• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PADA

E. Lahir dan Berakhirnya Suatu Perjanjian

1. Lahirnya perjanjian

Sesuai ketentuan dalam KUHPerdata, perjanjian timbul karena:30 a. Persetujuan (overeenkomst)

b. Dari undang-undang

a. Perjanjian yang lahir dari persetujuan (overeenkomst)

Persetujuan atau overeenkomst biasa disebut juga “contract”, yang artinya suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih yang mengikatkan diri kepada seseorang lain atau lebih (Pasal 1313 KUHPerdata). Tindakan/perbuatan yang menciptakan persetujuan, berisi “pernyataan kehendak” antara para pihak. Dengan demikian persetujuan tiada lain dari pada “persesuaian kehendak” antara para pihak. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah sekalipun dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian atau persetujuan merupakan tindakan atau perbuatan, tetapi tindakan/perbuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah perbuatan hukum (rechtshandeling). Sebab tidak semua tindakan/perbuatan mengakibatkan akibat hukum, hanya tindakan hukum sajalah yang menimbulkan akibat hukum.

30 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung: Penerbit Alumni, 1986) hal.

Persesuaian kehendak atau pernyataan kehendak dapat dinyatakan dengan lisan, tulisan/surat dan lain-lain.Dalam melakukan perjanjian salah satu pihak menawarkan usulan, serta pihak yang lainnya menerima atau menyetujui usulan tersebut.Jadi dalam persetujuan terjadi acceptance/penerimaan atau persetujuan usul. Dengan adanya penawaran/usul serta persetujuan dari pihak lain atas usul, lahirlah persetujuan atau kontrak yang mengakibatkan akibat hukum bagi para pihak.

Pasal 1320 KUHPerdata telah menentukan syarat sahnya suatu persetujuan.adapun syarat-syarat tersebut adalah:

a. Kesepakatan dari para pihak

b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukm c. Suatu haltertentu

d. Suatu sebab yang halal

Dari keempat syarat persetujuan yang disebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut, ditinjau dari segi subjek/objek dapat dibedakan dalam dua golongan. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus ”melekat pada diri persoon” yang membuat persetujuan atau yang disebut dengan syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat yang harus “terdapat pada objek” persetujuan atau syarat objektif.

Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang diatur dalam Pasal 1352 KUHPerdata :

a. Semata-mata dari undang-undang

b. Dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia Persetujuan yang timbul semata-mata dari undang-undang pada umumnya telah diatur tersendiri dalam ketentuan-ketentuan yang jelas.Seperti kewajiban alimentasi yang diatur dalam ketentuan hukum kekeluargaan.Kewajiban alimentasi timbul akibat persetujuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang sendiri.Juga mengenai hak ahli waris atau harta pewaris, merupakan persetujuan yang mengikat diantara ahli waris dan pewaris semata-mata oeh karena ketetapan undang-undang waris sendiri seperti yang telah diatur dalam hukum waris.Dalam semua hal ini dengan sendirinya telah timbul persetujuan yang mengikat, apabila terjadi suatu keadaan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia, sesuai dengan ketentuan Pasal 1353 KUHperdata dibedakan persetujuan yang timbul akibat dari perbuatan manusia yaitu :

1. Yang sesuai dengan hukum atau rechmatig

2. Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau onrechtmatige daad

1. Perbuatan yang sesuai dengan hukum atau rechtmatig

Perjanjian yang sesuai dengan hukum mirip seperti perjanjian semu. Perjanjian yang sesuai dengan hukum yaitu perjanjian yang lahir dari sepihak apabila dia telah mengikatkan diri karena perbuatan hukum yang sah atau dibenarkan, sekalipun tanpa persetujuan pihak yang lain. Maksudnya adalah, bahwa dengan sendirinya si pelaku tersebut telah mengikatkan diri melaksanakan maksud perbuatan hukum yang dibenarkan tadi, serta bertanggungjawab sepenuhnya atas kesempurnaan pelaksanaannya.Sebagai contoh, zaakwaarneming yang diatur pada Pasal 1354 KUHPerdata. Seseorang yang dengan sukarela mengurus kepentingan orang lain tanpa suatu kewajiban hukum yang dibebankan kepadanya serta perbuatan tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan atau persetujuan pihak yang diurusnya, maka secara diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Sekalipun pada mulanya perbuatan pengurusan kepentingan orang lain tadi dilakukan secara sukarela, namun sejak semula dari perbuatan itu mengakibatkan atau menimbulkan “kewajiban” yang mengikat untuk dilanjutkan sampai sempurna.

2. Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum

Mengenai onrechtmatigedaad diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan setiap perbuatan melanggar hukum

yang menyebabkan timbulnya kerugian terhadap orang lain mewajibkan si pelaku untuk membayar ganti kerugian. Setiap tingkah laku yang menimbulkan kerugian pada orang lain mewajibkan orang tersebut membayar ganti rugi sebagai akibat dari kerugian yang dilakukan oleh si pelaku. Kerugian tersebut haruslah kerugian yang timbul sebagai akibat langsung dari perbuatan melanggar hukum si pelaku. Dengan kata lain, didalamnya harus terdapat hubungan sebab-akibat.

Untuk melihat apakah ada hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian, harus memperhatikan teori ajaran kausalitet, antara lain teori sebab akibat yang serasi yaitu kerugian yang benar-benar serasi dengan akibat langsung yang ditimbulkan dari perbuatan melanggar hukum. Adapun yang menjadi batasannya adalah faktor kerugian.Kerugian yang dimaksud adalah segala kerugian yang dapat diperhitungkan, yaitu kerugian konkrit yang objektif sebagai akibat langsung dari perbuatan melanggar hukum.Kecuali tindakan yang disebabkan oleh keadaan yang overmacht.Sebagai contoh, rumah tetangga menjadi rusak karena terjadi kebakaran.

2. Hapusnya perjanjian

Mengenai hapusnya perjanjian diatur pada Titel ke 4 Buku III BW. Masalah hapusnya perjanjian (tenietgaan van verbintenis) biasa juga disebut hapusnya persetujuan (tenietgaan van overseenkomst).Dari kedua istilah ini,

maka yang dimaksud hapusnya perjanjian/hapusnya persetujuan yaitu menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan bersama antara para pihak.31

Banyak cara dan macam yang dapat menghapuskan perjanjian. Misalnya dengan cara membayar harga barang yang dibeli, ataupun dengan jalan mengembalikan barang yang dipinjam. Bisa juga dengan pembebasan hutang dan sebagainya.32

Penghapusan perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata. Dalam Pasal ini telah disebut satu persatu cara dan jenis penghapusan perjanjian. Adapun cara-cara penghapusan yang disebut dalam Pasal 1381KUHPerdata adalah :33

1. Karena pembayaran (betaling)

2. Karena penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan (konsignasi)

3. Karena pembaharuan utang (novasi, schuld verniewing) 4. Karena kompensasi atau perhitungan laba-rugi

5. Karena konfusi atau pencampuran antara hutang dan pinjaman 6. Karena penghapusan hutang

7. Karena pernyataan tidak sah atau terhapus 8. Karena daluwarsa atau verjaring

1. Pembayaran (Betaling)

31

M. Yahya Harahap, Op. Cit. hal. 106.

32Ibid.

Pemenuhan kewajiban merupakan salah satu cara untuk berakhirnya perikatan yang diatur dalam Buku ke 3 dan ke 4, tentang hapusnya perikatan-perikatan. Pemenuhan kewajiban (nakomen) dan pembayaran (betalen) serta pelaksanaan janji (vooldoen aan) menunjuk pada hal yang sama, yakni pelaksanaan prestasi sesuai dengan isi perjanjian.34

Yang dimaksud dengan pembayaran disini adalah pembayaran dalam arti luas, tidak boleh diartikan dalam ruang lingkup yang sempit, karena pembayaran bukan semata-mata berkaitan tentang pelunasan- pelunasan hutang.Karena apabila ditinjau dari segi yuridis-teknis, pembayaran tidak selamanya mesti berbentuk sejumlah uang atau barang.Bisa saja berupa dengan pemenuhan jasa, atau pembayaran dengan bentuk tak berwujud atau immaterial.35

