• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Landasan Teori

a. Pengertian Pengamalan Islam

Pengamalan adalah proses, cara, perbuatan mengamalkan, melaksanakan perbuatan, menunaikan kewajiban/tugas (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 34). Pengamalan yaitu berkenaan dengan seseorang dalam berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran agamanya. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku duniawi, yakni bagaimana individu berhubungan dengan dunianya.

Islam ialah tunduk dan patuh kepada perintah orang yang memberi perintah dan kepada laranganya tanpa tanpa membantah. Agama kita telah diberi nama Islam, karena ia berarti taat kepada Allah dan tunduk kepada perintahnya tanpa membantah (Maududi, 1975: 8). Sedangkan menurut Karim (2004: 1) Islam adalah kata bahasa Arab yang terambil dari kata salima yang berarti selamat, damai, tunduk, pasrah berserah diri. Objek penyerahan diri ini adalah pencipta seluruh alam semesta, yakni Allah Swt.

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengamalan Islam (agama) merupakan perbuatan yang dilakukan dengan berdasarkan perintah agama. Yang dimaksud agama ialah agama Islam, yang di dalamnya mengandung ajaran-ajaran yang harus dilakukan oleh penganut – penganutnya.

b. Aspek aspek Pengamalan Islam

Menurut Mustafa Ahmad Zarqa (1959: 5) aspek ajaran Islam terdiri dari akidah, syariah dan akhlak:

1) Akidah

Secara etimilogis (lughatan), aqidah berakar dari kata „aqada-ya‟qidu-aqdan-aqidatan. Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. Relevansi antar kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Menurut Hasan al-Banna aqaid (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan (Ilyas, 1992: 1).

Menurut Latif (1998: 89) Sistematika pembahasan aqidah mengikuti arkanul iman yaitu:

a) Iman kepada Allah SWT

Beriman kepada Allah adalah membenarkan dengan yakin akan eksistensi Allah dan keesaanya, baik dalam perbuatannya, penciptaan alam seluruhnya, serta membenarkan dengan penuh keyakinan bahwa Allah mempunyai sifat kesempurnaan dan terhindar dari sifat kekurangan.

b) Iman kepada Malaikat

Beriman kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai makhluk yang ghaib bernama malaikat yang tidak pernah durhaka kepadanya, yang senantiasa melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baik dan secermat-cermatnya.

c) Iman kepada Kitab-Kitab Allah SWT

Beriman kepada kitab-kitab Allah, berarti kita wajib beri‟tiqad atau mempunyai keyakinan bahwa Allah SWT mempunyai beberapa kitab yang telah diturunkan kepada para nabinya. Allah menurunkan kitab-kitab tersebut agar digunakan sebagai pedoman atau pembimbing bagi seluruh umat manusia menuju jalan hidup yang benar dan diridhai Allah, yaitu kebahagiaan serta keselamatan dunia akhirat.

d) Iman kepada Nabi dan Rosul

Beriman kepada Nabi dan Rosul-rosulnya adalah rukun iman yang keempat, yaitu mempercayai bahwa Allah telah mengutus para rasulnya untuk membawa syiar agama atau membimbing umat manusia kepada jalan yang benar dan diridhai Allah Swt.

e) Iman kepada Hari Akhir

Iman kepada hari akhir adalah meyakini dengan sepenuh hati datangnya hari kiamat dan munculnya alam akhirat tempat manusia mempertanggung jawabkan segala amal perbuatan sewaktu hidup didunia dihadapan Allah SWT. f) Iman kepada Takdir Allah

Beriman kepada takdir Allah (beriman kepada qadha dan qadhar) ialah bahwa setiap manusia wajib mempunyai I‟tiqad atau keyakinan yang sungguh-sungguh bahwasanya segala sesuatu yang akan dilakukan oleh seluruh makhluk telah ditetapkan takdirnya oleh Allah SWT.

2) Syariah

Syariah adalah aturan-aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta (Syaltut, 1986: 5). Mengamalkan syariah berarti mendukung gerakan amar ma‟ruf nahi mungkar (Ali, 2008: 2). Syari‟ah hadir untuk memudahkan manusia dalam melaksanakan segala bentuk ibadah.

