• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan di atas, belum ada penelitian mengenai gaya bahasa simile, metafora, dan satire yang terkandung dalam akun Instagram Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini atau @nkcthi. Dengan demikian peneliti akan memfokuskan penelitian tentang gaya bahasa simile, metafora, dan satire yang terkandung dalam akun Instagram Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini dapat dilakukan.

1.6 Landasan Teori

Teori-teori yang digunakan untuk menguraikan dan menyelesaikan permasalahan dalam penelitian mengenai gaya bahasa dan fungsi bahasa pada akun Instagram Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini memaparkan penjelasan mengenai pengertian gaya bahasa, jenis-jenis gaya bahasa, dan fungsi bahasa.

1.6.1 Pengertian Gaya Bahasa

Keraf (2006:113) menjelaskan bahwa gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperhatikan ciri dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Berdasarkan langsung tidaknya makna, Keraf membagi gaya bahasa menjadi dua macam, yaitu gaya bahasa retoris yang terdiri atas 21 jenis dan gaya bahasa kiasan yang terdiri atas enam belas jenis gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan bagian dari pilihan kata yang mempersoalkan cocok atau tidaknya pemaknaan kata, frasa, maupun klausa tertentu, untuk menghadapi situasi-situasi tertentu. Persoalan mengenai gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan, seperti

pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan kalimat bahkan mencakup pula wacana secara keseluruhan. Wacana yang menyiratkan nada di baliknya juga merupakan pula persoalan gaya bahasa. Keraf (1981:99) menjelaskan bahwa jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya meliputi unsur-unsur kalimat yang memperlihatkan corak tertentu, seperti yang umur terdapat dalam retorika-retorika klasik.

Menurut Ahmadi (1990: 170), gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa yang istimewa, dan tidak dapat dipisahkan dari cara atau teknik seorang pengarang dalam merefleksikan (memantulkan, mencerminkan) pengalaman, nilai-nilai kualitas kesadaran pikiran dan pandangan yang istimewa atau khusus. Ahmadi membagi gaya bahasa menjadi dua, yaitu gaya bahasa penekanan yang terdiri dari 25 jenis gaya bahasa dan gaya bahasa perbandingan yang terdiri dari empat belas jenis. Sedangkan dalam Tarigan (1985:5) dinyatakan bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Tarigan membagi gaya bahasa menjadi empat varian, yaitu gaya bahasa perbandingan yang terdiri atas sebelas macam, gaya bahasa pertentangan yang terdiri atas 21 macam, gaya bahasa pertautan yang terdiri atas empat belas macam, dan gaya bahasa perulangan yang terdiri atas tiga belas macam.

Berdasarkan beberapa pendapat pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa merupakan kemampuan dari seseorang pengarang dalam mempergunakan ragam bahasa tertentu dalam menulis, dan ragam bahasa tersebut sudah mempunyai

13

pola-pola tertentu dan akan memberi kesan pada pembaca atau pendengar karya tersebut. Menurut Keraf (2006:130), berdasarkan langsung tidaknya, makna gaya bahasa dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu: (a) gaya bahasa retoris, dan (b) gaya bahasa kiasan.

Gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga dasar, yaitu kejujuran, sopan santun, dan menarik. Yang dimaksud dengan kejujuran adalah kita harus mengikuti aturan-aturan yang ada, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Penggunaan kata-kata yang terlalu panjang dan berbelit-belit dapat mengundang unsur-unsur ketidakjujuran. Secara tidak langsung bahasa merupakan alat untuk kita bergaul dan bersosialisasi, maka dari itu harus digunakan pula secara tepat dengan mengutamakan kejujuran dalam berbahasa. Kemudian sopan santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar maupun pembaca. Rasa hormat disini bukan berupa penghargaan melalui kata-kata, melainkan rasa hormat dalam gaya bahasa yang dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan (Keraf, 1981:100). Gaya bahasa juga harus menarik agar dapat menarik perhatian lawan bicara maupun pembaca, dikarenakan gaya bahasa memperlihatkan jiwa dan kepirbadian penulis atau penutur dengan membandingkan sesuatu dengan yang lain.

1.6.2 Jenis- jenis Gaya Bahasa

Gaya bahasa dapat kita bedakan berdasarkan titik tolak penggunaannya. Gaya bahasa dapat dilihat dari bermacam-macam sudut pandang, maka akan sulit diperoleh

kesamaan mengenai suatu pembagian yang bersifat menyeluruh dan diterima oleh semua pihak mengenai jenis-jenis gaya bahasa. Berikut pemaparan jenis-jenis gaya bahasa.

