• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian - Terapi Murattal Untuk Menurunkan Depresi - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian - Terapi Murattal Untuk Menurunkan Depresi - UMBY repository"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian

Depresi adalah sebuah gangguan kejiwaan yang mempengaruhi fungsi fisik, psikologis dan sosial seseorang. Depresi dapat dilihat dengan beberapa kondisi yang ditunjukkan oleh orang tersebut sebagai sebuah kemerosotan perasaan, aktifitas dan sebagainya. Depresi didefenisikan sebagai gangguan mood atau keadaan melankolia (kesedihan) yang berkepanjangan. Keadaan tersebut timbul tanpa alasan yang jelas baik pada tubuh maupun pada pikiran seseorang. Keadaan melankolia (kesedihan) tersebut dimungkinkan sebagai reaksi terhadap suatu kejadian yang menjadi penyebabnya. Rasa sedih tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi fisik dan mental, seperti: kemampuan kerja, nafsu makan dan kemampuan berfikir meskipun sederhana (Shreeve, 1992).

(2)

telah disenangi. Hal senada disampaikan oleh Burns (1998) bahwa kesedihan adalah suatu emosi normal yang diciptakan oleh persepsi realistik yang menggambarkan suatu peristiwa negatif yang berhubungan dengan kehilangan atau kekecewaan dan tidak terdistorsi, sedangkan depresi adalah suatu penyakit yang merupakan akibat dari pikiran yang terdistorsi. Kesedihan berhubungan dengan menurunnya harga diri, sedangkan depresi cenderung bertahan atau terjadi berulang kali, dan melibatkan kehilangan harga diri.

Beberapa ahli memberikan pengertian tentang depresi. Menurut Beck (1985), depresi adalah gangguan perasaan yang mengarah pada kondisi perasaan yang merasa begitu tertekan, hidup tak berarti dan tak mempunyai harapan Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa depresi merupakan reaksi individu terhadap situasi yang menekan dengan kesedihan dan kepatahan hati yang luar biasa. Orang-orang yang terkena gangguan ini akan mengalami perubahan mood

yang amat drastis dari hari kehari, minggu ke minggu. Sedangkan Hadi (2004) menjelaskan bahwa depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan atau suatu perasaan tidak ada harapan lagi dan keputusasaan. Staab & Fieldman (1999) menyatakan bahwa depresi adalah suatu gangguan yang menyebabkan terjadinya perubahan perasaan dan emosi yang dimiliki oleh penderita. Penderita mengalami suasana perasaan yang “jatuh” dari waktu ke waktu dalam kehidupan mereka.

(3)

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah gangguan psikologis yang dapat dilihat dengan kondisi yang ditunjukkan oleh orang tersebut sebagai sebuah kemerosotan perasaan atau perubahan mood yang amat drastis dan mendalam yang dialami oleh individu dari reaksi situasi yang dirasa menekan dan menyakitkan, sehingga individu mengalami perubahan berupa kesedihan, kepatahan hati yang luar biasa serta merasa hidup tak berarti dan tak mempunyai harapan dari hari kehari hingga minggu ke minggu.

Acuan definisi depresi dalam penelitian menggunakan acuan menurut Beck yaitu, depresi adalah gangguan perasaan yang mengarah pada kondisi perasaan yang merasa begitu tertekan, hidup tak berarti dan tak mempunyai harapan.

2. Simtom-simtom Depresi

Menurut Beck (1985), gangguan depresi tidak hanya meliputi gangguan afektif (emosional) saja, tetapi juga meliputi aspek kognitif, motivasional, perilaku dan vegetatif dan juga fisik. Beck mengklasifikasikan simtom-simtom depresi dalam beberapa kelompok yaitu:

a. Simtom emosional.

Pada simtom emosional perubahan pada perasaan, manifestasinya berupa kesedihan, berkurang bahkan hilangnya kesenangan dan respon terhadap kegembiraan, apatis, berkurang bahkan hilangnya perasaan cinta terhadap orang lain dan kecemasan.

(4)

Simtom kognitif mengandung tiga bagian yang berbeda. Bagian pertama sikap penderita yang menyimpang terhadap diri sendiri, pengalaman atau lingkungan dan masa depannya. Simtom ini termasuk menilai jelek diri sendiri, distorsi citra tubuh dan harapan negatif. Bagian kedua adalah penimpaan kesalahan kepada diri sendiri. Penderita meyakini bahwa dirinya adalah sumber berbagai permasalahan. Bagian ketiga ditandai dengan ketidakmampuan seorang individu dalam mengambil sebuah keputusan.

c. Simtom Motivasional

Simtom motivasional diartikan dengan tidak adanya keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas seperti makan dan minum obat, timbulnya hasrat untuk mati dan meningkatnya ketergantungan pada orang lain. Pada orang depresi terlihat adanya penurunan atau hilangnya motivasi untuk melakukan berbagai aktivitas dari biasanya.

d. Simtom Perilaku.

Simtom perilaku menunjukkan pengunduran diri dari hubungan sosial dan keinginan untuk lari, bersembunyi atau mati. Pada simtom perilaku, aktifitas individu tidak seperti biasanya dalam bentuk retardasi atau agitasi. e. Simtom Vegetatif

(5)

Menurut Departemen Kesehatan RI. (dalam PPDGJ III, 1993) membagi depresi dalam dua bentuk gejala utama dan gejala lainnya dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Gejala utama meliputi:

1) Perasaan depresif atau perasaan tertekan. 2) Kehilangan minat dan semangat.

3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah. b. Gejala lain meliputi:

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang. 2) Perasaan bersalah dan tidak berguna. 3) Tidur terganggu.

4) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.

5) Perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri. 6) Pesimistik.

7) Nafsu makan berkurang.

8) Untuk episode depresif dari ketiga tingkatan keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala berat dan berlangsung cepat. Menurut American Psychiatric Association dalam DSM-IV (2000), gangguan depresi ditandai dengan adanya empat atau lebih simtom berikut yang berlangsung dalam jangka waktu paling sedikit 2 minggu yaitu:

(6)

c. Hilangnya nafsu makan dan berat badan menurun secara signifikan atau meningkatnya nafsu makan dan bertambahnya berat badan secara signifikan. d. Sulit tidur, tidak dapat tidur setelah bangun atau bahkan ada kecenderungan

ingin tidur terus sepanjang waktu.

e. Perubahan tingkat aktivitas, cenderung menjadi lethargic, hambatan psikomotor atau adanya agitasi.

f. Hilangnya energi dan sering merasa lelah.

g. Konsep terhadap dirinya negatif, ada kecenderungan untuk menyalahkan dirinya sendiri (self blame), merasa tidak berharga.

h. Tidak mampu berkonsentrasi, berfikir dan membuat keputusan.

i. Sering muncul pikiran untuk mati atau muncul ide bunuh diri atau mencoba melakukan bunuh diri.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mengalami depresi mengalami perubahan pada simtom emosional, kognitif, motivasional, simtom perilaku dan simtom vegetatif yang ditandai dengan kesedihan yang mendalam, hilangnya respon terhadap kegembiraan, munculnya pemikiran tentang perasaan bersalah dan tidak berguna, tidak adanya keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas dan timbulnya keinginan mati atau ide bunuh diri serta meningkatnya ketergantungan pada orang lain.

(7)

seperti pandangan negatif terhadap diri sendiri, pengalaman dan masa depannya (3) simtom motivasional, seperti tidak adanya keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas, (4) simtom perilaku, seperti penurunan aktivitas dan minat, (5) simtom vegetatif, seperti kehilangan nafsu makan dan insomnia.

3. Jenis Depresi.

Menurut Departemen Kesehatan RI. (dalam PPDGJ III, 1993), depresi digolongkan ke dalam tiga tingkatan depresi, yaitu depresi berat, sedang dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Gejala tersebut terdiri atas gejala utama dan gejala lainnya, yaitu:

a. Gejala utama.

1) Suasana perasaan yang tertekan sepanjang hari.

2) Kehilangan minat dan gairah pada hampir segala aktifitas, yang dirasakan sepanjang hari.

3) Mudah lelah dan menurunkan aktifitas. b. Gejala tambahan.

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang. 2) Harga diri dan rasa percaya diri berkurang.

3) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak bergung. 4) Pandangan masa depan suram yang suram dan pesimistik. 5) Insomnia dan hipersomnia.

6) Nafsu makan berkurang.

(8)

Adapun tingkatan depresi yang digolongkan menurut PPDGJ-III (World Health Organization dan Departemen Kesehatan RI, 1993) tersebut yaitu:

a. Depresi ringan.

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi ditambah 2 dari gejala lainnya.

2) Tidak boleh ada gejala berat diantaranya.

3) Lama periode depresi sekurang-kurangnya selama dua minggu.

4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang umum dilakukan.

b. Depresi sedang.

