TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN ANTARA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN
KOTA PEMATANGSIANTAR
DENGAN CV. SIBANGE-BANGE SIANTAR SIMARIMBUN (STUDI: DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KOTA
PEMATANGSIANTAR)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
NIM: 110200210 MARULI TUA SINAGA
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN ANTARA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN
KOTA PEMATANGSIANTAR
DENGAN CV. SIBANGE-BANGE SIANTAR SIMARIMBUN (STUDI: DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KOTA
PEMATANGSIANTAR)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
NIM: 110200210 MARULI TUA SINAGA
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Disetujui/Diketahui Oleh:
KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
NIP. 1966003031985081001 Dr. Hasyim Purba, S.H., M.Hum.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Malem Ginting, S.H., M.Hum
ABSTRAK
Malem Ginting * Maria Kaban ** Maruli Tua Sinaga ***
Kota Pematangsiantar adalah kota yang senantiasa melakukan pembangunan daerah di berbagai bidang perlu diimbangi dengan fasilitas sarana dan prasarana yang baik. Jalan merupakan salah satu sarana yang dapat menunjang pembangunan daerah. Kualitas jalan yang baik akan memperlancar kegiatan pembangunan di daerah tersebut. Salah satu bentuk realisasi dari pembangunan tersebut adalah adalah program perbaikan jalan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak yang dibuat oleh pemerintah dengan pemborong. Adapun permasalahan yang dibahas adalah bagaimana hubungan hukum yang tercipta diantara para pihak dalam perjanjian pemborongan ini, apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, serta apa kendala dalam pelaksanaan proyek dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa dalam perjanjian pemborongan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskiptif.Sumber data yang digunakan adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu penelitian dengan mengumpulkan data-data sebagai data pendukung.Penulis juga melakukan penelitian langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini dengan melakukan wawancara langsung dengan ketua panitia pengadaan barang dan jasa pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan hubungan hukum diantara para pihak disebut dengan perjanjian pemborongan yang berupa Surat Perintah Kerja, pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Dinas Bina Marga Dan Pengairan kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange secara formal tidak mengandung cacat hukum dan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana pelaksanaan pemborongan ini dilakukan dengan metode pengadaan langsung yaitu dengan mengundang dan memilih secara langsung pihak pemborong yang dirasa mampu untuk melaksanakan pemborongan tersebut. CV. Sibange-bange telah memenuhi kewajibannya tepat waktu seperti yang ditentukan dalam kontrak sehingga tidak ditemukan kendala yang timbul dan juga tidak terjadi perselisihan diantara para pihak dalam melaksanakan perjanjian pemborongan ini. Saran dari skripsi ini adalah dalam proses pelaksanaan perjanjian pemborongan sebaiknya lebih melibatkan peran aktif dari pihak pemborong, serta sangat diperlukannya integritas dari masing-masing pihak untuk menghindari perbuatan kongkalikong dalam pemilihan pemborong pekerjaan.
Kata Kunci: Perjanjian, Perjanjian Pemborongan Jalan.
KATA PENGANTAR
Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya.Ia mau, supaya
kita hidup didalamnya (Efesus 2:10).Segala puji dan hormat penulis panjatkan
kepada Allah Tritunggal yang memberikan kemampuan bagi penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan perkuliahan selama kurang lebih empat tahun
samapai menyelesaikan penulisan skripsi ini.Bersyukur untuk setiap kasih, hikmat
dan penyertaan-Nya yang dianugerahkan kepada penulis.Dialah Allah yang tetap
setia kepada anak-anak-Nya.
Penulisan skripsi ini diberi judul :”Tinjauan Yuridis Perjanjian
Pemborongan Antara Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kota Pematangsiantar
Dengan CV. Sibange-bange Siantar Simarimbun (Studi: Dinas Bina Marga Dan
Pengairan Kota Pematangsiantar)”. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi
tugas-tugas dan memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dari
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Dalam penulisan skripsi ini, penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, dengan kerendahan hati penulis akan sangat berterimakasih jika ada
kritik maupun saran membangun guna kesempurnaan skripsi ini.
Pada kesempatan ini dengan segala hormat penulis juga rindu untuk
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum., selaku Dekan Fakultas
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., DFM., selaku
Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen
Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen
Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara.
7. Terimakasih secara khusus untuk Bapak Malem Ginting, S.H.,
M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Maria Kaban, S.H.,
M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah menolong penulis
dan yang telah banyak meluangkan waktunya kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, bersyukur boleh menjadi mahasiswa
bimbingan skripsi Bapak dan Ibu.
8. Bapak Dr. Faisal Akbar, S.H., M.Hum., selaku Dosen P.A dari penulis
dari semester I sampai semester terakhir.
9. Seluruh dosen pengajar, yang mengabdikan diri mengajar di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala
pekuliahan penulis selama menjalani urusan perkuliahan.
10.Seluruh staff, dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
11.Kepada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar yang
telah membantu penulis dalam menyediakan data-data serta waktu
yang telah disediakan untuk melaksanakan wawancara demi
kelancaran penulisan skripsi ini.
12.Ibunda tercinta penulis, R. Manihuruk yang sudah berada di surga,
terimakasih untuk setiap kasih dan sayang mu.
13.Kepada oppung penulis T. Sirait yang sudah merawat dan menjaga
penulis sejak lahir, terimakasih sudah menjadi inspirasi terbesar bagi
hidupku.
14.Orang tua penulis, Delvin Sinaga dan Nelly Sihotang yang selalu
memberikan motivasi, semangat kepada penulis untuk menyelesaikan
pendidikan penulis di kampus ini.
15.Untuk abang-abang penulis, Erwin Sinaga, Mashot Wira Sinaga yang
sudah berada di sorga, terimakasih untuk semangat dan nasehat yang
kalian tinggalkan, selamat beristirahat bagi kalian. Dan untuk
adik-adik penulis, Jecky Christian Sinaga, Defky Cristomi Sinaga,
terimakasih atas setiap doa-doanya.
16.Saudara-saudara penulis, Lisfon Manurung, Nelwan Manurung, Kak
Rimbun Sinaga, Kak Raya Sinaga, Kak Selvi Manurung, Desi
Manurung, Irma Harianja, Tiurida Sinaga, Syahrul Sinaga dan
keponakan penulis Theresia Harahap dan Dolly Harahap, terimakasih
atas dukungan dan semangat yang sudah diberikan, mempunyai
17.Kelompok kecilku Solafide dan Ozora (Bang Erikson, Kak Joice,
Juanda, Daniel, Riki, Oktanta, Hengki, Kristi Emelia, Haritama),
bersyukur boleh mengenal Allah bersama kalian, tetaplah belajar untuk
setia kepada Tuhan dan layani lah Dia.
18.Adik-adik kelompok kecilku Mercia (Ana Maria, Brenada, Dian,
Juniarti, Reni), dan adik-adik PIPA, Martin, Sarmeli, Dakka, Daniel
kalian adalah berkat yang terindah yang Tuhan beri, tetaplah
bertumbuh didalam imanmu kepada Tuhan dan kerjakanlah
keselamatanmu, semoga Tuhan memberkati.
