• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Keterampilan Menulis

Keterampilan menulis merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa yang harus dikuasai umat manusia. Menurut pendapat Abbas (2006), keterampilan menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain dengan melalui bahasa tulis. Keterampilan menulis karangan atau

mengarang adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas sehingga dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil (Haryadi & Zamzani, 1996).

1.6.2 Kesalahan Berbahasa

a. Pengertian Kesalahan Berbahasa

Menurut KBBI, kesalahan berbahasa disebabkan adanya kekeliruan dan kealpaan. Kesalahaan (error) merupakan penyimpangan yang dapat disebabkan kompetensi belajar, sehingga kesalahan-kesalahan itu biasanya bersifat sistematis dan konsisten pada tempat-tempat tertentu. Kekeliruan (mistake) merupakan penyimpangan-penyimpangan pemakaian kebahasaan yang sifatnya hanya incidental, tidak sistematis, tidak terjadi pada daerah-daerah tertentu (Istinganah, 2012:29).

Di sisi lain menurut Musrifah (1999:15) bahwa kekeliruan dalam pemakaian bahasa Indonesia yang disebabkan oleh ketidaktahuan si pemakai adalah termasuk kesalahaan. Kata menyimpang, melanggar, khilaf, dan keliru merupakan istilah lain dalam kesalahan berbahasa (Istinganah, 2012:29). Karakteristik yang penting pada kesalahan-kesalahan dan semacamnya itu ialah bahwa pemakai bahasa ketika itu juga menjadi sadar akan kesalahan yang dibuatnya dan dapat mengoreksi dirinya sendiri tanpa bantuan eksternal (Hastuti, 2003).

Dalam Setyawati (2010), ada tiga kemungkinan seseorang dapat salah dalam berbahasa, antara lain sebagai berikut:

1) Terpengaruhi bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Ini dapat berarti bahwa kesalahan berbahasa disebabkan oleh interferensi bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2) yang sedang dipelajari si pemakai. Dengan kata lain sumber kesalahan terletak pada perbedaan sistem linguistik B1 dengan sistem linguistik B2.

2) Kekuranganpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya. Kesalahan yang merefleksikan ciri-ciri umum kaidah bahasa yang dipelajari. Dengan kata lain, salah atau keliru menerapkan kaidah bahasa. Misalnya terdapat kesalahan generalisasi, aplikasi kaidah bahasa yang tidak sempurna, dan kegagalan mempelajari kondisi-kondisi penerapan kaidah bahasa. Kesalahan seperti ini sering disebut dengan istilah kesalahan intrabahasa (intralingual error). Kesalahan ini disebabkan oleh: (a) penyamarataan berlebihan, (2) ketidaktahuan pembatasan kaidah, (c) penerapan kaidah yang tidak sempurna, dan (d) salah menghipotesiskan konsep.

3) Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna. Hal ini berkaitan dengan bahan yang diajarkan atau dilatihkan dan cara pelaksanaan pengajaran. Bahan pengajaran menyangkut masalah sumber, pemilihan, penyusunan, pengurutan, dan penekanan. Cara pengajaran menyakut masalah pemilihan teknik penyajian, langkah-langkah dan

urutan penyajian, intensitas dan kesinambungan pengajaran, dan alat-alat bantu dalam pengajaran

c. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

Menurut KBBI (1993), analisis adalah (1) penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya); (2) penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar-bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Hal tersebut ditambahkan oleh Musrifah (1999:9), analisis kesalahaan sebagai suatu teknik untuk mengidentifikasikan, mengklafikasikan, dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si terdidik yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua. Senada yang diungkapkan oleh Setyawati (2010), analisis kesalahan berbahasa adalah prosedur kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa yang meliputi: kegiatan mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sampel, menjelaskan kesalahan tersebut, mengklasifikasi kesalahan tersebut, dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan itu.

