• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis SWOT - Pengambilan Keputusan Kelompok Fuzzy

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) adalah identifikasi berbagai faktor secara jelas untuk merumuskan strategi (Rangkuti 2006). Identifikasi berbagai faktor dalam analisis SWOT dapat dipilah menjadi penilaian terhadap lingkungan eksternal dan internal. Kekuatan dan kelemahan internal dibandingkan dengan peluang dan ancaman ekstern sebagai landasan untuk menghasilkan alternatif-alternatif strategi (Pearce dan Robinson 2003).

Analisis SWOT dapat memberikan gambaran menyeluruh atas suatu permasalahan dengan cara mengelompokkan elemen-elemen permasalahan ke dalam empat kategori yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Pengelompokkan ini lebih mudah dilaksanakan oleh pakar yang menguasai permasalahan. Oleh karena itu meskipun alat analisis ini sudah cukup lama dipergunakan, sampai saat ini masih banyak peneliti yang menggunakannya (Suh dan Emtage 2005).

David (2002) mengembangkan kerangka kerja analitis perumusan strategi yang meliputi tiga tahap, yaitu (1) tahap input, (2) tahap pencocokan, dan (3) tahap keputusan. Masing-masing tahapan memiliki alat analisis tersendiri. Pada tahap input, alat analisis yang paling sering digunakan adalah matriks evaluasi faktor internal dan matriks evaluasi faktor eksternal.

Meskipun analisis SWOT memiliki keunggulan namun juga memiliki kelemahan yaitu tidak dilengkapi dengan alat analisis yang dapat menganalisis tingkat kepentingan masing-masing faktor atau penilaian kesesuaian antara faktor dan alternatif keputusan (Stewart 2002). Untuk mengatasi kelemahan ini maka beberapa peneliti mengkombinasikan analisis SWOT dengan teknik yang lain, misalnya dengan AHP (Stewart 2002; Shinno et al. 2006).

Dalam penelitian ini analisis SWOT dikombinasikan dengan teknik pengambilan keputusan kelompok fuzzy. Faktor eksternal dan internal hasil analisis SWOT diboboti kemudian dijadikan kriteria dalam pengambilan keputusan kelompok fuzzy. Oleh karena melibatkan beberapa pakar pengambil

keputusan, beberapa kriteria dan alternatif maka dapat dikelompokkan ke dalam pengambilan keputusan multi pakar dan multi kriteria/ multi expert – multi criteria decision making (Marimin 2004) yang dapat diselesaikan dengan langkah-langkah yang dikembangkan oleh Yager (1993).

Proses pengambilan keputusan dimulai dengan penentuan alternatif pilihan keputusan dan kriteria yang merupakan hasil analisis SWOT. Bobot setiap faktor ditentukan dengan memberikan penilaian terhadap faktor eksternal dan internal menggunakan metode perbandingan berpasangan dengan tiga skala (Kinnear dan Taylor 1991). Penilai adalah pakar yang berpengalaman di bidangnya. Bobot setiap faktor diperoleh dengan menggunakan proporsi nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai faktor keseluruhan. Rumus yang digunakan adalah:

∑ = = n 1 i i i i X X A Keterangan:

Ai = bobot faktor ke-i, dengan i=1,2,3,…,n Xi = nilai faktor ke-i

n = jumlah faktor

Nilai pembobotan kemudian dikonversi ke dalam bentuk label linguistik fuzzy. Penilaian oleh pakar untuk setiap kriteria pada setiap alternatif juga dinyatakan dalam bentuk label linguistik fuzzy yang merupakan preferensi pakar (Marimin 1997). Skala penilaian yang sering dipergunakan adalah 7 skala atau 5 skala. Pada penilaian 5 skala, penilaian dapat dinyatakan sebagai ST = Sangat Tinggi (S5), T = Tinggi (S4), M = Medium (S3), R = Rendah (S2), dan SR = Sangat Rendah (S1).

Proses pengambilan keputusan kelompok pakar tersebut dilakukan menurut langkah-langkah yang dikembangkan oleh Marimin et al. (1998) dengan memanfaatkan operasi negasi (Yager 1993) dan ordered weighted averaging (Yager 1988).