19.Pelayanan UKM KMK UP FH USU yang menjadi tempat bagi penulis
belajar mengenal firman Tuhan dan melayani Tuhan, tetaplah menjadi
saluran berkat.
20.Teman-teman Koordinasi 2013-2014, Panitia Retreat KMK UP FH
terpujilah Tuhan boleh melayani Dia bersama kalian, terimakasih
untuk setiapkebersamaan kita, tetaplah kerjakan keselamatanmu.
21.Teman-teman seperjuangan stambuk 2011, Nathan, Rena, Etha, Betari,
Hadi, Sarah, Jaka, Jesika, ka Juli, Advent, Martin, Suspim, Efraim,
Paul dan yang lainnya, terimaksih sudah memotivasi penulis untuk
segera menyelesaikan pendidikan penulis di kampus ini.
Medan, Agustus 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 6
C. Tujuan Penulisan ... 6
D. Manfaat Penulisan ... 7
E. Metode Penelitian ... 7
F. Keaslian Penulisan ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian ... 15
B. Unsur-unsur Perjanjian ... 19
C. Syarat Sahnya Perjanjian ... 22
D. Bentuk-bentuk Perjanjian ... 27
BAB III: TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN
A. Pengertian Perjanjian Pemborongan ... 51
B. Pengaturan Mengenai Perjanjian Pemborongan ... 54
C. Prosedur Perjanjian Pemborongan ... 57
D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam
Perjanjian Pemborongan ... 73
E. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan ... 75
BAB IV: TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN
ANTARA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN PEMATANG SIANTAR DENGAN CV.SIBANGE-BANGE DI SIANTAR SIMARIMBUN
A. Gambaran Umum tentang Dinas Bina Marga
dan Pengairan Pematangsiantar ... 77
B. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Pelaksanaan
Perjanjian Pemborongan pada Dinas Bina
Marga dan Pengairan Pematangsiantar ... 87
C. Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan antara Dinas
Bina Marga dan Pengairan Pematangsiantar
dengan CV.Sibange-bange ... 94
D. Kendala dan Upaya Penyelesaian Sengketa dalam
Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan antara
Dinas Bina Marga dan Pengairan Pematangsiantar
1. Kendala ... 105
2. Penyelesaian Sengketa ... 110
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 112
B. Saran ... 115
ABSTRAK
Malem Ginting * Maria Kaban ** Maruli Tua Sinaga ***
Kota Pematangsiantar adalah kota yang senantiasa melakukan pembangunan daerah di berbagai bidang perlu diimbangi dengan fasilitas sarana dan prasarana yang baik. Jalan merupakan salah satu sarana yang dapat menunjang pembangunan daerah. Kualitas jalan yang baik akan memperlancar kegiatan pembangunan di daerah tersebut. Salah satu bentuk realisasi dari pembangunan tersebut adalah adalah program perbaikan jalan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak yang dibuat oleh pemerintah dengan pemborong. Adapun permasalahan yang dibahas adalah bagaimana hubungan hukum yang tercipta diantara para pihak dalam perjanjian pemborongan ini, apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, serta apa kendala dalam pelaksanaan proyek dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa dalam perjanjian pemborongan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskiptif.Sumber data yang digunakan adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu penelitian dengan mengumpulkan data-data sebagai data pendukung.Penulis juga melakukan penelitian langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini dengan melakukan wawancara langsung dengan ketua panitia pengadaan barang dan jasa pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan hubungan hukum diantara para pihak disebut dengan perjanjian pemborongan yang berupa Surat Perintah Kerja, pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Dinas Bina Marga Dan Pengairan kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange secara formal tidak mengandung cacat hukum dan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana pelaksanaan pemborongan ini dilakukan dengan metode pengadaan langsung yaitu dengan mengundang dan memilih secara langsung pihak pemborong yang dirasa mampu untuk melaksanakan pemborongan tersebut. CV. Sibange-bange telah memenuhi kewajibannya tepat waktu seperti yang ditentukan dalam kontrak sehingga tidak ditemukan kendala yang timbul dan juga tidak terjadi perselisihan diantara para pihak dalam melaksanakan perjanjian pemborongan ini. Saran dari skripsi ini adalah dalam proses pelaksanaan perjanjian pemborongan sebaiknya lebih melibatkan peran aktif dari pihak pemborong, serta sangat diperlukannya integritas dari masing-masing pihak untuk menghindari perbuatan kongkalikong dalam pemilihan pemborong pekerjaan.
Kata Kunci: Perjanjian, Perjanjian Pemborongan Jalan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah senantiasa
dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum.Untuk mengemban kewajiban ini,
pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai
bentuknya baik yang berupa barang, jasa, maupun pembangunan infrastruktur.1
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.Hasil-hasil pembangunan itu harus dapat dinikmati seluruh
rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan
merata.Sebaliknya, berhasil tidaknya pembangunan tergantung dari partisipasi
seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh
segenap lapisan masyarakat.
Indonesia sebagai negara yang berkembang, adalah negara yang sedang
membangun (developing country), di mana pada saat ini sedang giat
melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan di bidang fisik
maupun di bidang non fisik.
2
Pemerintah dalam rangka untuk mencapai pembangunan nasional itu telah
melakukan berbagai usaha. Namun, pembangunan yang telah dicanangkan
pemerintah selama ini hanya akan dapat berjalan apabila mayarakat pun turut
1 Y. Sogar Simamora, Hukum Kontrak Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
di Indonesia, (Surabaya: Kantor Hukum “WINS & Partners” 2013), hal. 1.
2Djumialdji, Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya
serta dalam pembangunan nasional tersebut. Adapun peran pemerintah dalam
proses pembangunan adalah sebagai perencana, pelaksana ataupun sebagai
pengawas. Sedangkan peran masyarakat adalah turun aktif dalam mengisi dan
melaksanakan pembangunan.
Kota Pematangsiantaridang ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan
yang berkelanjutan dalam suatu daerah membuat daya dukung kota juga harus
senantiasa dibarengi dengan pembangunan sarana dan prasarana baik di bidang
fisik maupun di bidang non fisik. Buruknya keadaan infrastruktur daerah tentunya
akan menghambat pertumbuhan daerah tesebut. Salah satu infrastruktur yang
dapat mendukung pembangunan daerah tersebut adalah jalan.Jalan sebagai salah
satu prasarana fisik atau infrastruktur dasar yang sangat penting untuk menunjang
aktifitas manusia sehari-hari.Jalan dibutuhkan manusia untuk dapat melakukan
pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dalam rangka pemenuhan
kebutuhan. Kondisi jalan yang baik akan memperlancar aktivitas kita, sebaliknya
kondisi jalan yang buruk akan menghambat lancarnya aktivitas kita.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2008, panjang jalan yang ada di Sumatera Utara
adalah 3.048,50 km dengan rincian keadaan jalan di Sumatera Utara dalam
keadaan baik (35%), sedang (22%), rusak (27%), rusak berat (20%), dan tidak
terinci (6%).3
3http://bstp.hubdat.web.id/data/arsip/laporan%akhir%kajian%20MRRL%20 Sumut.pdf
diakses tanggal 13 Agustus 2015.
