• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGHAPUSAN BARANG MILIK NEGARA DALAM

B. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

3. Landasan Pemikiran Pengelolaan Barang Milik

Landasan-landasan pemikiran yang digunakan dalam pengaturan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi :

a. Landasan Filosofi

Hakekat Barang Milik Negara/Daerah merupakan salah satu unsur penting penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mencapai cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara

sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah perlu dilakukan dengan mendasarkan pada perturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan dimaksud.

b. Landasan Operasional

Landasan Operasional Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah lebih berkaitan dengan kewenangan institusi atau Lembaga Pengelola/Pengguna Barang Milik Negara/Daerah, yang dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Pengelolaan Kekayaan Negara yang bersumber pada Pasal 33 Ayat 3 Undang- Undang Dasar Tahun 1945 adalah Negara. Badan penguasa atas barang negara dengan hak menguasai dan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Instansi pengelolanya adalah Instansi Pemerintah Departemen/LPND yang diberikan wewenang untuk itu. Tanah oleh Badan Pertanahan Nasional, Tambang oleh Departemen Sumber Daya Mineral dan energi, laut dan kekayaannya oleh Departemen Kelautan dan sebagainya. Pengaturan atas pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dalam ruang lingkup ini telah diatur dalam berbagai undang-undang.

2. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang bersumber pada Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah Negara sebagai Pemerintah Republik Indonesia yang dapat memiliki barang atau sesuatu sebagai aset kekayaan pemerintah dengan tujuan untuk menjalankan roda pemerintahan.

Instansi pengelola adalah Presiden yang didelegasikan kepada Menteri Keuangan dan instansi pengguna adalah kementerian negara/lembaga.

c. Landasan Yuridis

Acuan dasar dalam pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Bab VII dan Bab VIII Pasal 42 sampai dengan Pasal 50. Untuk itu seluruh Peraturan Perundang-undangan yang ada perlu dikaji kembali termasuk penerapannya untuk disesuaikan dengan acuan tersebut di atas.

4. Pengaturan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Adapun pokok-pokok pengaturan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sesuai Undang-undang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Adanya pemisahan peran antara pengelola dan pengguna (Pasal 42, 43, dan 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara), yang selanjutnya perlu pengaturan yang jelas mengenai hak dan kewajiban antara pengelola dan pengguna;

b. Barang Milik Negara/Daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahkan (Pasal 45 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara). Dengan demikian, pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah oleh pengguna diarahkan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi masing-masing;

c. Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR (Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara);

d. Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada Butir 3 di atas adalah untuk pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah yang berupa tanah dan bangunan, dengan beberapa pengecualian. Persetujuan DPR juga diperlukan untuk pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah diluar tanah dan bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Sedangkan pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah diluar tanah dan bangunan yang bernilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Presiden, dan yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan (Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara);

e. Penjualan Barang Milik Negara/Daerah prinsipnya dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu yang pengaturan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah (Pasal 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara);

f. Barang Milik Negara/Daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia yang bersangkutan (Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara). Dalam kaitannya dengan sertifikasi tanah dalam Penjelasan Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara diamanatkan perlunya pengaturan pelaksanaan oleh Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara berkoordinasi dengan lembaga yang bertanggungjawab di bidang pertanahan;

g. Bangunan Milik Negara/Daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan dengan tertib (Pasal 49 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara);

h. Khusus untuk tanah dan bangunan (Pasal 49 Ayat (3)) apabila tidak dimanfaatkan untuk menunjang tugas pokok dan fungsi wajib diserahkan kepada Menteri Keuangan;

i. Barang Milik Negara/Daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman, dan

dilarang untuk dilakukan penyitaan (Pasal 49 Ayat (4) dan (5) serta Pasal 50 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara);

j. Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 49 Ayat (6) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara).