Pembayaran itu sah apabila dilakukan oleh orang yang berhak menerimanya dan berkuasa atas pembayaran itu.Mengenai siapa yang harus membayar, pembayaran dilakukan oleh debitor dan dapat dilakukan oleh penanggung utang atau orang yang turut berutang. Perikatan bahkan dapat dilakukan oleh pihak ketiga-yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja pihak ketiga tersebut bertindak atas nama debitor dan ketika bertindak atas namanya sendiri tidak menggantikan hak-hak si berpiutang (Pasal 1382 KUHperdata). Kemudian mengenai kepada siapa pembayaran itu dilakukan.Pasal

34

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 167.

1385 KUHPerdata menyebutkan kepada siapa pembayaran/pemenuhan kewajiban dilakukan.36 Pembayaran menurut ketentuan ini dapat dilakukan kepada :37

• Kreditor.

• Seseorang yang telah diberi kuasa oleh oleh kreditur menerima pembayaran.

• Atau kepada sesorang yang dikuasakan oleh hakim.

• Atau seseorang yang oleh undang-undang ditentukan menerima pembayaran bagi kreditor.

Pembayaran juga harus dilakukan pada tempat yang telah ditetapkan dalam perjanjian.Jika dalam perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat, pembayaran harus dilakukan di tempat dimana perjanjian tersebut dibuat. Dalam hal-hal lain, pembayaran dapat dilakukan di tempat tinggal deditur, selama ia terus menerus berdiam dalam wilayah dimana dia membuat perjanjian itu. Sementara dalam hal pembayaran yang dilakukan di tempat kreditur, yaitu apabila pembayaran itu berupa uang atau barang yang dapat dihabiskan.38

Umumnya pembayaran ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu, seperti menyerahkan benda atau melakukan suatu pekerjaan.Dengan demikian, ketika itu terjadi dikatakan bahwa perikatan telah dilaksanakan dan hasil atau tujuan telah tercapai.

36

Herlien Budiono, Op. Cit. hal. 169, 171.

37Ibid. hal.171.

Karena itu pula, tidaklah cukup jika debitor telah melakukan apa yang berada didalam kemampuannya atau memenuhi kewajibannnya. Apa yang utama apakah hasil atau tujuan yang diperjanjiakan telah tercapai. 2. Penawaran pembayaran tunai dengan konsignasi atau penitipan

Undang-undang memberi kemungkinan bagi debitur melunasi hutang perjanjian dengan jalan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi atau penitipan.Hal seperti ini bisa terjadi apabila kreditur lalai atau enggan meminta pembayaran atau penyerahan benda prestasi.Dengan tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi, debitur telah dibebaskan dari pembayaran yang mengakibatkan hapusnya perjanjian. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1381, yang telah menetapkan bahwa salah satu cara hapusnya perjanjian ialah dengan tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan hanya mungkin terjadi dalam perjanjian yang berbentuk :

a. Pembayaran sejumlah uang, atau

b. Dalam perjanjian menyerahkan (levering) sesuatu benda bergerak

Akan tetapi, dalam perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maupun levering/penyerahan benda tidak bergerak, maka penawaran dan penitipan/konsignasi tidak mungkin dilakukan. Hal ini dikarenakan, perjanjian yang objek

prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu, prestasi harus dilakukan sendiri oleh debitur, tidak boleh dengan carakonsignasi. Ketentuan mengenai penawaran pembayaran tunai yang diikuti penitipan terhadap perjanjian pembayaran uang dan penyerahan benda bergerak diatur dalam Pasal 1406, 1407 KUHPerdata.39

3. Pembaharuan utang

Novasi atau pembaharuan utang lahir atas dasar persetujuan. Para pihak membuat persetujuan dengan jalan menghapuskan perjanjian yang lama, dan pada saat itu juga perjanjian diganti dengan perjanjian baru dengan hakikat bahwa perjanjian yang lama dengan perjanjian yang baru tetap sama.40Dalam hal hutang lama diganti dengan hutang baru terjadilah pergantian objek perjanjian, yang disebut novasi objektif.Disini hutang lama menjadi lenyap.41

Menurut ketentuan Pasal 1413 KUHPerdata, novasi terjadi:42 a. Apabila debitur dan kreditur mengadakan ikatan perjanjian

hutang terhadap kreditur dengan tujuan menghapuskan dan mengganti perjanjian lama dengan perjanjian baru.