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan ditambah 3 atau 4 dari gejala lainnya.

2) Lama episode depresi minimum 2 minggu serta menghadaapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

c. Depresi berat, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

(9)

meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

2) Depresi berat dengan gejala psikotik, ciri-cirinya: (a) episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut depresi berat tanpa gejala psikotik; (b) disertai waham, halusinasi atau stupor depresif, waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotorik yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan efek (moodcongruent)

(10)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis depresi dibagi dalam tiga tingkatan yaitu depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat dan lama episode sekurang-kurangnya dua minggu. Tingkatan tersebut memiliki gejala-gejala tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap tingkatan. Pada depresi ringan gejalanya tidak terlalu banyak, dimana seseorang masih mampu menghadapi kesulitan dan melakukan berbagai aktivitas. Pada depresi sedang, seseorang terlihat menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga. Pada depresi berat dapat diikuti oleh adanya waham dan halusinasi yang dimunculkan oleh individu itu sendiri.

Pada penelitian ini, penulis memilih subjek penelitian yang mengalami gangguan depresi tingkat sedang berdasarkan teori dan skala depresi yang dibuat oleh Beck dan mengacu pada kriteria depresi sedang berdasarkan ketentuan depresi sedang menurut PPDGJ III.

4. Faktor Penyebab Depresi.

Menurut pendapat beberapa ahli dan kelimuan, mereka memiliki pandangan tersendiri tentang penyebab gangguan depresi yaitu sebagai berikut: a. Pandangan Biologis

Berdasarkan teori biologi ada dua penyebab yang mempengaruhi terjadinya gangguan depresi, yaitu perubahan pada faktor neurokimia dan faktor genetik (Davison, 2000).

1) Faktor neurokimia pada otak akibat stressor.

(11)

Sistem saraf simpatis menstimulasi kelenjer adrenalin untuk mengeluarkan hormon stres yaitu epinephrine, norepinefrin dan kortisol. Menurut pandangan neurofisiologi dalam (Davison, 2000) orang yang mengalami depresi berawal dari ketidakseimbangan zat kimia pada otak. Depresi terjadi akibat stres yang dapat memicu peningkatan produksi hormon stress yaitu kortisol. Hormon stres kortisol ini dapat merusak dan membuat

hippocampus menjadi lebih kecil dengan cara menghambat pembentukan sel saraf dan jaringan saraf baru. Hippocampus yang lebih kecil memiliki reseptor serotonin lebih sedikit. Serotonin adalah zat kimia otak yang menenangkan atau dopamin. Dopamin adalah sebuah neurotransmiter yang membantu mengontrol pusat kepuasan dan kesenangan di otak. Dopamin juga membantu mengatur tindakan dan komunikasi antara saraf di otak dengan tubuh yang mendorong untuk beraktivitas.

Silverthorne (2001) mengatakan bahwa hormon stres kortisol diproduksi secara berlebihan pada orang depresi. Peneliti tersebut percaya bahwa kortisol memiliki efek toksik atau beracun bagi hippocampus. Apabila hippocampus ini mengecil dan rusak maka otak memiliki reseptor serotonin atau dopamin lebih sedikit. Namun ada juga beberapa ahli berteori bahwa penderita depresi terlahir dengan hippocampus yang lebih kecil dan karena itu cenderung untuk menderita depresi.

2) Faktor Genetik.

(12)

terhadap gangguan depresi berat, pada anak kembar monozigot adalah 50 %, sedangkan dizigot 10-25 persen.

b. Pandangan Kognitif.

Salah satu teori psikologi yang menganggap proses-proses berpikir sebagai faktor penyebab depresi adalah Aaron T Beck. Dasar teori ini adalah adanya ide bahwa pengalaman yang sama dapat mempengaruhi dua orang dengan cara yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa (Beck, 1985). Beck mengatakan bahwa depresi dapat digambarkan sebagai cognitive triad tentang pikiran negatif terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan dan terhadap masa depan. Seorang yang mengalami depresi akan membuat interpretasi yang salah terhadap kenyataan yang ada dengan cara yang negatif, yaitu memfokuskan pada aspek negatif terhadap setiap situasi, harapan yang pesimistis dan putus asa tentang masa depan. Seseorang yang mengalami depresi akan mengkaitkan kemalangannya dengan kekurangan diri dan rasa rendah diri, hal ini yang menyebabkan konsep diri yang positif tertutupi (Beck, 1985).

(13)

1) Pandangan negatif tentang diri sendiri, yaitu memandang diri sendiri sebagai individu yang tidak berharga, penuh kekurangan, tidak dapat dicintai dan kurang memiliki keterampilan untuk mencapai kebahagiaan. 2) Pandangan negatif tentang lingkungan, yaitu memandang lingkungan

sebagai memaksakan tuntutan yang berlebihan atau memberikan hambatan yang tidak mungkin diatasi, yang terus menerus menyebabkan kegagalan dan kehilangan.

3) Pandangan negatif tentang masa depan, yaitu memandang masa depan sebagai tidak ada harapan dan meyakini bahwa dirinya tidak punya kekuatan untuk mengubah hal-hal menjadi lebih baik. Harapan orang ini terhadap masadepan hanyalah kegagalan dan kesedihan yang berlanjut serta kesulitan yang tidak pernah usai.

Menurut Beck (1985), individu yang mempunyai kecenderungan depresi menunjukkan depressogenic schemata, depessogenic schemata ini bersifat laten, dan bila diaktifkan dengan adanya kejadian yang menekankan akan mengarah pada penyimpangan pola pikir, yang gilirannya akan menimbulkan simtom depresi. Pada penderita depresi informasi atau stimulus yang masuk diproses dengan cara yang menyimpang, mereka cenderung menyesuaikan dengan negative self schematanya Beberapa kejadian yang menekan atau stres dapat menghidupkan kembali keyakinan akan kehilangan yang pernah dialaminya dimasa lampau.

(14)

semacam jaringan stimulus-kognitif-respon dalam otak manusia. Proses kognitif akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berfikir, merasa, dan bertindak. Manusia memiliki potensi untuk menyerap pemikiran yang rasional dan irasional. Pemikiran yang irasional inilah yang dapat menimbulkan gangguan psikologis. Pada gangguan depresi, faktor kognitif memegang peranan yang menentukan, kognitif berperan sebagai perantara kejadian yang dialami dengan simtom-simtom depresi. Pada kognitif penderita depresi terdapat pikiran negatif terhadap dirinya sendiri, lingkungan dan masa depan sehingga hal ini dapat mempengaruhi faktor afeksi, behavior dan fisik.

c. Pandangan Spiritual.

(15)

Najati (2005) menyatakan depresi disebabkan karena proses belajar yang keliru, yakni individu mempersepsikan diri dan lingkungannya secara negatif, serta mengkondisikan kenyataan (situasi yang menekan) yang dihadapinya dengan persepsi negatif tersebut. Sementara Propst (dalam Zulkarnain, 2006) menyatakan bahwa depresi biasanya terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhannya. Ketidaksesuaian antara yang diucapkan dan yang dilakukan dalam agama juga dapat menyebabkan kegelisahan dan bentuk depresi yang samar (Clark, 1967). Fenomena kegelisahan atau depresi yang samar ini dikatakan Clark sebagai tahap awal dan prasyarat menuju perkembangan spiritual yang mencakup perubahan dalam ide dan perilaku keberagamaan. Hal ini memunculkan asumsi bahwa penderitaan yang dialami seseorang dapat digunakan sebagai sumber daya untuk meningkatkan keyakinan pada Tuhan. Pada akhirnya, keyakinan tersebut akan membantu individu itu sendiri dalam mengatasi situasi yang menekan. Individu dengan keyakinan agama yang kuat lebih memiliki kepuasan hidup, kebahagiaan personal yang lebih besar dan terkena dampak yang lebih kecil dari kejadian traumatik dibandingkan dengan orang-orang yang tidak mau terlibat dengan agama (Taylor, 1995).

d. Pandangan Psikoanalisa.

(16)

menggabungkan orang yang hilang, dan mengidentifikasi diri dengannya. Periode ini diikuti periode berduka, dimana ia akan mengingat kenangan dari orang yang hilang dan memisahkan diri darinya dengan orang lain tersebut, yang dianggap meninggalkannya dan melepaskan pula ikatan yang tadinya digabungkan. Periode berduka akan menjadi periode berkelanjutan untuk menyiksa diri, menyalahkan diri, dan berakhir pada kondisi depresi.

e. Pandangan Behavioristik.