Kondisi jalan-jalan tersebut apabila tidak dilakukan pemeliharaan
dan pembangunan tentunya akan menghambat proses pembangunan ekonomi di
Menurut UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (selanjutnya disebut UU
No. 38 tentang Jalan), bahwa penyelengaraan jalan di Indonesia harus berdasarkan
pada asas kemanfaatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan,
transparansi dan akuntabilitas, keberdayaan dan keberhasilgunaan, serta
mewujudkan perkembangan antar daerah yang seimbang dan pemerataan hasil
pembangunan. Agar diperoleh suatu penanganan jalan yang memberikan
pelayanan yang optimal, diperlukan penyelengaraan jalan secara terpadu dan
bersinergi antar sektor, antar energi, dan juga antar pemerintah daerah serta peran
serta masyarakat termasuk para pelaku usaha.
Pembangunan dilakukan sebagai salah satu rangkaian usaha untuk
pertumbuhan dan perubahan suatu daerah menuju ke arah yang lebih baik.Sebagai
bentuk realisasi dari pembangunan daerah, pembangunan Kota Pematangsiantar
memiliki dimensi yang luas, hal ini disebabkan oleh banyaknya tuntutan,
kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Salah satu bentuk realisasi dari
pembangunan sarana dan prasarana adalah dengan melaksanakan pembangunan
proyek-proyek seperti pembangunan jembatan, rehabilitasi jalan, pembangunan
saluran drainase, irigasi, permukiman, pelabuhan, kantor pemerintahan dan lain
sebagainya.
Dinas Bina Marga dan Pengairan sebagai salah satu Dinas Daerah di
lingkungan Pemerintahan Kota Pematangsiantar bertugas membantu
penyelengaraan pemerintah dalam bidang pekerjaan umum yang meliputi jalan,
jembatan, drainase, dan sumber daya air termasuk perawatan, pengawasan, dan
melaksanakan tugas pembangunan sesuai bidangnya. Rehabilitasi jalan atau
kegiatan pemeliharaan jalan merupakan salah satu program pembangunan
pemerintah yang dalam hal ini dilaksanakan olah Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota Pematangsiantar. Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota
Pematangsiantar dalam melaksanakan pembangunan tersebut tidak secara
langsung dapat melaksanakan rehabilitasi jalan, akan tetapi perlu mengadakan
kerjasama dengan kontraktor/penyedia jasa yang persyaratannya diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Pengaturan mengenai pengadaan barang/jasa untuk instansi pemerintah
diatur dalam Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 (selanjutnya disebut Perpres
No. 4 Thn 2015) yang merupakan perubahan keempat dari Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Selain perpres diatas, pengerjaan pemborongan juga diatur dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi (selanjutnta disebut UU
No. 18 Thn 1999 tentang Jasa Kontruksi).
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pemerintah dalam hal ini
Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar tidak dapat melakukan
sendiri pembangunan daerah seperti kegiatan pemeliharaan jalan.Dinas Bina
Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar membutuhkan penyedia jasa atau
kontraktor untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan jalan tersebut.Salah satu
kontraktor atau penyedia jasa yang pernah melakukan kerjasama dengan Dinas
Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar adalah CV.
Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange dimuat dalam suatu perjanjian atau
yang biasanya disebut dengan kontrak.Perjanjian yang dibuat Dinas Bina Marga
dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange adalah
perjanjian pemborongan pekerjaan. CV. Sibange-bange dalam melaksanakan
pemborongan sebelumnya telah melalui tahapan-tahapan, yang mana dalam
perjanjian pemborongan ini pengerjaan pemeliharaan jalan ini dilaksanakan
dengan prosedur pengadaan langsung.
Dalam melaksanakan perjanjian pemborongan harus memperhatikan
aspek-aspek hukum yang berlaku dalam pelaksanaannya.Hal ini dimaksudkan
agar perjanjian pemborongan yang dilakukan para pihak pada nantinya tidak
bertentangan dengan aspek-aspek hukum yang berlaku. Selain itu pemahaman
yang baik akan aspek hukum yang berlaku juga akan menyesuaikan perjanjian
pemborongan dengan aspek hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui, telah
banyak para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah baik
sebagai tergugat, terdakwa ataupun terpidana akibat pelanggaran hukum dalam
pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut.Demikianlah halnya juga dengan
perjanjian pemborongan anatara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota
Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange perlu memahami aspek hukum yang
baik untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelangaran hukum.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas masalah
perjanjian pemborongan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “ Tinjauan
Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange Siantar Simarimbun” (Studi : Dinas
Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas maka penulis
dapat merumuskan masalah yang ada antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan hukum para pihak yang terjadi di dalam pelaksanaan
perjanjian pemborongan tersebut?
2. Apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Dinas Bina
Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibang-bange
sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku?
3. Apa saja kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian
pemborongan tersebut serta upaya hukum manakah yang digunakan para
pihak apabila terjadi sengketa?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang sudah
disebutkan sebelumnya. Melalui penulisan ini yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan hukum yang tercipta antara para pihak dalam
pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut
2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Dinas Bina
Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan
perjanjian pemborongan tersebut serta mengetahui upaya hukum manakah
yang ditempuh para pihak apabila terjadi sengketa.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Pembahasan skripsi ini diharapkan akan memberikan pemahaman
dan pengetahuan bagi pembaca mengenai hubungan hukum yang tercipta
diantara para pihak, mengetahui apakah pelaksanaan perjanjian
pemborongan tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,
serta mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan
perjanjian pemborongan serta upaya hukum yang ditempuh para pihak
dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan ke arah yang lebih baik kepada
seluruh masyarakat di Indonesia dalam mempelajari tentang perjanjian
pemborongan pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi, bahan
masukan serta sumbangan pemikiran bagi para praktisi, Pemerintah, dan
seluruh masyarakat Indonesia dalam mempelajari tentang perjanjian
pemborongan.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu research.Kata
mencari kembali.Oleh karena itu, penelitian pada dasarnya merupakan “suatu
upaya pencarian”.Apabila suatu penelitian merupakan usaha pencarian, maka
timbul pertanyaan apakah yang dicari itu?Pada dasarnya yang dicari adalah
pengetahuan atau pengetahuan yang benar.4
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali
itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut
untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala-gejala yang bersangkutan.5
1. Sifat / Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini didasari oleh suatu penelitian yang diadakan dengan
metodologi penelitian tertentu untuk menemukan atau merumuskan, menganalisa
dan memecahkan permasalahan dengan benar. Dalam penelitian hukum ini
penulis akan menggunakan cara-cara atau metode-metode tertentu sebagai
berikut:
Sifat/jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Antara Dinas Bina
Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange
Siantar Simarimbun “ ini adalah metode pendekatan hukum normatif yang
bersifat deskiptif.. Pendekatan hukum normatif yaitu dengan meneliti bahan
kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta
4
H. zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hal. 1. 5
norma hukum yang terdapat pada perturan perundang-undangan, asas-asas
hukum, kaidah hukum, dan sistematika hukum.Adapun sifat dari penulisan
skripsi ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan
jelas dimana kita melakukan penelitian termasuk survey ke lapangan untuk
memperoleh data.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data
sekunder yang diperoleh, disusun secara sistematis dan kemudian dianalisis
secara yuridis untuk memperoeh gambaran tentang pokok permasalahan.
