G. Parameter Penurunan Mutu
1. Laju Respirasi
Laju respirasi merupakan petunjuk daya simpan buah-buahan sesudah dipanen, intensitas respirasi sering dianggap sebagai potensi daya simpan buah–buahan. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai umur simpan yang pendek, hal ini merupakan petunjuk laju kemunduran kualitas dan nilainya sebagai bahan pangan (Pantastico, 1986). Penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan laju respirasi dan transpirasi sehingga kedua proses ini berjalan lambat, akibatnya ketahanan simpan dari buah manggis cukup panjang dengan susut bobot minimal (Hasbi et al, 2006).
Pola respirasi buah ada dua macam yaitu, respirasi klimakterik dan respirasi non-klimakterik. Pola respirasi klimakterik mempunyai karakteristik di mana laju respirasi pada saat awal setelah pemetikan akan menurun, dan selanjutnya akan terjadi konsumsi O2 dari udara untuk pernapasan dan menghasilkan CO2, H2O dan panas. Panas yang dikeluarkan akan mempercepat reaksi respirasi selanjutnya sampai mencapai titik maksimum. Setelah itu respirasi akan menurun secara
perlahan sampai buah menjadi layu (senescence). Pola karakteristik non-klimakterik memperlihatkan laju respirasi buah yang terus menurun, kedua karakteristik ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik pola pertumbuhan dan laju respirasi buah-buahan (Wills et all, 1982 ).
Janick (1998) menerangkan bahwa manggis merupakan buah non-klimakterik. Berdasarkan pola respirasinya manggis merupakan kelompok buah non-klimakterik (Lili, 1992) ditunjukkan oleh Gambar 3.
Qanytah (2004) menyimpulkan bahwa buah manggis yang disimpan pada suhu 10oC berdasarkan pola respirasi pada Gambar 4, menunjukkan termasuk buah klimakterik. Pada penyimpanan dingin 13oC berdasarkan pola respirasinya buah manggis termasuk kelompok buah klimakterik sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 5 (Juanasari, 2004).
Gambar 3. Laju respirasi buah manggis selama penyimpanan dingin 10oC (Lili, 1992).
2. Kekerasan Kulit Buah
Perubahan kekerasan tergolong perubahan fisik pada buah. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran bentuk, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vokuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas di dinding sel. Terjadinya difusi yang terus menerus meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan meningkatnya tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan sel menjadi tegang (Pantastico, 1989).
Salah satu masalah dalam mempertahankan mutu manggis adalah terjadinya pengerasan kulit buah pada manggis yang disimpan pada jangka waktu yang lama. Buah manggis yang mendapat perlakuan dengan
Gambar 4. Laju respirasi buah manggis pada penyimpanan dingin 10oC (Qanytah, 2004).
Gambar 5. Laju respirasi buah manggis pada penyimpanan dingin 13oC (Juanasari, 2004).
pelilinan kekerasan kulit buahnya lebih rendah dibandingkan dengan buah manggis tanpa pelilinan (kontrol). Mahendra (2001) dalam Azhar (2004) mengemukakan bahwa pengerasan kulit buah sehingga manggis sulit dibuka kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang tinggi di permukaan kulit buah atau kerusakan jaringan kulit buah manggis dipengaruhi oleh rongga jaringan kulit buah. Pengamatan terhadap irisan melintang kulit manggis menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan ruang-ruang antar sel (Gambar 6a) pada jaringan kulit luar dan tengah buah manggis terisi oleh cairan, namun pada akhir penyimpanan ruang-ruang antar sel jaringan kulit luar dan tengah rusak karena kehilangan cairan (Gambar 6b dan 6c).
Gambar 6. Penampang melintang irisan kulit manggis dengan pembesaran 10 x 4 (Qanytah, 2004) :
d. Awal penyimpanan e. Hari ke-21 Penyimpanan f. Hari ke-30 Penyimpanan .