Teori ini berpandangan bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya. Perubahan perilaku sangat dipengaruhi oleh paradigma stimulus respons (S-R). Lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan objektif dan afektif manusia (Razak, 2013). Teori ini beranggapan bahwa depresi disebabkan oleh keadaan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosialnya seakan-akan memaksa individu untuk berbuat diluar batas kemampuannya demi memperoleh tuntutan lingkungannya. Jika tidak berhasil maka akan memperoleh pencitraan negative dan terisolasi dari komunitasnya dan pada akhirnya jiwa menjadi terganggu (Slamet & Markam, 2003).

(17)

disimpulkan bahwa penyebab depresi adalah karena berbagai faktor seperti biologi, kognitif, spiritual, psikososial dan behavior.

Pada penelitian ini, pandangan depresi yang digunakan sebagai acuan yaitu pandangan Biologi, Kognitif dan Spiritual. Pandangan biologi mengatakan bahwa depresi disebabkan oleh ketidakseimbangan zat kimia pada otak dan genetik. Pandangan kognitif mengatakan depresi terjadi karena distorsi kognitif atau kesalahan berfikir seperti pandangan negatif pada diri sendiri, lingkungan dan masa depan. Pandangan spiritual mengatakan depresi terjadi karena krisis spiritual (tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhannya).

5. Penanganan Depresi

Banyak alternatif penanganan depresi yang digunakan untuk menurunkan depresi, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Terapi Psikoreligius.

(18)

terkandung unsur religi yang dapat membangkitkan harapan, percaya diri, serta keimanan yang pada gilirannya akan meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada orang sakit sehingga mempercepat terjadinya proses penyembuhan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh George, dkk (dalam Smith dkk., 2005) yang menyatakan bahwa aspek keagamaan mengandung elemen harapan dan

support sosial yang berkontribusi secara adaptif dalam melewati setiap stressor dalam kehidupan sehingga permasalahan jarang terjadi dan dapat diatasi.

Menurut Hawari (2002), pelaksanaan terapi psikoreligius berbentuk berbagai ritual keagamaan yang dalam agama islam seperti melaksanakan shalat, puasa, berdo’a berzikir, membaca shalawat, mengaji (membaca dan mendengar isi kandungan Al Qur’an), siraman rohani dan membaca buku-buku

keagamaan yang berkaitan dengan agama. Dari berbagai ritual keagamaan di atas, yang ingin diuraikan oleh penulis adalah terapi sholat, terapi zikir dan terapi mendengarkan suara Al Qur’an). Adapun jenis terapi psikoreligius

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Terapi Mendengarkan Al Qur’an.

Menurut Asman (2008), kesembuhan dengan menggunakan Al Qur’an dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti membaca, berdekatan

dan mendengarkannya. Menurut Salim (2012), mendengar lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dapat menimbulkan efek positif pada tingkat kecemasan, stress ataupun depresi. Mueller (2001) mengatakan Ayat-ayat Al Qur’an

(19)

medan gelombang yang akan memengaruhi gelombang otak manusia. Dengan menggunakan alat Electroencephalograph (EEG), terlihat reaksi otak berupa perubahan gelombang otak dari frekuensi beta menjadi frekuensi alfa yang membuat kondisi tubuh dalam keadaan relaks dan peningkatan frekuensi gelombang delta yang akan membuat tingkat relaksasi lebih dalam dan penurunan depresi yang lebih signifikan.

Selain memiliki keindahan suara dari lantunan pembacaan Al Qur’an, juga terdapat kandungan makna dari setiap ayat yang ada di dalamnya. Menurut Su’dan (1997) banyak sekali ayat-ayat dalam Al Qur’an

yang bisa digunakan untuk pengobatan maupun pencegahan terhadap gangguan rohani atau psikologis yang mengandung makna sebagai motivasi, edukasi, melatih kesabaran serta sebagai petunjuk dan merubah kesalahan dalam berfikir. Menurut Pasiak (2012), penggunaan terapi suara Al Qur’an

dapat dipakai sekaligus sebagai terapi spiritual, karena suara Al Qur’an dapat meningkatkan kesadaran spiritual seseorang. Dorongan-dorongan kebaikan dan kebenaran dan kesucian yang diterima seseorang saat mendengarkan suara Al Qur’an menyebabkan seseorang sehat secara

spiritual kemudian juga secara sosial karena kesehatan spiritual berhubungan dengan keseimbangan jiwa atau kesehatan jiwa, sehingga seseorang dapat terhindar dari gangguan jiwa.

Adapun bentuk terapi mendengarkan Al Qur’an yang banyak

(20)

merupakan teknik pembacaan Al Qur’an yang menghasilkan irama dan

suara tersendiri yang diperdengarkan pada orang yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi dan sebagainya.

Penelitian yang dilakukan oleh Ihsan (2013) tentang efektivitas terapi tambahan suara bacaan Al Qur’an terhadap pasien depresi di RSUP. Sardjito

Yogyakarta menyimpulkan bahwa terapi murattal dapat menurunkan depresi, namun penelitian yang dilakukan Ihsan hanya memperdengarkan suara Al Qur’an tanpa pembacaan maknanya. Penelitian yang sama juga

dilakukan oleh Priyatni (2017) tentang Perbedaan tingkat depresi sebelum dan setelah diberi terapi murattal (Surat Al Fajar) menyimpulkan bahwa terapi murattal dapat menurunkan tingkat depresi. Kekurangan penelitian yang dilakukan Priyatni adalah hanya menggunakan satu surat saja (Surat Al Fajar) sebagai ayat dalam penggunaan terapi murattal.

Adapun ayat Al Qur’an yang banyak digunakan dalam terapi murattal

adalah surat Ali Imran ayat 139, surat Al Baqarah ayat155, surat Al Ankabut ayat 2, surat Al Baqarah ayat 286, surat Al Baqarah ayat 45, surat Al Insyirah ayat 5 dan surat Ar-ra’d ayat 11.

2) Terapi Sholat.

Menurut Yosep (2009), terapi sholat adalah terapi psikoreligius dengan pendekatan keagamaan islam berupa do’a dan gerakan yang

(21)

sebagai pendekatan dan penyerahan diri manusia dengan pencipta, sehingga manusia mendapatkan ketenangan jiwa dari masalah-masalah dunia yang menjadi penyebab terjadinya depresi. Menurut Haryanto (2007), ada beberapa aspek psikologis yang terdapat dalam sholat antara lain, aspek relaksasi, aspek meditasi, aspek auto-sugesti/self-hipnosis dan aspek pengakuan dan penyaluran (katarsis), dimana aspek tersebut sangat berguna sebagai terapi untuk mencegah dan mengobati berbagai gangguan psikologis.

Menurut Najati (1985), pada saat seseorang sedang shalat (khusu’), maka seluruh fikirannya terlepas dari segala urusan dunia yang membuat jiwanya gelisah. Setelah menjalankan shalat, ia senantiasa dalam keadaan tenang, sehingga secara bertahap kegelisahan itu akan mereda. Keadaan yang tentram dan jiwa yang tenang yang dihasilkan oleh shalat, mempunyai dampak terapi yang penting dalam meredakan ketegangan syaraf yang timbul akibat berbagai tekanan kehidupan sehari-hari, dan menurunkan kegelisahan yang diderita oleh sebagian orang yang mengalami depresi. 3) Terapi Dzikir.

Menurut Fanada (2012), terapi zikir adalah terapi yang menggunakan media zikir yang bertujuan untuk mengingat Allah yang bertujuan untuk menenangkan hati dan pikiran manusia. Dengan bacaan do’a dan dzikir

(22)

kerohanian yang dapat membangkitkan harapan (hope), rasa percaya diri (self confidence) pada diri seseorang yang sedang sakit, sehingga mempercepat proses penyembuhan gangguan jiwa yang dialami seseorang.

b. Terapi Relaksasi Musik

(23)

c. Terapi Keluarga.

Keluarga sebagai sebuah sistem membutuhkan fokus yang stimulan pada struktur keluarga dan proses interaksi antara komponen-komponen sistem itu dan bagaimana masing-masing bagian dapat mempengaruhi interaksi orang-orang lain dalam sistem tersebut. Nilai penting homeostatis atau keseimbangan juga berlaku dalam sistem keluarga. Bila salah satu komponen sistem keluarga berubah dengan cara tertentu, perubahan itu dapat berdampak pada sub-komponen (orang-orang) yang terdapat dalam sistem itu. Terapi keluarga digunakan untuk membangun keseimbangan dalam sistem keluarga. Proses dalam terapi keluarga yang paling penting dalam penurunan depresi adalah dalam bentuk dukungan dari setiap anggota keluarga sebagai komponen terpenting sehingga nilai homeostatis dalam keluarga tercapai. Dalam hal ini keluarga berperan memberikan dukungan dan support kepada individu untuk membantu memberikan penguatan atas masalah dan tekanan yang dialaminya Titelman (2008).

d. Farmakoterapi.