Menurut Yager (1993), operasi negasi terhadap bobot atau tingkat kepentingan yang berasosiasi dengan kriteria dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

32

Neg (I(qj)) = I (qq-j+1) dimana:

I(qj) = bobot kriteria ke-j

q = jumlah skala penilaian

Untuk lima skala penilaian, operasi negasinya adalah sebagai berikut: Neg ST = SR, Neg T = R, Neg M = M, Neg R = T, dan Neg SR = ST.

Agregasi kriteria dilakukan untuk menentukan nilai masing-masing pakar terhadap masing-masing alternatif keputusan, dengan menggunakan rumus berikut:

Pik = Minj [Neg (I(qj)) ω Pik (qj)] dimana:

Pik = nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-k I(qj) = bobot kriteria ke-j

Pik (qj) = nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j pada kriteria ke-k

ω = notasi maksimum

Agregasi pakar dilakukan untuk mengkombinasikan nilai masing-masing pakar terhadap alternatif keputusan yang dapat dipilih. Tahapan ini diawali dengan pendefinisian fungsi Q(i). Fungsi ini dapat dilihat sebagai generalisasi nilai, berapa banyak pakar yang setuju untuk menerima alternatif keputusan tertentu. Nilai fungsi Q(i) diperoleh dari skala penilaian yang digunakan S = (S1, S2, S3, S4, S5) dan

untuk mendefinisikan Q(i) digunakan operator intejer. Rumus yang digunakan

adalah sebagai berikut:

Qϖ(k) = Sb(k) , dan b(k) = Int [1 + (k*(q-1)/r)] dimana:

Sb = skala penilaian

b(k) = bobot kepentingan pakar ke-k q = jumlah skala penilaian

r = jumlah pakar

k = jumlah kriteria

Selanjutnya digunakan prosedur ordered weighted averaging (OWA). Mula-mula Pik diurutkan dengan urutan dari yang besar ke yang kecil (descending order). Kemudian nilai seluruh pakar terhadap setiap alternatif ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

dimana:

Pi = nilai agregasi pendapat pakar Q(j) = bobot nilai pakar ke-j

BBj = pengurutan nilai dari besar ke kecil oleh pakar ke-j

ϖ = notasi minimum

Teknik Interpretive Structural Modelling (ISM)

Teknik ISM adalah proses pengkajian oleh suatu kelompok untuk menghasilkan model struktural guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis atau kalimat. (Eriyatno 1995).

Teknik ISM terutama ditujukan untuk mengkaji suatu sistem oleh suatu kelompok, namun juga dapat dipakai oleh seorang peneliti. Metode ISM terdiri dari dua bagian yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub-elemen (Eriyatno 1999), sebagaimana digambarkan pada Gambar 4. Prinsip dasar ISM adalah proses mengidentifikasi struktur di dalam suatu sistem yang dapat memberi nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dalam pengambilan keputusan yang lebih baik.

Penyusunan hierarki dilakukan untuk menentukan tingkat penjenjangan struktur dari suatu sistem, sehingga memberikan kejelasan dalam memahami suatu hal yang sedang dikaji. Sedangkan struktur digunakan untuk menggambarkan pengaturan dari elemen serta hubungan antar elemen yang turut membentuk sistem. Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen selanjutnya setiap elemen diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen sampai dipandang memadai menggunakan masukan dari kelompok studi. Setelah itu, ditetapkan hubungan kontekstual antar sub-elemen dimana terkandung adanya suatu pengarahan (direction). Saxena et al. (1992) menyatakan bahwa program dapat dibagi menjadi sembilan elemen yaitu: 1) sektor masyarakat yang terpengaruhi program, 2) kebutuhan dari program, 3) kendala utama program, 4) perubahan yang dimungkinkan, 5) tujuan dari program, 6) tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program, 7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, 8) ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai setiap aktivitas program,

34

dan 9) lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Selanjutnya setiap elemen dari program yang dikaji diuraikan menjadi sejumlah subelemen, kemudian ditetapkan hubungan kontekstual antar subelemen.

Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual, selanjutnya disusun structural self-Interaction matrix (SSIM) menggunakan simbol V,A,X dan O atau (VAXO) yang sering disebut ISM-VAXO dengan keterangan sebagai berikut:

V adalah eij = 1 dan eji = 0 A adalah eij = 0 dan eji = 1 X adalah eij = 1 dan eji = 1 O adalah eij = 0 dan eji = 0

dengan pengertian: simbol 1 berarti terdapat atau ada hubungan kontekstual antara elemen “i” dan “j” dan simbol 0 berarti tidak terdapat atau tidak ada hubungan kontekstual antara elemen “i” dan “j” dan sebaliknya (Kanungo dan Bhatnagar 2002).