3. Susut Bobot
Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu buah manggis. Susut bobot sebagian besar terjadi karena proses respirasi dan transpirasi. Kehilangan air atau transpirasi dapat menjadi penyebab utama deteriorasi karena berpengaruh langsung pada kehilangan kuantitatif (bobot) (Santoso dan Purwoko, 1986). Begitu juga halnya pada komoditas buah tropik lainnya yaitu pisang, komponen yang menyebabkan turunnya bobot pisang adalah kadar air. Pelapisan lilin dan pengemasan sangat efektif dalam mempertahankan bobot buah, hal ini terjadi karena proses transpirasi dan respirasi pada buah pisang dapat dihambat dengan
penutupan stomata melalui pelapisan lilin dan kemasan (Sri, 2005). Kehilangan air bukan hanya mengurangi bobot, tetapi juga menyebabkan penampakan buah menjadi kurang menarik, tekstur jelek dan mutu menurun (Soesarsono, 1988).
4. Total Padatan Terlarut (TPT)
Buah dan sayuran menyimpan karbohidrat sebagai persediaan bahan energi untuk melangsungkan keaktifan dan sisa hidupnya. Proses pematangan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Ketika buah-buahan menjadi matang, maka kandungan gula asam akan mengalami perubahan yang drastis. Fase pematangan dimulai maka menunjukkan dimulainya proses degradasi gula pada fase pelayuan (senesence).
Pada buah-buahan tropik contohnya pisang, bagian terbesar dari total padatan terlarut adalah gula, sehingga nilai tersebut dijadikan parameter perubahan yang terjadi pada kandungan gula buah pisang. Kadar padatan terlarut buah pisang selama penyimpanan pada suhu dingin, menunjukan kenaikan kemudian turun setelah masa pembusukan, perlakuan pelilinan dan pengemasan berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai total padatan terlarut, sehingga laju perubahan nilai total padatan terlarut terjadi lebih lambat (Sri, 2005).
Gula-gula utama dalam buah manggis adalah fruktosa, glukosa dan sukrosa. Hubungan antara TPT dan total kandungan gula adalah bahwa hampir semua kandungan total padatan terlarut dalam sari daging buah manggis terbentuk dari glukosa, fruktosa dan sukrosa (Augustin dan Azudin, 1986). Pelilinan yang dilakukan pada buah manggis diharapkan dapat menjaga nilai total padatan terlarut agar tetap tinggi (Riza, 2004). Nilai awal TPT untuk manggis yang berbentuk oval adalah 19oBrix (Namuco, 2003). Manggis memiliki daging buah atau pulp yang putih, berair dan lembut dengan nilai TPT berkisar antara 17-20oBrix (Kader, 2006). Augustin dan Azudin (1986) menerangkan bahwa nilai TPT awal
untuk manggis berkisar antara 17.7-20.4oBrix dan nilai TPT cenderung konstan pada penyimpanan suhu 4oC.
Pada hari penyimpanan ke-37, buah manggis yang mendapatkan perlakuan pelilinan lebah optimum 6 % dan disimpan pada suhu 5oC dapat mempertahankan nilai total padatan terlarut (TPT) tertinggi yaitu 16.72oBrix, sedangkan untuk kontrol pada suhu penyimpanan 5oC sebesar 14.95oBrix (Riza, 2004).
5. Warna Kulit
Perubahan warna sebagai salah satu indeks mutu pangan sering dipergunakan sebagai parameter untuk menilai mutu fisik produk pertanian. Selain itu warna dapat mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap mutu produk. Selama penyimpanan kulit buah manggis akan terlihat berpindah menuju nilai warna indeks kematangan yang lebih tinggi serta terus berlangsung sampai ke fase kerusakan. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan proses fisiologis manggis mengalami penurunan sehingga perubahan warna dapat dihambat, peningkatan suhu akan menyebabkan pembentukan pigmen sehingga menyebabkan perubahan warna menuju indeks selanjutnya akan semakin cepat (Hasbi et al, 2005). Pada penyimpanan dingin 4-8oC yang tidak diikuti oleh pelilinan dan pengemasan terjadi penggelapan warna (darkening) pada kulit manggis sebagai salah satu gejala chilling injury (Azudin dan Augustin, 1986).
