T cell LLA. Elektrolit, kalsium, fosfor asam urat, fungsi ginjal dan hepar harus dimonitor pada setiap pasien. 11

2.1.7 Diagnosis Banding 7,11

Diagnosis banding pada leukemia akut melibatkan penyakit maligna dan non maligna. Infeksi merupakan kemungkinan yang paling mirip dengan leukemia akut khususnya infeksi virus Epstein barr . Agen infeksi lainnya seperti (sitomegalovirus, pertusis, dan mycobacteria) juga dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sering pada leukemia. Immun Trombositopenia Purpura dan kelainan kongenital ataupun kondisi yang didapat dapat menyebabkan neutropenia dan anemia.

Diagnosa non infeksi termasuk anemia aplastik, rematoid artritis juvenil, idiopatik trombositik purpura dan kongenital ataupun kondisi yang didapat dan menyebabkan neutropenia dan anemia.

Beberapa diagnosa malignan juga dapat mirip dengan leukemia termasuk neuroblastoma, rhabdomyiosarkoma dan Ewing sarcoma. Bayi dengan trisomi 21 (Down syndrome) dapat memiliki kondisi yang dikenal sebagai transient myeloproliperative disorder yang dapat meningkatkan sel darah putih , anemia dan trombositopenia.

2.1.8 Penatalaksanaan

Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penangan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi darah/trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial. (Walsh and Hoyt’s, 2005)

Transplantasi sum-sum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk sembuh khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk dengan terapi sitostika konvensional. (Walsh and Hoyt’s, 2005)

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi jangka pendek mayor yang berhubungan dengan pengobatan leukemia adalah supresi sum-sum tulang yang disebabkan oleh kemoterapi. Pasien mungkin mengeluhkan perdarahan dan anemia yang signifikan yang membutuhkan transfusi platelet atau darah. Hitung neutrofil yang rendah menyebabkan pasien rentan pada infeksi. Cell-mediated immunosuppresion meningkatkan resiko Pneumocystis jiroveci (carinii). Profilaksis dengan oral trimetoprim-sulfametoxazol atau pentamidin aerosol dapat mencegah komplikasi.7, 11

2. 2 Manifestasi Okular Pada Penderita Leukemia Akut Anak

Leukemia adalah tumor maligna dari hematopoetik sumsum tulang yang dikarakteristikkan oleh pergantian sumsum tulang yang difus oleh sel tumor. Keterlibatan mata dapat dikategorikan kedalam 2 kategori mayor yaitu :

1. primer atau infiltrasi leukemia langsung

2. sekunder atau keterlibatan secara tidak langsung (Mateo J, Fransisco, Peiro C, Gonzalo, Cristobal JA, Esther, 2004)

Infiltrasi leukemia langsung dapat ditunjukkan dalam 3 bentuk yaitu:

1. infiltrasi uvea dan segmen anterior 2. infiltrasi orbita

3. neuro-ophthalmology sign dari leukemia susunan syaraf pusat termasuk didalamnya infiltrasi syaraf optik, palsi nervus kranial dan papiledema.

Perubahan sekunder disebabkan oleh hematologi yang abnormal dari leukemia seperti anemia, trombositopenia, hiperviskositi dan immunosuppresi. Hal ini dapat bermanifestasi pada retina atau vitreous haemorrhage, infeksi dan oklusi pembuluh darah. Struktur okular lain yang dapat terlibat adalah konjungtiva, kornea, sclera, iris, koroid dan vitreus.5

Penurunan tajam penglihatan jarang pada awal gejala leukemia.

Tetapi ada penelitian yang melaporkan penurunan penglihatan yang merupakan gejala awal dari leukemia berdasarkan pemeriksaan optical coherence tomography (OCT berdasarkan lesi pada retina. Lesi chorioretinal jarang terjadi pada tanda awal leukemia dan hal ini biasanya dilaporkan setelah diagnosa ditegakkan. Keterlibatan mata oleh karena leukemik terjadi disebabkan penyebaran lokal dari nervus sistem melewati ruang sub arachnoid ke koroid atau melalui penyebaran pembuluh darah.