Adapun data sekunder adalah data yang terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan merupakan suatu bahan hukum
yang mempunyai sifat mengikat atau memiliki otoritas. Bahan
hukum dalam skripsi ini terdiri dari peraturan perundang-undangan
seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi,
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Presiden Nomor 4
Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang diperoleh dari buku
hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer
seperti hasil penelitian dan pendapat dari pakar hukum. Termasuk
juga semua dokumen yang merupakan informasi atau merupakan
kajian berbagai media seperti koran, majalah, artikel-artikel yang
dimuat di berbagai website di internet.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan informasi hukum yang baik dan
terdokumentasi atau tersaji melalui media, yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia,
majalah, surat kabar dan sebagainya.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penulis mencari
dan mengumpulkan serta mempelajari informasi
sebanyak-banyaknya dengan melakukan penelitian terhadap peraturan
perundang-undangan, buku, karangan para sarjana dan ahli hukum
serta situs internet yang berkaitan dengan masalah yang dibahas
dalam penulisan skripsi ini.
b. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang
terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
perjanjian pemborongan untuk melengkapi bahan yang diperoleh
dalam penelitian kepustakaan diatas.
F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, diketahui bahwa skripsi
dengan judul “Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Antara Dinas Bina
Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange Siantar
Simarimbun “ belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Sumatera Utara. Penulis
menyusun tulisan ini melalui media referensi buku-buku, media elektronik
(internet) sebagain sarana penunjang informasi jaringan perpustakaan terluas, dan
studi kasus pada data sekunder yaitu dengan menelaah pada dokumen surat
perjanjian (kontrak) antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota
Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange, serta wawancara yang dilakukan
penulis kepada para pihak.
Dari hasil penelusuran Pusat Dokumentasi dan Informasi
Hukum/Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat
tertanggal 25 Maret 2015 menyatakan bahwa tidak ada judul skripsi yang sama.
Adapun beberapa judul yang memiliki sedikit kesamaan di perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain:
1. Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Pembangunan
Saluran Drainase Antara Dinas Bina Marga Kota Medan Dengan
2. Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara
Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah)
Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group
Penulis juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media
elektronik, belum pernah dilakukan pembahasan skripsi yang berjudul diatas dan
ini adalah murni hasil penelitian dan pemikiran dalam rangka melengkapi tugas
memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas
Sumatera Utara.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, pembahasan secara sistematis sangat
diperlukan untuk memudahkan dalam membaca dan memahami serta memperoleh
manfaat dari penulisan skripsi tersebut. Untuk memudahkan hal tersebut, maka
penulisan skripsi ini dibuat secara menyeluruh mengikat kerangka dasar yang
terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun
sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Di dalam bab pertama skripsi ini akan membahas tentang latar
belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan dan
sistematika penulisannya.
BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PADA
Di dalam bab kedua skripsi ini berisi tinjauan umum tentang
perjanjian pada umunya, dimana membahas tentang pengertian
perjanjian, unsur-unsur perjanjian, syarat sahnya perjanjian,
bentuk-bentuk perjanjian, lahir dan berakhirnya suatu perjanjian.
BAB III: TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN
Di dalam bab ketiga skripsi ini berisi tinjauan tentang
perjanjian pemborongan, dimana sub pembahasan dari bab ketiga ini
yaitu pengertian perjanjian pemborongan, pengaturan tentang
perjanjian pemborongan, prosedur perjanjian pemborongan, hak dan
kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan, dan berakhirnya
perjanjian pemborongan.
BAB IV: TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN
ANTARA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN
KOTA PEMATANGSIANTAR DENGAN CV.
SIBANGE-BANGE DI SIANTAR SIMARIMBUN
Di dalam bab keempat skripsi ini berisi tinjauan yuridis tentang
perjanjian pemborongan anatara Dinas Bina Marga Dan Pengairan
Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange dimana sub
pembahasan dari bab keempat ini adalah pelaksanaan perjanjian
pemborongan apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku, hubungan hukum para pihak dalam pelaksanaan perjanjian
pemborongan tersebut, dan upaya penyelesaian perselihan yang terjadi
diantara para pihak dalam perjanjian pemborongan tersebut.
BAB V: PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini.
Dimana bab ini berisi kesimpulan dan saran terhadap hasil analisa dari
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian sudah lazim dipergunakan dalam lalu lintas hidup
masyarakat.Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu
contracts.Sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst
(perjanjian) maupun “persetujuan”.6Mengenai istilah perjanjian dan persetujuan
ini menurut ahli ada pendapat yang berbeda. Menurut Prof. Dr. R. Wirjono
Prodjodikoro, SH., perjanjian dan persetujuan adalah berbeda. Beliau mengatakan
persetujuan dalam perundang-undangan Hindia Belanda dinamakan
“overeenkomst”, yaitu suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai
harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak,
sedangkan perjanjian menurut beliau adalah suatu perhubungan hukum mengenai
harta benda kekayaan antar dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji untuk
melakukan sesuatu hal sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan
perjanjian itu.7
Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sumber perikatan yang
lain adalah undang-undang. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum
6 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu
(Bandung: Sumur Bandung, 1981), hal. 11.
7 A. Qirom Syamsudin Meilala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya
Perdata Pasal 1313, disebutkan bahwa “perjanjian adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.8
K.R.M.T Tirtodiningrat memberikan defenisi perjanjian adalah suatu
perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk
menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.9
Subekti memberikan defenisi perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.10
Berdasarkan pengertian perjanjian diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal
yang diperjanjikan adalah :11
a. Perjanjian memberi atau menyerahkan sesuatu barang (misalnya: jual-beli,
tukar-menukar, sewa-menyewa, hibah dan lain-lain)
b. Perjanjian berbuat sesuatu (misalnya: perjanjian perburuhan dan lain-lain)
c. Perjanjian tidak berbuat sesuatu (misalnya: tidak membuat tembok yang
tinggi-tinggi, dan lain sebagainya).
Prof. Agus Yudha Hernoko SH, MH., dalam bukunya Hukum Perjanjian
Asas Proporsionalitas dalam Kontrak yang mengutip pendapat Setiawan, yang
menyatakan rumusan Pasal 1313 KUHPerdata selain tidak lengkap juga sangat
luas. Dikatakan tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja
dan dikatakan sangat luas karena dengan digunakannya perkataan “perbuatan”
8
I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Bekasi Timur: Kesaint Blanc, 2008), hal. 21.
9 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersil, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 15.
10Ibid. hal. 16.
tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.12 Sehubungan
dengan itu, menurut Setiawan perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai
defenisi tersebut, ialah:13
a. Perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu
perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum
b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal
1313 KUHPerdata
c. Sehingga perumusannya menjadi, “perjanjian adalah perbuatan hukum,
dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Selain itu, terhadap defenisi perjanjian yang tecantum pada Pasal 1313
KUHPerdata ini dianggap kurang begitu memuaskan karena memiliki kelemahan.
Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut :14
a. Hanya menyangkut sepihak saja
Hal ini dapat disimak dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.Kata “mengikatkan”
merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja,
tidak berasal dari kedua pihak.Sedang maksud perjanjian itu adalah para
pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampaklah
kekurangannya.Seharusnya pengertian perjanjian itu ditambah dengan
rumusan “saling mengikatkan diri”.