Setelah SSIM terbentuk, selanjutnya dibuat tabel reachability matrix (RM) dengan mengganti V,A,X, dan O menjadi bilangan 1 dan 0. Selanjutnya dilakukan perhitungan menurut aturan transivity dengan membuat koleksi terhadap SSIM hingga terbentuk matrik yang tertutup untuk kemudian diproses lebih lanjut (Ravi et al. 2005). Untuk keperluan revisi dapat dilakukan transformasi matriks dengan menggunakan program komputer. Pengolahan lanjutan dari reachibility matrix yang telah memenuhi aturan transivity adalah penetapan pilihan jenjang.

Saxena et al. (1992) menyatakan bahwa untuk keperluan klasifikasi

subelemen dapat dipaparkan dalam empat sektor dan sekaligus sebagai hasil akhir dari teknik ISM yakni elemen kunci diagram struktur dan matriks berupa driver power–dependence (DP-D) yang menggambarkan klasifikasi subelemen kedalam empat sektor dan merupakan hasil akhir dari teknik ISM yaitu:

Sektor 1: Weak driver-weak dependent variables (autonomous), pada sektor ini peubah umumnya tidak berkaitan dengan sistem, tetapi mungkin saja mempunyai hubungan sedikit, namun hubungan tersebut bisa saja kuat. Sektor 2: Weak driver-strongly dependent variables (dependent), pada sektor ini

Sektor 3: Strong driver-strongly dependent variables (lingkage), peubah pada sektor ini harus dikaji secara hati-hati, karena hubungan antar peubah

Gambar 4 Diagram teknik ISM (Saxena et al. 1992). ya

tidak Program

Uraikan program menjadi perencanaan program

Uraikan setiap elemen menjadi sub elemen

Tentukan hubungan kontekstual antara sub elemen pada setiap elemen

Susunlah SSIM untuk setiap elemen

Bentuk Reachability Matrix setiap elemen

Uji matriks dengan aturan transitivity

ok? Modifikasi SSIM

Ubah RM menjadi format lower triangular RM

Susun digraph dari lower triangular RM

Susun ISM dari setiap elemen

Tentukan level melalui pemilihan

Tetapkan Dependence dan

Drive Power setiap subelemen

Tentukan rank dan hirarki dari sub elemen

Tetapkan Drive Dependence Matrix setiap elemen

Plot sub elemen pada empat sektor

Klasifikasi sub elemen pada empat peubah kategori

36

tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut memberikan dampak terhadap peubah lainnya dan umpan balik pengaruhnya dapat memperbesar dampak.

Sektor 4: Strong driver-weak dependent variables (independent), pada sektor ini peubah merupakan bagian sisa dari sistem yang selanjutnya disebut peubah bebas.

Teknik AHP - Pengambilan Keputusan Kelompok Fuzzy

Teknik AHP (Analytical Hierarchy Process) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty selama periode 1971 – 1975 di Wharton School (University of Pennsylvania) dapat diterapkan untuk memecahkan masalah yang terukur maupun yang memerlukan suatu pendapat. Teknik ini tersebut terdiri dari beberapa tahapan sebagaimana disajikan pada Gambar 5.

Masalah yang menjadi fokus kajian harus diidentifikasi sejelas mungkin. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permasalahan pemilihan ini dapat dijabarkan dalam bentuk kriteria-kriteria. Kriteria-kriteria tersebut dapat dikembangkan dengan proses brainstorming.

Hirarki adalah abstraksi struktur suatu sistem, dimana fungsi hirarki antar komponen dan dampaknya pada sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Pada alur dasarnya terdapat prosedur untuk menentukan tujuan utama, kriteria dan alternatif dalam suatu hirarki sistematis. Masalah yang akan dipecahkan ditentukan atau dipilih sebagai tujuan dalam rangka penyederhanaan kompleksitas sistem. Untuk mendefinisikan tujuan secara rinci sesuai dengan persoalan yang akan ditangani, diperlukan diskusi (brainstorming) sehingga didapatkan konsep yang relevan. Sebenarnya tidak ada aturan tertentu mengenai penyusunan hierarki, namun dalam beberapa kasus, hierarki dapat disederhanakan dari atas ke bawah menjadi tujuan (goal), kriteria, sub kriteria dan alternatif.