Infiltrasi leukemik ke koroid mengganggu aliran darah ke retinal pigmen epitelium (RPE) dan menyebabkan area kecil yang rusak. Leukemik yang melibatkan koroid jarang dan timbul sebagai serous retinal detachment dengan koroidal infiltrat yang kekuningan atau terlibatnya RPE. Diagnosis dini dengan noninvasive prosedur seperti OCT dan terapi dapat memperbaiki hasil tajam penglihatan pada pasien dengan keterlibatan okuler. 2,6,19

Keterlibatan okular lebih sering didapatkan pada leukemia akut dibandingkan dengan leukemia kronik. Keterlibatan okuler pada kasus Leukemia Limfoblastik akut (LLA) biasanya terdapat pada optic nerve, konjungtiva dan segmen anterior. Sedangkan pada Leukemia Mielositik Akut (LMA) meliputi retina, orbit (granulositik sarkoma) dan uvea . Namun demikian hal ini tidak menjadi batasan yang mutlak karena pada beberapa penelitian menunjukkan keterlibatan masing-masing segmen orbita dapat terjadi pada tipe limfositik maupun mielositik baik akut maupun kronik. 2, 6,

19

Perlu diketahui bahwa LMA dapat terlihat awal pada keterlibatan orbita sebelum diagnosis underlying disease terjadi pada satu kasus.

Penumpukan sel leukemik pada jaringan lunak mengarahkan pada suatu granulositik sarkoma. Yang merupakan manifestasi jarang pada LMA yang terlihat sebesar 5% pada populasi Caucasian. Granulositik sarkomai berasal dari kloroma disebabkan warna yang kehijau-hijauan oleh adanya mieloperoksidase. 4,9, 12,19

2.2.1 Patofisiologi

Hampir setiap jaringan okular dapat dipengaruhi oleh leukemia baik infiltrasi langsung atau efek sekunder dari neoplasma. Variasi efek yang lain dapat terjadi dari infeksi opportunistik, prosedur terapi seperti kemoterapi, radioterapi ataupun transplantasi sum-sum tulang.

Keterlibatan okular dimulai sejak terjadinya infiltrasi sel leukemia kedalam jaringan melalui pembuluh darah yang diakibatkan proliferasi sel darah putih yang abnormal. Infitrasi ini mengakibatkan sel normal digantikan oleh sel kanker. Salah satunya terjadi penumpukan di sumsum tulang.

Sehingga terjadi kegagalan dalam hematopoesis karena sel leukemia menekan hematopoesis. Keadaan ini mendepresi sum-sum tulang yang akhirnya tejadilah ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan tubuh yang dapat mengakibatkan kelemahan dan kelelahan sehingga mengakibatkan gangguan perfusi jaringan. Gangguan perfusi jaringan mempengaruhi fungsi vaskular yang menyebabkan vaskulopati. Jika vaskulopati terjadi maka organ yang termasuk didalamnya akan mengalami kerusakan seperti retina. Retina akan mengalami perdarahan dan eksudat. Apabila kondisi ini berlanjut maka dapat menyebabkan lepasnya retina yang dikenal sebagai retinal detachment . Pada leukemia gangguan pada retina paling sering disebabkan oleh kondisi hemolitik pasien seperti anemia, leukositosis dan trombositosis. 10, 14

Sedangkan pada kornea yang avaskular keterlibatan kornea ini adalah secara tidak langsung sebagai perburukan perfusi vaskular yang mengakibatkan limbic ulcer .Hal ini telah dilaporkan pada kasus leukemia myelogenous akut. Infiltrat kornea perifer dan kornea edema juga pernah dilaporkan sebagai presenting sign pada pasien leukemia myelomonositik kronik. 10,14

Deposit sel leukemia dapat terjadi dalam soft tissue atau tulang pada orbit dalam kondisi ketiadaan darah perifer dan saat sum-sum tulang terlibat. Dimana kondisi ini dikenal dengan chloroma dikarenakan

timbulnya myeloperoxidase yang menghitamkan jaringan hijau.10, 14, 23. 26, 29, 30

2.2.2 Konjungtiva

Keterlibatan konjungtiva, walaupun tidak sering pada leukemia tetapi terjadi paling sering pada substansia propia dan menjadi difus atau setengah-setengah yang cenderung menjadi pembuluh darah yang padat. Comma-shaped venial yang abnormal (cork screw vessel mirip dengan sickle cell disease yang juga pernah dilaporkan. 5, 6, 19