12
Agus Yudha Hernoko. Op. Cit, hal. 16.
13Ibid.
b. Kata perbuatan mencakup juga kata consensus/kesepakatan
Pengertian kata “perbuatan” berarti termasuk juga tindakan mengurus
kepentingan orang lain (zaakwaarneming) dan perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad). Hal ini menunjukkan makna kata “perbuatan” itu
sangatlah luas dan dapat menimbulkan akibat hukum.Seharusnya dalam
kalimat tersebut dipakai kata “persetujuan”.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas
Perjanjian yang dikehendaki dalam Buku Ketiga KUHPerdata adalah
perjanjian yang bersifat kebendaan, bukanlah perjanjian yang bersifat
personal.Sementara itu, pengertian perjanjian dalam pasal tersebut
dianggap terlalu luas, karena mencakup juga perlangsungan perkawinan,
janji kawin, yang dimana hal ini diatur dalam lapangan hukum keluarga.
d. Tanpa menyebut tujuan
Dalam perumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan
perjanjian, sehingga para pihak yang mengikatkan diri tersebut dianggap
tidak jelas tujuannya saling mengikatkan diri.
Pengertian perjanjian diatas memiliki kelemahan-kelemahan, sehingga
atas dasar tersebut perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan
perjanjian tersebut. Pengertian perjanjian yang dikemukakan para ahli diatas
melengkapi kekurangan defenisi Pasal 1313 KUHPerdata, sehingga secara
lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih.15
B. Unsur-unsur Perjanjian
Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi “suatu persetujan adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain
atau lebih”. Sehingga menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya
menyatakan unsur-unsur perjanjian sebagai berikut :16
1. Ada pihak-pihak
Dalam suatu perjanjian paling tidak terdapat pihak-pihak yang mana
pihak-pihak inilah yang kemudian disebut dengan subjek
perjanjian.Subjek perjanjian ini dapat berupa manusia pribadi dan badan
hukum.Dalam melaksanakan suatu perjanjian para subjek hukum ini
haruslah orang-orang yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum
seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang.Orang-orang yang
dibawah umur, orang yang tidak waras dianggap tidak cakap hukum
sehingga orang tersebut dianggap tidak boleh melaksanakan perjanjian.
2. Ada persetujuan antara pihak-pihak
Perjanjian baru disebut berlaku apabila terdapat persetujan diantara para
pihak. Persetujuan disini bersifat tetap, bukan lagi disebut sebagai proses
sedang berunding. Adapun yang dimaksud dengan berunding adalah
tindakan-tindakan pendahuluan untuk menuju kepada adanya
persetujuan.dalam hal ini, persetujuan tersebut ditunjukkan dengan
penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran, maksudnya adalah apa yang
ditawarkan oleh pihak yang satu diterima oleh pihak yang lainnya. Dalam
perundingan tersebut hal-hal yang dibahas umumnya tentang syarat-syarat
dan mengenai objek perjanjian.Dengan disetujuinya oleh masing-masing
pihak tentang syarat-syarat dan objek perjanjian itu, maka timbullah
persetujan dan persetujuan ini yang kemudian menjadi salah satu syarat
sahnya suatu perjanjian.
3. Ada tujuan yang dicapai
Setiap perjanjian yang lahir tentunya memiliki tujuan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan pihak-pihak itu, yang mana kebutuhan tersebut
hanya dapat dipenuhi apabila mengadakan perjanjian dengan pihak lain.
Perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang-undang.
4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan
Lahirnya suatu perjanjian mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi para
pihak untuk melaksanakan suatu prestasi.Prestasi merupakan kewajiban
yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat
perjanjian, misalnya dalam hal jual-beli pembeli berkewajiban membayar
harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang.Dalam
Hukum Perdata prestasi diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata.
5. Ada bentuk tertentu
Dalam melaksanakan suatu perjanjian, bentuk dari perjanjian tersebut
bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjnjian memilki kekuatan
mengikat dan kekuatan bukti.Biasanya bentuk tersebut dibuat berupa
akta.Selain perjanjian yang dibuat secara tertulis, ada juga perjanjian yang
dibuat secara lisan, yaitu hanya dengan kata-kata yang jelas maksud dan
tujuannya yang dapat dipahami oleh pihak-pihak, itu dirasa sudah cukup,
kecuali para pihak yang menghendaki supaya dibuat secara tertulis (akta).
6. Ada syarat-syarat tertentu
Syarat-syarat tertentu yang dimaksud disini sebenarnya sebagai isi
perjanjian, karena dari syarat-syarat inilah kemudian diketahui hak dan
kewajiban pihak-pihak.Syarat-syarat yang dimaksud adalah syarat
subjektif dan syarat objektif.
Dari penjelasan diatas, maka unsur-unsur yang ada dalam suatu perjanjian
dapat dikelompokkan menjadi :17
1. Unsur essensialia
Unsur essensialia adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada dalam
setap perjanjian.Tanpa adanya unsur ini maka perjanjian tidak mungkin
ada.Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual-beli harus ada barang dan
harga yang disepakati sebab tanpa barang dan harga yang disepakati
sebelumnya maka perjanjian jual-beli tidak mungkin dapat dilaksanakan.
2. Unsur naturalia
Unsur naturalia adalah unsur perjanjian yang diatur dalam
undang-undang, tetapi dapat diganti atau disingkirkan oleh para
17 Budiman N.P.D. Sinaga, Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa dari Perspektif
undang dalam hal ini hanya bersifat mengatur atau menambah
(regelend/aan vullend).Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual beli
dapat diatur tentang kewajiban penjual untuk menanggung biaya
penyerahan.
3. Unsur accidentalia
Unsur accidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh pihak
sebab undang-undang tidak mengatur tentang hal itu. Sebagai contoh
perjanjian jual-beli rumah beserta alat-alat rumah tangga.
C. Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian dianggap sah, apabila perjanjian tersebut telah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga keberadaan
perjanjian tersebut diakui oleh hukum (legally concluded contract).18
Sebagaimana telah disinggung mengenai syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1320
KUHPerdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu :19
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Syarat pertama untuk terjadinya perjanjian adalah “ sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya”. Adapun yang menjadi kesepakatan diantara
para pihak tersebut adalah mengenai pokok-pokok perjanjian.Apa yang
dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain,
artinya para pihak menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.