(24)

Sertraline, Fluoxetine, Escitalopram, Duloxetine dan Venlafaxine adalah beberapa yang sering dipakai dan obat ini diberikan sesuai resep dokter serta memerlukan pemantauan dokter secara teratur terutama pada awal pemakaian. e. Cognitive Therapy.

Intervensi Cognitive Therapy menggunakanstrategi kognitif dalam setiap sesinya. Komponen kognitif berfokus pada mempelajari pada pola pikir negatif, identifikasi pikiran otomatis dan keyakinan yang salah dan merestrukturisasikannya ke pola yang lebih tepat, serta menemukan pikiran alternatif yang dapat mengurangi tingkat depresi (Beck, 1985). Terapis merestrukturisasikan kembali pikiran-pikiran irasional, memberikan pemaparan kepada subjek untuk diterima dan mengedukasikan dengan pemikiran-pemikiran rasional.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa penanganan depresi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu terapi psikoreligius, terapi relaksasi musik, terapi keluarga, farmakoterapi dan cognitive behavior therapy.

(25)

ke pola yang lebih tepat serta menemukan pikiran alternatif yang dapat mengurangi tingkat depresi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikoreligius

untuk penanganan pasien dengan gangguan depresi. Terapi psikoreligius yang

digunakan adalah terapi mendengarkan suara Al Qur’an. Teknik terapi

mendengarkan suara Al Qur’an yang digunakan adalah dengan memperdengarkan

MP3 murattal dan membacakan Al Qur’an dan terjemahannya secara langsung

pada subjek yang mengalami depresi. Alasan pemilihan penggunaan psikoreligius

dengan metode terapi mendengarkan Al Qur’an dalam penelitian ini diantaranya:

1) Banyak ayat di dalam Al Qur’an yang mengatakan Al Qur’an merupakan sebagai obat penyakit yang ada di dalam dada (jiwa), salah satunya dijelaskan oleh Allah S.W.T. dalam surat Yunus ayat 57 yaitu sebagai berikut:

ِم ْؤُمْلِل ٌةَمْحَرَو ىًدُهَو ِروُدُّصلا يِف اَمِل ٌءاَفِشَو ْمُكِ بَر ْنِم ٌةَظِع ْوَم ْمُكْتَءاَج ْدَق ُساَّنلا اَهُّيَأ اَي َنيِن

Artinya:

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam dada (jiwa) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.

2) Penulis ingin mencoba menggunakan terapi psikoreligius sebagai terapi baru

dalam penangan depresi, dimana Razak (2013) mengatakan bahwa terapi

psikoreligius saat ini mulai dikembangkan sebagai terapi alternatif baru untuk

menangani depresi di negara-negara yang mayoritas penduduk beragama islam.

3) Penulis melihat bahwa dalam terapi psikoreligius (mendengarkan suara Al

Qur’an) terdapat berbagai keistimewaan jika dibandingkan dengan terapi

(26)

yang dikatakan oleh Anwar (2010) bahwa mendengarkan Al Qur’an akan

memberikan efek ketenangan dalam tubuh dan pikiran manusia.

4) Makna ayat Al Qur’an sebagai terapi kognitif dan petunjuk bagi kehidupan

manusia, seperti penelitian yang dilakukan oleh Abdurrochman (2008)

menemukan banyak ayat Al Qur’an yang bermakna positif yang berfungsi

sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia.

5) Terapi psikoreligius dapat meningkatkan nilai kegamaan seseorang dan

memperkuat mental seseorang dalam menghadapi masalah-masalah dan

tekanan kehidupan, seperti yang dikatakan oleh Hawari (2002).

6) Pemilihan terapi dalam penelitian ini juga menyesuaikan dengan keyakinan

subjek penelitian dan kultur masyarakat setempat. Menurut pandangan

Indigenous Psychology dalam Kim (2000), pentingnya mempertimbangkan pengaruh konteks budaya di dalam proses memahami dan memasuki suatu kehidupan manusia agar bisa diterima dengan baik. Pada budaya masyarakat Minangkabau, Al Qur’an merupakan suatu pegangan bagi kehidupan manusia,

dimana dikenal dengan falsafah “Adat basandi syarak, syarak basandi

(27)

B.Terapi Murattal 1. Latar Belakang dan Sejarah Terapi Murattal.

Dalam peradaban Islam, terapi dengan menggunakan suara telah digunakan di zaman Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad menggunakan terapi suara yaitu dengan membacakan Ayat Al Qur’an untuk penyembuhan yang

dikenal dengan sebutan Ruqyah. Menurut Munawir (1997), ruqyah adalah metode penyembuhan dengan cara membacakan Ayat Al Qur’an dan do’a pada orang

yang sakit akibat dari sengatan hewan, bisa, sihir, rasa sakit, gila, kerasukan, gangguan jin dan gangguan kejiwaan. Pengertian ruqyah secara terminologi adalah sebuah perlindungan yang digunakan untuk melindungi orang yang terkena penyakit, seperti panas karena disengat binatang, kesurupan, dan gangguan rohani. Menurut Ghazali (2006), ruqyah adalah doa dan bacaan-bacaan yang mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada Allah S.W.T. untuk mencegah atau mengobati dari bala dan penyakit. Doa dan bacaan yang terdapat dalam ruqyah bersumber dari Al Qur`an dan as-sunnah. Pengobatan dan penyembuhan dengan ruqyah kemudian dikembangkan oleh para ilmuan islam sesuai dengan tujuan dan kegunaannya, seperti untuk penyembuhan penyakit fisik, psikologis dan sebagainya.

Penyembuhan gangguan jiwa telah dikenal dalam dunia Islam, mulai dari zaman Nabi Muhammad, Al Kindi, Al Farabi dan Ibnu Sina dimasa kejayaan peradaban Islam. Terapi dengan suara telah dikembangkan oleh ilmuan Islam, baik itu terapi dengan suara Al Qur’an maupun terapi dengan menggunakan

(28)

Pinel merupakan orang pertama yang memperkenalkan metode penyembuhan penyakit jiwa dengan menggunakan Sound Therapy pada tahun 1793. Klaim yang dilakukan oleh ilmuan barat sangat tak berdasar, sebab sebelum barat mengenal metode penyembuhan gangguan jiwa, para ilmuan Islam telah menggunakannya pada abad 8 Masehi. Pada abad ke 19 Masehi, para pskiatri dan psikolog muslim mulai meneliti secara ilmiah tentang terapi suara Al- Qur’an, sehingga saat ini pengobatan dengan suara Al Qur’an terus dikembangkan oleh ilmuan Islam

diseluruh dunia, baik sebagai pengobatan penyakit fisik maupun sebagai terapi psikologis (Terapi Musik, 2009).

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa terapi suara merupakan salah satu terapi yang berasal dari peradaban Islam dan telah digunakan sejak tahun 500-an Masehi. Terapi dengan menggunakan suara telah digunakan sejak zaman Nabi Muhammad yang dikenal dengan sebutan ruqyah, kemudian dikembangkan pada abad ke 8 Masehi oleh ilmuan islam seperti Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina dan Ilmuan lainnya. Terapi suara lebih dulu dikembangkan dan digunakan di dunia kedokteran Islam pada abad ke 8 Masehi, sedangkan peradaban barat baru menggunakannya pada abad 18 Masehi. Penyembuhan dan pengobatan pasien gangguan jiwa kemudian dikembangkan dalam kedokteran dan ilmuan Islam dimasa Ibnu Sina, Al Farabi, Al Kindi dan ilmuan Islam lainnya dengan menggunakan musik terapi dan terapi suara Al Quran. Hingga saat ini pengobatan dengan suara Al Qur’an terus dikembangkan

(29)

2. Pengertian Terapi Murattal.

Terapi murattal merupakan terapi yang menggunakan lantunan suara Al Qur’an dalam penyembuhannya. Terapi yang menggunakan lantunan suara Al Qur’an memiliki sebutan tersendiri bagi para ilmuan dan peneliti muslim.

Beberapa peneliti menggunakan istilah terapi suara Al Qur’an dengan sebutan terapi murattal pada jurnal penelitiannya, seperti Handayani dkk (2014) dan Eldesa (2014). Akhmad (2013) menyebut terapi dengan menggunakan suara Al Qur’an dengan sebutan Sound Healing, sebutan ini ditulis dalam buku yang

berjudul Quranic Healing Technology. Maryani dan Hartati (2013), menyebut terapi lantunan suara Al Qur’an dengan sebutan Therapy Audio Murattal.

Normadina (2015) menyebut terapi yang menggunakan suara Al Qur’an dengan sebutan Sound Therapy Qur’anic.Walaupun memiliki sebutan yang berbeda, pada esensinya terapi yang digunakan sama-sama menggunakan lantunan suara Al Qur’an. Pada penelitian ini, penulis menggunakan istilah terapi murattal sebagai sebutan untuk terapi yang menggunakan lantunan suara Al Qur’an.

