• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PADA

C. Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian dianggap sah, apabila perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga keberadaan perjanjian tersebut diakui oleh hukum (legally concluded contract).18 Sebagaimana telah disinggung mengenai syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu :19

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Syarat pertama untuk terjadinya perjanjian adalah “ sepakat mereka yang mengikatkan dirinya”. Adapun yang menjadi kesepakatan diantara para pihak tersebut adalah mengenai pokok-pokok perjanjian.Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, artinya para pihak menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Sebagai hal mendasar yang harus diketahui adalah kesepakatan itu harus dicapai secara bebas, artinya berasal dari kemauan sukarela dari para

18 Abdulkadir Muhammad. Op. Cit.hal. 88. 19 I.G. Rai Widjaya. Op. Cit. hal. 46.

pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun dan tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya yang bersifat menakut-nakuti, misalnya mengancam akan membuka rahasia sehingga orang tersebut dengan terpaksa menyetujui perjanjian tersebut (Pasal 1324 KUHPerdata). Kesepakatan tersebut juga harus dicapai tanpa ada unsur kehilafan atau kekeliruan, artinya apabila salah satu pihak khilaf atau keliru tentang hal pokok yang diperjanjikan, atau yang berhubungan dengan objek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian maka orang tersebut dapat tidak menyetujui perjanjian tersebut.Hal ini diatur dalam Pasal 1321, 1322 dan 1328 KUHPerdata.20

Sebelum adanya kesepakatan diantara para pihak, biasanya para pihak terlebih dahulu mengadakan negosiasi atau komunikasi diantara para pihak.Sebab tidak mungkin ada suatu kesepakatan apabila tidak ada pihak- pihak yang saling berkomunikasi, atau menawarkan sesuatu yang kemudian diterima oleh pihak lainnya. Artinya, tawar-menawar merupakan proses awal yang terjadi sebelum terwujud kata sepakat diantara para pihak yang berjanji. Komunikasi yang mendahului itu bertujuan untuk mencari titik temu atau a meeting of the minds agar bisa tercapai kata sepakat secara bebas. Biasanya dalam komunikasi tersebut pihak yang satu memberitahukan kepada pihak yang lain tentang objek

perjanjian dan syarat-syaratnya dan pihak yang lain menyatakan kehendaknya, sehingga tercapailah kesepakatan diantara para pihak.21

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian

Akibat hukum dari perjanjian yang timbul dengan karena adanya paksaan, kehilafan, atau penipuan adalah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Menurut ketentuan Pasal 1454 KUHPerdata, pembatalan dapat dimintakan dalam tenggang waktu 5 (lima) tahun. Dalam hal ada paksaan dihitung sejak hari paksaan itu berhenti, sementara dalam hal terjadi kehilafan dan penipuan dihitung sejak hari diketahuinya kehilafan dan penipuan itu.

Cakap atau bekwaam menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata). Pada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian apabila ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata, orang yang dinyatakan tidak cakap melakukan perjanjian adalah adalah orang yang belum dewasa, orang yang dibawah pengampuan, dan orang perempuan yang ditetapkan oleh undang-undang.Menurut hukum nasional, perempuan bersuami sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, sehinga tidak lagi harus seijin suaminya.Perbuatan hukum yang dilakukan perempuan tersebut sah menurut hukum dan tidak dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya Surat

Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 (selanjutnta disebut SE MA No. 3 Thn 1963) Oleh karena itu, bagi mereka yang dianggap belum dewasa (minderjarig/underage) diwakili oleh walinya, sedangkan untuk orang yang tidak sehat pikirannya (mental incompetent/intoxicated person) diwakili oeh pengampunya karena dianggap tidak mampu (onbevoegd) untuk bertindak sendiri.22

3. Suatu Hal Tertentu

Syarat yang ketiga ini yaitu suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, yang melahirkan prestasi, yaitu merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian yang mana prestasi ini merupakan objek perjanjian tersebut.Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan jenisnya. Maksudnya adalah apa yang diperjanjiakan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.

Dalam hal apabila objek yang dijadikan perjanjian tersebut jumlahnya belum tentu, menurut undang-undang tidak menjadi halangan, asalkan jumlah barang itu kemudian dapat dihitung atau ditentukan.Sebagai contoh, hasil panen sawah di musim yang mendatang. Hasil panen yang merupakan barang baru kemudian akan ada di musim yang akan datang dapat dijadikan objek perjanjian dan ini adalah sah. Akan tetapi, tentunya sawah yang dimaksud sekurang-kurangnya sudah ditentukan letak dan luasnya serta kapan panennya tiba sudah diketahui.

22

Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, yang apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.Jika prestasi itu kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada objek perjanjian.Akibat tidak dipenuhi syarat ini, perjanjian itu batal demi hukum.23

4. Suatu Sebab Yang Halal (causa)

Kata “causa” berasal dari bahasa latin artinya “sebab”. Sebab adalah suatu alasan yang menyebakan orang membuat perjanjian, atau yang mendorong seseorang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan “causa” yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri”, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.

Undang-undang tidak mempersoalkan apa yang menjadi sebab orang melakukan perjanjian. Yang diperhatikan ataupun yang diawasi oleh undang-undang adalah “isi dari perjanjian itu”, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah dilarang oleh undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak.

Menurut undang-undang, causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1337KUHPerdata).Perjanjian yang berisi causa atau

sebab yang halal diperbolehkan, sebaliknya perjanjian yang berisi causa atau sebab yang tidak halal, tidak diperbolehkan.

Perjanjian yang bercausa tidak halal (dilarang undang-undang) contohnya adalah jual-beli candu, ganja, dan lain-lain.Perjanjian yang bercausa tidak halal (bertentangan dengan ketertiban umum) misalnya perdagangan manusia sebagai budak, mengacaukan ajaran agama tertentu.Perjanjian yang ber causa tidak halal (bertentangan dengan kesusilaan) misalnya membocorkan rahasia perusahaan. Setiap perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum maupun kesusilaan akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum perjanjian yang berisi causa yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum.Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Demikian juga perjanjian yang dibuat tanpa sebab, ia dianggap tidak pernah ada (Pasal 1335 KUHPerdata).24

Dokumen terkait