• Tidak ada hasil yang ditemukan

bekerja di sektor Ekonomi Kreatif mayoritas pekerja formal, sedangkan perempuan mayoritas pekerja informal

banyak bergelut pada kegiatan formal yaitu mencapai 57,75 persen. Sementara pada kondisi nasional tenaga kerja laki-laki pada kegiatan formal hanya sebesar 45,05 persen.

Perbedaan bahwa lebih banyak laki-laki yang bekerja di kegiatan formal tersebut tidak terlihat pada sebaran tenaga kerja di lapangan usaha secara keseluruhan (nasional). Tenaga kerja semua sektor (nasional) secara umum lebih banyak bekerja di kegiatan informal, baik laki-laki maupun perempuan. Perbedaan pola dengan tenaga kerja ekonomi kreatif tersebut bukan merupakan hal baru, karena secara umum tenaga kerja di Indonesia memang lebih banyak bekerja di kegiatan informal, baik laki-laki maupun perempuan.

Gambar 3. 22. Persentase Tenaga Kerja di Ekonomi Kreatif Menurut Kegiatan Formal/Informal dan Daerah Tempat Tinggal,

Tahun 2015-2016

Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016

Jika dirinci berdasarkan daerah tempat tinggal, penduduk yang bekerja pada sektor ekonomi kreatif di perkotaan sebagian besar bekerja pada kegiatan formal yaitu sebesar 53,86 persen pada tahun 2015 dan turun menjadi 52,06 persen pada tahun 2016. Hal berbeda terjadi di wilayah pedesaan, dimana sebagian besar tenaga kerja berstatus sebagai tenaga kerja informal yaitu sebesar 65,25 persen pada tahun 2015 dan turun menjadi 63,62 persen pada tahun 2016.

Perbedaan kondisi antara perkotaan dan pedesaan tersebut disebabkan oleh ketersediaan lapangan kerja formal yang lebih luas di wilayah perkotaan dibanding wilayah pedesaan. Hal menarik lainnya yang dapat diperoleh dari Gambar 3.22 adalah selama 2015-2016 terjadi peningkatan sebesar 1,80 poin pada kegiatan informal di wilayah perkotaan dan penurunan sebesar 1,63 poin pada pekerja informal di wilayah pedesaan.

£

Tenaga kerja di semua sektor lebih banyak bekerja di kegiatan informal baik laki-laki maupun perempuan

£

Pada Ekonomi Kreatif, perkotaan mayoritas di Kegiatan Formal, sedangkan perdesaan mayoritas di Kegiatan Informal

Gambar 3. 23. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut Kegiatan Formal/Informal dan Daerah

Tempat Tinggal (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016

Sumber: BPS RI, Sakernas 2016

Berdasarkan Gambar 3.23 diperoleh informasi bahwa jika dirinci berdasarkan daerah tempat tinggal baik secara nasional (semua sektor) maupun di sektor ekonomi kreatif, kondisi di daerah perkotaan berbeda dengan kondisi di daerah perdesaan. Pada tahun 2016, tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif pada daerah perdesaan didominasi oleh kegiatan informal, yaitu sebesar 63,62 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan kondisi nasional yang mencapai 72,62 persen.

Berbeda halnya dengan kondisi tenaga kerja di daerah perkotaan. Tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif didominasi oleh kegiatan formal yaitu sebesar 52,06 persen. Demikian pula kondisi tenaga kerja pada semua sektor (nasional) didominasi oleh kegiatan formal, dengan persentase yang lebih tinggi 4,25 poin dibandingkan sektor ekonomi kreatif. Perbedaan kondisi antara perkotaan dan pedesaan tersebut disebabkan oleh ketersediaan lapangan kerja formal yang lebih luas di wilayah perkotaan dibanding wilayah pedesaan.

Sejak tahun 2011, ekonomi kreatif secara umum merupakan sektor yang lebih banyak dilakukan oleh tenaga kerja berstatus informal. Namun jika ditelaah lebih lanjut untuk setidaknya dalam jangka waktu 2 tahun terakhir, hanya subsektor kuliner saja yang secara konstan didominasi oleh tenaga kerja dengan status informal, sedangkan subsektor lain lebih banyak dilakukan oleh tenaga kerja dengan status formal.