Sebagai hal mendasar yang harus diketahui adalah kesepakatan itu harus
dicapai secara bebas, artinya berasal dari kemauan sukarela dari para
pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun dan tidak berada
dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya
yang bersifat menakut-nakuti, misalnya mengancam akan membuka
rahasia sehingga orang tersebut dengan terpaksa menyetujui perjanjian
tersebut (Pasal 1324 KUHPerdata). Kesepakatan tersebut juga harus
dicapai tanpa ada unsur kehilafan atau kekeliruan, artinya apabila salah
satu pihak khilaf atau keliru tentang hal pokok yang diperjanjikan, atau
yang berhubungan dengan objek perjanjian atau mengenai orang dengan
siapa diadakan perjanjian maka orang tersebut dapat tidak menyetujui
perjanjian tersebut.Hal ini diatur dalam Pasal 1321, 1322 dan 1328
KUHPerdata.20
Sebelum adanya kesepakatan diantara para pihak, biasanya para
pihak terlebih dahulu mengadakan negosiasi atau komunikasi diantara para
pihak.Sebab tidak mungkin ada suatu kesepakatan apabila tidak ada
pihak-pihak yang saling berkomunikasi, atau menawarkan sesuatu yang
kemudian diterima oleh pihak lainnya. Artinya, tawar-menawar
merupakan proses awal yang terjadi sebelum terwujud kata sepakat
diantara para pihak yang berjanji. Komunikasi yang mendahului itu
bertujuan untuk mencari titik temu atau a meeting of the minds agar bisa
tercapai kata sepakat secara bebas. Biasanya dalam komunikasi tersebut
pihak yang satu memberitahukan kepada pihak yang lain tentang objek
perjanjian dan syarat-syaratnya dan pihak yang lain menyatakan
kehendaknya, sehingga tercapailah kesepakatan diantara para pihak.21
2. Kecakapan untuk membuat perjanjian
Akibat hukum dari perjanjian yang timbul dengan karena adanya
paksaan, kehilafan, atau penipuan adalah bahwa perjanjian itu dapat
dimintakan pembatalannya kepada hakim. Menurut ketentuan Pasal 1454
KUHPerdata, pembatalan dapat dimintakan dalam tenggang waktu 5
(lima) tahun. Dalam hal ada paksaan dihitung sejak hari paksaan itu
berhenti, sementara dalam hal terjadi kehilafan dan penipuan dihitung
sejak hari diketahuinya kehilafan dan penipuan itu.
Cakap atau bekwaam menurut hukum adalah orang yang sudah
dewasa, yaitu sudah berumur 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata). Pada
dasarnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian apabila ia
oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan
hukum. Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata, orang yang
dinyatakan tidak cakap melakukan perjanjian adalah adalah orang yang
belum dewasa, orang yang dibawah pengampuan, dan orang perempuan
yang ditetapkan oleh undang-undang.Menurut hukum nasional, perempuan
bersuami sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, sehinga
tidak lagi harus seijin suaminya.Perbuatan hukum yang dilakukan
perempuan tersebut sah menurut hukum dan tidak dapat dimintakan
pembatalannya kepada hakim. Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 (selanjutnta disebut SE
MA No. 3 Thn 1963) Oleh karena itu, bagi mereka yang dianggap belum
dewasa (minderjarig/underage) diwakili oleh walinya, sedangkan untuk
orang yang tidak sehat pikirannya (mental incompetent/intoxicated person)
diwakili oeh pengampunya karena dianggap tidak mampu (onbevoegd)
untuk bertindak sendiri.22
3. Suatu Hal Tertentu
Syarat yang ketiga ini yaitu suatu hal tertentu merupakan pokok
perjanjian, yang melahirkan prestasi, yaitu merupakan sesuatu yang harus
dipenuhi dalam suatu perjanjian yang mana prestasi ini merupakan objek
perjanjian tersebut.Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya
dapat ditentukan jenisnya. Maksudnya adalah apa yang diperjanjiakan
harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan
asal dapat dihitung atau ditetapkan.
Dalam hal apabila objek yang dijadikan perjanjian tersebut
jumlahnya belum tentu, menurut undang-undang tidak menjadi halangan,
asalkan jumlah barang itu kemudian dapat dihitung atau
ditentukan.Sebagai contoh, hasil panen sawah di musim yang mendatang.
Hasil panen yang merupakan barang baru kemudian akan ada di musim
yang akan datang dapat dijadikan objek perjanjian dan ini adalah sah.
Akan tetapi, tentunya sawah yang dimaksud sekurang-kurangnya sudah
ditentukan letak dan luasnya serta kapan panennya tiba sudah diketahui.
22
Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan,
gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak,
yang apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.Jika
prestasi itu kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka
dianggap tidak ada objek perjanjian.Akibat tidak dipenuhi syarat ini,
perjanjian itu batal demi hukum.23
4. Suatu Sebab Yang Halal (causa)
Kata “causa” berasal dari bahasa latin artinya “sebab”. Sebab adalah suatu
alasan yang menyebakan orang membuat perjanjian, atau yang mendorong
seseorang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan “causa”
yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti
yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian,
melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri”, yang
menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.
Undang-undang tidak mempersoalkan apa yang menjadi sebab
orang melakukan perjanjian. Yang diperhatikan ataupun yang diawasi oleh
undang-undang adalah “isi dari perjanjian itu”, yang menggambarkan
tujuan yang akan dicapai, apakah dilarang oleh undang-undang atau tidak,
apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak.
Menurut undang-undang, causa atau sebab itu halal apabila tidak
dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum
dan kesusilaan (Pasal 1337KUHPerdata).Perjanjian yang berisi causa atau
sebab yang halal diperbolehkan, sebaliknya perjanjian yang berisi causa
atau sebab yang tidak halal, tidak diperbolehkan.
Perjanjian yang bercausa tidak halal (dilarang undang-undang)
contohnya adalah jual-beli candu, ganja, dan lain-lain.Perjanjian yang
bercausa tidak halal (bertentangan dengan ketertiban umum) misalnya
perdagangan manusia sebagai budak, mengacaukan ajaran agama
tertentu.Perjanjian yang ber causa tidak halal (bertentangan dengan
kesusilaan) misalnya membocorkan rahasia perusahaan. Setiap perbuatan
yang bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum maupun
kesusilaan akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum perjanjian
yang berisi causa yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi
hukum.Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan
perjanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada
perjanjian. Demikian juga perjanjian yang dibuat tanpa sebab, ia dianggap
tidak pernah ada (Pasal 1335 KUHPerdata).24
D. Bentuk-bentuk Perjanjian
Bentuk-bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
tertulis dan lisan.Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak dalam bentuk tulisan.Sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian
yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak).25
24
Ibid. hal. 94.
25 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Ada 3 (tiga) bentuk perjanjian tertulis, yaitu sebagai berikut :26
1. Perjanjian dibawah tangan ditandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan saja. Perjanjian semacam itu hanya mengikat para
pihak dalam perjanjian tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat
pihak ketiga. Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal
oleh pihak ketiga maka para pihak atau salah satu pihak dari
perjanjian tersebut, berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang
diperlukan. Hal tersebut bertujuan untuk membuktikan bahwa
keberatan para pihak ketiga dimaksud adalah tidak berdasar dan
tidak dapat dibenarkan.
2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk menganalisir tanda tangan
para pihak. Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen
semata-mata hanya untuk melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak.
Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaaruhi kekuatan
hukum dari isi perjanjian. Salah satu pihak mungkin saja
menyangkal isi perjanjian. Namun, pihak yang menyangkal
tersebut adalah pihak yang harus membuktikan penyangkalannya.
3. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk
akta notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat dihadapan dan
dimuka pejabat yang berwenang untuk itu.pejabat yang berwenang
untuk itu adalah notaris, camat, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT). Jenis dokumen ini merupakan alat bukti yang sempurna
bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak pihak ketiga.