6. Uji Organoleptik
Uji organoleptik penting dilakukan untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap batasan mutu buah manggis yang masih diterima dari setiap perlakuan penyimpanan. Penilaian visual terhadap buah adalah faktor utama dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen. Oleh karena itu terhadap buah manggis yang telah diberikan perlakuan, diberikan uji organoleptik.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 April 2008 sampai dengan 24 Mei 2008 dan bertempat di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor.
B. Alat dan Bahan
Alat yang dipergunakan adalah lemari pendingin, rheometer, hand refractrometer, timbangan digital, mixer, termometer, chromameter, kipas angin, gas analyzer, toples kaca, kamera digital, stand kamera dan lux meter.
Bahan yang dipergunakan adalah plastik stretch film, lilin lebah, air destilat dan buah manggis yang dipetik dari kebun manggis di daerah Wanayasa, Purwakarta pada kematangan indeks 4–5 (Standar Oprasional Prosedur Manggis, 2007) dan selanjutnya langsung dibawa ke laboratorium pada hari yang sama.
C. Tahapan Penelitian
Buah manggis yang telah dipanen dari kebun manggis di Wanayasa Purwakarta, dibersihkan dari semut dan kotoran yang menempel dengan tangan kemudian dilakukan sortasi kamatangan dan ukuran. Buah manggis dibagi ke dalam 3 perlakuan yaitu P1, P2 dan P3 dan tiap perlakuan dilakukan 2 kali ulangan. Penjelasan untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.
Manggis indeks 4-5 (72 buah)
Pelilinan 6 %
Penyimpanan dingin suhu 5oC (di dalam 12 toples, tiap toples berisi 6 buah)
(P1)
Manggis indeks 4-5 (72 buah)
Pelilinan 6 %
Kemasan stretch film
Penyimpanan dingin suhu 5oC (di dalam 12 toples, tiap toples berisi 6 buah)
Manggis indeks 4-5 (72 buah)
Pre-cooling (melalui pencucian, tiriskan)
Pelilinan lebah 6 %
Kemasan stretch film
Penyimpanan dingin suhu 5 oC (di dalam 12 toples, tiap toples berisi 6 buah)
(P3)
Gambar 7. P1, P2, dan P3 : diagram alir tahapan proses penyimpanan manggis. Untuk sampel perlakuan 3 (P3) segera setelah pemanenan dilakukan perlakuan pre-cooling dengan air sekaligus pencucian, selanjutnya ditiriskan. Pencucian bahan dengan air segera setelah pemanenan juga sekaligus dapat menurunkan panas lapang atau berfungsi sebagai pre-cooling (Departemen Pertanian, 2004). Untuk sampel perlakuan 1 dan 2 tidak dilakukan pencucian. Semua bahan kemudian dikemas dalam dus dan diangkut ke laboratorium TPPHP dengan lama perjalanan sekitar 4 jam.
Selanjutnya dilakukan pengujian mutu awal untuk masing-masing sampel parameter mutu yaitu kekerasan, bobot, warna, dan total padatan terlarut (TPT). Semua sampel dari semua perlakuan dilakukan pelilinan dengan konsentrasi sama yaitu 6%. 1 liter emulsi lilin 6% diperoleh dengan mengencerkan 1 liter emulsi liin 12% dicampur dengan 1 liter aquades (Rubiyah, 2008).Untuk membuat emulsi lilin lebah 12% bahan yang dipergunakan untuk membuatnya adalah lilin lebah 120 g, asam oleat dan triethanol amin 40 g, air 820 g. Lilin dipanaskan sampai mencair. Tambahkan secara perlahan asam oleat dan triethanol amin. Dalam keadaan panas campuran dimixer dan blender sambil ditambahkan air panas. Emulsi kemudian siap didinginkan dan siap digunakan (Suyanti, 1993).