Pada tahun 2015, tenaga kerja informal di subsektor Kuliner mencapai 69,83 persen dari total tenaga kerja subsektor yang sama. Sementara subsektor lainnya didominasi oleh tenaga kerja formal, utamanya di subsektor Televisi dan Radio dengan persentase mencapai 96.20 persen. Sebaran yang sama juga terlihat pada tahun 2016, dengan subsektor selain Kuliner masih didominasi oleh tenaga kerja formal dan Kuliner masih juga didominasi oleh tenaga kerja informal.

£

Di perdesaan, tenaga kerja di sektor Ekonomi Kreatif maupun secara nasional didominasi oleh pekerja informal. Di perkotaan didominasi oleh pekerja formal

Tabel 3.10. Persentase Tenaga Kerja di Ekonomi Kreatif menurut Kegiatan Formal/Informal per subsektor, 2015-2016

SUBSEKTOR 2015 2016

Formal Informal Total Formal Informal Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Arsitektur 82,27 17,73 100,00 82,31 17,69 100,00

Desain 78,47 21,53 100,00 93,78 6,22 100,00

Film, Animasi, dan

Video 90,44 9,56 100,00 85,73 14,27 100,00 Fotograi 58,74 41,26 100,00 56,94 43,06 100,00 Kriya 56,48 43,52 100,00 53,52 46,48 100,00 Kuliner 30,17 69,83 100,00 31,23 68,77 100,00 Musik 56,34 43,66 100,00 53,77 46,23 100,00 Fashion 68,85 31,15 100,00 65,25 34,75 100,00 Aplikasi dan Game

Developer 77,99 22,01 100,00 68,84 31,16 100,00 Penerbitan 81,61 18,39 100,00 79,46 20,54 100,00 Periklanan 86,14 13,86 100,00 87,40 12,60 100,00 Televisi dan Radio 96,20 3,80 100,00 97,14 2,86 100,00 Seni Pertunjukan 62,63 37,37 100,00 74,66 25,34 100,00 Seni Rupa 63,78 36,22 100,00 79,32 20,68 100,00

Total 48,56 51,44 100,00 47,40 52,60 100,00

Sumber: BPS RI, Sakernas 2014-2015

Berdasar perkembangan dari tahun 2011-2016, Fotograi, Kriya, Seni Pertunjukan, dan Seni Rupa yang pada 2011 banyak dilakukan oleh tenaga kerja informal, sejak tahun 2015 lebih banyak dilakukan oleh pekerja formal. Sementara itu, di subsektor Desain menunjukkan perkembangan pekerja formal cepat, yaitu dari sebanyak 66,98 persen menjadi 93,78 persen dari total seluruh pekerja di subsektor tersebut (Lampiran 5.10 dan Lampiran 5.11).

6. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan/jabatan adalah macam pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau ditugaskan kepada seseorang yang sedang bekerja atau yang sementara tidak bekerja. Jenis pekerjaan pada publikasi ini didasarkan atas Klasiikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia (KBJI) 2002

yang mengacu kepada International Standard Classiication of Occupations

(ISCO) Tahun 1988.

Pada tahun 2016, penduduk yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif dominan bekerja pada jenis pekerjaan tenaga produksi operator alat angkutan dan pekerja kasar yaitu sebesar 53,93 persen. Terbesar kedua adalah jenis pekerjaan tenaga usaha penjualan dengan persentase

£

Hanya Subsektor Kuliner yang konstan didominasi oleh pekerja informal selama dua tahun terakhir

£

Penduduk yang bekerja di sektor ekonomi kreatif mayoritas bekerja sebagai tenaga produksi operator alat angkutan dan pekerja kasar

sebesar 30,15 persen. Sedangkan jenis pekerjaan dengan persentase terkecil adalah jenis pekerjaan lainnya yaitu sebesar 0,50 persen. Pola yang sama juga terlihat pada periode 2011-2015.