Menurut Salim H.S, dalam kontrak Amerika, perjanjian menurut
bentuknya dibagi menjadi dua macam yaitu :27
1. Informal contract, yaitu kontrak yang dibuat dalam bentuk yang
lazim atau informal.
2. formal contract, yaitu perjanjian yang memerlukan bentuk atau
cara-cara tertentu.
Formal contract dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. contracts underseal, yaitu kontrak dalam bentuk akta
autentik.
b. recognizance, yaitu acknowledgment atau pengakuan di
muka sidang pengadilan.
c. negotiable instrument, yaitu berita acara negosiasi.
Sedangkan menurut Muhammad Syaifuddin dalam bukunya Hukum
Kontrak mengemukakan 3 (tiga) bentuk dari kontrak/perjanjian. Adapun
ketiga bentuk kontrak/perjanjian tersebut adalah :28
1. Kontrak lisan
Kontrak lisan adalah suatu kontrak yang dibuat oleh para pihak
secara lisan, tidak secara tertulis dalam akta dibawah tangan
maupun akta otentik.Dalam kontrak lisan terkandung suatu janji
27Ibid. hal. 33. 28
Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perpektif Filsafat,
Teori Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan), (Bandung: Mandar
yang mengungkapkan kehendak yang dinyatakan dan dianggap
sebagai elemen konstitutif dari kekuatan mengikat kontrak.Namun
demikian, adanya suatu janji bertimbal-balik tidak serta merta
membentuk kontrak.Kontrak baru terbentuk jika ada perjumpaan
atau persesuaian antara janji-janji yang ditujukan satu pihak
terhadap pihak lainnya.
2. Kontrak tertulis dalam akta dibawah tangan
Menurut Pasal 1874 KUHPerdata, akta dibawah tangan adalah
surat atau tulisan yang dibuat para pihak tidak melalui perantaraan
pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat
bukti. Jadi, akta dibawah tangan semata-mata dibuat antara pihak
yang berkepentingan.Semua kontrak yang dibuat dalam akta
dibawah tangan bentuknya bebas, terserah bagi para pihak dan
tempat mengadakan perjanjian juga dibolehkan dimana saja.
Yang terpenting bagi kontrak tertulis akta dibawah tangan itu
terletak pada tanda tangan para pihak.
3. Kontrak tertulis dalam akta otentik
Akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata adalah akta dalam
bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau
dihadapan pejabat yang berkuasa (pejabat umum) untuk itu,
ditempat dimana akta dibuatnya. Suatu akta disebut akta otentik
a. Akta yang dibuat oleh atau akta yang dibuat di hadapan
pejabat umum, yang ditunjuk oleh undang-undang.
b. Bentuk akta ditentukan oleh undang-undang dan cara
membuat akta harus menurut persyaratan materil
(substantive) dan persyaratan formil (procedural) yang
ditetapkan oleh undang-undang.
c. Ditempat dimana pejabat berwenang membuat akta
tersebut.
Selain bentuk-bentuk perjanjian yang telah disebutkan diatas, juga dikenal
jenis-jenis perjanjian, yaitu diantaranya :29
1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
Perjanjian timbal-balik adalah perjanjian yang menimbulkan hak
dan kewajiban kepada kedua belah pihak.Perjanjian timbal-balik adalah
pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,
misalnya perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, pemborongan bangunan,
dan tukar-menukar.
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban
kepada salah satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian
hibah, dan hadiah.Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang
menjadi objek perikatan, dan pihak lainnya berhak menerima benda yang
diberikan itu.
Salah satu kriteria ataupun ciri dalam perjanjian jenis ini adalah
kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak.Prestasi
biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak,
atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni
sebuah rumah.Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam praktek,
terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut Pasal 1266
KUHPerdata.Menurut pasal ini salah satu syarat ada pemutusan perjanjian
itu apabila perjanjian itu bersifat timbal-balik.
2. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan
keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai,
perjanjan hibah.Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah
perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu terhadap
kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada
hubungannya menurut hukum.
Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga
bisa pemenuhan suatu syarat protestatif (imbalan). Misalnya A
menyanggupi kepada B sejumlah uang, jika B menyerah-lepaskan suatu
barang tertentu kepada A.
Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan
berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang
merugikan para kreditur (Pasal 1341 KUHPerdata).
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama
sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus , karena
jumlahnya terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar,
dan pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak
mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak
milik dalam perjanjian jual-beli.Perjanjian kebendaan ini sebagai
pelaksanaan perjanjian obligatoir.Perjanjian obligatoir adalah perjanjian
yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbullah
hak dan kewajiban paihak-pihak.Pembeli berhak menuntut penyerahan
barang, penjual berhak atas pembayaran harga.
Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam
perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian, dan
penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.
5. Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada
persetujuan kehendak antara pihak-pihak.Perjanjian real adalah perjanjian
disamping ada persetujuan kehendak jga sekalian harus ada penyerahan
nyata atas barangnya, misalnya jual-beli barang bergerak, perjanjian
penitipan, pinjam pakai (Pasal 1694, 1740, dan 1754 KUHPerdata).
Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol
(perjanjian) yang objeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan
kehendak serentak ketika itu juga terjadi peralihan hak.Hal ini disebut
“kontan atau tunai”.
E. Lahir Dan Berakhirnya Suatu Perjanjian
1. Lahirnya perjanjian
Sesuai ketentuan dalam KUHPerdata, perjanjian timbul karena:30
a. Persetujuan (overeenkomst)
b. Dari undang-undang
a. Perjanjian yang lahir dari persetujuan (overeenkomst)
Persetujuan atau overeenkomst biasa disebut juga “contract”,
yang artinya suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih yang
mengikatkan diri kepada seseorang lain atau lebih (Pasal 1313
KUHPerdata). Tindakan/perbuatan yang menciptakan persetujuan,
berisi “pernyataan kehendak” antara para pihak. Dengan demikian
persetujuan tiada lain dari pada “persesuaian kehendak” antara para
pihak. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah sekalipun dalam
Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian atau persetujuan
merupakan tindakan atau perbuatan, tetapi tindakan/perbuatan yang
dimaksud dalam hal ini adalah perbuatan hukum (rechtshandeling).
Sebab tidak semua tindakan/perbuatan mengakibatkan akibat hukum,
hanya tindakan hukum sajalah yang menimbulkan akibat hukum.
30 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung: Penerbit Alumni, 1986) hal.
Persesuaian kehendak atau pernyataan kehendak dapat
dinyatakan dengan lisan, tulisan/surat dan lain-lain.Dalam melakukan
perjanjian salah satu pihak menawarkan usulan, serta pihak yang
lainnya menerima atau menyetujui usulan tersebut.Jadi dalam
persetujuan terjadi acceptance/penerimaan atau persetujuan usul.
Dengan adanya penawaran/usul serta persetujuan dari pihak lain atas
usul, lahirlah persetujuan atau kontrak yang mengakibatkan akibat
hukum bagi para pihak.