Dalam hal ini perjanjiannya yang diperbaharui, sedang pihak- pihak tetap seperti semula.inilah yang disebut dengan novasi objektif.

39 M. Yahya Harahap, Op. Cit. hal. 135. 40

Ibid. hal. 142

41 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hal. 64. 42 M. Yahya Harahap, Op. Cit. hal. 143

b. Apabila seorang debitur baru menggantikan debitur lama yang dibebaskan dari kewajiban pembayaran hutang oleh kreditur. c. Dengan membuat perjanjian baru yang menggantikan kreditur

lama dengan kreditur baru, dan kreditur lama tidak berhak lagi menuntut pembayaran dari ikatan perjanjian yang lama.

Point a, dan b yang disebut diatas disebut novasi subjektif, yaitu adanya pembaharuan terhadap subjek perjanjian. Apabila subjek (debitur) yang diperbaharui dengan debitur baru, maka disebut novasi subjektif passif.Dan kalau yang diperbaharui ialah pihak kreditur lama diganti dengan kreditur baru, maka disebut novasi subjektif aktif.43 4. Kompensasi atau penghitungan timbal-balik

Peristiwa kompensasi sebagai salah satu cara hapunya perjanjian diatur dalam Pasal 1426 KUHperdata.

Peristiwa kompensasi terjadi akibat berjumpanya dua pribadi yang sama-sama berkedudukan sebagai debitur antara yang satu dengan yang lain, yang mewajibkan mereka saling melunasi dan membebaskan diri dari perhutangan. 44

Supaya hutang-hutang itu dapat diperjumpakan, maka harus memenuhi syarat-syarat seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 1427 KUHPerdata, yaitu :45 43 Ibid. 44Ibid. hal. 150. 45Ibid. hal. 151.

a. Adanya dua orang yang secara timbal-balik, masing-masing berkedudukan sebagai debitur antara yang satu dengan yang lain.

b. Objek perjanjian terdiri dari prestasi atas sejumlah uang atau barang yang dapat diganti atau habis terpakai dan yang sejenis. c. Tuntutan atas prestasi sudah dapat ditagih (opeisbaar) yang

mana hutang itu dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya. Pada umumnya kompensasi terjadi tanpa mempersoalkan sebab peristiwa atau penyebab hutang-piutang bejumpa.Yang utama adalah berjumpanya hutang-piutang diantara para pihak. Akan tetapi tentu ada pengecualian, yaitu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1429 KUHPerdata :46

a. Apabila satu pihak dituntut menyerahkan kembali satu barang yang diperolehnya dari pihak lawan dengan cara melawan hukum.

b. Apabila satu pihak dituntut mengembalikan barang yang dititipkan atau dipinjamkan kepadanya oleh pihak lawan.

c. Apabila salah satu pihak dituntut membayar uang nafkah (alimentasi) yang tidak boleh disita.

Apa yang dihapuskan dalam peristiwa kompensasi diatur dalam Pasal 1426 KUHPerdata, yaitu :47

a. Semua hutang

46Ibid. hal. 156. 47Ibid.

Apabila hutang-piutang dari kedua belah pihak sama jumlahnya, maka terjadi kompensasi yang mengakibatkan hutang-piutang kedua pihak terhapus.

b. Sebahagian hutang

Yaitu samapi batas bahagian terkecil dari tagihan. Bila jumlah hutang-piutang kedua pihak tidak sama jumlahnya, maka hutang yang terhapus adalah hutang dengan tagihan yang terkecil.

