• Tidak ada hasil yang ditemukan

Depresi merupakan gangguan psikologis yang dapat dilihat dengan kondisi yang ditunjukkan oleh orang tersebut sebagai sebuah kemerosotan perasaan, aktifitas, psikologis dan sosial seseorang dari hari kehari dan minggu keminggu. Penelitian ini mengacu pada definisi dari teori Beck yang menyatakan bahwa depresi menunjuk pada suasana mood yang depresif, konsep diri yang negatif, keinginan-keinginan regresif serta adanya perubahan-perubahan vegetatif dan perubahan pada tingkat aktivitas. Seseorang yang mengalami depresi mengalami perubahan pada simtom emosional, kognitif, simtom perilaku dan simtom vegetatif yang ditandai dengan kesedihan, hilangnya respon terhadap kegembiraan, munculnya pemikiran tentang perasaan bersalah dan tidak berguna, tidak adanya keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas dan timbulnya keinginan mati atau ide bunuh diri serta meningkatnya ketergantungan pada orang lain (Beck, 1985).

Menurut Beck (1985), jenis depresi dibagi dalam tiga tingkatan yaitu depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat dan lama episode sekurang-kurangnya dua minggu. Tingkatan tersebut memiliki gejala-gejala tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap tingkatan. Pada depresi ringan gejalanya tidak terlalu banyak, dimana seseorang masih mampu menghadapi kesulitan dan melakukan berbagai aktivitas. Pada depresi sedang, seseorang terlihat menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga. Pada depresi berat dapat diikuti oleh adanya waham dan halusinasi yang dimunculkan oleh individu itu sendiri.

Penyebab depresi dalam penelitian ini mengacu pada pandangan biologi, kognitif dan spiritual. Pertama pandangan biologi, pandangan ini menjelaskan bahwa depresi terjadi karena adanya perubahan pada neurokimia pada otak dan genetik. Menurut pandangan neurofisiologi dalam Davison (2000), seorang yang mengalami depresi berawal dari ketidakseimbangan zat kimia pada otak yang terjadi akibat stres yang dapat memicu peningkatan produksi hormon stress yaitu kortisol. Hormon stres kortisol ini dapat merusak dan membuat hippocampus

menjadi lebih kecil sehingga memiliki reseptor serotonin lebih sedikit. Serotonin adalah zat kimia otak yang menenangkan dan membantu mengatur tindakan dan komunikasi antara saraf di otak dengan tubuh yang mendorong untuk beraktivitas.

Kedua adalah pandangan kognitif menyatakan bahwa depresi terjadi karena distorsi kognitif atau proses berfikir yang melakukan interpretasi yang salah dan menyimpang dari realita. Beck (1985), mengatakan bahwa depresi dapat digambarkan sebagai cognitive triad tentang pikiran negatif terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan dan terhadap masa depan. Seorang yang mengalami depresi akan membuat interpretasi yang salah terhadap kenyataan yang ada dengan cara yang negatif, yaitu memfokuskan pada aspek negatif terhadap setiap situasi, harapan yang pesimistis dan putus asa tentang masa depan. Seseorang yang mengalami depresi akan mengkaitkan kemalangannya dengan kekurangan diri dan rasa rendah diri, hal ini yang menyebabkan konsep diri yang positif tertutupi.

Ketiga adalah pandangan spiritual. Toeri ini mengatakan bahwa depresi terjadi akibat krisis spiritual dan pemahaman yang keliru seseorang terhadap keyakinannya. Menurut Najati (2005), depresi disebabkan karena proses belajar

yang keliru, yakni individu mempersepsikan diri dan lingkungannya secara negatif, serta mengkondisikan kenyataan (situasi yang menekan) yang dihadapinya dengan persepsi negatif tersebut. Sementara Propst (dalam Zulkarnain, 2006) menyatakan bahwa depresi biasanya terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhannya.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penanganan depresi dapat dilakukan dalam berbagai pendekatan yaitu pendekatan biologi, kognitif dan spiritual. Pertama pendekatan biologi. Menurut pendekatan biologi, selain menggunakan obat anti depresan, penanganan depresi juga dapat dilakukan dengan memasukkan energi positif dalam tubuh salah satunya adalah dengan mendengarkan suara Al Qur’an. Pemberian terapi murattal pada orang yang mengalami depresi dapat menurunkan hormon-hormon stress dan meningkatkan produksi hormon endorfin.