Pelilinan dilakukan dengan metode pencelupan selama 30 detik kemudian ditiriskan dibantu dengan blower sekitar 3 menit. Setelah pelilinan
untuk sampel 2 dan 3 dilakukan pengemasan single wraping, yaitu masing-masing satu persatu buah manggis dikemas dengan plastik stretch film. Setelah masing-masing sampel mendapatkan perlakuan selanjutnya dilakukan penyimpanan dingin pada suhu yang sama yaitu 5 oC dalam toples yang memilki volume 3300 ml. Selama penyimpanan dilakukan pengukuran terhadap laju respirasi, susut bobot, kekerasan, warna, TPT, dan organoleptik. Pengukuran dilakukan secara rutin, setiap interval waktu yang ditentukan pada masing-masing parameter mutu. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 8 dan rangkaian kegiatan tahapan penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 9.
Buah manggis (indeks kematangan 4-5)
Sortasi ukuran dan indeks kematangan
(Perlakuan 1) Perlakuan (2) Perlakuan(3) Pelilinan (6%) Pelilinan (6%) Pre-cooling
t = 30 menit Penirisan Penirisan Pelilinan (6%)
Penirisan Pengemasan dengan Stretch film Penyimpanan pada T = 5oC
Pengukuran laju respirasi dan pengamatan mutu Gambar 8. Diagram alir penelitian
Pemanenan Pre-cooling (perendaman +penirisan) Pelilinan dengan lilin lebah (6%) Pengemasan dengan stretch film Sortasi ukuran dan kematangan (indeks 4-5) Penyimpanan dingin (T = 5 oC)
D. Pengamatan Perubahan Mutu 1. Laju Respirasi
Pengukuran laju respirasi dilakukan berdasarkan proses oksidasi biologis. Pengukuran laju respirasi dilakukan pada penelitian ini adalah mengukur kebutuhan O2 dan CO2 dari buah manggis selama penyimpanan di lemari pendingin dengan suhu penyimpanan 5oC.
Buah manggis yang telah ditimbang dimasukan ke dalam toples sebagai chamber dengan kondisi tertutup rapat dimana, pinggiran penutupnya dilapisi malam agar udara tidak bocor. Kemudian untuk pemasukan dan pengeluaran udara saat pengukuran dibuatkan dua saluran selang yang ujung-ujungnya dijepit. Pada saat pengukuran respirasi kedua selang tersebut dihubungkan pada gas analyzer. Laju produksi gas CO2 dan O2 (ml.kg-1.jam-1) dihitung dengan persamaan yang dikembangkan oleh Mannapperuma dan Singh (1987) di dalam Sugiyono (2003) sebagai berikut : W V dt dx R= ...(1) Di mana :
R = laju respirasi (ml.kg-1.jam -1) x = konsentrasi gas CO2 atau O2 (%) t = waktu (jam)
V = volume bebas “resipiration chamber” (ml) W = Berat produk (kg)
2. Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan menggunakan timbangan digital. Pengukuran dilakukan sebelum buah manggis disimpan (bo) dan setiap kali akhir pengamatan (bt) yaitu setiap 3 hari sekali. Selanjutnya susut bobot didapatkan dengan membandingkan pengurangan bobot awal pengamatan dan dinyatakan dalam persen. Rumus lengkap susut bobot adalah sebagai berikut :
Susut bobot = − ×100% o t o b b b ...(2) Dimana : bo = bobot awal pengamatan (g)
bt = bobot akhir pengamatan (g)
3. Kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk rheometer. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan rheometer model CR-300 yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm.menit-1 dan diameter jarum 5 mm. Pengujian dilakukan di 3 titik pada bagian tengah buah. Selama pengujian buah dipegang dengan tangan agar buah tidak bergeser. Pengujian kekerasan dilakukan setiap 3 hari sekali.
4. Total Padatan Terlarut (TPT)
Besar total padatan terlarut pada buah manggis dapat diketahui dengan menggunakan refractrometer digital. Daging buah diambil sarinya (diperas hingga sarinya keluar), lalu hasilnya diletakan pada prisma refractrometer. Total padatan terlarut dalam sari daging buah manggis yang diperas sebagian besar tersusun atas gula. Besarnya nilai padatan dinyatakan dengan derajat gula skala oBrix. Pengukuran TPT dilakukan setiap 3 hari sekali.