5. Pengaturan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Adapun batasan pengertian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah adalah61:

a. Negara

Pengertian atau batasan ”Negara” dalam kata ”Barang Milik Negara” adalah Pemerintah RI, dalam arti kementerian negara/lembaga. Pengertian lembaga adalah sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 6 Ayat (2) Huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yaitu lembaga negara dan lembaga pemerintah nonkementerian negara.

b. Barang Milik Negara

Yang dimaksud Barang Milik Negara sesuai dengan Pasal 1 Butir 10 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara adalah semua

61

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang Milik Negara dimaksud dapat berada di semua tempat, tidak terbatas hanya yang ada pada kementerian/lembaga, namun juga yang berada pada Perusahaan Negara dan Badan Hukum Milik Negara atau bentuk- bentuk kelembagaan lainnya yang belum ditetapkan statusnya menjadi kekayaan negara yang dipisahkan. Sedangkan terhadap Barang Milik Negara yang statusnya sudah ditetapkan menjadi kekayaan Negara yang dipisahkan diatur secara terpisah dari ketentuan ini. Untuk barang-barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN dapat lebih mudah identifikasinya sebagai bagian dari Barang Milik Negara. Sedangkan untuk barang-barang yang berasal dari perolehan yang sah perlu adanya batasan yang lebih jelas, mana yang termasuk sebagai Barang Milik Negara. Dalam hal ini, batasan pengertian barang-barang yang berasal dari perolehan yang sah adalah barang-barang yang menurut ketentuan perundang- undangan, ketetapan pengadilan, dan/atau perikatan yang sah ditetapkan sebagai Barang Milik Negara.

c. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Sesuai Pasal 48 Ayat (2) dan Penjelasan atas Pasal 49 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, ruang lingkup pengaturan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah meliputi penjualan barang melalui pelelangan dan pengecualiannya, perencanaan kebutuhan, tata cara penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan,

penilaian, penghapusan dan pemindahtanganan. Rumusan tersebut merupakan siklus minimal atas seluruh mata rantai siklus pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (asset management cycle).

C. Penghapusan Barang Milik Negara

Penghapusan Barang Milik Negara adalah Proses tindak lanjut dari siklus pengelolaan Barang Milik Negara dengan maksud dan tujuan untuk membebaskan pengurusan Barang Milik Negara dari pertanggungjawaban administratif dan fisik barang yang ada dalam pengelolaan Bendaharaan Barang/Pengurus Barang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kata lain, Penghapusan adalah proses terakhir dari perjalanan hidup Barang Milik Negara. Jika dianalogikan dalam karir manusia, penghapusan dapat didefinisikan sebagai Tahap Pensiun seseorang dari suatu Perusahaan/Instansi.

Penghapusan barang inventaris pada tingkat nasional adalah Presiden RI yang secara fungsional dilakukan oleh Menteri Keuangan RI Cq. Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagai Pengelola Barang Milik Negara. Pada tingkat Departemen/Instansi adalah Menteri/Pimpinan Instansi yang secara fungsional dikuasakan kepada Sekretaris Jenderal/Pejabat yang menjalankan fungsi fasilitatif sebagai Pengguna Barang Milik Negara setelah mendapatkan persetujuan dari pengelola Barang Milik Negara.

Pada dasarnya penghapusan Barang Milik Negara tidak terikat dengan waktu. Secara umum penghapusan Barang Milik Negara dilakukan jika memenuhi pertimbangan baik Teknis maupun Ekonomis atau pertimbangan lain yang tidak merugikan Negara serta tidak mengganggu pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari Departemen/instansi tersebut, namun untuk beberapa jenis Barang Milik Negara terdapat pengaturan usia minimal. Penentuan pertimbangan penghapusan yaitu62:

1. Untuk Barang Bergerak: a. Pertimbangan Teknis

• Secara fisik barang tidak dapat dipergunakan/rusak dan tidak ekonomis bila diperbaiki;

• Tidak dapat dipergunakan lagi akibat modernisasi; • Telah melampaui batas penggunaan/kadaluarsa;

• Mengalami perubahan dalam spesifikasi (Terkikis, Rusak, dan Aus); • Selisih kurang dalam timbangan/ukuran karena penggunaan/susut dalam

penggunaan/pemanfaatan. b. Pertimbangan Ekonomis :

• Berlebih (Surplus atau Ekses);

• Lebih Menguntungkan bagi Negara bila dihapus. c. Hilang/Kekurangan/Kerugian Karena :

• Kesalahan atau Kelalaian Bendaharawan Barang/Pengurus Barang; • Force Majeure;

• Mati, bagi Tanaman atau Hewan/Ternak. 2. Untuk Barang Tidak bergerak :

a. Rusak Berat, Terkena Bencana Alam (Force Majeure) ; b. Terkena Planologi Kota/tidak sesuai dengan tata ruang; c. Kebutuhan Organisasi;

d. Penyatuan Lokasi untuk Efisiensi dan Memudahkan Koordinasi; e. Pertimbangan dalam rangka rencana strategis pertahanan. 3. Untuk Pertimbangan Penghapusan Kendaraan

a. Minimal berumur 10 tahun dari tahun pengadaan; b. Sudah ada penggantinya; dan

c. Tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas apabila dihapus.