Penggunaan pendapat dalam memecahkan masalah dilakukan dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Untuk melakukan perbandingan dibutuhkan skala penilaian yang dapat membedakan setiap pendapat. Saaty (1988)

Mulai Perumusan Perihal Penyusunan Hirarki Pengisian Matriks Pendapat CI dan CR memenuhi ? Pengolahan Horizontal Revisi Tidak Ya

Penyusunan Matriks Gabungan

Pengolahan Vertikal

Penghitungan Vektor Prioritas

Selesai

38

telah membuktikan bahwa nilai skala 1 sampai dengan 9 (uraiannya disajikan pada Tabel 12) adalah yang terbaik, berdasarkan pertimbangan tingginya ketepatan, yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Mean Square) dan MAD (Median Absolute Deviation) pada berbagai masalah.

Jika C1, C2, …, Cn adalah gugus unsur suatu tingkat keputusan dalam hirarki, maka kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan tiap unsur terhadap unsur lainnya akan membentuk matrik A yang berukuran n x n. Apabila unsur Ci dibandingkan dengan unsur Cj, maka aij merupakan nilai matrik pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai tingkat kepentingan Ci terhadap Cj. Nilai matrik aji = 1/aij, yaitu nilai kebalikan dari matrik aij. Untuk i=j, maka nilai matrik aij=aji=1, karena perbandingan unsur terhadap unsur itu sendiri adalah 1.

Tabel 12. Skala penilaian perbandingan

Tingkat Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting

(moderate) dibandingkan elemen yang lain

5 Elemen yang satu lebih penting dibandingkan

elemen yang lain

7 Elemen yang satu jelas (demonstrated) lebih

penting dibandingkan elemen yang lain

9 Elemen yang satu mutlak (extreme) lebih

penting dibandingkan elemen yang lain

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua penilaian yang

berdekatan

Pengolahan horizontal digunakan untuk menyusun prioritas unsur keputusan pada tingkat hirarki keputusan. Tahapan perhitungan yang dilakukan pada pengolahan horizontal ditunjukkan pada persamaan-persamaan berikut:

(1). Perkalian baris (Z) dengan rumus:

n n 1 k ij i

a

Z

=

=

, dimana ij = 1,2, …, n

(2). Perhitungan vektor prioritas /vektor eigen (VP) dengan rumus: = = =

=

n 1 i n n 1 k ij n n 1 k ij ij

a

a

g

vp = (vpi), untuk I = 1,2,…, n

(3). Perhitungan nilai Eigen maksimum (λmaks) dengan rumus: VA = (aij) x VP, dengan VA = (vai) ) vb ( VB dengan , VP VA VB= = i n ..., , 2 , 1 i untuk , vb n 1 maks n 1 i i = = λ

=

(4). Perhitungan indeks konsistensi (CI) dengan rumus:

1 n n CI maks − − λ =

(5). Perhitungan nisbah konsistensi (CR) dengan rumus:

RI CI

CR =

RI = indeks acak

Matrik pendapat gabungan (G) merupakan susunan matrik baru yang unsur matriknya (gij) berasal dari rataan geometrik unsur matrik pendapat individu (aij) yang nisbah konsistensinya (CR) memenuhi persyaratan. Persamaan untuk mendapatkan nilai rataan geometrik adalah sebagai berikut:

m m 1 k k ij ij

a

g = ∏

= ) (

40

Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap unsur pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama (ultimate goal).

Jika CVij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh unsur ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama, maka:

) 1 i ( t s 1 t ) 1 i , t ( ij ij CH xVW CV =

=

Jika didalam hirarki keputusan terdapat dua faktor yang tidak berhubungan (keduanya tidak saling mempengaruhi), maka nilai prioritas sama dengan nol. Vektor prioritas vertikal untuk tingkat ke-i (CV) didefinisikan sebagai berikut:

CV = (CVij), untuk j = 1, 2, …, s

Dalam penelitian ini, teknik AHP yang diuraikan diatas dipergunakan untuk menentukan bobot masing-masing kriteria sebelum digunakan untuk menentukan pilihan terhadap alternatif keputusan yang dilakukan dengan prosedur pengambilan keputusan kelompok fuzzy. Oleh karena itu prosedur pengambilan keputusan dalam penelitian ini merupakan kombinasi antara teknik AHP dan pengambilan keputusan kelompok fuzzy.