5. Uji Warna
Perubahan warna buah manggis selama percobaan diukur setiap 3 hari sekali. Pengukuran dilakukan pada satu titik ditengah. Pengukuran warna dilakukan dengan melihat nilai RGB (Red, Green, Blue) dari keseluruhan pixel buah. Alat yang digunakan adalah kamera digital merk Kodak Easy Share C613 dengan jarak pengambilan gambar 18 cm dari buah, intensitas cahayanya sebesar 2 lux, gambar akan direkam pada resolusi 800x600 pixel dengan 256 tingkat intensitas cahaya merah, hijau,
dan biru. RGB yang dihasilkan dari kamera digital dikonversikan dalam nilai L, a, b dengan persamaan sebagai berikut (Ariyanti, 2007):
... (3)
... (4)
... (5) Nilai L, a, b dari kamera digital kemudian dibandingkan dengan
nilai L, a, b pada chromameter Minolta CR-310. Nilai L menunjukkan kecerahan (brightness) bernilai 100 untuk warna putih dan 0 untuk warna hitam, nilai a menunjukkan warna merah bila nilainya positif, abu-abu bila nilainya 0 dan hijau apabila nilainya negatif. Sedangkan nilai b bernilai positif jika berwarna kuning, nol menunjukkan abu-abu dan nilai negatif menunjukkan warna biru. Untuk menghitung nilai L, a, b dapat mengkonversi cara CIE (Y, x, y) (Francis dan Clyhesdale, 1975 di dalam Yani, 2004) sebagai berikut :
... (6)
dengan nilai ... (7)
... (8)
6. Uji Organoleptik
Sampel diuji organoleptik untuk mengetahui sejauh mana konsumen menerima perubahan sifat fisik dan kimia buah manggis selama penyimpanan. Uji organoleptik yang dipergunakan adalah uji hedonik dan menggunakan 10 orang panelis. Prinsipnya adalah dengan mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap warna, kekerasan, rasa dan uji mutu secara umum. Dalam analisisnya, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 3 1 3 1 200 Zo Z Yo Y b ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 3 1 3 1 500 Yo Y Xo X a 225 . 118 100 071 . 98 = = = Zo Yo Xo
(
1 100)
16 100 25 3 1 ≤ ≤ − ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = Y Yo Y L B G Z =0.066 +1.117 B G R Y =0.299 +0.587 +0.114 B G R X =0.607 +0.174 +0.201(Rahayu, 2001) Agar mudah untuk menganalisis hasil penilaian maka skala hedonik yang digunakan mempunyai rentang skor 1-7, yang mempresentasikan sangat tidak suka sampai sangat suka (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka).
Pengujian dilakukan pada hari ke-21, 30 dan 40 dengan menggunakan segmen mahasiswa sebagai panelis dan panelis tersebut dipastikan menyukai buah manggis.
E. Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan di Laboratorium dimana kondisi lingkungan cukup terkendalikan maka Rancangan Percobaan yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gomez, 1995). Percobaan faktor tunggal yaitu faktor rangkaian perlakuan, dengan menggunakan 3 taraf perlakuan (t) yaitu rangkaian Perlakuan 1 (P1), Perlakuan 2 (P2) dan Perlakuan 3 (P3). Buah manggis dari setiap perlakuan disimpan dalam penyimpanan dingin 5 0C dan 2 kali ulangan (r) selanjutnya data yang diperoleh diolah dengan program SAS (Statistical Analysis System).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Laju Respirasi
Buah manggis yang telah dipanen walaupun telah dipisahkan dari inangnya namun tetap menunjukkan aktivitas hidup. Suplai energi masih dibutuhkan untuk menjaga tetap berfungsinya komponen sistem metabolisme. Energi yang diperoleh merupakan hasil dari kegiatan respirasi. Laju respirasi buah merupakan indikator yang digunakan sebagai petunjuk terhadap potensi umur simpan, hal ini dikarenakan intensitas respirasi merupakan ukuran kecepatan jalannya metabolisme, suatu proses respirasi yang kecepatannya tinggi dihubungkan dengan umur simpan yang pendek.