5. Pencampuran utang

Pasal 1436 KUHPerdata mengatur tentang pencampuran hutang.Pencampuran hutang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur menjadi satu, artinya berada dalam tangan satu orang.Pencampuran tersebut terjadi dengan otomatis yang mengakibatkan hutang-piutang tersebut menjadi lenyap.48

Selanjutnya dalam Pasal 1347 KUHPerdata ditentukan bahwa pencampuran hutang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan bagi penjamin hutangnya.Sebaliknya pencampuran yang terjadi pada penjamin hutang tidak mengakibatkan hapusnya hutang pokok.49

6. Pembebasan hutang

Pembebasan hutang atau penghapusan hutang adalah tindakan kreditur membebaskan kewajiban debitur memenuhi pelaksanaan

48Ibid. hal. 157.

perjanjian.hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1438 KUHPerdata yang menyatakan pembebasan tidak boleh berdasarkan persangkaan, melainkan harus dibuktikan.Dalam pembebasan hutang hal yang sangat dibutuhkan adalah adanya kehendak kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk melaksanakan pemenuhan perjanjian. Dengan demikian, pembebasan hutang sebagai tindakan hukum (rechtshandeling) tidak lain merupakan pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sepihak. Maksudnya adalah bahwa tindakan itu datangnya dari pernyataan kehendak dari kreditur.50

Jika ada beberapa debitur yang saling menanggung maka pembebasan hutang seorang debitur membebaskan pula debitur lainnya. Pembebasan terhadap debitur utama juga membebaskan penjaminnya, akan tetapi pembebasan penjamin tidak membebaskan debitur utama. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1440 dan 1442 KUHPerdata.51

Ketentuan Pasal 1441 KUHPerdata menyebutkan pengembalian barang yang dijaminkan dalam gadai tidaklah cukup dijadikan persangkaan tentang pembebasan hutang.Hal ini memang sudah demikian keadaannya dikarenakan perjanjian gadai adalah perjanjian accessoir yang bersifat pelengkap saja dari perjanjian

50 M.Yahya Harahap, Op. Cit. hal 160. 51 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hal 69.

pokok, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang.Pengembalian benda jaminan bukan berarti membebaskan hutang-piutang.52

7. Hapusnya barang-barang yang dimaksudkan dalam perjanjian Ketentuan Pasal 1444 KUHPerdata menyatakan apabila barang yang menjadi objek perikatan musnah, tidak dapat diperdagangkan atau musnah, terjadi diluar kesalahan debitur, sebelum ia lalai menyerahkan pada waktu yang telah ditentukan, maka perikatanya menjadi lenyap. Dalam pengertian diluar kesalahan debitur, telah tersimpul usaha-usaha dari debitur untuk menjaga barang tersebut.53

Akan tetapi tentang musnahya atau lenyapnya barang itu harus sesuai dengan ketentuan lebih lanjut pada Pasal 1444 tersebut, yaitu:54

a. Musnahnya barang itu harus diluar perbuatan dan kesalahan debitur. Kemusnahan barang tersebut akibat diluar dari kekuasaan debitur (overmacht).

b. Kemusnahan barang itu sendiri terjadi pada saat sebelum jatuh tenggat waktu penyerahan. Jika lewat tenggat waktu penyerahan, berarti debitur disebut lalai dan wanprestasi. Kemusnahan seperti itu tidak menghapuskan kewajiban debitur atas akibat-akibat wanprestasi.

c. Tentang musnahnya barang menjadi beban debitur untuk membuktikan kebenaran musnahnya barang yang disebabkan peristiwa yang beradadiluar perhitungan debitur.

52

Ibid. hal. 69.

53Ibid. hal. 70.

Bagi mereka yang mendapatkan barang itu dengan cara yang tidak sah, misalnya pencurian maka musnahnya barang itu tidak membebaskan debitur (orang yang mencurinya) untuk mengganti barang tersebut. Debitur yang memperoleh ganti kerugian atas perbuatan orang lain tersebut, maka ganti kerugian itu harus diserahkan pada kreditur, karena barang tersebut sedahulunya juga merupakan hak kreditur.55

8. Pembatalan perjanjian

Ketentuan mengenai pembatalan perjanjian ini diatur dalam Pasal 1446 KUHPerdata.Perjanjian dapat dibatalkan apabila dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, karena paksaan, karena kekhilafan, penipuan/punya sebab yang betentangan dengan undang-undang, kesusilaan/ketertiban umum.Pembatalan diatas merupakan pembatalan yang terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat subjektif yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.56

Perjanjian yang tidak sesuai dengan syarat subjektif menurut Subekti dapat diminta pembatalannya kepada hakim dengan dua cara, yaitu:57

a. Dengan cara aktif, yaitu menuntut pembatalan kepada hakim dengan cara mengajukan gugatan.

