V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.2. Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan TNKJ
5.2.1. Landasan Hukum Pengelolaan TNKJ
Menurut sistem hukum yang ada di Indonesia (UU no. 5 tahun 1990 tentang KSDAHE, UU no.31 tahun 2004 tentang Perikanan, Keppres no. 32
tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan lindung, PP no. 68 tahun 1998 tentang KSA dan KPA), sumberdaya alam taman nasional dikuasai oleh negara cq pemerintah. Akan tetapi pemerintah pusat belum berhasil membentuk mekanisme pengelolaan taman nasional yang efektif (Hardjasoemantri, 1993), hal ini dikarenakan kewenangan pengelolaan ada pada Departemen Kehutanan dan Departemen Kelautan dan Perikanan dimana masing-masing departemen mempunyai kepentingan berbeda. Berdasarkan analisa terhadap tujuh Undang- undang dan lima Peraturan Pemerintah yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan taman nasional (Tabel 35), substansi dari produk hukum tersebut lebih banyak mengkonsentrasikan kewenangan pengelolaan pada pemerintah (67,74%), sedangkan kewenangan masyarakat (23,66%) dan sisanya (8,60%) ada pada badan usaha dan lembaga lainnya.
Implementasi otonomi daaerah membawa sejumlah implikasi terhadap aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam termasuk, sumberdaya perikanan. Sumberdaya perairan tidak lagi bersifat open access melainkan terkontrol dan Pemda beserta masyarakat lokal diharapkan mampu bertanggung jawab mengendalikan pengelolaan sumberdaya tersebut sehingga kelestariannya tetap terjaga. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa BTNK mengontrol akses masuk ke kawasan dengan cara menerbitkan Surat Ijin Masuk Kawasan, tetapi untuk kegiatan eksploitasi SDA, kewenangan ada pada sektor terkait (Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata). Namun permasalahan pemanfaatan sektoral tersebut tidak sampai menimbulkan konflik karena tidak menghilangkan hak seseorang atau sekelompok orang atas sumberdaya. Misalnya untuk pengembangan pariwisata, kewenangan BTNK ada pada wilayah perairan dan di zona pemanfaatan; sedangkan kewenangan pemerintah daerah pada wilayah daratan; pemberian ijin usaha pengembangan pariwisata di luar zona pemanfaatan diberikan oleh Bupati Jepara, sedangkan untuk ijin usaha kegiatan perikanan dikeluarkan oleh pemerintah provinsi Jawa tengah (untuk ukuran kapal 10-30 GT).
Tabel 35 Aturan kelembagaan pengelolaan Taman Nasional No. Peraturan perundangan Property right (kewenangan) Aturan representasi (lembaga yang berwenang) 1. UU no.5/1990 :
KSDAHE
Penetapan, pengelolaan, penertiban penggunaan tanah & hak pengusahaan di perairan dalam wilayah perlindungan
Penetapan wilayah perlindungan & pengaturan cara pemanfaatannya
Pelaksanaan kegiatan konservasi
Pembinaan konservasi yang berkaitan dengan penegakan hukum
Hak pengusahaan zona pemanfaatan Penutupan / penghentian TN
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah dan Pemda Pejabat penyidik kepolisian, PPNS Pemerintah dengan mengikutsertakan rakyat Pemerintah 2. UU no.9/1990 : Kepariwisataan
Penetapan kawasan pariwisata, ODTW, jenis usaha, pemberian ijin usaha, pembinaan Penyelenggaraan kepariwisataan
Pembangunan ODTW, usaha jasa & sarana, promosi
Pemerintah
Pemerintah, pemda dan masyarakat
Pemerintah, badan usaha, perorangan
3, UU no. 23/1997 Pengelolaan LH
Pengelolaan LH & penataan ruang secara terpadu
Pengawasan kegiatan usaha
Pembentukan tim pengendalian dampak lingkungan
Penerbitan ijin usaha
Pemerintah dan masyarakat Pemerintah Pemerintah Pemerintah dengan memperhatikan pendapat masyarakat 4. UU no. 31/2004: Perikanan
Penetapan rencana pengelolaan, jumlah tangkapan, jenis dan ukuran alat tangkap, jalur dan musim penangkapan, suaka perikanan, standar prosedur operasional, sistem pemantauan
Penetapan jenis ikan dan kawasan perairan yang dilindungi
Penyusunan dan pengembangan sistem informasi dan data statistik perikanan, jaringan informasi perikanan
pengaturan pengelolaan, pengendalian pemanfaatan, pemberian ijin, pembinaan dan pengadilan
Penelitian dan pengembangan Pengawasan
Menteri Kelautan dan Perikanan Pemerintah Pemerintah Pemerintah Perguruan Tinggi, LSM, lembaga penelitian PPNS dan masyarakat 5. UU no 32/2004 : Pemerintahan Daerah
Pengelolaan SDA (eksplorasi, eksploitasi, konservasi), pengaturan tata ruang, pengelolaan perijinan, penegakan hukum, mendapatkan bagi hasil
Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Pengendalian dan pelestarian LH
Pemerintah daerah provinsi dan kota/kabupaten
Pemerintah daerah Pemerintah daerah 6. UU no 26/2007 :
Penataan ruang
Penyelenggaraan penataan ruang
Pengaturan, pembinaan, pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang
Perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemanfaatan ruang
Menteri
Pemerintah dan Pemda Prov/Kab
Pemerintah dan Pemda Prov/Kab
Lanjutan Tabel 35 No. Peraturan perundangan Property right (kewenangan) Aturan representasi (lembaga yang berwenang) Penetapan standar pelayanan minimal
Koordinasi lintas sektor Pembinaan penataan ruang
Penetapan pedoman penataan ruang
Pemerintah
Pemerintah dan Pemda Pemerintah dan Pemda Pemerintah 7. UU no 27/2007 Pengelolaan Pesisisr dan Pulau-pulau Kecil (Pengelolaan P3K)
Penetapan norma, standar dan pedoman penyusunan perencanaan pengelolaan P3K
Penyusunan rencana pengelolaan, zonasi Pengelolaan data dan informasi, pemutakhiran data
Penerbitan hak pengusahaan perairan pesisir (HP3)
Rehabilitasi wilayah P3K Pengawasan dan pengendalian
Penelitian dan pengembangan iptek, SDM Pengelolaan kawasan konservasi Pemberdayaan masyarakat Mitigasi bencana
Pemerintah Pemda
Pemerintah dan Pemda Pemerintah dan Pemda Pemerintah dan Pemda Pemerintah, Pemda dan masyarakat
Pemerintah dan Pemda Pemerintah dan Pemda Pemerintah dan Pemda Pemerintah, Pemda dan masy 8. PP no. 18/1994 Pengusahaan Pariwisata Alam di zona pemanfaatan Taman Nasional Ijin pengusahaan
Pungutan dan iuran
Pembinaan dan pengawasan Pengusahaan pariwisata
Menteri Kehutanan dengan pertimbangan Menteri Pariwisata dan Gubernur
Menteri dengan persetujuan Menkeu
Menteri Kehutanan
Koperasi, BUMN, perusahaan swasta dan perorangan. 9. PP no. 67/1996
Penyelenggaraan Kepariwisataan
Penggolongan usaha wisata Permodalan dan perijinan, tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat
Penetapan ODTW, pembinaan penyelenggaraan kepariwisataan
Penyelenggaraan usaha pariwisata
Pemerintah dengan saran, masukan dari masy
Menteri Pariwisata Pemerintah
Badan usaha jasa (PT, koperasi, perorangan, kelompok sosial) 10. PP no. 68/1998
KSA dan KPA
Penetapan kawasan, pengelolaan, pengawetan dan pemanfaatan
Menghentikan kegiatan, menutup kawasan
Pemerintah cq. Menhutbun dengan pertimbangan Gub
Pemerintah 11. PP no.7/1999 :
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa
Penetapan golongan jenis tumbuhan dan satwa Pemantauan perkembangan populasi
Pembinaan habitat dan populasi Penyelamtan jenis tumbuhan dan satwa Pengkajian, penelitian dan pengembangan jenis Pengelolaan di luar habitat
Pemerintah dengan usulan pemda Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah 12. PP no. 60/2007 Konservasi sumberdaya ikan
Konservasi sumberdaya ikan
Penetapan, pengelolaan kawasan konservasi Ijin pemanfaatan
Ijin pengambilan jenis ikan dilindungi, penetapan jumlah kuota
Pembinaan masyarakat Pengawasan
Pemerintah, pemda, masy Pemerintah, pemda Pemerintah, pemda Pemerintah
Pemerintah dan Pemda PPNS, masy
Sesuai pendapat Sembiring dan Husbani (1999), berbagai ketentuan peraturan di bidang otonomi daerah maupun di bidang konservasi SDAHE belum memberi ketegasan dan kejelasan arah pelaksanaan kebijakan dan peran yang harus dilakukan oleh berbagai pihak, baik tingkat pusat maupun daerah, dalam pengelolaan kawasan konservasi. Ketentuan yang ada menyatakan bahwa pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang konservasi sumberdaya alam dan ekosistem kepada pemerintah daerah (pasal 38 UU no. 5 tahun 1990 tentang KSDAHE) yang disertai perangkat, alat perlengkapan dan sumber pembiayaan. Desentralisasi pengelolaan SDA telah membuka ruang partisipasi masyarakat lokal semakin lebar dimana masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (pasal 65 ayat 2 UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang), dalam penyelenggaraan kepariwisataan (pasal 30 ayat 1 UU no. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan), dalam pengawasan pengelolaan perikanan (pasal 67 UU no. 31 tahun 2004 tentang Perikanan), dan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (pasal 62 UU no. 27
tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil); akan tetapi pelaksanaannya harus tetap dikontrol oleh pemerintah.