Pada Gambar 10 laju produksi karbondioksida awal penyimpanan memiliki nilai besar hal ini dikarenakan suhu buah pada awal penyimpanan masih tinggi karena belum menyesuaikan dengan kondisi ruang penyimpanan, suhu awal buah ditambah dengan dari panas lapang menyebabkan produk memiliki kecepatan respirasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muchtadi (1992) yang menerangkan bahwa kecepatan respirasi merupakan hasil dari pengaruh suhu dimana kecepatan respirasi pada buah-buahan akan meningkat sampai dengan dua setengah kalinya untuk kenaikan suhu sebesar 10 oC yang menunjukkan adanya pengaruh proses biologi maupun kima.
Fluktuasi nilai kecepatan respirasi yang tinggi seiring dengan perubahan suhu pada bahan hingga mencapai suhu yang sesuai dengan penyimpanan, yaitu 5 oC. Waktu berakhirnya fluktuasi nilai laju respirasi dari setiap perlakuan berbeda. Pada perlakuan P1 berakhir pada jam ke-138, perlakuan P2 pada jam ke-162 sedangkan perlakuan P3 pada jam ke-26. Fluktuasi laju respirasi pada perlakuan P3 lebih cepat dari P2 perlakuan lainnya. Pengaruh pencucian sekaligus pre-cooling menyebabkan sebagian panas lapang telah dipindahkan dari manggis sehingga buah manggis lebih cepat menyesuaikan dengan suhu penyimpanan. Laju respirasi pada buah yang diberi perlakuan P1 lebih cepat konstan daripada perlakuan P2. Hal ini karena pada perlakuan P1 setelah pelilinan buah tidak dikemas dengan stretch film, sehingga proses
penyerapan kalor dari manggis berlangsung lebih cepat dan suhu buah lebih cepat turun daripada perlakuan P2 yang dikemas dengan stretch film.
Pola grafik laju respirasi antar perlakuan yang satu dengan lainnya tidak jauh berbeda, dibuktikan dari hasil analisis sidik ragam pada penyimpanan hari ke-21, 30 dan 40, menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan dan pengemasan dengan pre-cooling tidak berpengaruh nyata terhadap laju produksi CO2.
Grafik laju respirasi pada Gambar 10, menunjukkan laju respirasi yang lambat dan cenderung konstan. Efek tersebut yang diharapkan terjadi karena perlakuan yang diberikan untuk setiap jenis sampel. Lapisan lilin akan menutupi sebagian stomata dan menurunkan laju respirasi sehingga menunda proses kematangan. Pelilinan yang dilanjutkan dengan pengemasan stretch film, mampu memperlambat laju respirasi dan menjaga kompisisi atmosfer dalam kemasan berada pada kondisi optimum, hal ini terlihat bahwa selama penyimpanan nilai laju respirasi ada kecenderungan lebih konstan daripada manggis yang tidak dikemas dengan stretch film.
Gambar 10. Grafik laju respirasi CO2 selama penyimpanan dingin 5oC. Pada perlakuan P3 dimana pelilinan dan pengemasan dilengkapi dengan pre-cooling semua proses terjadi lebih lambat dari kedua perlakuan lainnya. Perlakuan pre-cooling menyebabkan fluktuasi suhu diawal penyimpanan dapat ditekan jadi ketika dililin dan dikemas dengan stretch film, kondisi bahan memiliki suhu lebih stabil, diharapkan dapat mendukung efek dari pelilinan
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 0 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336 360 384 408 432 456 480 504 528 552 576 600 624 648 672 696 720 744 768 792 816 840 864 888 912 936 960 Waktu (Jam) L a ju R es p ir a si ( m l C O2 . k g -1 . ja m -1 )
dan pengemasan lebih efektif. Terlihat dari nilai hasil laju respirasi selama penyimpanan di Lampiran 3 nilainya jauh lebih stabil. Pelilinan dan pengemasan yang diikuti dengan penyimpanan dingin akan menghambat laju respirasi. Sebagaimana yang diterangkan Pantastico (1986) banyak cara untuk mempertahankan mutu produk hortikultura, tetapi cara-cara tersebut kurang memuaskan tanpa dikombinasikan dengan pendinginan. Penyimpanan dalam udara terkendali, pelapisan lilin dan pengemasan dengan plastik polyetilen yang tanpa diikuti dengan pendinginan tidak dianjurkan untuk di daerah tropik Selama penyimpanan, laju CO2 pada suhu 5 °C berfluktuasi namun tidak terlalu ekstrim, hal ini disebabkan penyimpanan dingin yang dapat menghambat proses respirasi. Pendinginan (refrigerasi) dapat menurunkan kecepatan respirasi sehingga buah akan mencapai puncak respirasi lebih lama dan hal ini dapat memperpanjang umur simpan.