Kedua pendekatan kognitif Beck. Teori ini berfokus pada mempelajari pada pola pikir negatif, identifikasi pikiran otomatis dan keyakinan yang salah dan mengubahnya ke pola yang lebih tepat, serta menemukan pikiran alternatif yang dapat mengurangi tingkat depresi. Terapis merestrukturisasikan kembali pikiran-pikiran irasional, memberikan pemaparan kepada subjek untuk diterima dan mengedukasikan dengan pemikiran-pemikiran rasional (Beck, 1985).

Ketiga adalah pendekatan spiritual. Menurut Hawari (2002), pelaksanaan terapi psikoreligius berbentuk berbagai ritual keagamaan yang dalam agama Islam seperti melaksanakan shalat, puasa, berdo’a berzikir, membaca shalawat, mengaji

(membaca dan mendengar isi kandungan Al Qur’an), siraman rohani dan membaca buku-buku keagamaan yang berkaitan dengan agama. Menurut George, dkk (dalam Smith dkk., 2005) mengatakan, aspek keagamaan mengandung elemen harapan dan support sosial yang berkontribusi secara adaptif dalam melewati setiap stressor dalam kehidupan sehingga permasalahan jarang terjadi dan dapat diatasi.

Dari tiga pendekatan penanganan depresi di atas, terapi psikoreligius mendengarkan suara Al-Qur`an (terapi murattal) lebih relevan digunakan sebagai media terapi karena bisa menfasilitasi teori biologis, kognitif dan spiritual jika dibandingkan dengan terapi psikorelius lain seperti sholat, zikir atau puasa. Terapi mendengarkan Al Qur’an dapat dilakukan dengan menggunakan audio MP3 dan dapat juga dilakukan dengan membacakan ayat Al Qur’an secara langsung pada orang depresi. Menurut Eerikeinen (2016), frekuensi suara yang bisa digunakan sebagai terapi adalah 40 Hz, sebab frekuensi ini adalah frekuensi dasar di talamus, sehingga stimulasi getaran dengan frekuensi yang sama akan memulai efek kognitif untuk terapi. Musik dengan frekuensi 40-60 Hz juga telah terbukti menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi nyeri, dan menimbulkan efek tenang. Sedangkan untuk durasi, terapi murattal dilakukan lebih kurang sekitar 15 menit.

Pemberian terapi murattal pada orang yang mengalami depresi dapat menurunkan hormon stres kortisol, dimana hormon ini merupakan hormon penyebab depresi. Terapi murattal memiliki efek yang sama dengan suara musik. Suara yang dihasilkan oleh Al Qur’an apabila diperdengarkan dengan baik maka

akan dapat merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan hormon endorfin, dimana hormon ini akan membuat seseorang merasa bahagia dan relaks serta dapat mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktifitas gelombang otak (Abdurrochman, 2008).

Pemberian terapi murattal juga bermanfaat untuk memperbaiki kesalahan berfikir pada orang depresi. Najati (2004) berbendapat bahwa al-Qur’an diturunkan untuk mengubah pikiran manusia, kecenderungannya, dan tingkah lakunya, memberi petunjuk kepada mereka, mengubah kesesatan dan kebodohan mereka, mengarahkan mereka kepada suatu hal yang baik untuknya, dan membekali mereka dengan pikiran-pikiran baru tentang tabiat manusia dan misinya dalam kehidupan, nilai-nilai, dan moral. Menurut Su’dan (1997), ayat Al Qur’an yang diperdengarkan mengandung makna positif yang sangat bermanfaat untuk orang yang mengalami depresi, misalnya sebagai motivasi, penguatan positif, edukasi dan memperbaiki kesalahan berfikir pada orang yang depresi yang serta melatih kesabaran terhadap masalah yang dialami. Makna ayat Al Qur’an memiliki kandungan dan makna yang bisa membangkitkan semangat serta motivasi bagi orang yang mengalami depresi. Selain itu ayat Al Qur’an juga merupakan petunjuk dan pegangan bagi manusia dalam menjalankan kehidupan, sehingga manusia bisa menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan yang ada pada Al Qur’an.

Menurut Beck (1985), orang depresi mengalami distorsi kognitif. Pertama, orang yang mengalami depresi memiliki pandangan negatif pada diri sendiri seperti merasa tidak mampu atau merasa tidak berguna. Dalam hal ini ayat Al Qur’an memberikan penguatan, motivasi serta merubah pemahaman yang salah tersebut melaui surat Ali Imran ayat 139 yang menganjurkan manusia untuk tidak bersikap lemah dan bersedih hati. Kedua, orang yang depresi memiliki pandangan negatif tentang lingkungan sebagai hambatan yang menyebabkan kegagalan dan kehilangan. Dalam hal ini ayat Al Qur’an surat Al Insyirah ayat 5 memberikan motivasi pada manusia, bahwa dibalik kesusahan itu ada kemudhan. Ketiga, orang yang mengalami depresi memiliki pandangan negatif tentang masa depan sebagai kegagalan dan tidak ada harapan. Dalam hal ini Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 286 menjelaskan bahwa masalah yang diberikan manusia tidak akan melebihi kemampuan dirinya.