Menurut Purna (dalam Handayani, 2014), murattal juga dapat diartikan sebagai rekaman suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh seorang qori’ (pembaca Al-Qur’an). Jenis terapi suara Al Qur’an dibedakan berdasarkan teknik pembacaan Al Qur’an itu sendiri, sebab teknik pembacaan Al Qur’an akan

menghasilkan irama dan nada yang berbeda. Menurut Purna (2006), cara membaca Al Qur’an ada dua teknik, yakni dibawakan dengan cara dan mujawwad

(30)

dilantunkan dengan ritme yang lebih lambat dan suara yang lebih tinggi. Irama yang digunakan dalam mujawwad disempurnakan sehingga pendengar dapat menikmati bacaan qari dengan khidmat. Murattal adalah metode membaca Al-Qur’an secara benar, sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid disertai dengan irama

dan suara yang baik.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terapi murattal adalah terapi yang menggunakan suara lantunan ayat Al Qur’an sebagai sumber

penyembuhannya, baik yang dibacakan secara langsung oleh Qari maupun melalui rekaman MP3. Terapi murattal terbagi dalam dua tekik pembacaan Al Qur’an yaitu murattal dan mujjawad. Murottal adalah membaca Al Qur’an yang

menfokuskan pad kebenaran bacaan dan lagu Al Qur’an, sedangkan mujawwad

adalah teknik membaca Al Qur’an yang dilantunkan dengan menggunakan irama

tinggi dengan ritme yang lebih lambat. Terapi murattal juga dikenal dengan istilah lain oleh para ilmuan muslim yaitu dengan sebutan Sound Healing, Therapy Audio Murattal, Sound Quranic Healing dan Sound Quranic Therapy, namun pada esensinya sama yaitu terapi yang menggunakan suara Al Qur’an sebagai penyembuhannya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan terapi murattal dengan teknik pembacaan Al Qur’an secara langsung oleh Qari dan menggunakan rekaman MP3

murattal untuk menurunkan tingkat depresi. Adapun alasan untuk menggunakan

(31)

seperti yang dikatakan Robb (dalam Eldesa, 2014). Bacaan Al Qur’an dengan

keteraturan irama dan bacaan yang benar (murattal) merupakan sebuah alunan musik yang mampu mendatangkan ketenangan dan meminimalkan kecemasan (Wahida, 2015). (3) terapi murattal lebih mudah digunakan dan bisa menggunakan rekaman MP3 atau langsung dibacakan.

3. Pelaksanaan Terapi Murattal.

Bentuk intervensi dalam terapi murattal adalah dengan membacakan atau memperdengarkan bacaan suara Al Qur’an, baik dibacakan secara langsung

maupun melalui audio MP3 (Abdurrocman, 2008). Menurut Arrum (2015), cara melakukan terapi suara Al Qur’an adalah, yang pertama berwudhu’. Berwudhu’

bertujuan untuk membersihkan diri untuk menghadap Tuhan. Kedua, pasien berbaring di atas tempat tidur atau pada posisi nyamannya. Ketiga, pasien atau kemudian mendengarkan suara Al Qur’an, baik melaui audio MP3 maupun

dibacakan secara langsung. Sejalan dengan itu Kaheel (2012) mengatakan bahwa sebaiknya terapi murattal dibacakan atau diperdengarkan dan diulang beberapa kali sehingga memberikan pengaruh pada orang yang mendengarkan. Bacaan Al Qur’an itu sendiri terdiri dari dua hal yaitu suara yang dihasilkan oleh terapis dan

makna yang terkandung dari ayat tersebut.

(32)

Namun penggunaan untuk ketenangan dan relaksasi, tidak ada batasan waktu yang digunakan dalam pemberian terapi suara Al Qur’an, tergantung tujuan

penggunaan terapinya dan menyesuaikan dengan kondisi pasien itu sendiri. Eldesa (2014) mengatakan bahwa terapi dengan menggunakan suara murattal Al Qur’an memiliki efek yang sama dengan terapi musik. Menurut

Chiang (2012), musik terdiri dari lima unsur penting, yaitu frekuensi (pitch), volume (intensity), warna nada (timbre), interval, dan tempo atau durasi (rhytm). Misalnya pitch yang tinggi, dengan rhytm cepat dan volume yang keras akan meningkatkan ketegangan otot atau menimbulkan perasaan tidak nyaman. Sebaliknya pada pitch yang rendah dengan rhythm yang lambat dan volume yang rendah akan menimbulkan efek rileks.

Penelitian Eerikainen (dalam, Fasa 2016), mengatakan bahwa terapi musik biasa diawali dengan frekuensi 40 Hz, dengan asumsi dasar bahwa ini adalah frekuensi dasar di talamus, sehingga stimulasi getaran dengan frekuensi yang sama akan memulai efek kognitif untuk terapi. Musik dengan frekuensi 40-60 Hz juga telah terbukti menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi nyeri, dan menimbulkan efek tenang. Menurut Nilsson (dalam, Fasa 2016), karakteristik musik yang bersifat terapi adalah musik yang nondramatis, dinamikanya bisa diprediksi, memiliki nada yang lembut, harmonis, dan temponya 60-80 beat per minute.

(33)

yang pertama berwudhu’, yang kedua berbaring atau sesuai dengan posisi nyamannya pendengar atau pasien dan ketiga adalah mendengarkan lantunan suara Al Qur’an. Frekuensi suara yang digunakan dalam proses terapi adalah

sekitar 40-60 Hz, dan untuk durasi waktu yang digunakan sekurangnya 15 menit. 4. Terapi Murattal menurunkan hormon stres dan sebagai penenang (relaksasi)

Menurut Robb (dalam Eldesa, 2014) terapi murattal atau terapi mendengarkan Al Qur’an dari beberapa studi menyebutkan efek yang sama

dengan terapi musik. Menurut Widayarti (dalam Yana, 2015), terapi murattal merupakan salah satu musik yang memiliki pengaruh positif bagi pendengarnya. Heru (dalam Yana, 2015) mengatakan bahwa suara murattal dapat menurunkan hormon-hormon stres kortisol, dimana hormon stres tersebut merupakan hormon yang menyababkan terjadinya depresi. Menurut Yana (2015), lantunan suara Al Qur’an yang diperdengarkan dapat mengaktifkan hormon serotonin dan hormon

endorphin alami, dimana hormon ini akan membuat seseorang merasa bahagia, meningkatkan perasaan rileks dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas, tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah, memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan gelombang-gelombang otak dan meningkatkan kualitas tidur (menurunkan insomnia).

Terapi murattal yang diperdengarkan pada orang yang mengalami depresi dapat menjaga keseimbangan zat kimia pada otak (Campbell, 2001). Suara Al Qur’an yang diperdengarkan selanjutnya akan masuk ke telinga kemudian akan

(34)

Sistem limbic memiliki fungsi sebagai neurofisiologi yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sensasi. Suara yang sampai pada limbic akan menurunkan hormon stres kortisol dan suara akan membentuk gelombang alfa, merangsang pelepasan hormon serotonin sehingga memberikan efek relaksasi, merubah mood

menjadi positif serta menurunkan depresi (Purbowinoto & Kartinah, 2011). Menurut Remolda (dalam Yana, 2015) mengatakan, terapi suara Al Qur’an dapat mempercepat penyembuhan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Al Khadi menunjukkan bahwa mendengarkan ayat suci Al Qur’an

memiliki pengaruh mendatangkan ketenangan dan menurunkan ketegangan sekitar 97%. Fitriatun (2015) mengatakan bahwa aktivitas mendengarkan bacaan Al Qur’an memiliki pengaruh positif dalam menurunkan stres. Penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa bacaan Al Qur’an terbukti efektif dalam

menurunkan tingkat stres pada pasien dengan gangguan depresi di Rumah Sakit Jiwa Malang. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Endiyono (2016) mengatakan bahwa mendengarkan ayat Al Qur’an dapat meningkatkan kualitas

tidur dan menurunkan insomnia.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terapi murattal memiliki efek yang sama dengan terapi musik. Suara Al Qur’an dapat menurunkan hormon

stres kortisol, dimana hormon stres tersebut merupakan hormon yang menyababkan terjadinya depresi. Suara bacaan Al Qur’an dapat merangsang

(35)

kualitas tidur (menurunkan insomnia) memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah, memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan gelombang-gelombang otak.