Gambaran tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif menurut jenis pekerjaan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.11. Persentase Tenaga Kerja di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2016

Jenis Pekerjaan 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2016

(NASIONAL)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Tenaga Profesional, Teknisi dan Tenaga Lain Ybdi

3,10 2,90 3,17 3,21 3,13 2,38 7,02

Tenaga Kepemimpinan

dan Ketatalaksanaan 1,33 0,91 1,18 0,89 1,10 0,74 1,18

Pejabat Pelaksana, Tenaga Tata Usaha dan Tenaga Ybdi

3,24 3,48 3,29 3,31 3,59 3,79 6,78

Tenaga Usaha

Penjualan 33,21 31,94 33,55 35,73 35,53 30,15 17,91 Tenaga Usaha Jasa 6,10 6,15 6,45 6,85 7,28 8,51 5,05 Tenaga Produksi Op

Alat Angkutan dan Pekerja Kasar

53,02 54,62 52,37 50,00 49,37 53,93 31,28

Lainnya*) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,50 29,04

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016

Jika dilihat trennya, persentase tenaga produksi operator alat angkutan dan pekerja kasar dari tahun 2011 hingga 2016 memiliki pola yang berluktuatif walaupun pada tahun 2016 lebih besar dibandingkan tahun 2011 yaitu 53,02 persen menjadi 53,93 persen. Hal ini juga terjadi pada penduduk yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif dengan jenis pekerjaan tenaga usaha penjualan walaupun pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2011 mengalami penurunan yaitu 33,21 persen menjadi 30,15 persen.

Berdasarkan Tabel 3.11, apabila dibandingkan, maka terdapat perbedaan distribusi antara keadaan tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif dengan keadaan tenaga kerja secara Nasional menurut jenis pekerjaan. Secara Nasional mayoritas tenaga kerja berada pada jenis pekerjaan Lainnya yaitu Kategori Tenaga Usaha Pertanian, Perkebunan, Peternakan,

£

Secara nasional, penduduk bekerja paling banyak sebagai tenaga usha pertanian serta lainnya, sedangkan di sektor Ekonomi Kreatif paling banyak sebagai tenaga produksi

Perikanan, Perhutanan dan Perburuan serta Lainnya. Kondisi ini sejalan dengan kondisi Indonesia dimana sebagian besar tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor pertanian. Jika diurutkan berdasarkan jenis pekerjaan maka persentase tenaga kerja pada tingkat Nasional dari yang terbesar adalah pada jenis pekerjaan tenaga produksi operasional alat angkutan dan pekerja kasar yaitu sebesar 31,28 persen, jenis pekerjaan Lainnya sebesar 29,04 persen, dan tenaga usaha penjualan sebesar 17,91 persen. Sementara itu di sektor ekonomi kreatif mayoritas tenaga kerja adalah pada jenis pekerjaan tenaga produksi operasional alat angkutan dan pekerja kasar, tenaga usaha penjualan, dan tenaga usaha jasa.

7. Kategori White/Blue Collar

Penentuan seorang penduduk yang bekerja sebagai white/blue collar

dilihat berdasarkan kategori-kategori pada jenis pekerjaan. Kategori

white collar terdiri dari jenis pekerjaan: 1). Tenaga profesional, teknisi, dan

tenaga lain yang berhubungan dengan itu; 2). Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan; dan 3). Pejabat pelaksana, tenaga tata usaha, dan tenaga yang berhubungan dengan itu. Selain dari ketiga jenis pekerjaan tersebut, maka termasuk pada kategori blue collar.

Berdasarkan Tabel 3.12 maka dapat diketahui bahwa di tahun 2016, sebagian besar penduduk yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif berada pada kategori blue collar dengan persentase sebesar 93,09

persen. Sementara yang bekerja pada jenis pekerjaan white collar hanya

sebesar 6,91 persen. Pola tersebut juga terjadi selama tahun 2011-2015,

dengan persentase tenaga kerja di jenis pekerjaan blue collar berada

pada kisaran 92 hingga 93 persen, sedangkan white collar berada pada

kisaran 6 sampai 8 persen.

Sementara itu angka nasional (seluruh sektor) menunjukkan bahwa

penduduk bekerja yang masuk ketegori blue collar jauh lebih tinggi

dibanding white collar. Akan tetapi proporsi pekerja white collar pada level nasional dua kali lipat lebih tinggi dibanding pada ekonomi kreatif yaitu mencapai 14,98 persen.

Tabel 3.12. Persentase Tenaga Kerja di Sektor Ekonomi Kreatif menurut kategori White/Blue Collar, 2011-2016

Kategori White/ Blue Collar 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2016 (NASIONAL) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) White Collar 7,67 7,29 7,64 7,41 7,81 6,91 14,98 Blue Collar 92,33 92,71 92,36 92,59 92,19 93,09 85,02 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016

£

Dokumen terkait