1.6.3 Nomina, Pronomina, dan Numerlia 1.6.3.1 Nomina

Alwi, Dardjowidjojo, dkk (2013:221) menjelaskan bahwa nomina, yang sering juga disebut sebagai kata benda dan dapat dilihat dari tiga segi, segi semantis, segi sintaktis, dan segi bentuk, dengan uraian sebagai berikut.

a) Segi Semantis

Nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda dan konsep pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru, kucing, meja atau kebangsaan adalah nomina. Tiap kata dalam bahasa mana pun mengadung fitur-fitur semantik yang secara universial melekat pada kata tersebut. Nomina tidak terkecualikan. Contoh kalimat:

Kuda hijau saya merokok selusin jeruk

Berdasarkan contoh di atas, segi sintaksis pada contoh memenuhi semua persyaratan sebagai kalimat. Akan tetapi, dari segi makna atau semantic kalimat tidak bisa diterima karena tidak ada kuda yang berwarna hijau, kalaupun ada, kuda tidak melakukan perbuatan merokok, dan kalaupun ada kuda yang merokok, bukan jeruk yang dirokok.

b) Segi Sintaktis

Uraian tentang nomina dari segi perilaku sintaktisnya berikut ini akan dikemukan berdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa. Pada frasa nominal, nomina berfungsi sebagai inti atau poros frasa. Bila pewatas frasa nominal itu berada di muka, pewatas ini umumnya berupa numeralia atau kata tugas.

Contoh: Lima lembar Seorang petani Beberapa sopir

Kalau pewatas berada di belakang nomina, frasa nominal dapat berupa urutan dua nomina atau lebih atau nomina yang diikuti oleh adjektiva, verba, atau kelas kata yang lain.

Contoh:

Masalah penduduk Buku catatan Uang saku bulanan Istilah baru

Pola berpikir Rumah kita

Nomina juga digunakan dalam frasa preposisional. Contoh:

Di kantor Ke desa Dari markas

Nomina tunggal ataupun dalam bentuk frasa, nomina dapat menduduki posisi subjek, objek, pelengkap atau keterangan.

Manusia pasti mati. Masalah penduduk memerlukan penanganan yang serius. Penjarahan bulan Mei tahun 1998 itu memalukan bangsa.

Petani mulai segan bertanam padi. Itu baru merupakan suatu pendapat. Dia menyerupai ibunya.

c) Segi bentuk

Nomina terdiri dari atas dua macam, yakni nomina yang berbentuk kata dasar dan nomina turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan afiksasi, perulangan atau pemajemukan.

Dasar

Nomina Afiksasi

Turunan Perulangan Pemajemukan 1. Nomina Dasar

Nomina Dasar adalah nomina yang hanya terdiri atas satu morfem. Berikut adalah beberapa contoh nomina dasar yang dibagi menjadi nomina dasar umum dan nomina dasar khusus.

a. Nomina Dasar Umum Contoh:

Gambar Meja Rumah

Malam Minggu

b. Nomina Dasar Khusus Contoh: Adik Atas Batang Bawah Dalam 2. Nomina Turunan

Nomina dapat diturunankan melalui afiksasi, perulangan, atau pemajemukan.

Afiksasi Nomina

Suatu proses pembentukan nomina dengan menambahkan afiks tertentu pada kata dasar. Satu afiksasi adalah bahwa nomina tersebut memiliki sumber pneurunan dan sumber ini belum tentu berupa kata dasar.

Proses yang sama juga terjadi pada penurunan nomina-nomina lain seperti terlihat dalam contoh-contoh berikut:

a. Darat -> mendarat --- daratan Darat -> mendaratan--- pendaratan

b. Kosong-> menggosongkan --- pengosongan

c. Satu - kesatuan

Satu -> Bersatu ---- Persatuan Satu -> Menyatukan --- Penyatuan

Karena keterakitan makna merupakan dasar untuk menentukan sumber maka dalam kebanyakan hal tiap nomina turunan mempunyai sumber sendiri-sendiri.

1. Perulangan Nomina

Perulangan atau reduplikasi adalah proses penurunan kata dengan perulangan. Menurut bentuknya, reduplikasi nomina dapat dibagi menjadi empat kelompok: perulangan utuh, perulangan salin suara, perulangan sebagaian dan perulangan yang disertai pengafiksan.

