• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Manfaat Penelitian

II. LANDASAN TEORI

A. Total Quality Manajemen 1. Definisi

Total Quality Management (TQM) menggambarkan penekanan kualitas yang memacu seluruh organisasi, mulai dari pemasok sampai konsumen. Total Quality Management (TQM) menekankan pada komitmen manajemen untuk memiliki keinginan yang berkesinambungan bagi perusahaan untuk mencapai kesempurnaan di segala aspek barang dan jasa yang penting bagi konsumen.

Ada berbagai pengertian atau definisi dari Total Quality Management (TQM) yang dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti menurut Tjiptono (2003), Total Quality Manajemen merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya”.

Sedangkan menurut Prawironegoro dan Purwanti (2009) Total kualitas manajemen adalah suatu cara memperbaiki untuk meningkatkan proses bisnis secara terus-menerus, atau cara memperbaiki dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan memuaskan pelanggan, dan menurut pandangan Peter dan James dalam Wibowo (2011), total quality management merupakan komitmen

8

organisasi untuk memuaskan pelanggan dengan secara berkelanjutan memperbaiki setiap proses bisnis yang terkait dengan penyampaian barang atau jasa.

Beberapa konsep yang telah diuraikan di atas maka nampak jelas bahwa sebenarnya Total Quality Management merupakan sebuah proses manajemen yang harus dikendalikan dan membutuhkan partisipasi seluruh unsur yang ada dalam sebuah organisasi maupun persahaan. Dengan mengimplementasikan TQM tersebut, diharapkan mampu meningkatkan kualitas manajemen dan mampu meningkatkan daya saing perusahaan.

Hal itu harus dilakukan oleh para perusahaan guna menghadapi persaingan di era global seperti saat sekarang ini. Seiring dengan adanya globalisasi saat ini maka standarisasi manajemen telah menjadi isu utama, diman yang lebih khusus adalah standarisasi sistem manajemen Kualitas. Untuk itu suatu perusahaan harus mempersiapkan kerangka sistem manajemen kualitas bagi perusahaan, guna menuju kearah yang diinginkan sesuai dengan sasaran atau tujuan akhir yang ditetapkan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan. Hal itu dalam pengertian bahwa tujuan atau sasaran kualitas perusahaan dapat tercapai sesuai dengan keinginan yang diharapakan oleh para pelanggan atau investor perusahaan yang bersangkutan.

2. Karakteristik TQM

Total Quality Management (TQM) adalah falsafah manajemen yang berorientasi pada pelanggan, dalam arti manajemen harus berorientasi pada apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggan, kemudian berusaha memenuhinya

dengan cara yang lebih unggul daripada yang dilakukan pesaing. Menurut Goetsch dan Davis yang dikutip oleh Nasution (2005), ada sejumlah karakteristik yang mendasari Total Quality Management (TQM), yaitu:

a. Fokus Pada Pelanggan.

Pelanggan merupakan sosok yang harus dilayani. Dimana perhatian difokuskan pada kebutuhan dan harapan para pelanggan. Untuk setiap organisasi yang menerapkan TQM harus benar-benar mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dan harapan pelanggannya agar bisa memuaskannya. Dimana Produk/jasa yang dibuat atau diberikan haruslah sesuai dengan keinginan para pelanggan.

b. Obsesi terhadap Kualitas.

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, obsesi utama suatu perusahaan yaitu meningkatkan kualitas baik itu kualitas produk/jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungan kerja dimana kualitas merupakan faktor penting untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan karyawan serta dalam menarik konsumen/pelanggan.

c. Pendekatan Ilmiah.

Pendekatan ini sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian, data diperlukan dan

dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.

d. Komitmen Jangka Panjang.

TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis.

Untuk itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu, komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.

e. Kerjasama Tim (Teamwork).

Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional seringkali diciptakan persaingan antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya saingnya terdongkrak. Sementara itu, dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan, dan hubungan dijalin dan dibina, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.

f. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan.

Setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem/ lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat makin meningkat.

g. Pendidikan dan Pelatihan.

Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan karyawan. Kondisi seperti itu menyebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing dengan perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global. Sedangkan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.

h. Kebebasan yang Terkendali.

Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan „rasa memiliki‟ dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.

i. Kesatuan Tujuan.

Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi, kesatuan tujuan ini

tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/ kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan, misalnya mengenai upah dan kondisi kerja.

j. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan.

Agar dapat meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja serta meningkatkan

„rasa memiliki‟ dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.

3. Manfaat Penerapan TQM

Penerapan TQM yang efektif membawa pengaruh positif yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi organisasi itu sendiri. Menurut Hessel yang dikutip oleh M.N Nasution (2002), beberapa manfaat penerapan Total Quality Management bagi organisasi antara lain:

a. Proses desain produk menjadi lebih efektif, yang akan berpengaruh pada kinerja kualitas, yaitu keandalan produk, Product features, dan serviceability.

b. Penyimpangan yang dapat dihindarkan pada proses produksi mengakibatkan produk yang dihasilkan sesuai dengan standart, meniadakan pekerjaan ulang, mengurangi waktu kerja mesin, dan menghemat penggunaan material.

c. Hububngan jangka panjang dengan pelanggan akan berpengaruh positif bagi kinerja organisasi, antara lain dapat merespons kebutuhan pelanggan dengan lebih cepat, serta mengantisipasi perubahan kebutuhan dan keinginan pelanggan.

d. Setiap pekerja yang baik akan menimbulkan partisipasi komitmen pekerja pada kualitas, rasa bangga bekerja sehingga akan bekerja secara optimal, perasaan tanggung jawab untuk meningkatkan kinerja organisasi.