Menurut Ali (2008: 3) Syariah mencakup dua bidang yaitu ibadah dan muamalah:

a) Ibadah

Ibadah yaitu penyembahan seseorang hamba terhadap Tuhannya yang dilakukan dengan merendahkan diri serendah-rendahnya dengan hati yang ikhlas menurut cara-cara yang ditentukan oleh agama (Suyono, 1998: 11). Ibadah itu makna ketundukan dan cinta yang sangat kepada Allah SWT (Qardhawi, 1997: 17 ). Ibadah meliputi shalat, puasa, zakat dan haji.

b) Muamalah

Menurut bahasa muamalah berasal dari kata amala, yu‟amilu, mu‟amalatan artinya saling berbuat, saling bertindak dan saling mengamalkan. Menurut Al Dimyati muamalah adalah menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi. Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan (Suhendi, 2007: 1). Kajian muamalah meliputi harta, warisan, hak milik, jual beli dan lain-lain.

Sifat muamalah dimungkinkan karena Islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat (principles and variables). Dalam sektor ekonomi, misalnya, yang merupakan prinsip adalah

larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan zakat dll (Antonio, 2001: 5). 3) Akhlak

Akhlak berasal dari bahasa arab “Khuluq” bentuk pluralnya adalah “khuluqun”, menurut bahasa diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk (Anwar, 2008: 205). Menurut Imam Al-Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Ilyas, 1999: 2). Berdasarkan obyeknya akhlak terbagi menjadi dua yaitu akhlak terhadap khalik dan akhlak terhadap makhluk meliputi akhlak terhadap Allah yaitu menauhidkan Allah, akhlak terhadap pribadi yaitu selalu bersikap jujur, amanah, tawadhu dan lain-lain. Akhlak terhadap keluarga yaitu memuliakan orang tua, menyayangi dan mencintai keluarga. Akhlak terhadap masyarakat yaitu sopan santun, gotong royong, saling menghargai dan lain-lain. Akhlak terhadap lingkungan yaitu memelihara binatang dan memelihara tumbuh-tumbuhan.

Menurut Yunahar Ilyas (2004: 12) akhlak dalam Islam memiliki lima macam ciri, yaitu:

a) Akhlak Rabani

Ajaran akhlak dalam Islam bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah. Di dalam Al-Quran terdapat 1500 ayat yang mengandung ajaran tentang akhlak, baik secara teoritis maupun praktis. Demikian pula dalam hadist juga terdapat pedoman mengenai akhlak. Sifat Rabbani dari akhlak berkaitan dengan tujuannya, yakni memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Akhlak Rabbani mampu menghindari dari kekacauan nilai moralitas dalam hidup manusia.

b) Akhlak Manusiawi

Ajaran akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah sebagai manusia. Akhlak dalam Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara ekstensi sebagai seorang manusia yang merupakan makhluk yang terhormat, sesuai dengan fitrahnya yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dimana hal ini merupakan hak yang fundamental dan mutlak dimiliki oleh manusia.

c) Akhlak Universal

Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik dimensi vertikal maupun horisontal.

d) Akhlak Keseimbangan

Akhlak dalam Islam berada di antara dua sisi. Di satu sisi mengkhayalkan manusia sebagai malaikat yang menitikberatkan pada sifat kebaikannya dan di sisi lain mengkhayalkan manusia sebagai hewan yang menitikberatkan pada sifat kebinatangannya (hawa nafsu).

e) Ajaran akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meskipun manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk yang lain, akan tetapi manusia juga memiliki kelemahan yang sering terjadi akibat ketidakmampuan untuk mengontrol diri. Oleh karena itu dalam ajaran Islam memberikan kesempatan bagi manusia untuk memperbaiki diri dengan bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa, Islam memperoleh manusia melakukan sesuatu dalam keadaan biasa tidak dibenarkan.

c. Hubungan Antara Akidah Syariat dan Akhlak

Aqidah, syariah dan akhlak dalam Al-Qur‟an disebut amal saleh. Iman menunjukkan makna aqidah sedangkan amal saleh menunjukkan pengertian syariah dan akhlak. Seseorang yang melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka

perbuatannya hanya dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu dipandang benar oleh Allah SWT. Sedangkan perbuatan baik yang didorong oleh keimanan terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syariah disebut amal saleh. Karena itu didalam Al-Qur‟an kata amal saleh selalu diawali dengan kata iman.