(1). Perulangan Utuh Contoh: Rumah-rumah Buku-buku Gunung-gunung Burung-burung

(2). Perulangan Salin Suara Contoh:

Warna-warni Corat-coret

Sayur-mayur Desas-desus Gerak-gerik (3). Perulangan Sebagaian Contoh: Jaksa-jaksa tinggi Surat-surat kabar Rumah-rumah sakit Orang-orang tua

(4). Perulangan yang disertai pengafiksan Contoh:

Bangun-bangunan Main-mainan Padi-padian Batu-batuan

2. Pemajemukan Nomina dan Idiom

Kriteria pemebdaan antara nomina majemuk dengan nomina idiom sama dengan kriteria yang dipakai unutk membedakan verba majemuk dengan verba idiom: pertama, makna nomina majemuk masih dapat ditelusuri secara langsung dari kata-kata yang digabungkan, sedangkan nomina idiom memunculkan makna baru yang tidak dapat secara langsung ditelusuri dari kata-kata yang digabungakan.

Suami istri Anak cucu Suka duka Ganti rugi Lomba lari

Sebagai bandingan perhatikan idiom berikut. Tanah air Darah daging Sepak terjang Kutu buku Kambing hitam Tangan kanan Kuasa usaha 1.6.3.2 Pronomina

Pronomina adalah sebuah acuan yang dapat berpindah-pindah karena bergantung kepada siapa yang menjadi pembicara/penulis, siapa yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan. Terdapat tiga macam pronomina dalam bahasa Indonesia, yakni pronomina persona, pronomina penunjuk, dan pronomina penanya (Alwi, Dardjowidjojo, dkk, 2013:255).

Makna

Persona Tunggal Jamak

a.) Pronomina Persona

Pronomina Persona adalah pronominal yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronominal persona pertama), atau mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina kedua) atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina ketiga).

b.) Pronomina Penunjuk

Promina penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga macam, yaitu promonia penunjuk umum, promonia penunjuk tempat dan promomina penunjuk ihwal.

1. Pronomina penunjuk umum

Pronomina penunjuk umum adalah ini, itu, dan anu. Kata ini mengacu pada acuan yang dekat dengan pembicara/penulis, pada masa yang akan datang, atau pada informasi yang akan disampaikan. Untuk acuan pada yang agak jauh dari pembicara/penulis, pada masa lampau, atau pada informasi yang sudah disampaikan, digunakan kata itu.

Contoh:

Pertama Saya, aku, ku-, -ku Kami Kita

Kedua Engkau, kamu, Anda, dikau, kau-, -mu

Kalian, kamu sekalian, anda sekalian Ketiga Ia, dia, beliau, -nya mereka

Jawaban itu Lamaran itu Masalah itu Rumusan ini Saya ini Mereka itu

2. Pronomina penunjuk tempat

Pronomina penunjuk tempat dalam bahasa Indonesia adalah sini, situ, atau sana. Titik pangkal perbedaan di antara ketiganya ada pada pembicara: dekat (sini), agak jauh (situ), dan jauh (sana). Karena menunjuk lokasi, pronominal ini sering digunakan dengan preposisi pengacu arah, di/ke/dari, sehingga terdapat di/ke/dari sini, di/ke/dari situ, dan di/ke/dari sana.

Contoh:

Kita akan bertolak dari sini Barang-barangnya ada di situ Siapa yang mau pergi ke sana? 3. Pronomina penunjuk ihwal

Pronomina penunjuk ihwal dalam bahasa Indonesia adalah begini atau begitu. Tiitk pangkal pembedaannya sama dengan penunjuk lokasi: dekat (begini), jauh (begitu). Dalam hal ini jauh dekatnya bersifat psikologis.

Dia mengatakan begini Jangan berbuat begitu lagi

Di samping begini dan begitu, ada pula demikian yang artinya mencakup keduanya.

Contoh:

Memang kemarin dia mengatakan demikian

Bagian berikut itu merupakan penjelas, uraian, atau perinician bagian sebelum kata yakni dan yaitu.

Contoh:

Camat wilayah itu, yakni/yaitu Pak Sitepu, masih berkerabat dengan saya.