Hal ini telah dilaporkan pada pasien dengan LLA tetapi dapat juga terjadi pada tipe lain. Pada beberapa kasus keterlibatan konjungtiva ini terdiri dari nodul-nodul visibel disekeliling injeksi, area yang mirip dengan episkleritis fokal sedangkan yang lainnya hanya pembengkakan yang kecil dari konjungtiva dan yang lainnya dapat menjadi difus juga pembengkakan subtansi yang mengakibatkan terbatasnya pergerakan mata. Selain dari keterlibatan mata oleh karena leukemia, terlibatnya konjungtiva juga dapat terjadi disetiap saat selama perjalanan penyakit dan dapat merupakan tanda awal dari suatu penyakit. 5,6,19, 21, 33, 38,

Lei et all menyatakan dapat terjadi tumor konjungtiva bilateral pada wanita usia 25 tahun dimana hal ini adalah tanda yang pertama pada LLA yang relaps.

2.2 3 Kornea dan Sklera

Kornea adalah struktur yang avaskular oleh karena itu jarang terlibat pada leukemia, khususnya pada bentuk yang invansi langsung oleh leukemia. Allen dan Straatsma’s melaporkan tidak ada keterlibatan kornea pada infiltrasi limbal. 6, 10,19, 34

Ring ulcer yang steril dengan iritis dan pannus pernah dilaporkan pada leukemia. Keratitis dapat terjadi sebagai sekunder pasien dengan GVHD dapat menyebabkan penipisan karena yang berat dan perforasi kornea yang mengancam. 15

Keterlibatan kornea yang terlihat saat perubahan epitel kornea yang disebabkan oleh kemoterapi. Pertukaran ini termasuk penipisan

yang irregular, pematangan yang salah dan keratinisasi. Ulserasi kornea yang perifer juga telah dilaporkan pada pasien dengan leukemia dan herpes zoster oftalmikus. Infiltrasi sklera juga biasanya ditemukan pada autopsi dan terjadi pada leukemia akut. Sel-sel ini paling sering ditemukan pada episklera dan bentuk perivaskular. 6, 19, 31

2.2.4 Iris dan Segmen Anterior

Infiltrasi klinis pada iris disebabkan oleh sel leukemia adalah jarang.

Hal ini terjadi dengan keterlibatan koroid dan ciliary body secara klinis ini dikarakteristikkan dengan warna iris dan pseudohypopion dimana warnanya abu-abu sampai kuning. Secara histopatologi iris menunjukkan keterlibatan yang difus khususnya pada kaki dan sphincter iris.6, 16, 19 23, 24, 25 ,28

Tekanan intra okular dapat meningkat sehingga menyebabkan gejala dan tanda glaukoma akut dengan anterior chamber yang normal.

Hal ini didalilkan yang meningkatkan tekanan intra okuli adalah kemungkinan disebabkan oleh infiltrasi trabekular meshwork.

Pada anak-anak, spontaneous hifema juga terdapat pada leukemia.

Biasanya secara klinis keterlibatan iris dan segmen anterior jelas terjadi pada LLA. Tetapi hal ini kurang sering pada LLK dan mieloid leukemia.

Ekstramedullari relaps yang terjadi pada leukemia akut mirip seperti hipopion pada uveitis.

Relaps primer pada leukemia akut di segmen anterior jarang terjadi.

Leukemia telah di identifikasi sebagai penyebab uveitis pada 5% kasus uveitis anak. Keterlibatan okular tidak biasa pada kasus non limfoblastik leukemia tetapi ada satu kasus telah dilaporkan pada bayi dengan penyakit susunan syaraf pusat yang aktif yang menunjukkan infiltrasi pada anterior chamber selama terapi. Penatalaksanaan yang diberikan adalah topikal kortikosteroid kemoterapi dan bilateral okular radioterapi.

Manifestasi okular pada anak dengan leukemia harus dideteksi dan diterapi lebih awal. Radioterapi dilakukan pada infiltrasi anterior chamber.