Sejalan dengan semangat desentralisasi, kepentingan stakeholderss dapat terakomodasi secara adil dan proporsional melalui pola kepentingan bersama (co-management). Pengelolaan kolaboratif taman nasional sudah difasilitasi dengan Permenhut nomor P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA dimana pengertian kolaborasi pengelolaan KSA dan KPA adalah
... pelaksanaan kolaborasi untuk membantu meningkatkan efektivitas dan kemanfaatan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam bagi kesejahteraan masyarakat (pasal 2)
... proses kerjasama yang dilakukan para pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan keuntungan(pasal 4)
Walaupun Permenhut tersebut mengatur keterlibatan stakeholders untuk pengelolaan kolaboratif taman nasional, secara teknis tidak ada pengaturan mekanisme keterlibatan para aktor dalam pelaksanaan kolaborasi tersebut, sehingga sulit diimplementasikan. Kesulitan lain dalam membentuk kolaborasi adalah untuk mencapai kesepakatan dan kesepahaman yang tertulis seperti diamanatkan dalam pasal 5 ayat 1 Permenhut P.19/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA karena kondisi di lapangan masing-masing pihak
berjalan sendiri untuk mencapai kepentingannya, walaupun terkadang maksud tujuannya adalah sama (Tabel 36).
Tabel 36 Kelompok stakeholders dalam pengelolaan TNKJ menurut kepentingan, fungsi dan peran serta masalah yang dihadapi
Stakeholders Kepentingan utama Fungsi dan peran Masalah utama Masyarakat :
Nelayan Keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perairan laut
Pengguna utama dan pemelihara kawasan
-Produksi hasil perikanan menurun -Biaya operasi penangkapan tinggi -Destructive fishing methods -Persepsi dan partisipasi dalam
pengelolaan masih rendah Penjual jasa
wisata
Peningkatan jumlah & lama kunjungan wisata
Pelayanan untuk kepuasan wisatawan
-keterbatasan fasilitas -keterbatasan akses -kurang tenaga profesional
Pemerintah : Dephut & BTNKJ Pemegang otoritas TNKJ Kelestarian SDAHE Perlindungan & pengamanan kawasan Pelayanan masyarakat
- Belum fokus dan terpadunya perencanaan, pelaksanaan pengembangan antar dinas/ instansi karena visi, misi dan tujuan sasaran berbeda Dinas Perikanan & Kelautan Peningkatan pembangunan perikanan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan dengan memanfaatkan SDA melalui usaha/kegiatan pemanfaatan
- Kurangnya kesadaran semua pihak untuk memberikan apresiasi positif dan berpartisipasi penuh dalam mengelola SDA dan upaya konservasi TNKJ
Dinas Pariwisata Promosi dan pengembangan ODTW Menjadikan Karimunjawa sebagai poros utama penggerak industri pariwisata yang berkelanjutan
- Belum selaras sepenuhnya dalam menyatukan visi dan misi dari banyak institusi dalam membangun dan mengembangkan Karimunjawa. - Kepemilikan tanah perorangan >70 %
Swasta : Pedagang & pengusaha Investor Tourist operator Peningkatan pendapatan Kelangsungan usaha Pembukaan lapangan kerja
Distribusi barang dan jasa
-Perdagangan komoditi ikan terbatas
dari alam
-Akses transportasi dibatasi/musim -Prasarana kurang lengkap -Promosi kurang Pengguna lain Perguruan tinggi dan lembaga penelitian
Penelitian & publikasi Pengembangan iptek -Belum ada program penelitian payung
terpadu
-Belum jelas pembagian minat
berdasarkan keahlian Publik
Wisatawan
Perlindungan kehati Penikmat jasa lingkungan
-Enggan mengeluarkan dana
kompensasi LSM Pembangunan
masyarakat
Penelitian & publikasi
Fasilitator/ mediator Sumber informasi
-Belum mandiri dan cenderung
tergantung lembaga donor