62

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, Modul Diklat Jarak Jauh Manajemen Perlengkapan, Jakarta, 2005, hlm. 140.

Pada dasarnya penyebab Barang Milik Negara dihapuskan adalah63:

1. Penghapusan Karena Penyerahan Barang Milik Negara Kepada Menteri Keuangan (Pengelola Barang).

Dalam hal ini penghapusan dikarenakan pembubaran instansi pemerintah, karena berakhirnya jangka waktu yang ditugaskan kepada instansi tersebut. Sebagai contoh adalah berakhirnya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR Aceh-Nias). Setelah pembubaran BRR Aceh- Nias, seluruh BMN yang dipergunakan dan dibangun BRR dihapusakan dari daftar BMN BRR untuk diserahkan kepada Menteri Keuangan sebagai Pengelola BMN. Untuk selanjutnya BMN tersebut didistribusikan kepada Kementerian/Lembaga Negara Lain (Pengguna Barang Lain) melalui perubahan status penggunaan, dihibahkan kepada Pemerintah daerah atau Lembaga Sosial dan Korban Bencana. Hal lain, Penghapusan ini juga dapat berkaitan dengan Penghapusan Karena Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Negara Kepada Kementerian/Lembaga Negara Lain (Pengguna Barang Lain).

2. Penghapusan Karena Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Negara Kepada Kementerian/Lembaga Negara Lain (Pengguna Barang Lain).

Dalam hal ini penghapusan dikarenakan BMN pada suatu intansi dinilai berlebih dan tidak dipergunakan. Sehingga dikembalikan kepada Menteri Keuangan (Pengelola BMN) guna dioptimalkan penggunaannya atau didistribusikan kepada instansi lain yang dinilai membutuhkan. Sebagai contoh adalah penghapusan BMN berupa tanah idle suatu Departemen untuk dipergunakan oleh Departemen/instansi lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

3. Penghapusan Karena Pemindahtanganan Barang Milik Negara.

Dalam hal ini Penghapusan dilakukan karena BMN beralih kepemilikannya dan tidak lagi menjadi Barang Milik Negara. Adapun cara pemindahtanganannya, yaitu melalui :

a. Penjualan (Lelang);

b. Tukar Menukar (Ruilslag); c. Hibah;

d. Penyertaan Modal Pemerintah.

4. Penghapusan karena hal-hal yang mengharuskan dilakukannya pemusnahan. Dalam hal ini Penghapusan dilakukan karena BMN dinilai sudah tidak dapat digunakan maupun dipindahtangankan karena pertimbangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebagai contoh BMN yang melah melampaui batas penggunaan/kadaluarsa, mengalami perubahan dalam spesifikasi (menyusut, terkikis, rusak, aus, dan lain-lain), Selisih kurang dalam timbangan/ukuran karena penggunaan/susut dalam penggunaan/pemanfaatan, mati bagi

63

Tanaman atau Hewan/Ternak. Hal lain, penghapusan ini juga dapat berkaitan dengan penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya atau penghapusan untuk menjalankan ketentuan undang-undang.

5. Penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya atau penghapusan untuk menjalankan ketentuan undang-undang.

Dalam hal ini Penghapusan dilakukan karena putusan pengadilan atau penghapusan dilakukan karena ketentuan undang-undang mewajibkan dilakukan penghapusan. Sebagai contoh adalah BMN berupa tanah yang digugat/disengketakan, dan setelah ada putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dinyatakan bukan sebagai Milik Negara. Sedangkan contoh penghapusan untuk menjalankan ketentuan undang-undang adalah penghapusan BMN karena terbitnya Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur pemisahan Barang Milik Negara menjadi Barang Milik Daerah.

6. Penghapusan karena sebab-sebab lain

Dalam hal ini Penghapusan dilakukan berdasar Pertimbangan Force Majeure, Pertimbangan dalam rangka rencana strategis pertahanan, Pertimbangan Hilang/Kekurangan/Kerugian baik karena kelalaian Bendahara/Pengelola maupun kelalaian Pegawai/pengguna. Untuk BMN yang hilang/rusak karena kelalaian pengguna/pengurus barang selain dilaksanakan proses penghapusan BMN, juga dilaksanakan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TGR).

Dokumen terkait