Akidah dengan syariah itu tidak dapat di pisahkan (bisa di bedakan tetapi tidak dapat di pisahkan). Akidah sebagai akarnya dan syariah sebagai batang dan dahan – dahannya. Seseorang yang beriman tanpa menjalankan syariah adalah fasik. Sedangkan bersyariah tetapi berakidah yang bertentangan dengan akidah islamiah adalah munafik. Dan seseorang yang tidak berakidah dan bersyariah islamiah adalah kafir(Zuhdi, 1988: 7).

Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan pada Allah sehingga tergambar akhlak terpuji pada dirinya. Akidah dengan seluruh cabangnya tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat perlindung kepanasan, untuk berteduh kehujanan dan tidak ada pula buahnya yang dapat dipetik, sebaliknya akhlak tanpa akidah hanya merupakan bayangan-bayangan bagi benda yang tidak tetap yang selalu bergerak.

Atas dasar hubungan itu, maka seseorang yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau keimanan, maka orang itu termasuk kedalam kategori kafir. Seseorang yang mengaku beraqidah atau beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah, maka orang tersebut disebut fasik. Sedangkan orang yang mengaku beriman dan melaksanakan syariah tetapi dengan landasan aqidah yang tidak lurus disebut munafik.

d. Perbedaan Pengamalan Islam dengan Religiusitas

pengamalan Islam (agama) merupakan proses, cara, perbuatan mengamalkan, melaksanakan perbuatan, dan hanya menunaikan kewajiban/tugas saja, yang dilakukan dengan berdasarkan perintah agama Islam. Dan aspek-aspek pengamalan Islam Menurut Mustafa Ahmad Zarqa (1959: 5) terdiri dari aqidah (keyakinan), syariah (norma atau hukum), dan akhlak (perilaku). Oleh karena itu pengertian pengamalan Islam adalah tingkat keagamaan seseorang yang dilihat dari penghayatan aqidah, syariah, dan akhlak seseorang.

Sedangkan religiusitas Menurut Anshori dalam Ghufron & Risnawita (2010: 168) bahwa religiusitas merupakan tingkat keterikatan individu terhadap agamanya. Apabila individu telah menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya, maka ajaran agama akan berpengaruh dalam segala tindakan dan

pandangan hidupnya bukan hanya sekedar melaksankan kewajiban/tugas saja. James Redfield, dalam satu bukunya mengenai pengantar sejarah agama mengatakan bahwa religiusitas

adalah pengarahan manusia agar tingkah lakunya sesuai dengan perasaan tentang adanya hubungan antara jiwanya dan jiwa yang tersembunyi, yang diakui kekuasaannya atas dirinya dan atas dirinya dan atas sekalian alam, dan dia rela merasa berhubungan seperti itu (Nikmah, 2013: 10-11).

. PENDAPATAN

a. Pengertian Pendapatan

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh Poerwadarminta (1976) pendapatan adalah hasil pencarian perolehan. Sedangkan menurut Sukirno (2004: 47) Pendapatan adalah semua jenis pendapatan,termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu negara

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah (Sumarwan ,2004: 204). Menurut John J. Wild (2003: 311) menjelaskan pendapatan menurut ilmu ekonomi sebagai nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Sedangkan Pendapatan disposebel

adalah jumlah yang tersedia untuk dibelanjakan atau ditabung oleh rumah tangga (Dornbusch dan Stanley, 1997: 44).

Pendapatan merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam seminggu dengan mengaharapkan keadaan yang sama pada akhir periode, seperti keadaan semula. Secara garis besar, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi. b. Fungsi Konsumsi

Fungsi Konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan diantara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan

disposebel) perekonomian tersebut (Sukirno, 2013: 116).

Yang perlu diperhatikan dalam fungsi konsumsi Keynes adalah: 1) Merupakan variabel riil/nyata, yaitu bahwa fungsi konsumsi

menunjukkan hubungan antara pendapatan dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan, bukan hubungan antara pendapatan nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal.

2) Merupakan pendapatan yang terjadi, bukan pendapatan yang diperoleh sebelumnya, dan bukan pendapatan yang di perkirakan terjadi di masa datang.