1.6.2.1 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

Berdasarkan langsung tidaknya makna yang terkandung dalam sebuah kata, frasa, atau klausa, gaya bahasa dapat dibagi atas dua bagian, yaitu gaya bahasa langsung atau retoris (Rhetorical Figures) dan bahasa kiasan (Trope ).

a. Gaya Bahasa Retoris

Gaya bahasa retoris merupakan gaya bahasa yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu (Keraf, 2006:130). Gaya bahasa ini memiliki berbagai fungsi antara lain: menjelaskan, memperkuat, menghidupkan objek mati, menimbulkan gelak tawa, atau untuk hiasan. Gaya bahasa retoris termasuk dalam gaya bahasa yang maknanya harus diartikan menurut nilai lahirnya. Maka dari itu tidak akan timbul kesulitan untuk memahaminya selama pilihan kata itu tepat. Berikut macam-macam gaya bahasa retoris : (a) asonansi, (b) asindeton, (c) apofasis, (c) apostrof, (d) elipsis, (e) erotesis atau pertanyaan retoris, (f) eufemismus, (g) hiperbola, (h) histeron proteron, (i) kiasmus, (j) koreksio dan epanortosis, (k) litotes, (l) oksimoron. (m) paradoks, (n) polisindeton, (o) pleonasme dan tautologi, (p) perifrasis, (q) prolepsis atau antisipasi, (r) silepsis dan zeugma b. Gaya Bahasa Kiasan

15

Gaya bahasa kiasan dibentuk atas perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan yang lain, mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut (Keraf, 2006: 136). Perbandingan mengandung dua pengertian, yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau langsung dan perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Contoh pertama merupakan gaya bahasa langsung dan contoh kedua termasuk gaya bahasa kiasan.

4) Wila sama pintar dengan Jati. Kuda itu sama kuat dengan keledai. 5) Matanya seperti bintang kejora

Suaranya seperti bisikan surgawi

Perbedaan antara kedua perbandingan di atas adalah kelasnya. Perbandingan pertama mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang sama, sedangkan perbandingan kedua sebagai kiasan, mencakup dua hal dalam kelas yang berbeda. Berikut paparan jenis gaya bahasa kiasan : alegori, parabel, dan fable, alusi, antonomasia, antifrasis, epitet, eponim, metafora, metonimia, hipalase, inuendo, ironi, sinisme, dan sarkasme, persamaan atau simile, personifikasi, pun atau paronamasia sinekdoke, satire

1.6.3 Gaya Bahasa Simile

Simile atau persamaan adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat eksplisit. Bersifat eksplisit dalam arti bahwa simile langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Maka dari itu gaya bahasa ini memerlukan upaya yang secara eksplisit

menunjukkan kesamaan tersebut, yaitu berupa kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.

Contoh penggunaan gaya bahasa simile : 6) Bibirnya seperti delima merekah

Matanya seperti pelangi yang indah

Terkadang diperoleh juga persamaan tanpa menyebutkan obyek pertama yang ingin dibandingkan, seperti:

7) Bagai air di daun talas Bagai udang di balik batu

Persamaan masih dapat dibedakan lagi atas persamaan tertutup dan persamaan terbuka. Persamaan tertutup adalah persamaan yang mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu, sedangkan persamaan terbuka adalah persamaan yang tidak mengandung perincian mengenai sifat persamaan tersebut; pembaca atau pendengar diharapkan untuk mengisi sendiri sifat persamaannya.

1.6.4 Gaya Bahasa Metafora

Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singklat (Keraf 2006 : 139). Misalnya bunga bangsa, buaya darat, buah hati. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata-kata seperti yang digunakan dalam gaya bahasa simile seperti : seperti, bak, bagaikan, dan sebagainya. Sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Proses persamaan atau perumpamaan sebenarnya sama dengan simile, namun secara berangsur ketengan mengenai persamaan dan pokok pertama dihilangkan, misalnya:

17

8) Pemuda adalah seperti bunga bangsa. Pemuda adalah

bunga bangsa, Pemuda Bunga bangsa.