Terdapatnya keterlibatan okular atau keterlibatan susunan syaraf pusat

diindikasi sebagai prognosis yang buruk pada leukemia akut pada anak. 6,

19, 27, 29

2.2.5 Koroid

Koroid menunjukkan infiltrasi leukemia yang lebih konsisten pada pemeriksaan histopatologi. Secara klinis retina yang paling sering terlibat pada leukemia. Keterlibatan koroid oleh sel leukemia menuju ke perivaskular dan mungkin setengah-setengah atau difus. Koroid menjadi tebal beberapa kali dari normal pada posterior pole. Lapisan Retinal pigment epitelium menunjukkan perubahan sekunder termasuk atropi dan hipertropi. Hal ini menyebabkan kehilangan sel fotoreseptor sekunder, drusen ataupun seous detachment. Secara klinis keterlibatan koroid menyebabkan serous retinal detachment yang secara umum menjadi dangkal dan berlokasi di posterior pole. Detachment ini dilaporkan pada LLK, LLA, LMK dan LMA. 6, 19

2 2.6 Retina

Keterlibatan retina pada leukemia lebih sering dari jaringan okular lainnya. Diperkirakan sampai 69% dari semua pasien dengan leukemia memperlihatkan perubahan fundus pada beberapa poin dari penyakit mereka, walaupun saat ini tak ada treatment yang spesifik. (Alemayehu 1996) Manifestasi awal (dikarenakan oleh gangguan hematologi) adalah dilatasi vena dan tortuosity. 6, 10, 19 26, 27, 31, 32

Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina, biasanya pada posterior pole dan dapat meluas ke vitreus. Perdarahan dapat terbentuk mengelilingi ataupun seperti nyala api (flame shaped) dan sering memiliki komponen yang putih. Area yang putih ini terdiri dari : sel-sel leukemia dan debris, platelet dan emboli septic. Gambaran klinis yang sama dapat terlihat pada anemia berat, trombositopeni dan hiperviskositi.6,

19, 28, 32

Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan ciri-ciri tersendiri, perdarahan yang difus dan infiltrasi leukemia. Perdarahan dan infiltrasi ditemukan pada semua lapisan retina khususnya pada lapisan inner layer

dengan destruksi fokal. Infiltrasi dan agregasi sel leukemia biasanya tidak selalu terlihat disekeliling perdarahan. Infiltrat leukemik yang besar dapat menyebabkan total retinal detachment yang dapat membuat relaps terisolasi. Infiltrat yang kecil cenderung menjadi perivaskular. Infiltrasi subretinal pada leukemia telah dirujuk sebagai subretinal hipopion. Cotton wool spot dapat terlihat dan kemungkinan disebabkan oleh iskemia dari anemia, hiperviskositi atau leukemia infiltrasi. 6, 19

Sebelum era kemoterapi modern, infiltrasi leukemik yang massif sering terlihat bersama dengan perdarahan sebagian atau seluruhnya pada arsitektur retina yang rusak, Manifestasi yang jarang termasuk mikroaneurisma ke perifer. Terdapatnya mikroaneurisma ini mungkin berhubungan dengan meningkatnya viskositas, tingginya sel darah putih dan tidak berhubungan dengan tingkat hemoglobin dan jumlah platelet.

Periferal retinal neovaskularisasi mirip dengan sickle cell anemia yang terdapat pada LMK. 5, 6, 19, 30

Beberapa studi melaporkan tidak ada hubungan keterlibatan antara retina dan sel darah putih ataupun jumlah platelet. Hal ini bahwa variasi profil darah selama proses perawatan dan temuan retina yang emergensi berhubungan lebih baik dengan hitung sel darah pada minggu ataupun bulan-bulan sebelumnya.

2.2.7 Syaraf Optik

Seiring meningkatnya harapan hidup, keterlibatan central nervous system (CNS) menjadi lebih sering, khususnya pada leukemia akut.

Shaw et al dan coworkers menggambarkan kesatuan klinis dan CNS leukemia yang timbul saat sum-sum tulang dalam keadaan remisi. Selama blood brain barrier menghambat masuknya kemoterapi agen, profilaktik terapi CNS dan posterior pole pada mata biasanya dianjurkan. CNS leukemia terjadi pada anak dan dewasa (jarang) dan lebih sering pada LLA dibandingkan LMA. 5, 6, 19

Infiltrasi leukemia kedalam optic nerve dapat dijelaskan dalam 2 bentuk klinis. Bentuk pertama bagian prelaminar dan laminar dari optic

nerve diinfiltrasi. Bentuk kedua infiltrasi terjadi pada retrolaminar. Infiltrasi dari optic disc terjadi kurang sering dibandingkan dengan infiltrasi ke retrolaminar. 6,9, 19

Ketika optik disk telah diinfiltarsi permukaan menjadi seperti benang-benang halus, dan terlihat infiltrat keputihan dalam substansi disk.