5. Ayat Al Qur’an mengandung makna positif.

Selain memiliki keindahan suara dari lantunan pembacaan Al Qur’an, juga

terdapat kandungan makna dari setiap ayat yang ada di dalamnya. Menurut Su’dan (1997) banyak sekali ayat-ayat dalam Al Qur’an yang bisa digunakan

untuk pengobatan maupun pencegahan terhadap gangguan rohani atau psikologis yang mengandung makna sebagai motivasi, edukasi, melatih kesabaran serta sebagai petunjuk dan merubah kesalahan dalam berfikir. Menurut Abdurrochman (2008), banyak kata di dalam Al Quran yang bermakna positif dan sebagai petunjuk bagi manusia, lalu Abdurrochman mengumpulkan bacaan (murattal) ayat-ayat tersebut dan menggunakannya sebagai terapi untuk gangguan psikologis. Dzaky (2002) mengatakan, aplikasi terapi islam terhadap berbagai persoalan salah satu langkah yang dilakukan adalah membacakan beberapa ayat Al Quran yang berhubungan dengan permasalahan, gangguan atau penyakit yang sedang dihadapi.

Menurut Mulyadi (dalam Mar'ati dan Chaer, 2016) mengatakan, di dalam Al Qur’an banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan dinamika

kejiwaan manusia yang secara teoritik dapat dijadikan dasar acuan psikoterapi untuk mengatasi gangguan jiwa. Zahrani (dalam Mar'ati dan Chaer, 2016) mengatakan, Al Qur’an mengandung banyak hikmah dan nasehat, baik dengan

(36)

guna mengobati gangguan jiwa. Selanjutnya Sholeh (dalam Mar'ati dan Chaer, 2016) mengatakan, teraputik Al Qur’an diperoleh dari memahami makna ayat

-ayatnya melalui tafsir dan hikmahnya.

Adapun ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung makna positif yang digunakan sebagai motovasi, edukasi, melatih kesabaran dan untuk merubah kesalahan pola pikir dan memberikan penguatan positif pada orang dengan gangguan depresi adalah sebagai berikut:

1) Surat Al Imran ayat 139

اَل َو ا اوُنِهَت ا اَل َو ا اوُن َزْحَت ا اُمُتْنَأ َو ا اَن ْوَلْعَ ْلْا ا اْنِإ ا اْمُتْنُك ا اَنيِنِمْؤُم Artinya:

"Janganlah kamu bersikap lemah. dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman."

Menurut Shihab (1999), ayat ini mengajarkan pada manusia untuk tidak merasa lemah dan tidak bersedih hati atas musibah yang menimpa manusia. Dalam ayat ini juga terkandung makna yang memberikan nasehat pada manusia untuk tidak meratapi orang-orang yang telah meninggal. Menurut Hawari (2002), ayat ini memberikan penguatan dan pendidikan pada manusia agar dalam menghadapi permasalahan hidup ini hendaknya tetap tegar dan tidak mudah jatuh dalam depresi.

2) Surat Al Baqarah ayat155.

لاَوا ِسُفْنَ ْلْاَواِلاَوْمَ ْلْااَنِما ٍصْقَن َواِعوُجْلاَواِف ْوَخْلااَنِماٍءْيَشِباْمُكَّنَوُلْبَنَلَو اَني ِرِباَّصلاا ِرِِّشَب َواۗاِتاَرَمَّث

(37)

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Menurut Shihab (1999), ayat ini mengajarkan pada manusia tentang kesabaran dalam menghadapi cobaan hidup. Shihab mengatakan bahwa sabar adalah perisai dan senjata orang-orang beriman dalam menghadapi beban dan tantangan hidup. Itulah ujian yang akan dihadapi manusia berupa perasaan takut pada musuh, kelaparan, kekurangan bekal, harta, jiwa dan buah-buahan. Tidak ada yang melindungi manusia dari ujian-ujian berat itu selain jiwa kesabaran.

Hawari (2002) menjelaskan, ayat di atas memberitahukan kepada manusia bahwa tiada hidup tanpa cobaan, oleh karena itu perbanyaklah kesabaran agar mempu mengatasi berbagai pengalaman hidup yang tidak selamanya menyenangkan, seperti stres, cemas dan depresi.

3) Surat Al Ankabut ayat 2-3.

اُه َوااَّنَمآااوُلوُقَياْنَأااوُك َرْتُياْنَأا ُساَّنلااَبِسَحَأ

اَنوُنَتْفُيالاْم (٢)ااوُقَدَصاَنيِذَّلااُ َّاللَّاَّنَمَلْعَيَلَفاْمِهِلْبَقاْنِماَنيِذَّلاااَّنَتَفاْدَقَل َو اَنيِبِذاَكْلااَّنَمَلْعَيَل َو

Artinya:

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan,"Kami telah beriman", sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta."

(38)

cobaan, agar tampak perbedaan antara orang-orang yang benar-benar beriman dan berdusta sesuai dengan apa yang diketahuinya berdasarkan ilmu-Nya yang azali.

4) Surat Al Baqarah 286.

اَع َوا ْتَبَسَكااَمااَهَلاۚااَهَعْسُوا َّلِإااًسْفَناُ َّاللَّا ُفِِّلَكُيا َل ااَنَّب َراۚااَنْأَطْخَأا ْوَأااَنيِسَنا ْنِإااَنْذ ِخاَؤُتا َلااَنَّب َراۗاْتَبَسَتْكاااَمااَهْيَل

اَةَقاَطا َلااَمااَنْلِِّمَحُتا َلَوااَنَّب َراۚااَنِلْبَقا ْنِما َنيِذَّلااىَلَعاُهَتْلَمَحااَمَكااًرْصِإااَنْيَلَعا ْلِمْحَتا َل َو ااَّنَعا ُفْعا َواۖاِهِبااَنَلا

اِفْغا َو اَني ِرِفاَكْلاا ِم ْوَقْلااىَلَعااَن ْرُصْناَفااَن َل ْوَماَتْنَأاۚااَنْمَح ْرا َوااَنَلا ْر Artinya:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo’a): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami

memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.

Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”

Menurut Jalalayn (dalam Tafsir, 2017) maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah tidaklah memberikan beban kepada seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya, artinya sekadar kesanggupannya. Maka dari itu ayat ini bisa membangkitkan semangat dan motivasi dari orang yang sedang menghadapi masalah.

5) Surat Al Baqarah Ayat 45

اَنيِعِشاَخْلااىَلَعا َّلِإاٌة َريِبَكَلااَهَّنِإ َواِة َلََّصلاَوا ِرْبَّصلاِبااوُنيِعَتْساَو Artinya:

(39)

Menurut Shihab (1999), ayat ini mengajarkan pada manusia untuk menjadikan kesabaran dan sikap menahan diri dari apa yang benci sebagai penolong dalam menjalankan beban dan masalah yang dihadapi. Salah satu caranya adalah dengan berpuasa, shalat dan berzikir. Sholat sangat besar maknanya sebagai penolong, karena sholat menyucikan hati dan mencegah kekejian dan kemungkaran.

6) Surat Al Insyirah ayat 5-6

اْلٱاَعَماَّنِإَف اًرْسُيا ِرْسُعْلٱاَعَماَّنِإا.اا ًرْسُيا ِرْسُع Artinya:

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan

Menurut Shihab (1999), ayat ini memberikan penjelasan pada manusia bahwa selalu ada hikmah dibalik masalah yang dihadapi. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa setiap kesulitan ada kemudahan sehingga dapat membangkitkan semangat dan motivasi dari manusia itu sendiri untuk keluar dari masalah yang sedang dihadapinya.

7) Surat Ar-ra’d ayat 11

اَعُماُهَل اَحا ٍم ْوَقِبااَما ُرِِّيَغُيا َلاَ َّاللَّاَّنِإاۗاِ َّاللَّا ِرْمَأا ْنِماُهَنوُظَفْحَياِهِفْلَخا ْنِمَواِهْيَدَياِنْيَباْنِماٌتاَبِِّق ااَذِإ َواۗاْمِهِسُفْنَأِبااَمااوُرِِّيَغُيا ٰىَّت

اْنِماِهِنوُدا ْنِماْمُهَلااَمَواۚاُهَلاَّد َرَما َلََفااًءوُساٍم ْوَقِباُ َّاللَّاَداَرَأ ا

اٍلا َو Artinya:

(40)

Menurut Shihab (1999), Dari ayat di atas Allah memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada kita untuk menentukan nasib kita sendiri sesuai dengan norma dan ajaran agama, norma sosial serta norma susila. Karena sebenarnya kita sendiri-lah yang paling bertanggung jawab atas hidup dan nasib kita. Bukan karena faktor lingkungan, keadaan, kondisi, ekonomi, orang lain, orang tua, saudara, takdir, nasib dan lain sebagainya. Semua hal-hal di atas tidak bisa dijadikan alasan atau pun kambing hitam atas kegagalan yang terjadi.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa banyak ayat-ayat yang terdapat dalam Al Qur’an yang mengandung makna positif sebagai motivasi,

(41)

C. Pengaruh Terapi Murattal Untuk Menurunkan Depresi.

Depresi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat stres yang dapat memicu peningkatan produksi hormon stress yaitu kortisol. Hormon stres kortisol juga dapat merusak atau membuat hippocampus menjadi lebih kecil.