B. Pengaruh Perlakuan Terhadap Mutu Manggis 1. Susut Bobot
Story (1991) di dalam Qonytah (2004) mengemukakan bahwa jika produk segar kehilangan airnya 10% dari bobot buah tersebut, maka tidak dapat dipasarkan lagi. Berdasarkan grafik pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa selama penyimpanan buah manggis dari semua perlakuan mengalami peningkatan susut bobot.
Pada Gambar 11, grafik dari semua perlakuan menunjukan kecenderungan peningkatan susut bobot selama penyimpanan. Peningkatan susut bobot terjadi karena buah selama penyimpanan mengalami proses respirasi dan transpirasi. Salah satu penyebab susut bobot adalah proses respirasi dan proses transpirasi (Syarief dan Hadid, 1991). Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab susut bobot, yaitu terjadi perubahan fisiokimia berupa penyerapan dan pelepasan air ke lingkungan. Kehilangan air ini berpengaruh langsung terhadap kerusakan tekstur, kandungan gizi, kelayuan, dan pengerutan (Kader, 1992).
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 Waktu (Hari) S u s u t B o b o t (% )
P1 (pelilinan) P2 (pelilinan+pengemasan) P3 (pre-cooling+pelilinan+pengemasan)
Gambar 11. Grafik peningkatan susut bobot pada penyimpanan dingin 5oC. Peningkatan susut bobot dari setiap perlakuan berbeda, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap peningkatan susut bobot selama penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam pada penyimpanan setelah hari ke-30 dan hari ke-40, membuktikan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap peningkatan susut bobot. Sementara hasil uji lanjut Duncan pada penyimpanan hari ke-40 menunjukkan bahwa perubahan susut bobot rangkaian perlakuan P2 dan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P1. Sedangkan perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan dan perlakuan P3. Peningkatan susut bobot tertinggi adalah terjadi pada buah manggis yang diberi perlakuan P1 yaitu sebesar 1.061 %, diikuti perlakuan P3 sebesar 0.55 %. Peningkatan susut bobot terendah adalah pada perlakuan P2 yaitu sebesar 0.50 %. Nilai ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan manggis yang disimpan pada suhu yang sama 5oC namun tidak mengalami pelilinan dan pengemasan yaitu sebesar 15.13% pada hari ke-37 (Riza, 2004).
Pelilinan dan penyimpanan dalam suhu rendah mampu menghambat proses respirasi dan transpirasi yang mana merupakan faktor penyebab susut bobot. Komponen yang menyebabkan turunnya bobot manggis adalah kadar air, pelapisan lilin dan pengemasan sangat efektif dalam mempertahankan bobot buah yang terjadi karena proses transpirasi dan respirasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri (2005), menunjukkan pada buah pisang proses respirasi dan transpirasi dapat dihambat dengan
penutupan stomata melalui pelapisan lilin dan kemasan (Sri, 2005). Kombinasi pelilinan, penambahan kemasan stretch film dan penyimpanan dalam suhu rendah mampu mengurangi susut bobot lebih kecil dibandingkan pelilinan saja. Buah manggis yang setelah mendapatkan pelilinan kemudian dikemas dengan stretch film berada dalam pengemasan