Metafora tidak selalu harus menduduki fungsi sebagai predikat, namun dapat juga menduduki fungsi lain seperti subyek, obyek, dan lainnya. Melalui hal tersebut, metafora dapat berdiri sendiri sebagai kata, berbeda dengan simile. Konteks bagi sebuah simile sangat penting, karena akan membantu makna persamaan itu, sebaliknya dengan metafora justru terbatasi oleh sebuah konteks. Bila dalam seuah metafora kita masih dapat menentukan makna dasar dari konotasinya, maka metafora tersebut masih hidup. Namun jika kita tidak dapat menentukan konotasinya lagi, maka metafora tersebut sudah mati. Misalnya:

9) Perahu itu menggergaji ombak Mobilnya batuk-batuk sejak pagi tadi Pemuda-pemudi adalah bunga bangsa

Kata-kata yang dicetak tebal madih hidup dengan arti aslinya. Maka dari itu penyimpangan makna seperti yang terdapat dalam kalimat-kalimat diatas merupakan metafora yang hidup. Namun proses penyimpangan semacam ini pada suatu saat dapat membawa pengaruh lebih lanjut dalam perubahan makna kata. Kebanyakan perubahan makna kata mula-mula terjadi karena metafora. Seiring berjalannya waktu orang tidak memikirkan lagi tentang metafora tersebut, sehingga arti yang baru itu dianggap sebagai arti yang kedua atau ketiga, metafora semacam ini adalah metafora mati. Dengan matinya sebuah metafora, kita berada kembali di depan sebuah kata yang mempunyai denotasi baru. Metafora seperti ini dapat berbentuk sebuah kata.

1.6.5 Gaya Bahasa Satire

Satire merupakan gaya bahasa yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannya. Kata satire diturunkan dari kata satura yang berarti talam yang penuh berisi macam-macam buah-buahan (Keraf 2006: 144). Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak selalu harus bersifat ironis. Pada umumnya satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis. Contoh penggunaan gaya bahasa satire adalah sebagai berikut:

10) “Apakah hati nuranimu saat ini sedang tidur? Bisa-bisanya kau berbuat jahat kepada orang tuamu sendiri!”

Pada kalimat tersebut merupakan sebuah sindiran bahwa mengatakan apakah hati nurani mitra tutur sudah tidak ada alias tidur karena sudah tega menyakiti orang tuanya sendiri. Untuk memahami apakah bacaan bersifat satire atau tidak, pembaca atau pendengar harus mencoba meresapi implikasi-implikasi yang tersirat dalam baris-baris atau nada-nada suara, bukan hanya pada penyataan eksplisit itu. Pembaca harus berhati-hati menelusuri batas antara persaaan dan kegamblangan arti harafiahnya.

Berdasarkan pemaparan mengenai jenis gaya bahasa simile, metafora dan satire di atas yang akan dipergunakan sebagai landasan teori pada penelitian ini, maka dapat dilihat bahawa gaya bahasa memiliki fungsi yang berbeda pada setiap kalimat. Berfungsi sebagai penambah nilai estetik atau keindahan, dan ada pula yang memperjelas dan memperkuat makna, atau hanya sekedar hiasan. Keseluruhan gaya bahasa inilah yang akan diterapkan dalam penelitian ini.

19

1.6.6 Fungsi Gaya Bahasa Simile, Metafora, dan Satire

Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik (Keraf: 2006:113). Bila kita melihat gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku berpakaian dan sebagaianya. Melalui gaya bahasa memungkinkan kita untuk menilai pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa tersebut. Semakin baik gaya bahasanya maka semakin baik pula penilaian orang terhadapnya begitu juga sebaliknya.

Menurut Tarigan penggunaan kata belum tentu menyampaikan sesuatu, sehingga persamaan, perbandingan serta kata-kata kias digunakan. Berdasarkan tiga unsur gaya bahasa Keraf, gaya bahasa simile dan metafora berfungsi sebagai persamaan dan perumpamaan sehingga memenuhi unsur menarik. Kemudian gaya bahasa satire berfungsi sebagai perumpamaan sekaligus sindiran terhadap masalah manusia sehingga memenuhi unsur sopan-santun karena merupakan sindiran yang sangat halus, dan unsur menarik.

Pada intinya fungsi gaya bahasa digunakan berdasarkan kebutuhan setiap orang yang berbeda. Mulai dari untuk mengekspresikan diri, sebagai alat komunikasi, maupun sebagai alat untuk mengadakan integrase dan beradaptasi sosial dalam lingkungan dan situasi tertentu maupun untuk kontrol sosial. Namun pada akhirnya gaya bahasa dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (Keraf 2006:113).

Dokumen terkait