4. Pronomina Penanya

Pronomina penanya adalah pronominal yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan. Dari segi maknanya, yang ditanyakan itu dapat mengenai orang, barang atau pilihan. Pronomina siapa dipakai jika yang ditanyakan adalah orang atau nama orang; apa bila brang; dan mana bila suatu pilihan tentang orang atau barang. Ada kata penanya lain, yang, meskipun bukan pronominal. Kata-kata itu mempertanyakan sebab, waktu, tempat, cara, dan jumlah atau urutan. Berikut ini adlaah kata penanya sesuai dengan maknanya di atas. a. Siapa

b. Apa c. Mana

d. Mengapa, kenapa e. Kapan, bila(mana)

f. Di mana, ke mana, dari mana g. Bagaimana

h. Berapa 1.6.3.2 Numerlia

Numeralia atau kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya wujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Pada dasarnya dalam bahasa Indonesia ada dua macam numeralia yaitu numeralia pokok dan numeralia tingkat.

a.) Numeralia Pokok

Numeralia Pokok adalah bilangan dasar yang menjadi sumber dari bilangan-bilangan yang lain, Numeralia pokok terbagi menjadi numeralia: pokok tentu, kolektif, distributif, dan pokok tak tentu

a) Numeralia Pokok Tentu 0 --- nol

1 --- Satu 2 --- dua 3 --- tiga

..dan Seterusnya.

b) Numeralia Pokok Kolektif

Numeralia pokok kolektif dibentuk dengan prefix ke- yang ditempatkan di muka nomina yang diterangkan.

Contoh:

Ketiga pemain --- semua pemain dari nomor satu sampai ke nomor tiga Kedua gedung --- baik gedung pertama maupun gedung kedua

Kesepeluh anggota --- anggota nomor 1 sampai 10 c) Numeralia Pokok Distributif

Numeralia Pokok Distributif dapat dibentuk dengan cara mengulang kata bilangan.

Contoh: Satu-satu Dua-dua Empat-empat

d) Numeralia Pokok tak Tentu

Numeralia pokok tak tentu mengacu pada jumlah yang tidak pasti dan Sebagian besar numeralia ini tidak menjadi jawaban atas pertanyaan yang memakai kata tanya berapa.

Contoh: Banyak orang Berbagai masalah Pelabagai budaya Sedikit air b.) Numeralia Tingkat

Cara mengubahnya adalah dengan menambahkan ke- di muka bilangan yang bersangkutan.

Kesatu atau pertama Kedua

Ketiga

Numeralia kolektif juga dibentuk dengan ke-, bentuk kedua macam numeralia ini sama. Perbedaannya terletak pada bagaimana masing-masing dipakai.

Contoh:

Kolektif Tingkat

Ketiga pemain Pemain ketiga

Kedua jawaban itu Jawaban kedua itu Kelima anak saya anak saya kelima 1.6.4 Kata Tugas

a. Preposisi

(Alwi, Dardjowidjojo, dkk, 2013:293) Preposisi yang juga disebut kata depan, menandai berbagai hubungan makna atara konstituen di depan preposisi tersebut dengan konsisten di belakangnya.

Jika ditinjau dari perilaku sintaktisnya, preposisi berada di depan nomina, adjektiva, atau adverbial sehingga terbentuk frasa yang dinamakan frasa preposisional. Dengan demikian, dapat bernetuk frasa preposisional seperti ke pasar, sampai penuh dan dengan segera.

b. Konjungtor

Konjungtor yang juga dinamakan kata sambung, adalah kata tugas yang emnghubungkan dua satuan bahasa yang sderajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa.

Contoh:

Toni dan Ali sendang belajar matmatika di kamar

Masalah PHK serta penghentian gaji karyawan menarik perhatian Menteri Sosial.

Dia tidak kuliah karena masalah keuangan c. Interjeksi

Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati pembicara. Untuk memperkuat rasa hati seperti rasa kagum, sedih, heran dan jijik.

