• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Landasan Teori

Dalam landasan teori ini dipaparkan tentang makna leksikal, makna kias, referen, konteks, gaya bahasa, metafora, satuan lingual berupa kata, frase, dan klausa. 1.6.1 Makna Leksikal

Makna leksikal adalah Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1990:62). Berikut contoh makna leksikal pada kata merumput.

(5) Ayah sedang merumput di sawah.

Makna kata merumput dalam KBBI mempunyai arti ‘menyambit rumput’ (2005:969). Jadi makna leksikal merupakan makna yang sesuai dengan referen atau makna yang sesuai dengan hasil penglihatan.

Sementara itu Kridalaksana (1993:133) berpendapat makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain;makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya.

Dari pengertian di atas, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya atau makna yang mempunyai referen dengan hasil penglihatan.

1.6.2 Makna Kias

Semua bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut makna kias (Chaer, 1990:79). Makna kias menurut Kridalaksana (1993:132) adalah pemakaian kata dengan makna yang tidak sebenarnya.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna kias merupakan makna yang tidak merujuk pada makna yang sebenarnya.

1.6.3 Referen

Menurut Lyons (via Brown, 1996:28) referen adalah hubungan yang ada antara kata-kata dan barang-barang adalah hubungan referensi: kata-kata mengacu pada (refer to) barang-barang. Menurut Kridalaksana (1993:186) Referen adalah unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa:mis. benda yang kita sebut ‘rumah’ adalah referen dari rumah.

Kedua pendapat mengenai referen di atas peneliti menggunakan pendapat Kridalaksana sebab sebuah referen adalah dalam penyebutan nama benda nyata dan otak sudah mempunyai gambaran dalam nama benda tersebut.

1.6.4 Konteks

Kontek adalah 1. Aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait-mengait dengan ujaran tertentu; 2. Pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud pembicara (Kridalaksana, 1993:120).

Konteks adalah satu situasi yang terbentuk karena terdapat setting, kegiatan, dan relasi. Jika terjadi interaksi antara tiga komponen itu, maka terbentuklah konteks (Parera, 2004:227).

Pengertian tentang konteks dapat disimpulkan bahwa konteks merupakan hubungan yang saling kait mengkait dalam sebuah ujaran, pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud pembicara.

1.6.5 Medan Makna

Medan makna adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian bidang kehidupan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan (Kridalaksana, 1993:134).

Medan makna adalah satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan pada similaritas/kesamaan, kontak/hubungan, dan hubungan-hubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata (Parera, 2004:138).Dapat disimpulkan dari berbagai pendapat bahwa medan makna adalah penyebutan sebuah kata yang maknanya saling berhubungan dan kesamaan.

1.6.6 Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa harus mengandung tiga unsur berikut: Kejujuran, sopan-santun, dan menarik (Keraf, 1981:113).

Menurut Tarigan (1985:5) gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca.

Jenis-jenis gaya bahasa yaitu gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan. Gaya bahasa metafora termasuk gaya bahasa perbandingan.

1.6.7 Metafora

Menurut Tarigan (1985:15) metafora merupakan sejenis gaya bahasa perbandingan yang sangat singkat, jelas, dan tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan, yang satu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek dan yang satu lagi merupakan pembanding antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu leksem mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara ekplisit dengan penggunaan kata – kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan ( Dale dalam Tarigan, 1985:15)

Menurut Chaer (1984:9) metafora dilihat dari segi penggunaannya terhadap sesuatu berfungsi untuk membandingkan yang satu dengan yang lain.

Metafora adalah semacam anlogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi bentuk yang singkat (Keraf, 1984:139).

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metafora adalah salah satu gaya bahasa yang membandingkan hal yang satu dengan hal yang lain tanpa menggunakan kata pembanding dan mempunyai makna kias.

1.6.8 Kata

Kata adalah 1. Morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas;2. Satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (mis. batu, rumah, datang, dsb) atau gabungan morfem (mis. pejuang, mengikuti, pancasila, mahasiswa dsb) (Kridalaksana, 1993:98). Menurut Ramlan (1980:12) Kata ialah bentuk bebas yang paling kecil atau dengan kata lain, setiap satu bentuk bebas merupakan kata. Jadi, kata dapat disimpulakan yaitu satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri, terjadi morfem tunggal atau gabungan morfem.

1.6.9 Frase

Frase ialah suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah pola dasar kalimat maupun tidak (Parera, 1988:32). Sementara Kridalaksana (1993:59) berpendapat frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif; gabungan itu dapat rapat, dapat renggang; mis. Gunung tinggi adalah frase karena merupakan konstruksi nonpredikatif, konstruksi ini berbeda dengan gunung itu tinggi yang bukan frase karena bersifat predikatif.

1.6.10 Klausa

Klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subyek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana, 1993:110). Berikut contoh klausa yang terdiri dari subyek dan predikat.

(6) Ibu pergi. S P

Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari P, baik disertai S, O, PEL, dan KET ataun tidak. Dengan ringkas, klausa adalah (S) P (O) (PEL) (KET) (Ramlan, 1981:62).

Dari pengertian di atas klausa adalah kelompok kata yang mempunyai predikat, karena predikat merupakan inti dari sebuah kalimat.

1.6.11 Bahasa Jurnalistik

Kalimat jurnalistik yang baik mempunyai ciri yang enak dan terus mengalir, bersifat lugas dan tegas, padat dan tidak berbelit, cermat, sehingga orang merasa mudah menangkap makna atau memahami maksudnya (Rahardi, 2006:5).

Masih menurut Rahardi (2006:21) bahasa dalam jurnalistik harus memiliki sifat-sifat khusus atau ciri-ciri khas, seperti harus singkat, padat, sederhana, lugas, jelas dan menarik.

Bertolak dari hal tersebut, peneliti menemukan gaya bahasa metafora yang dipakai dalam ragam bahasa jurnalistik. Metafora digunakan untuk menarik dan memperindah bahasa. Metafora yang dipakai dalam Tabloid Bola berupa metafora

yang maknanya sudah terdapat dalam KBBI dan metafora yang maknanya tidak terdapat dalam KBBI.

Dokumen terkait