Penggunaan terapi murattal dapat dipakai sekaligus sebagai terapi spiritual karena suara Al Qur’an dapat meningkatkan kesadaran spiritual seseorang. Dorongan-dorongan kebaikan dan kebenaran dan kesucian yang

diterima seseorang saat mendengarkan suara Al Qur’an menyebabkan seseorang

sehat secara spiritual kemudian juga secara sosial karena kesehatan spiritual berhubungan dengan keseimbangan jiwa atau kesehatan jiwa, sehingga seseorang dapat terhindar dari gangguan jiwa (Pasiak, 2012).

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan gangguan psikologi yang disebabkan karena adanya perubahan neurokimia pada otak, distorsi kognitif dan krisis spiritual. Depresi ditandai

dengan sebagai sebuah kemerosotan perasaan, aktifitas, psikologis dan sosial seseorang. Pemberian terapi murattal dapat menurunkan hormon stres kortisol penyebab depresi. Terapi murattal juga dapat menghasilkan hormon serotonin dan endorfin dimana hormon ini akan membuat orang akan menjadi lebih bahagia dan semangat. Pembacaan makna yang terkandung dalam ayat Al Qur’an dapat dijadikan sebagai motiviasi, edukasi dan terapi kognitif yang dialami oleh orang depresi sehingga dapat meningkatkan semangat, motivasi dan daya tahan seseorang terhadap stres dari masalah yang dihadapi serta meningkatkan kekuatan spiritual dalam mengahadapi tekanan psikologis.

Adapun kerangka teoritis dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar dihalaman berikut:

Orang dengan gangguan depresi

Terjadinya peningkatan hormon stres kortisol pada otak.

Otak kurang memproduksi hormon serotonin dan endorfin.

Simtom Emosional

(Perubahan pada perasaan berupa kesedihan, apatis, kecemasan dll).

Simtom Kognitif

(Kesalahan berfikir berupa pandangan negatif terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan).

Simtom Motivasional (Tidak adanya keinginan untuk melakukan aktivitas)

Simtom Perilaku

(menarik diri dari lingkungan, bersembunyi dan penurunan aktivitas.

Simtom Vegetatif

(Kehilangan nafsu makan dan insomnia).

Pemberian Intervensi Terapi Murattal.

Terapi suara Al Qur’an jika diperdengarkan pada orang

yang mengalami depresi dapat menurunkan hormon-hormon stress penyebab depresi.

Suara Al Qur’an yang diperdengarkan akan membentuk

gelombang alfa, merangsang pelepasan hormon serotonin sehingga memberikan efek relaksasi, menurunkan insomnia, merubah mood menjadi positif serta menurunkan depresi.

Lantunan suara Al Qur’an akan menghasilkan hormon

enodorfin, dimana hormon ini akan membuat seseorang akan merasa bahagia.

Al Qur’an mengandung makna positif sebagai edukasi,

memperbaiki kesalahan berfikir dan petunjuk bagi manusia.

Al Qur’an mengandung makna positif sebagai motivasi,

penguatan positif, pembentukan perilaku baru dan sebagai petunjuk dalam kehidupan.

Makna positif dalam ayat Al Qur’an dapat menghasilkan

sebuah harapan baru, penguatan positif serta dapat membangkitkan kekuatan spiritual.

Penurunan Depresi: Biologis (Otak).

Hormon stres kortisol menurun.

Meningkatkan hasil hormon endorfin dan serotonin

Emosional :

Perasaan akan menjadi lebih tenang dan relaks.

Kesedihan, apatis dan kecemasan akan berkurang, karena mendengarkan suara Al Qur’an akan menghasilkan hormon enodorfin, dimana hormon ini akan membuat seseorang akan merasa bahagia.

Kognitif:

Bisa berfikir lebih realistis dan positif.

Motivasional:

Akan menjadi lebih bersemangat dan memiliki motivasi untuk menjalani kehidupan

Perilaku:

Aktif bekerja, bersemangat, terbuka dengan orang lain dan bersosialisasi.

Spiritual:

E. Hipotesis

Berdasarkan pada kerangka teori yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan skor depresi antara sebelum dan setelah diberikannya Terapi Murattal pada kelompok eksperimen.

2. Skor depresi (post test) pada kelompok eksperimen lebih rendah dibandingkan dengan skor depresi (posttest) pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan Terapi Murattal.

Dokumen terkait