Contoh:

Interjeksi kejijikan: bah, cih, cis, ih, idih

Interjeksi kekesalan: brengesk, sialan, buset, keparat Interjeksi kekaguman atau kepuasan, aduhai, amboi, asyik Interjeksi Kesyukuran: Syukur, Alhamdulillah

Interjeksi Harapan: Insya Allah

Interjeksi Keheranan: aduh, aih, ai, lo, duilah, eh, oh, ah Interjeksi kekagetan: astaga, astagfirullah, masyallah Interjeksi ajakan: ayo, mari

Interjeksi panggilan: hai, he, eh, halo Interjeksi simpulan: nah

d. Artikula

Artikula adalah kata tugas yang makna nomina. Dalam bahasa Indonesia adalah kelompok artikula: yang bersifat gelar, yang mengacu ke

mana kelompok dan yang menominalkan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Artikula yang Bersifat Gelar Contoh:

Sang untuk manusia atau benda unik dnegan maksud untuk meninggikan martabat; kadang-kadang juga dipakai dalam gurauan atau sindiran.

Sri untuk manusia yang memiliki martabat tinggi dalam keagamaan atau kerajaan.

Hang untuk laki-laki yang dihormati dan pemakainnya tebratas pada nama tokoh dalam cerita sastra lama

Dang untuk wanita yang dihormati dan pemakainnya terbatas pada nama tokoh dalam cerita sastra lama.

- Artikula yang Mengacu ke Makna kelompok

Artikula yang mengacu ke makna kelompok atau makna kolektif adalah para. Kita dapat bentuk seperti para guru, para petani, dan para ilmuwan.

- Artikula yang Menominalkan

Artikula si yang menominalkan dapat mengacu ke makan tunggal atau generik, bergantung pada konteksnya kalimatnya.

Berikut adlaah ikhtisar pemakaian artikula si:

Di depan nama diri pada ragam akrab atau kurang hormat: si Ali, si Toni, si Badu

Di depan kata untuk mengkhususkan orang yang melakukan sesuatu atau terkena sesuatu: si pengirim, si alamat, si terdakwa

Di depan nomina untuk dipakai untuk timangan, panggilan atau ejekan; yang disebut itu mempunyai sifat atau mirip seusatu: si belang, si bungsu, si kumis

Dalam bentuk verba yang menandakan dirinya menjadi bersifat tertentu: bersitegang, bersikukuh, bersimaharajelal, bersikap, bersilengah

Pada berbagai nama tumbuhan dan binatang: siangit, sibusuk, sidingin, simalakama, siamang, sigasir, sikikih, sikudomba.

1.6.5 Kalimat

Alwi, Dardjowidjojo, dkk (2013:317) menjelaskan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua ( : ), tanda pisah (-), dan spasi.

a.) Struktur Kalimat dasar

Kalimat dasar adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa, unsur-unsurnya lengkap, susunan unsur-unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum, dan tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Hubungan antara bentuk, kategori, fungsi, dan peran itu dapat menjadi lebih jelas jika diperhatikan bagan berikut.

Bentuk ibu saya tid ak

mem beli

Baju Baru Untuk Kami Mi ng gu lalu K a t e g o r i Kata N Pron Ad v V N Adj Prep N N V Frasa FB FV FN FPrep FN

Fungsi Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan

Peran Pelaku Perbuatan Sasaran Peruntung Waktu

b.) Pola Kalimat

Tipe Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan 1. S.P Orang itu Sedang tidur

Saya mahasiswa

2. S-P-O Ayahnya Membeli Mobil baru

3. S-P-Pel Beliau Menjadi - Ketua koperasi Pancasila Merupakan - Dasar

negara kita

4. S-P-Ket Kami Tinggal Di Jakarta

Kecelakan itu

Terjadi Minggu lalu

5. S-P-0-Pel Dia Mengirimi Ibunya Uang

Dian Mengambilkan Adiknya Air minum 6.

S-P-O-Ket

Pak Raden Memasukkan Uang Ke bank

Beliau Memperlakukan Kami Dengan baik

c.) Fungsi Sintaksis Unsur-unsur Kalimat Fungsi Predikat

Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek disebelah kiri dan, jika ada, konstituen objek, pelengkap, dan/atau keterangan wajib di sebelah kanan. Predikat kalimat biasanya berupa frasa verbal atau frasa adjectival. Pada kalimat yang berpola SP, predikat dapat pula berupa frasa nominal, frasa numeral, atau preposisional, disamping frasa verbal dan adjektival.