Infiltrat biasanya bersamaan dengan disk yang bengkak dan perdarahan.

Pada keadaan ini tajam penglihatan biasanya normal ataupun terjadi penurunan yang minimal tetapi jika infiltrasi ini meluas sampai ke makula, perburukan penglihatan sentral dapat terjadi.5, 11, 21, 28

Infiltrasi sel leukemik pada retrolaminar dari optic nerve ini berhubungan dengan tingkat optic disc swelling. Gambaran permukaan seperti benang-benang halus yang dikarakteristikkan pada invasi optik disk ini dapat tidak terlihat pada berapa kasus tetapi yang berhubungan dengan retinopati yang termasuk dari petunjuk dari oklusi arteri dan vena dapat terlihat. Walaupun infiltrasi leukemik pada retrolaminar dari optic nerve ini bisa bersamaan dengan tajam penglihatan normal tapi biasanya moderat sampai vision loss yang berat dapat terjadi.tingkat 5,6,10,19

Dikarenakan bentuk kedua infiltrasi leukemik dari optic nerve ini berhubungan dengan optic disc swelling dan hal ini harus dibedakan dengan papiledema. Pada banyak kasus hal ini sulit dibedakan tidak hanya dikarenakan pada semua keadaan optic disc swelling yang berhubungan dengan setiap kejadian visual loss tetapi juga dikarenakan hal ini tidak biasa untuk infiltrasi optic nerve secara simultan dengan infiltrasi meningeal yang meningkatkan tekanan intrakranial khususnya pada penatalaksanaan leukemia promielositik akut dengan semua trans retinoic acid. Dikarenakan alasan inilah pada setiap pasien yang terdapat optic disc swelling pada leukemia tindakan neuro imaging dan lumbal pungsi harus dilakukan. CT scan dan MRI memperlihatkan gambaran pembesaran optic nerve dan berhubungan dengan peninggian cuff disekeliling nervus yang terkena infiltrasi sel leukemik. Ekografi okular juga membantu pada kondisi ini. 5,6,9,19, 26 27

Gejala CNS leukemia meliputi nausea, vomitus, letargi dan seizures. Gejala pada mata termasuk pandangan kabur dan diplopia yang disebabkan terlibatnya nervus kranial. CNS leukemia yang menyebabkan asimptomatik papil edema. Keterlibatan nervus optik dapat meluas ke CNS leukemia yang disebabkan oleh infiltrasi langsung nerve headpada kasus tekanan intra kranial normal, ataupun oleh passive swelling, dikarenakan invasi leukemik retrolaminar atau oleh passive swelling sekunder yang meningkatkan tekanan intrakranial. 5, 19

Pemeriksaan cairan spinal untuk sel leukemik akan memungkinkan klinik untuk menentukan terdapatnya penyakit-penyakit CNS tetapi hal ini tidak diperlukan bila telah terdapat invasi optic nerve secara langsung.

Ellis dan Little melaporkan pasien dengan CML yang telah diterapi dengan intra tekal metotrexate. Infiltrasi leukemia terdapat pada ujung distal selaput arachnoid (2-3 mm pada posteror disc ) Hal ini menunjukkan bahwa bagian intraokular pada optic nerve melewati batas kemoterapi intratekal dan harus dilakukan iradiasi lokal apabila ini terlibat. 5, 6, 22, 26, 31

2.2. 8 Orbit dan Eyelid

Semua tipe leukemia dapat melibatkan orbit tetapi keterlibatan terjadi lebih sering pada leukemia akut daripada kronik. Leukemia tidak jarang menyebabkan proptosis pada anak. Beberapa penulis melaporkan bahwa 2-11% dari anak dengan proptosis adalah bentuk dari akut leukemia dan ini terjadi paling sering pada leukemia limfoid. 5,6, 19, 24, 28