3) Merupakan pendapatan absolut, bukan pendapatan relatif atau pendapatan permanen, sebagaimana dikemukakan oleh ahli ekonomi lainnya.

c. Hubungan Pendapatan Dengan Konsumsi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi. Diantaranya Keynes menyatakan bahwa konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan disposabel. Pendapatan disposabel yang digunakan untuk menabung merupakan pendapatan yang tersisa karena tidak habis digunakan untuk konsumsi. Secara tidak langsung tabungan masyarakat ditentukan oleh besarnya pendapatan danjuga besarnya konsumsi (Ernita,et.al, 2013: 179). Hubungan diantara pendapatan, konsumsi, dan tabungan dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana: Yd = pendapatan disposabel

C = konsumsi rumah tangga S = tabungan rumah tangga

d. Hubungan Pendapatan Dengan Menabung

Menurut Keynes (Sharaswati,et.al, 2013: 158), tabungan masyarakat dipengaruhi oleh pendapatan. Secara matematika teori tabungan Keynes dapat dituliskan sebagai berikut:

Dimana: S = saving (tabungan) Y = Pendapatan C = Pengeluaran

Menurut Keynes dalam Disertasi Muchlis (2001: 30) tidak semua pendapatan yang di peroleh masyarakat di belanjakan untuk barang dan jasa, tetapi sebagian akan di tabungkan. Tingginya tingkat tabungan bergantung kepada besar kecilnya pendapatan yang siap di belanjakan. Oleh karena itu hasrat menabung akan meningkat sesuai dengan tingkat pendapatan. Sehingga besar kecilnya tabungan di pengaruhi secara positif oleh besar kecilnya pendapatan.

. Pengetahuan Menabung Dalam Islam

a. Pengertian Pengetahuan Menabung Dalam Islam

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, berkenaan dengan hal (Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Sedangkan menurut (www.kbbi.web.id) Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian, segala sesuatu yang diketahui berkenaaan dengan hal (mata pelajaran). Menurut Anni (2004: 6) pengetahuan didefinisikan sebagai perilaku mengingat atau mengenali informasi (materi pembelajaran) yang telah dipelajari sebelumnya.

Menabung adalah aktivitas menyimpan uang (di celengan, post, bank, dsb) (www.kbbi.web.id). Menabung bisa dilakukan oleh siapa saja, dari mulai anak-anak, remaja, dewasa, maupun tua. Aktivitas menabung sudah dikenal sejak dulu. Bahkan anak-anak selalu diajarkan untuk menabung ketika masih berada di Taman kanak-kanak (TK). Hal tersebut dapat menjadi tanda bahwa menabung merupakan salah satu budaya di Indonesia.

Menabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh Islam, karena dengan menabung berarti seseorang muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa yang akan datang sekaligus untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan (Antonio, 2001: 153).

b. Anjuran Menabung dalam Islam 1) Al-Qur‟an

Dalam Al-Qur‟an terdapat ayat-ayat yang secara tidak langsung telah memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari esok secara lebih baik seperti dalam surat An-Nisa‟ ayat 9 dan surat Al-Baqarah ayat 266:

َ وَ

َ شْخ يْل

َ

َ نْيِذَّلُا

َ

اْوُك ر تْو ل

َ

َْنِم

َ

َْمِهِفْل خ

َ

َ ةَّيَّرُذ

َ

ا ف عِض

َ

َْمِهْي ل عاْوُ فا خ

َ

َ للٌااْوُقَّ ت يْل ف

َ

اْوُلْوُق يْل و

َ

َ لْو ق

َ

ا دْيِد س

َ

Artinya:

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)

mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

َْمُكُد ح أُّد و ي ا

َ

َْن أ

َ

َُنْوُك ت

َ

َْنِمٌةَّن ج،ُه ل

َ

َ لْيِخَّن

َ

َْع أ و

َ با ن

َ

يِرْج ت

َ

َْنِم

َ

َ ْلٌاا هِتْه ت

َ

،ُه لُر هْ ن

َ

ا هْ يِف

َ

َْنِم

َ

َ لُك

َ

َِت ر مثَّلْا

َ

ا ص أ و

َ

َُه بَ

،ُه ل وُر بِكْلٌا

َ

ٌَةَّي رُذ

َ

َُءا ف عُض

...

Artinya:

Apakah ada salah seorang yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil (lemah)...

Pemahaman dari kedua ayat tersebut memerintahkan kita untuk bersiap-siap dan mengantisipasi masa depan keturunan, baik secara rohani (iman/takwa) maupun secara ekonomi harus dipikirkan langkah-langkah perencanaannya. Salah satu langkah perencanaannya adalah dengan menabung (Antonio, 2001: 154).