Perbaikan kualitas yang dilakukan oleh perusahaan tidak lain bertujuan untuk meningkatkan penghasilan perusahaan dan tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan laba perusahaan agar perusahaan dapat terus berjalan dan tetap hidup dalam persaingan perdagangan yang semakin ketat saat sekarang ini.

Perbaikan kualitas juga dapat meningkatkan citra perusahaan di mata pelanggan.

4. Hambatan Penerapan TQM

Tatikonda dan Tatikonda (1996) yang diadopsi oleh Nursya‟Bani (2006) mengidentifikasi ada 10 (sepuluh) hambatan dalam penerapan TQM, antara lain:

a. Lack of Vision

Visi merupakan gambaran tentang masa depan dan apa yang ingin dicapai pada masa mendatang. Dalam visi disebutkan target dan identifikasi peluang masa depan. Visi juga menyediakan petunjuk tentang cara mencapai sasaran. Namun banyak perusahaan dalam upaya perbaikan kualitas tetap menggunakan status quo, lemah dalam

menentukan visi, dan gagal membuat kualitas sebagai bagian dari rencana strategik.

b. Lack of Customer Focus

Ketidakpahaman terhadap kepuasan konsumen, kurangnya pemahaman hal-hal yang mendorong loyalitas konsumen, dan perbaikan kualitas yang tidak memberikan nilai bagi konsumen merupakan penyebab kegagalan TQM.

c. Lack of Management Commitment

Semua pakar kualitas menyatakan bahwa hambatan terbesar perbaikan kualitas adalah kurangnya komitmen top manajemen. Wujud komitmen manajemen adalah mengkomunikasikan filosofi perusahaan dari atas ke bawah dalam bentuk aksi yang nyata.

d. Training With No Purpose

Banyak program pelatihan berkaitan dengan TQM yang tidak relevan dengan tujuan atau para pekerja tidak memiliki ide dan pemahaman arti pentingnya pelatihan. Misalnya, pekerja diberi pelatihan tentang Statistical Process Control (SPC), tetapi tidak tahu dimana SPC digunakan. Jika pelatihan dinilai penting, pelatihan tanpa fokus yang jelas menjadi penyebab pemborosan dana.

e. Lack of Cost and Benefit Analysis

Banyak perusahaan yang tidak mengukur biaya sebagai akibat kualitas yang rendah maupun keuntungan program perbaikan kualitas.

Perusahaan jarang mengukur hilangnya penjualan dan konsumen yang

pindah ke perusahaan lain. Perusahaan juga gagal mengukur manfaat potensial dari program perbaikan kualitas.

f. Organizational Structure

Struktur organisasi, pengukuran, dan sistem penghargaan. Tidak ada pelatihan yang bisa membantu jika organisasi memiliki birokrasi yang berlapis-lapis. Struktur organisasi yang datar, pemberdayaan, upaya-upaya lintas disiplin dan lintas fungsi merupakan langkah penting kesuksesan TQM. Perusahaan yang sukses mampu menjaga lini komunikasi terbuka, mengembangkan pemahaman proses, dan mengurangi hambatan departemental.

g. TQM Creating its Own Bureaucracy

Kualitas menjadi proses paralel, tercipta lapisan birokrasi baru dengan aturan, standar, dan pelaporan staf sendiri. Birokrasi kualitas mengisolasi diri sendiri, operasi dari hari ke hari gagal untuk memahami implikasi dan pengetahuan konsumen, pekerja, dan personal penjualan, dan menjadi pemadam program perbaikan kualitas.

h. Lack of Measurement or Erroneous Measurements

Penggunaan indikator keberhasilan yang keliru atau tidak adanya indikator kinerja perbaikan kualitas merupakan penyebab kegagalan TQM. Misalnya, mengukur kinerja jangka pendek menggunakan ukuran kinerja jangka panjang, ukuran kinerja suatu departemen menggunakan ukuran departemen lain.

i. Reward and Recognition

Agar TQM berhasil, perusahaan seharusnya memberi pengakuan dan penghargaan kepada tim yang memiliki kinerja baik dan mendukung realisasi perbaikan kualitas. Perilaku pekerja sangat ditentukan oleh sistem pengakuan dan penghargaan. Bagaimana perusahaan mengakui dan menghargai pekerja merupakan bagian penting dalam mengkomunikasikan tujuan strategik perusahaan.

j. Accounting Systems

Sistem akuntansi seringkali hanya mencatat biaya pengerjaan ulang, biaya produk rusak/cacat, dan biaya lain yang terkait dengan biaya overhead. Ketidakpuasan konsumen, hilangnya penjualan, dan konsumen yang pindah kepada perusahaan lain seharusnya menjadi bagian dari biaya kualitas yang harus dicatat dan dilaporkan, karena biaya-biaya tersebut mengurangi perolehan laba.

B. Kinerja Manajerial

Dokumen terkait