Infiltrasi orbit pada leukemia diperlihatkan dengan exoftalmos, lid edema, kemosis konjungtiva, diplopia dan rasa sakit yang sedang sampai berat yang mirip dengan selulitis orbita. Yang biasanya terjadi pada pasien yang sebelumnya telah terdiagnosa leukemia tetapi pada beberapa kasus dapat merupakan tanda awal dari penyakit. Keterlibatan orbital dapat diperlihatkan sebagai abses orbital yang disebabkan infeksi jaringan periokular dari infiltrasi neoplastik ataupun imunosupresi. 5, 6, 7,9,22, 33

Massa orbital dari bentuk sel leukemia myeloid disebut dengan kloroma atau granulostik . Kloroma orbital mempunyai peluang yang tinggi

untuk mengerosi ruang kranial. Secara histopatologi orbital kloroma memperlihatkan infiltrasi dari sel tipe leukemik.

Telah dilaporkan terdapatnya massa retro orbital pada pasien LLA yang relaps. Kapanpun leukemia akut ini relaps (termasuk relaps harus didokumenkan pada jaringan ekstra medullary karena ini penting untuk melakukan pemeriksaan hematologi yang lengkap pada pasien (termasuk pemeriksaan sum-sum tulang dan hitung jenis darah) karena hal ini sering diikuti sum-sum tulang yang relaps dalam beberapa minggu atau bulan.19,

23, 27, 29. 30, 31

Sel leukemik dapat juga menginfiltrasi hampir semua struktur orbit termasuk glandula lakrimal, otot ekstra okular dan jaringan lemak orbita.

Infiltrasi leukemik juga meluas melewati batas orbit ke dalam sinus paranasal. Hal ini biasanya difus pada beberapa pasien infiltrasi ini secara relatif membatasi massa dari sel leukemia. Walaupun beberapa massa dapat mengiringi setiap bentuk leukemia setelah remisi pada periode yang lama, hal ini terjadi paling sering pada pasien leukemia mielogenous akut.

Pada beberapa pasien massa dikarekteristikkan dengan permukaan yang kehijauan yang disebabkan oleh pigmen mieloperoksidase yang biasa disebut granulositik sarkoma ataupun kloroma. 5,6,19

Penyebab dari granulositik sarkoma ini tidak diketahui tetapi defisiensi sel imun diduga memainkan peranan penting. Granulositik sarkoma dapat timbul setiap saat selama menderita leukemia dan infiltrasi yang difus dapat terjadi setiap bulan maupun tahun sebelum ada bukti adanya penyakit sistemik yang lainnya. Pada pasien leukemia, keterlibatan orbit secara bilateral adalah tidak luarbiasa dan biasanya terjadi pada prognosa yang jelek. 4,5,19

2. 2. 9 Manifestasi lainnya

Manifestasi okular yang jarang dari leukemia termasuk segmen anterior yang nekrosis, dakriosistisis dan infiltrasi kulit. Segmen anterior nekrosis pada leukemia terjadi karena hiperviskositi atau anemia. Ini dapat digambarkan sebagai ocular pain, corneal oedema, kemosis, penurunan

penglihatan, uveitis anterior, peningkatan tekanan intra kranial dan katarak.

Leukemia akut dan kronik telah dilaporkan menyebabkan dakriosistisis, keterlibatan kelopak mata pada leukemia dapat menjadi skunder penyebab palsi nervus kranial dan keterlibatan orbital. Laporan terbaru dari satu kasus granulositik sarkoma melibatkan kelopak mata dan karunkula sebagai tanda pertama dari AML yang relaps setelah transplantasi sum-sum tulang walaupun keterlibatan dari kulit kelopak mata sangat jarang. Leukemia jarang berinfiltrasi ke dermis. 19, 29,21,22

2. 3 Kerangka teori

Leukemia Infiltrasi

Direct Indirect

Anterior segmen/uveal tract Orbital Soft tissue/massa/proptosis Depresi sum2 tlng

CNS Conjuntiva Anterior chamber Iris Choroid ggn hematopoetik

N.Cranial Sel leukemik di CSF Hiperviscosity Spontan hemorhage Hiperviscosity, Perubahan warna iris aliran koriokapilaris anemia, trombositopenia

N.Cranial Sel leukemik di CSF Hiperviscosity Spontan hemorhage Hiperviscosity, Perubahan warna iris aliran koriokapilaris anemia, trombositopenia

Dokumen terkait