Contoh:

Adiknya dua (P=FNum) Ibu sedang ke pasar (P=FPrep) Dia sedang tidur (P=FV)

Gadis itu cantik sekali (P=FAdj) - Fungsi Subjek

Subjek merupakan fungsi sintaksis terpenting yang kedua setelah predikat. Contoh:

Harimau binatang liar Anak itu belum makan

Yang tidak ikut upacara akan ditindak Fungsi Objek

Objek adalah konsitituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif.

Contoh:

Adi mengunjungi Pak Rustam Saya makan nasi goreng Fungsi Pelengkap

Orang sering mencampuradukkan pengertian objek dan pelengkap. Objek maupun pelengkap sering berwujud nomina, dan keduanya juga sering menduduki tempat yang sama, yakni dibelakang verba.

Contoh:

orang itu bertubuh besar Negara ini berlandaskan hukum

Ida benci pada kebohongan Fungsi Keterangan

Keterangan merupakan fungsi sintaksis yang paling bragam dan paliing mudah berpindah letaknya. Keterangan dapat berada di akhir, di awal, dan bahkan di tengah kalimat.

Contoh:

Orang memotong rambutnya di kamar Orang memotong rmabutnya dengan gunting

1.6.6 Hubungan Antar Kalusa

Alwi, Dardjowidjojo, dkk (2013:395) menyebutkan bahwa hubungan antarklausa yang disebut di atas dapat ditandai dengan kehadiran konjungtor (kata hubung) pada awal salah satu klausa tersebut.

Contoh:

- Pardi tinggal di kumuh, dan kakaknya tidak bisa membantunya

- Walaupun kedua pahlawan proklamator itu kadang-kadang berselisih pendapat sejak masa pergerak nasional, keduanya tetap Bersatu dalam mencapai kemerdekaan Indonesia.

- Saya tak dapat bertahan dengan keadaan itu sebab semuanya itu terasa begitu tersiksa.

Kalimat yang pertama menyebabkan timbulnya kalimat kedua, kalimat kedua menjadi acuan kalimat ketiga, kalimat ketiga mengacu Kembali ke kalimat pertama, dan seterusnya. Rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain itu membentuk kesatuan yang dinamakan wacana (Alwi, Dardjowidjojo, dkk 2013:431).

a. Kohesi

Kohesi merupakan hubungan perkaitan antarproppsisi yang dinyatakan secara ekspilist oleh unsur-unsur gramatikal dan semantic dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana. Perhatikan kalimat-kalimat-kalimat-kalimat berikut. (1) A: Apa yang dilakukan si Ali?

B: Dia memukuli istrinya. (2) A: Apa yang dilakukan si Ali?

B: Jahanan itu memukuli istrinya

Proposisi yang dinyatakan oleh A pada (1) berkaitan dengan proposisi yang dinyatakan oleh B dan perkaitan tersebut diwujudkan dalam bentu pemakaian pronominal dia yang merujuk ke si Ali. Pada (2) perkaitan itu dinyatakan dengan frasa jahnanan itu yang dalam konteks normal mempuyai yang sama, yakni si Ali baik pada (1) dan (2) perkaitan itu juga dapat dilihat pada verba dilakukan dan memukuli yang mempunyai kesinambungan makna. b. Koherensi

Koherensi merupakan hubungan perkaitan antarpropsisi yang dinyata secara tidak secara eksplisit atau nyata dapat dilihat pada kalimat-kalimat yang mengungakpakannya. Perhatikan contoh berikut.

(3) A: Angkat telepon itu, Ma! B: Aku sedang mandi, Pa! A: Oke

Dalam (3) perkaitan antarproposi tetap kita rasakan ada, tetapi pada kalimat A dan B tidak secara nyata kita temukan unsur-unsur kalimat yang menunjukkan adanya perkaitan gramatikal ataupun semantic. Kalimat B dapat ditafsirkan sebagai bentuk pendek dari kalimat Aku sedang mandi, pak! (jadi, aku tidak dapat menerima telepon itu), sementara Oke! yang diucapkan oleh A dapat ditafsirkan sebagai bentuk pendek dari kalimat seperti Oke! kalau beigtu, biar aku saja yang menerimanya.

Dokumen terkait