Hippocampus yang lebih kecil memiliki reseptor serotonin lebih sedikit. Serotonin adalah zat kimia yang terdapat pada otak yang berfungsi untuk menenangkan dan mengatur kesimbangan mood atau suasana hati. Serotonin juga dikenal sebagai neurotransmitter yang memungkinkan komunikasi antara saraf di otak dengan tubuh. Beberapa peneliti menemukan bahwa hormon stres kortisol diproduksi secara berlebihan pada orang yang mengalami depresi sehingga membuat hippocampus menjadi lebih kecil, apabila hippocampus mengecil maka otak akan menghasilkan reseptor serotonin yang lebih sedikit sehingga membuat seseorang mengalami penurunan mood seperti kesedihan, apatis, kecemasan serta penurunan aktivitas hingga menjadi depresi (Davison, 2000).

(42)

yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sensasi. Suara yang sampai pada

limbic akan menurunkan hormon stres kortisol dan suara akan membentuk gelombang alfa, merangsang pelepasan hormon serotonin sehingga memberikan efek relaksasi, merubah mood menjadi positif serta menurunkan depresi (Purbowinoto & Kartinah, 2011).

Seperti yang dikatakan Beck (1985), simtom depresi dapat dilihat dari berbagai simtom, salah satunya pada simtom afektif. Pada simtom afektif, orang yang mengalami gangguan depresi mengalami perubahan pada perasaan, manifestasinya berupa kesedihan, berkurangnya bahkan hilangnya kesenangan, apatis, berkurang bahkan hilangnya perasaan cinta pada orang lain, kecemasan dan hilangnya respon terhadap kegembiraan.

(43)

hormon endorphin. Kondisi inilah yang dialami oleh seseorang ketika melakukan terapi mendengarkan suara Al Qur’an.

Menurut Salamon (dalam Anggraini, 2004), proses relaksasi suara ini diperantarai oleh molekul NO (Nitric Oxide) yang terlibat dalam sistem auditorik secara fisik pada perkembangan cochlea. Saraf halus cochlea ini berada disepanjang talamus memasuki otak hingga korteks auditorik. Disepanjang jalur kecil inilah pusat emosi dan sistem limbik diaktifkan. Dalam proses ini NO bertindak sebagai neurotransmitter dan sebagai hormon yang mengaktifkan

Guanilat Cyclase yang menyebabkan relaksasi. Menurut Abdurrochman (2008), lantunan suara Al Qur’an yang diperdengarkan pada orang yang mengalami

depresi akan menghasilkan gelombang delta sehingga menghasilkan ketenangan, ketentraman dan relaksasi. Menurut Salim (dalam medicalzone, 2015), mendengar lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dapat menimbulkan efek positif pada tingkat kecemasan, stres ataupun depresi.

Beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa terapi murattal dapat memberikan efek ketenangan, relaksasi dan meningkatkan kualitas tidur (menurunkan insomnia). Penelitian Anwar (2010) menyatakan bahwa terapi murattal akan memberikan efek ketenangan dalam tubuh sebab adanya unsur meditasi, autosugesti dan relaksasi yang terkandung didalamnya. Rasa tenang ini kemudian akan memberikan respon emosi positif yang sangat berpengaruh dalam mendatangkan persepsi positif. Penelitian terbaru dilakukan oleh Ihsan tahun 2013 mengatakan bahwa suara Al Qur’an dapat menurunkan tingkat depresi terhadap

(44)

didengarkan pada pasien depresi mampu meningkatkan kesadaran spritual mereka. Masing-masing dari pasien dapat menjadi lebih tenang dan ikhlas menerima kenyataan. Kesadaran spiritual dapat meningkatkan keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa mendorong mereka menjadi lebih optimis dari masalah yang mereka hadapi serta mengubah pandangan yang negatif dari selama ini mereka alami (Ihsan, 2013).

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terapi murattal apabila diperdengarkan dengan baik maka akan dapat menurunkan hormon stres kortisol pada otak orang yang mengalami depresi. Selain itu dengan mendengarkan murattal akan merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan hormon endorfin, dimana hormon ini akan membuat seseorang merasa bahagia, mengurangi kesedihan dan relaks. Selain itu hormon endorfin yang dihasilkan dari mendengarkan terapi murattal dapat mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktifitas gelombang otak.

(45)

sebagai sumber permasalahan) dan ketidakmampuan seseorang dalam mengambil keputusan.

Menurut Abdurrochman (2008), terapi murattal yang didengarkan merupakan kumpulan ayat-ayat yang memiliki satu kata yang sama. Banyak kata di dalam Al-Quran yang bermakna positif dan sebagai petunjuk bagi manusia, lalu Abdurrochman mengumpulkan bacaan (murattal) ayat-ayat tersebut dan menggunakannya sebagai terapi. Pembacaan makna ayat Al Qur’an juga

bermanfaat sebagai edukasi dan meperbaiki kesalahan berfikir atau pandangan negatif seseorang pada suatu masalah. Kesalahan dalam pola pikir akan diluruskan kembali dengan terjemahan dari ayat-ayat Al Qur’an yang memiliki makna sebagai obat dan petunjuk (psikoedukasi) bagi umat manusia (Ihsan, 2013).

Adapun Ayat Al Qur’an yang membahas (simtom afeksi) tentang

(46)

Simtom depresi selanjutnya menurt Beck adalah simtom kognitif yaitu memiliki pandangan negatif terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan. Simtom ini termasuk menilai jelek diri sendiri, distorsi citra tubuh dan harapan negatif. Bagian kedua adalah penimpaan kesalahan kepada diri sendiri. Penderita meyakini bahwa dirinya sumber segala permasalahan. Bagian ketiga ditandai dengan ketidakmampuan seorang individu dalam mengambil sebuah keputusan.

Ayat Al Qur’an yang membahas tentang (kognitif) berfikir adalah surat

(47)

Simtom depresi selanjutnya menurut Beck (1985) adalah simtom motivasional seperti tidak adanya keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas seperti makan dan minum, timbulnya hasrat untuk mati dan meningkatnya ketergantungan pada orang lain. Pada orang depresi terlihat adanya penurunan atau hilangnya motivasi untuk melakukan berbagai aktivitas dari biasanya.

Menurut Hawari (2002), surat Ar-ra’d ayat 11 berkaitan dengan semangat dan sebagai motivasi bagi orang depresi dimana pada orang depresi tidak adanya minat dan keinginan untuk melakukan aktivitas. Menurut Shihab (1999), dari ayat ini Allah memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada kita untuk menentukan nasib kita sendiri sesuai dengan norma dan ajaran agama, norma sosial serta norma susila, karena sebenarnya kita sendiri-lah yang paling bertanggung jawab atas hidup dan nasib kita, bukan karena faktor lingkungan,d keadaan, kondisi, ekonomi, orang lain, orang tua, saudara, takdir, nasib dan lain sebagainya. Ayat ini memberikan semangat dan motivasi pada manusia untuk bangkit dari masalah agar bisa merubah diri pada keadaan yang lebih baik. Ayat ini memberikan harapan dan penguatan positif bagi orang yang mengalami cobaan hidup.

(48)

Surat Al Insyirah ayat 5 juga berisi tentang penguatan positif dan motivasi. Menurut Shihab (1999), ayat ini memberikan penjelasan pada manusia bahwa selalu ada hikmah dibalik masalah yang dihadapi. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa setiap kesulitan ada kemudahan sehingga dapat membangkitkan semangat dan motivasi dari manusia itu sendiri untuk keluar dari masalah yang sedang dihadapinya.

Selain memiliki manfaat sebagai terapi depresi, menurut Dzaky (2002), aplikasi terapi membacakan dan mendengarkan Al Quran sangat bermanfaat terhadap berbagai masalah rohani atau gangguan kejiwaan. Fungsi dan tujuan pembacaan ayat-ayat Al-Quran tersebut adalah; pertama dalam rangka memberikan nasihat, bimbingan tentang berbagai permasalahan yang dihadapi manusia. Cara penyampainnya dengan penuh kasih sayang dan tidak mengundang perdebatan. Dalam hal ini makna ayat Al Qur’an bisa mengembalikan kesalahan

berfikir dan pemahaman seseorang terhadap masalah kehidupan. Kedua, pembacaan ayat Al Qur’an merupakan suatu tindakan pencegahan dan

perlindungan dan sebagai doa agar senantiasa dapat terhindar dan terlindungi dari suatu musibah, ujian yang berat yang dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan jiwa. Ketiga, pembacaan ayat Al Qur’an merupakan suatu tindakan

(49)

Pembacaan makna ayat Al Qur’an pada orang yang mengalami deprsi

dapat meningkatkan motivasi dan mengubah perilaku manusia. Selain itu makna ayat Al Qur’an juga bisa dijadikan sebagai edukasi dan penguat serta petunjuk dan

pegangan bagi manusia. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hakim (dalam Al Qur’an Pedomanku, 2014) yang artinya:

“Kutinggalkan untukmu dua perkara (pusaka), kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu (al-Qur’ān) dan sunnah rasul

-Nya”.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa banyak ayat Al Qur’an

yang mengandung makna positif yang bermanfaat untuk orang yang mengalami depresi, misalnya sebagai motivasi, penguatan positif, edukasi dan memperbaiki kesalahan berfikir pada orang yang depresi yang serta melatih kesabaran terhadap masalah yang dialami. Makna ayat Al Qur’an memiliki kandungan yang bisa

membangkitkan semangat serta motivasi bagi orang yang mengalami depresi. Selain itu ayat Al Qur’an juga merupakan petunjuk dan pegangan bagi manusia

dalam menjalankan kehidupan, sehingga manusia bisa menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan yang ada pada Al Qur’an.