Nilai pembobotan hasil perhitungan dengan teknik AHP kemudian dikonversi ke dalam bentuk label linguistik fuzzy. Penilaian oleh pakar untuk setiap kriteria pada setiap alternatif juga dinyatakan dalam bentuk label linguistik fuzzy yang merupakan preferensi pakar (Marimin 1997). Skala penilaian yang sering dipergunakan adalah 7 skala atau 5 skala. Pada penilaian 5 skala, penilaian dapat dinyatakan sebagai ST = Sangat Tinggi (S5), T = Tinggi (S4), M = Medium (S3), R = Rendah (S2), dan SR = Sangat Rendah (S1).

Proses pengambilan keputusan kelompok pakar tersebut dilakukan menurut langkah-langkah yang dikembangkan oleh Marimin et al. (1998) dengan memanfaatkan operasi negasi (Yager 1993) dan ordered weighted averaging (Yager 1988).

Menurut Yager (1993), operasi negasi terhadap bobot atau tingkat kepentingan yang berasosiasi dengan kriteria dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

dimana:

I(qj) = bobot kriteria ke-j

q = jumlah skala penilaian

Untuk lima skala penilaian, operasi negasinya adalah sebagai berikut: Neg ST = SR, Neg T = R, Neg M = M, Neg R = T, dan Neg SR = ST.

Agregasi kriteria dilakukan untuk menentukan nilai masing-masing pakar terhadap masing-masing alternatif keputusan, dengan menggunakan rumus berikut:

Pik = Minj [Neg (I(qj)) ω Pik (qj)] dimana:

Pik = nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-k I(qj) = bobot kriteria ke-j

Pik (qj) = nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j pada kriteria ke-k

ω = notasi maksimum

Agregasi pakar dilakukan untuk mengkombinasikan nilai masing-masing pakar terhadap alternatif keputusan yang dapat dipilih. Tahapan ini diawali dengan pendefinisian fungsi Q(i). Fungsi ini dapat dilihat sebagai generalisasi nilai, berapa banyak pakar yang setuju untuk menerima alternatif keputusan tertentu. Nilai fungsi Q(i) diperoleh dari skala penilaian yang digunakan S = (S1, S2, S3, S4, S5) dan

untuk mendefinisikan Q(i) digunakan operator intejer. Rumus yang digunakan

adalah sebagai berikut:

Qϖ(k) = Sb(k) , dan b(k) = Int [1 + (k*(q-1)/r)] dimana:

Sb = skala penilaian

b(k) = bobot kepentingan pakar ke-k q = jumlah skala penilaian

r = jumlah pakar

k = jumlah kriteria

Selanjutnya digunakan prosedur ordered weighted averaging (OWA). Mula-mula Pik diurutkan dengan urutan dari yang besar ke yang kecil (descending order). Kemudian nilai seluruh pakar terhadap setiap alternatif ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Pi = Maxj=1..r [Q(j)ϖ Bj] dimana:

42

Pi = nilai agregasi pendapat pakar Q(j) = bobot nilai pakar ke-j

BBj = pengurutan nilai dari besar ke kecil oleh pakar ke-j

ϖ = notasi minimum

Hard System Methodology

Teknik Optimasi Golden Section

Teknik optimasi adalah proses kolektif untuk mendapatkan sekelompok keadaan yang diinginkan dalam mencapai suatu hasil terbaik berdasarkan kondisi yang ada. Hal ini berarti bahwa teknik optimasi haruslah mencakup setiap hal penting yang ada dalam persoalan nyata. Memenuhi persyaratan seperti ini tampaknya mudah namun dalam kenyataan sebenarnya merupakan sesuatu yang kompleks, terlebih lagi penguasaan pengetahuan mengenai komponen dari suatu yang dikaji dalam optimasi harus dimiliki terlebih dahulu sebelum mencoba memecahkannya. Pada dasarnya optimasi perlu dilakukan oleh karena adanya keterbatasan sumber daya atau karena adanya pertentangan kepentingan antar pihak yang berkepentingan di dalam suatu sistem.