55

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hal. 70.

56 Lukman Santoso, Op. Cit. hal. 23. 57 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hal. 71.

b. Dengan cara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat didepan hakim untuk memenuhi perikatan, baru diajukan alasan tentang kekurangan perikatan itu.

Untuk pembatalan secara aktif, diberi tenggat waktu yaitu 5 (lima) tahun (Pasal 1445 KUHPerdata). Sedangkan pembatalan sebagai pembelaan tidak ada pembatasan waktu.58

BAB III

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN A. Pengertian Perjanjian Pemborongan

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan.Perjanjian pemborongan pekerjaan merupakan suatu bentuk perjanjian yang diatur secara khusus dalam KUHPerdata, yang ketentuannya diatur dalam Bab VIIA yang mengatur tentang perjanjian- perjanjian untukmelakukan pekerjaan.Perjanjian pemborongan diatur dalam Pasal 1601 b, 1604 sampai dengan Pasal 1616 KUHPerdata.

Menurut Pasal 1601 KUHPerdata, pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.59

Defenisi perjanjian disini kurang tepat menganggap bahwa perjanjian pemborongan adalah perjanjian sepihak sebab si pemborong hanya mempunyai kewajiban saja sedangkan yang memborongkan hak saja.Sebenarnya perjanjian pemborongan adalah perjanjian timbal-balik hak dan kewajiban. Dengan demikian defenisi perjanjian pemborongan yang benar adalah sebagai berikut : perjanjian pemborongan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar

suatu harga yang ditentukan.60 Berdasarkan defenisi tersebut diatas maka dapat dikatakan :61

• Bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata lain yang terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja yaitu, pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan atau yang memberi tugas dan

sebagainya dan pihak kedua disebut pemborong/kontraktor/rekanan/annemer/pelaksana dan sebagainya.

Bahwa objek perjanjian pemborongan adalah pembuatan suatu karya (het maken van werk).

Kata pemborongan dalam beberapa literatur buku seringkali menggunakan istilah yang sama antara kontruksi dan pemborongan. Sungguhpun barangkali jika dikaji ada perbedaan diantara kedua istilah tersebut, tetapi dalam teori dan praktek hukum, kedua istilah tersebut dianggap sama, terutama jika dikaitkan dengan istilah “hukum/kontrak kontruksi” atau “hukum/kontrak pemborongan”. Walaupun begitu, istilah pemborongan mempunyai cakupan yang lebih luas dengan istilah kontruksi.Sebab dengan istilah pemborongan dapat saja diartikan bahwa yang yang diborongkan tersebut bukan hanya kontruksinya (pembangunan), melainkan dapat juga berupa pengadaan barang/jasa.62

Perjanjian pemborongan merupakan salah satu perjanjian untuk melakukan pekerjaan, sebagaimana yang tercantum dalam Bab VII A III

60Ibid. 61

Ibid.hal. 5.

62 Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998)

KUHPerdata yang berjudul “Perjanjian untuk melakukan pekerjaan” itu di dalamnya terdapat tiga macam perjanjian yaitu :63

1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjiankerja/perburuhan;

3. Perjanjanjan pemborongan pekerjaan.

Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah suatu perjanjian dengan mana suatu pihak menghendaki pihak lawannya untuk melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan dengan membayar upah pada pihak lawannya, sedangkan apa yang dilakukan pihak lawannya untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak lawan tersebut. Dalam hal ini, biasanya pihak lawan tersebut merupakan seorang yang ahli dalam pekerjaan tersebut dan sudah memasang tarif dalam melakukan pekerjaan tersebut.64

Menurut ketentuan dalam Pasal 1601 b KUHPerdata, perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu yaitu si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan. Dalam perjanjian pemborongan hanya terdapat dua pihak, yaitu pihak

Menurut ketentuan dalam Pasal 1601 a KUHPerdata, perjanjian kerja/perburuhan ialah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu yaitu buruh mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu

Dokumen terkait