2) Al-Hadist

Dalam Hadist Nabi Muhammad SAW, banyak disebutkan tentang sikap hemat ini. Nabi Muhammad SAW, memuji sikap hemat sebagai suatu sikap yang diwariskan oleh para nabi sebelumnya, seperti yang dikatakan beliau dalam Hadist Riwayat Tirmidzi dan Hadist Riwayat Baihaqi:

Artinya:

sikap yang baik, penuh kasih sayang, dan berlaku hemat adalah sebagian dari dua puluh empat bagian kenabian (HR: Tirmidzi).

Artinya:

Berlaku hemat adalah setengah dari penghidupan. (HR: Baihaqi).

Pemahaman dari Hadist tersebut adalah bahwa bersikap hemat tidak berarti harus kikir dan bakhil. Ada perbedaan besar antara hemat dan kikir/bakhil. Hemat berarti membeli untuk keperluan tertentu secukupnya dan tidak yang tidak perlu. Adapun kikir dan bakhil adalah sikap yang terlalu menahan dari belanja sehingga untuk keperluan sendiri yang pokok pun sedapat mungkin ia hindari, apakah lagi memberikan kepada orang lain. Dengan kata lain, ia harus berusaha agar uang yang dimilikinya tidak dikeluarkannya, tetapi berupaya agar orang lain memberikan uang kepadanya. Ia akan terus menyimpan dan menumpuknya (Antonio, 2001: 155).

. Minat

a. Pengertian Minat

Minat adalah kecenderungan yang menetap dan subyek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam hal atau hal itu. Perasaan senang akan menimbulkan pula minat yang diperkuat lagi oleh sikap positif yang sama diantaranya hal-hal tersebut timbul terlebih dahulu, sukar ditentukan secara pasti (Winkel, 2008: 30).

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai sebuah kesukaan (kecenderungan hati) kepada suatu

perhatian atau keinginan. Suryabrata (1988: 109) mengatakan minat adalah kecenderungan dalam diri individu untuk tertarik pada sesuatu objek atau menyenangi sesuatu objek.

Minat adalah kecenderungan seseorang yang tetap memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang dan diperhatikan secara terus-menerus yang disertai dengan rasa senang (Slameto, 1987: 180). Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian prasangka atau kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu (Mappiare, 1997: 62).

Minat merupakan motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Setiap minat akan memuaskan suatu kebutuhan. Dalam melakukan fungsinya kehendak itu berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Pikiran mempunyai kecenderungan bergerak dalam sektor rasional analisis, sedang perasaan yang bersifat halus atau tajam lebih mendambakan kebutuhan. Sedangkan akal berfungsi sebagai pengingat fikiran dan perasaan itu dalam koordinasi yang harmonis, agar kehendak bisa diatur dengan sebaik-baiknya (Sukanto, 1985: 120).

Minat menabung merupakan bagian atau salah satu elemen penting dari perilaku nasabah dalam menilai, mendapatkan dan

memepergunakan barang-barang serta jasa ekonomi. Secara umum, perilaku pengambilan keputusan untuk membeli atau mempergunakan jasa tertentu di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu harga, servis yang di tawarkan, lokasi, kemampuan tenaga penjual, periklanan (Kotler, 2006: 206).

b. Indikator Minat

Menurut Augusty Ferdinand (2002:129) Minat dapat diidentifikasikan melalui indikator-indikator sebagai berikut:

1. Minat eksploratif, yaitu keinginan konsumen untuk mencari informasi tentang produk.

2. Minat transaksional, yaitu kesediaan konsumen melakukan tidakan pembelian.

3. Minat preferensial, yaitu perilaku konsumen yang menjadikan produk sebagai pilihan utama.

c. Unsur-unsur Minat

Menurut Abdurrahman Abror (1993:112) minat itu mengadung tiga unsur, yaitu:

1. Unsur kognisi (mengenal) dalam pengertian bahwa minat itu didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai obyek yang dituju oleh minat tersebut.

2. Unsur emosi (perasaan) karena dalam partisipasi atau pengalaman itu disertai dengan perasaan tertentu (biasanya perasaan senang).

3. Unsur konasi (kehendak) merupakan kelanjutan dari dua unsur di atas yaitu diwujudkan dalam bentuk kemauan dan hasrat untuk melakukan suatu kegiatan.

Dokumen terkait