Salah satu metode optimasi yang sering dipergunakan untuk memecahkan permasalahan optimasi dengan variabel tunggal seperti pada Gambar 6 adalah

teknik golden section (Shokhirev 2005). Dalam permasalahan ini, nilai yang

dicari (target value) ditentukan dengan mengubah-ubah nilai variabel sampai diketemukan nilai optimal untuk variabel yang bersesuaian (fit) dengan nilai yang dicari.

Gambar 6. Optimasi variabel tunggal/unimodal (Shokhirev 2005). Menurut Shokhirev (2005), penelusuran Golden Section dapat dijelaskan sebagai berikut. Dimisalkan akan dicari nilai minimum dari suatu fungsi yang diketahui F(x). Mula-mula ditentukan interval awal, misalnya [x1, x4] yang pada Gambar 7 terletak di tengah, yang secara simetris membagi seluruh interval menjadi tiga subinterval yang sedemikian hingga

(x2 - x1) = (x4 - x3) = g (x4 - x1). dan (x3 - x1) = (1 - g) (x4 - x1)

Dipastikan bahwa titik minimum terletak di suatu titik di dalam interval. Jika F(x2) < F(x3) maka dapat dibatasi bahwa titik minimum terletak di dalam interval [x1, x3] (Gambar 7 bagian bawah),

Gambar 7. Mekanisme penelusuran Golden Section (Shokhirev 2005) sehingga x1baru = x1lama, x3baru = x2lama, x4baru = x3lama. Nilai fungsi pada x2baru dapat dihitung. Jika diperlukan bahwa sub interval-sub interval baru mempunyai panjang relatif sama maka dapat dipergunakan persamaan:

( x4baru- x3baru ) = (x3lama - x2lama ) atau g (1 - g) = (1 - 2 g)

Solusinya adalah:

44

Nilai ini disebut sebagai golden mean atau golden section (kadang-kadang 1 - g ≈ 0.6180339887498948482 juga disebut sebagai golden section).

Pada kasus F(x2) > F(x3) akhirnya menyebabkan pembatasan interval menjadi [x2, x4] (bagian atas pada Gambar 7). Pada penelitian ini teknik optimasi Golden Section digunakan untuk menentukan harga buah sawit (TBS) yang disepakati oleh petani dan pabrik.

Teknik Prakiraan

Teknik prakiraan (forecasting) merupakan suatu teknik untuk menduga apa yang terjadi pada masa yang akan datang. Makridakis et al. (1998) menguraikan beberapa teknik prakiraan yang lama dan baru. Yang lama antara lain metode deret waktu (time series), pemulusan eksponensial, regresi linier, regresi linier berganda, model Box-Jenkins’ ARIMA. Yang baru antara lain regresi dinamik, jaringan saraf tiruan, kombinasi prakiraan statistik dan pakar, prakiraan jangka panjang dengan pendekatan mega trend, analogi dan skenario.

Berikut rumus-rumus dari Makridakis et al. (1998) yang digunakan dalam penelitian ini.

Rata-rata bergerak tunggal. Untuk n titik, maka prakiraan periode mendatang (Ft) adalah rata-rata dari data aktual n periode sebelumnya, yaitu At-1, At-2, At-3, . . . , At-n. n A + ... + A + A + A = F t-1 t-2 t-3 t-n t

Rata-rata bergerak dengan pembobotan. Data aktual selama n periode mendapatkan bobot yang berbeda-beda, sehingga prakiraan periode ke t (Ft) dari n titik menjadi : n -t n 3 -t 3 2 -t 2 1 -t 1 t = w A + w A +w A +...+w A F dengan :

wi = bobot untuk data aktual periode ke t-i

1 = w n 1 = i i

Rata-rata bergerak ganda. Prosedur untuk menentukan prakiraan dengan metoda rata-rata bergerak ganda adalah sebagai berikut :

1. Hitung rata-rata bergerak tunggal untuk N periode, yang dinotasikan dengan S’t

N y y y St t t 1 t N 1 + + + + = ... '

2. Hitung rata-rata bergerak ganda untuk M periode, yang dinotasikan dengan S”t

M S S S St t t 1 t M 1 ' ' ' ' ' = + +...+ +

3. Tentukan nilai prakiraan untuk m periode ke depan : S S 2 a t t t '' ' − = ) ( ' '' S S 1 N 2 bt tt − = m b a Ft+m= t+ t

m menunjukkan banyaknya periode prakiraan ke depan.