Pasal 1320 KUHPerdata telah menentukan syarat sahnya suatu
persetujuan.adapun syarat-syarat tersebut adalah:
a. Kesepakatan dari para pihak
b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukm
c. Suatu haltertentu
d. Suatu sebab yang halal
Dari keempat syarat persetujuan yang disebut dalam Pasal 1320
KUHPerdata tersebut, ditinjau dari segi subjek/objek dapat dibedakan
dalam dua golongan. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang
harus ”melekat pada diri persoon” yang membuat persetujuan atau
yang disebut dengan syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan
keempat merupakan syarat yang harus “terdapat pada objek”
persetujuan atau syarat objektif.
Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang diatur
dalam Pasal 1352 KUHPerdata :
a. Semata-mata dari undang-undang
b. Dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia
Persetujuan yang timbul semata-mata dari undang-undang pada
umumnya telah diatur tersendiri dalam ketentuan-ketentuan yang
jelas.Seperti kewajiban alimentasi yang diatur dalam ketentuan hukum
kekeluargaan.Kewajiban alimentasi timbul akibat persetujuan yang
telah ditetapkan oleh undang-undang sendiri.Juga mengenai hak ahli
waris atau harta pewaris, merupakan persetujuan yang mengikat
diantara ahli waris dan pewaris semata-mata oeh karena ketetapan
undang-undang waris sendiri seperti yang telah diatur dalam hukum
waris.Dalam semua hal ini dengan sendirinya telah timbul persetujuan
yang mengikat, apabila terjadi suatu keadaan yang sesuai dengan
ketentuan undang-undang.
Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang sebagai
akibat perbuatan manusia, sesuai dengan ketentuan Pasal 1353
KUHperdata dibedakan persetujuan yang timbul akibat dari perbuatan
manusia yaitu :
1. Yang sesuai dengan hukum atau rechmatig
2. Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau
onrechtmatige daad
1. Perbuatan yang sesuai dengan hukum atau rechtmatig
Perjanjian yang sesuai dengan hukum mirip seperti
perjanjian semu. Perjanjian yang sesuai dengan hukum yaitu
perjanjian yang lahir dari sepihak apabila dia telah mengikatkan
diri karena perbuatan hukum yang sah atau dibenarkan, sekalipun
tanpa persetujuan pihak yang lain. Maksudnya adalah, bahwa
dengan sendirinya si pelaku tersebut telah mengikatkan diri
melaksanakan maksud perbuatan hukum yang dibenarkan tadi,
serta bertanggungjawab sepenuhnya atas kesempurnaan
pelaksanaannya.Sebagai contoh, zaakwaarneming yang diatur pada
Pasal 1354 KUHPerdata. Seseorang yang dengan sukarela
mengurus kepentingan orang lain tanpa suatu kewajiban hukum
yang dibebankan kepadanya serta perbuatan tersebut dilakukan
tanpa sepengetahuan atau persetujuan pihak yang diurusnya, maka
secara diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut.
Sekalipun pada mulanya perbuatan pengurusan kepentingan
orang lain tadi dilakukan secara sukarela, namun sejak semula dari
perbuatan itu mengakibatkan atau menimbulkan “kewajiban” yang
mengikat untuk dilanjutkan sampai sempurna.
2. Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum
Mengenai onrechtmatigedaad diatur pada Pasal 1365
yang menyebabkan timbulnya kerugian terhadap orang lain
mewajibkan si pelaku untuk membayar ganti kerugian. Setiap
tingkah laku yang menimbulkan kerugian pada orang lain
mewajibkan orang tersebut membayar ganti rugi sebagai akibat
dari kerugian yang dilakukan oleh si pelaku. Kerugian tersebut
haruslah kerugian yang timbul sebagai akibat langsung dari
perbuatan melanggar hukum si pelaku. Dengan kata lain,
didalamnya harus terdapat hubungan sebab-akibat.
Untuk melihat apakah ada hubungan sebab akibat antara
perbuatan dan kerugian, harus memperhatikan teori ajaran
kausalitet, antara lain teori sebab akibat yang serasi yaitu kerugian
yang benar-benar serasi dengan akibat langsung yang ditimbulkan
dari perbuatan melanggar hukum. Adapun yang menjadi
batasannya adalah faktor kerugian.Kerugian yang dimaksud adalah
segala kerugian yang dapat diperhitungkan, yaitu kerugian konkrit
yang objektif sebagai akibat langsung dari perbuatan melanggar
hukum.Kecuali tindakan yang disebabkan oleh keadaan yang
overmacht.Sebagai contoh, rumah tetangga menjadi rusak karena
terjadi kebakaran.
2. Hapusnya perjanjian
Mengenai hapusnya perjanjian diatur pada Titel ke 4 Buku III BW.
Masalah hapusnya perjanjian (tenietgaan van verbintenis) biasa juga disebut
maka yang dimaksud hapusnya perjanjian/hapusnya persetujuan yaitu
menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam
persetujuan bersama antara para pihak.31
Banyak cara dan macam yang dapat menghapuskan perjanjian.
Misalnya dengan cara membayar harga barang yang dibeli, ataupun dengan
jalan mengembalikan barang yang dipinjam. Bisa juga dengan pembebasan
hutang dan sebagainya.32
Penghapusan perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata. Dalam
Pasal ini telah disebut satu persatu cara dan jenis penghapusan perjanjian.
Adapun cara-cara penghapusan yang disebut dalam Pasal 1381KUHPerdata
adalah :33
1. Karena pembayaran (betaling)
2. Karena penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan
(konsignasi)
3. Karena pembaharuan utang (novasi, schuld verniewing)
4. Karena kompensasi atau perhitungan laba-rugi
5. Karena konfusi atau pencampuran antara hutang dan pinjaman
6. Karena penghapusan hutang
7. Karena pernyataan tidak sah atau terhapus
8. Karena daluwarsa atau verjaring
1. Pembayaran (Betaling)
31
M. Yahya Harahap, Op. Cit. hal. 106.
32Ibid.
Pemenuhan kewajiban merupakan salah satu cara untuk
berakhirnya perikatan yang diatur dalam Buku ke 3 dan ke 4, tentang
hapusnya perikatan-perikatan. Pemenuhan kewajiban (nakomen) dan
pembayaran (betalen) serta pelaksanaan janji (vooldoen aan)
menunjuk pada hal yang sama, yakni pelaksanaan prestasi sesuai
dengan isi perjanjian.34
Yang dimaksud dengan pembayaran disini adalah pembayaran
dalam arti luas, tidak boleh diartikan dalam ruang lingkup yang sempit,
karena pembayaran bukan semata-mata berkaitan tentang
pelunasan-pelunasan hutang.Karena apabila ditinjau dari segi yuridis-teknis,
pembayaran tidak selamanya mesti berbentuk sejumlah uang atau
barang.Bisa saja berupa dengan pemenuhan jasa, atau pembayaran
dengan bentuk tak berwujud atau immaterial.35
Pembayaran itu sah apabila dilakukan oleh orang yang berhak
menerimanya dan berkuasa atas pembayaran itu.Mengenai siapa yang
harus membayar, pembayaran dilakukan oleh debitor dan dapat
dilakukan oleh penanggung utang atau orang yang turut berutang.
Perikatan bahkan dapat dilakukan oleh pihak ketiga-yang tidak
mempunyai kepentingan, asal saja pihak ketiga tersebut bertindak atas
nama debitor dan ketika bertindak atas namanya sendiri tidak
meng