Pemulusan eksponensial. Metode Pemulusan Eksponensial memiliki prinsip bahwa hasil aktual yang paling akhir memiliki nilai prediksi paling tinggi, karena itu nilai tersebut harus mendapatkan bobot yang lebih besar dibandingkan hasil aktual periode-periode sebelumnya. Prakiraan periode ke t dirumuskan sebagai berikut :

Ft = Ft-1 + α (At-1 - Ft-1)

dengan Ft = nilai prakiraan untuk periode ke t

Ft-1 = nilai prakiraan untuk 1 periode yang lampau At-1 = nilai aktual 1 periode yang lampau

46

Regresi linier. Model regresi linier digunakan untuk mencari persamaan garis yang dapat menggambarkan distribusi data masa lalu dengan mean squared error (MSE) terkecil. Persamaan garis tersebut adalah : y = a + bx

dengan : y = nilai prakiraan atau variabel tak bebas dari model

a = nilai perpotongan garis dengan sumbu Y

b = kemiringan dari garis regresi.

x = nilai dari variabel bebas

∑ ∑ 2 2 x n( -x ) x )( y n( -xy = b x b -y = a )

Analisis Fourier. Metoda Fourier merupakan salah satu metoda yang mempelajari hubungan antar kejadian yang berurutan didasarkan pada representasi runtun waktu sebagai jumlahan beberapa gelombang sinusoidal yang frekuensinya berbeda. Metoda ini menghasilkan fungsi auto korelasi yang mirip dengan metoda ARIMA, hanya saja interprestasinya yang berbeda tergantung dari sifat runtun waktunya. Beberapa rumusan analisis Fourier disajikan sebagai berikut :

=2 1 = 0 ^ )] ( + ) ( [ + = N j j j j j jCosw Sinw X α α β dengan N wjj =

penduga Kuadrat Terkecil : j 2 ( 2j 2j)

N

I = α +β ; j = 1 ... n

α0 : intercept (setara dengan nilai rata-rata)

αj, βj : koefisien polinom trigonometri suku ke-j

ωj : kemiringan / sudut suku ke-j

N : jumlah data

Analisis Finansial

Teknik yang digunakan dalam analisis finansial perusahaan agroindustri serupa dengan yang digunakan pada perusahaan komersial lainnya. Kriteria yang menentukan keputusan manajemen dan investasi juga serupa (Brown 1994).

Aspek finansial mengenai kelayakan usaha agroindustri dapat dianalisis dengan penghitungan ukuran-ukuran berdiskonto seperti (1) manfaat sekarang neto (net present worth/ NPW atau net present value/ NPV), (2) tingkat pengembalian internal (internal rate of return/ IRR), (3) perbandingan manfaat–biaya (benefit-cost ratio atau B/C ratio), dan (4) perbandingan manfaat–investasi neto (net benefit–investment ratio, sering disingkat N/K ratio) (Gittinger 1986). Oleh karena analisis finansial merupakan pekerjaan yang membutuhkan waktu lama serta menghabiskan biaya maka Brown (1994) menganjurkan untuk melakukan penilaian pendahuluan atas kelayakan finansial satu perusahaan agroindustri. Pada tahap ini dapat dihitung ukuran-ukuran kemanfaatan perusahaan agroindustri yang tidak berdiskonto, seperti (1) perbandingan hasil terhadap pengeluaran (profit/ loss per unit of production), (2) masa pembayaran kembali (payback period), dan (3) titik impas (break-even point/ BEP).

Selengkapnya, Brown (1994) menetapkan langkah-langkah analisis finansial perusahaan agroindustri sebagai berikut: 1) menentukan pola penghasilan yang mungkin, 2) memperkirakan kapasitas dan harga untuk tiap-tiap produk dan pasar, 3) menyiapkan prakiraan awal biaya investasi dan operasi, 4) menentukan suplai potensial bahan baku termasuk harga, 5) melakukan penilaian awal kelayakan finansial, 6) melakukan analisis finansial yang lengkap dari beberapa alternatif, 7) melakukan analisis sensitivitas melalui identifikasi variable-veriabel kunci dalam kinerja finansial perusahaan yang diusulkan, 8) membandingkan hasil analisis dan kriteria investasi, dan 9) mengidentifikasi kondisi dimana perusahaan yang diusulkan tidak memenuhi kriteria investasi.

Payback Period. Payback period (PBP) adalah jangka waktu kembalinya

48

permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga

Dokumen terkait