(50)

D. Landasan Teori

Depresi merupakan gangguan psikologis yang dapat dilihat dengan kondisi yang ditunjukkan oleh orang tersebut sebagai sebuah kemerosotan perasaan, aktifitas, psikologis dan sosial seseorang dari hari kehari dan minggu keminggu. Penelitian ini mengacu pada definisi dari teori Beck yang menyatakan bahwa depresi menunjuk pada suasana mood yang depresif, konsep diri yang negatif, keinginan-keinginan regresif serta adanya perubahan-perubahan vegetatif dan perubahan pada tingkat aktivitas. Seseorang yang mengalami depresi mengalami perubahan pada simtom emosional, kognitif, simtom perilaku dan simtom vegetatif yang ditandai dengan kesedihan, hilangnya respon terhadap kegembiraan, munculnya pemikiran tentang perasaan bersalah dan tidak berguna, tidak adanya keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas dan timbulnya keinginan mati atau ide bunuh diri serta meningkatnya ketergantungan pada orang lain (Beck, 1985).

(51)

Penyebab depresi dalam penelitian ini mengacu pada pandangan biologi, kognitif dan spiritual. Pertama pandangan biologi, pandangan ini menjelaskan bahwa depresi terjadi karena adanya perubahan pada neurokimia pada otak dan genetik. Menurut pandangan neurofisiologi dalam Davison (2000), seorang yang mengalami depresi berawal dari ketidakseimbangan zat kimia pada otak yang terjadi akibat stres yang dapat memicu peningkatan produksi hormon stress yaitu kortisol. Hormon stres kortisol ini dapat merusak dan membuat hippocampus

menjadi lebih kecil sehingga memiliki reseptor serotonin lebih sedikit. Serotonin adalah zat kimia otak yang menenangkan dan membantu mengatur tindakan dan komunikasi antara saraf di otak dengan tubuh yang mendorong untuk beraktivitas.

Kedua adalah pandangan kognitif menyatakan bahwa depresi terjadi karena distorsi kognitif atau proses berfikir yang melakukan interpretasi yang salah dan menyimpang dari realita. Beck (1985), mengatakan bahwa depresi dapat digambarkan sebagai cognitive triad tentang pikiran negatif terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan dan terhadap masa depan. Seorang yang mengalami depresi akan membuat interpretasi yang salah terhadap kenyataan yang ada dengan cara yang negatif, yaitu memfokuskan pada aspek negatif terhadap setiap situasi, harapan yang pesimistis dan putus asa tentang masa depan. Seseorang yang mengalami depresi akan mengkaitkan kemalangannya dengan kekurangan diri dan rasa rendah diri, hal ini yang menyebabkan konsep diri yang positif tertutupi.

(52)

yang keliru, yakni individu mempersepsikan diri dan lingkungannya secara negatif, serta mengkondisikan kenyataan (situasi yang menekan) yang dihadapinya dengan persepsi negatif tersebut. Sementara Propst (dalam Zulkarnain, 2006) menyatakan bahwa depresi biasanya terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhannya.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penanganan depresi dapat dilakukan dalam berbagai pendekatan yaitu pendekatan biologi, kognitif dan spiritual. Pertama pendekatan biologi. Menurut pendekatan biologi, selain menggunakan obat anti depresan, penanganan depresi juga dapat dilakukan dengan memasukkan energi positif dalam tubuh salah satunya adalah dengan mendengarkan suara Al Qur’an. Pemberian terapi murattal pada orang

yang mengalami depresi dapat menurunkan hormon-hormon stress dan meningkatkan produksi hormon endorfin.

Kedua pendekatan kognitif Beck. Teori ini berfokus pada mempelajari pada pola pikir negatif, identifikasi pikiran otomatis dan keyakinan yang salah dan mengubahnya ke pola yang lebih tepat, serta menemukan pikiran alternatif yang dapat mengurangi tingkat depresi. Terapis merestrukturisasikan kembali pikiran-pikiran irasional, memberikan pemaparan kepada subjek untuk diterima dan mengedukasikan dengan pemikiran-pemikiran rasional (Beck, 1985).

(53)

(membaca dan mendengar isi kandungan Al Qur’an), siraman rohani dan

membaca buku-buku keagamaan yang berkaitan dengan agama. Menurut George, dkk (dalam Smith dkk., 2005) mengatakan, aspek keagamaan mengandung elemen harapan dan support sosial yang berkontribusi secara adaptif dalam melewati setiap stressor dalam kehidupan sehingga permasalahan jarang terjadi dan dapat diatasi.

Dari tiga pendekatan penanganan depresi di atas, terapi psikoreligius mendengarkan suara Al-Qur`an (terapi murattal) lebih relevan digunakan sebagai media terapi karena bisa menfasilitasi teori biologis, kognitif dan spiritual jika dibandingkan dengan terapi psikorelius lain seperti sholat, zikir atau puasa. Terapi mendengarkan Al Qur’an dapat dilakukan dengan menggunakan audio MP3 dan dapat juga dilakukan dengan membacakan ayat Al Qur’an secara langsung pada

orang depresi. Menurut Eerikeinen (2016), frekuensi suara yang bisa digunakan sebagai terapi adalah 40 Hz, sebab frekuensi ini adalah frekuensi dasar di talamus, sehingga stimulasi getaran dengan frekuensi yang sama akan memulai efek kognitif untuk terapi. Musik dengan frekuensi 40-60 Hz juga telah terbukti menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi nyeri, dan menimbulkan efek tenang. Sedangkan untuk durasi, terapi murattal dilakukan lebih kurang sekitar 15 menit.

(54)

akan dapat merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan hormon endorfin, dimana hormon ini akan membuat seseorang merasa bahagia dan relaks serta dapat mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktifitas gelombang otak (Abdurrochman, 2008).

Pemberian terapi murattal juga bermanfaat untuk memperbaiki kesalahan berfikir pada orang depresi. Najati (2004) berbendapat bahwa al-Qur’an diturunkan untuk mengubah pikiran manusia, kecenderungannya, dan tingkah lakunya, memberi petunjuk kepada mereka, mengubah kesesatan dan kebodohan mereka, mengarahkan mereka kepada suatu hal yang baik untuknya, dan membekali mereka dengan pikiran-pikiran baru tentang tabiat manusia dan misinya dalam kehidupan, nilai-nilai, dan moral. Menurut Su’dan (1997), ayat Al Qur’an yang diperdengarkan mengandung makna positif yang sangat bermanfaat

untuk orang yang mengalami depresi, misalnya sebagai motivasi, penguatan positif, edukasi dan memperbaiki kesalahan berfikir pada orang yang depresi yang serta melatih kesabaran terhadap masalah yang dialami. Makna ayat Al Qur’an memiliki kandungan dan makna yang bisa membangkitkan semangat serta motivasi bagi orang yang mengalami depresi. Selain itu ayat Al Qur’an juga

(55)

Menurut Beck (1985), orang depresi mengalami distorsi kognitif. Pertama, orang yang mengalami depresi memiliki pandangan negatif pada diri sendiri seperti merasa tidak mampu atau merasa tidak berguna. Dalam hal ini ayat Al Qur’an memberikan penguatan, motivasi serta merubah pemahaman yang

salah tersebut melau

Referensi

Dokumen terkait

Pendataan pengelolaan dan pemanfaatan potensi kawasan perbatasan Belanja makanan dan minuman rapat JB: Barang/jasa JP: Jasa Lainnya 1 Tahun Rp. Pengadaan sarana dan prasarana

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu t hitung > t tabel yaitu 2.31 > 0.68, dengan selisih peningkatan 24.25.Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa terdapat pengaruh yang

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat, hidayah, dan pertolongan-Nya, Sehingga memberikan kesempatan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi

Demikian juga di Kampung Gayam terdapat Paguyuban Ibu-Ibu Rumah Tangga yang tergabung dalam PIIG (Paguyuban Ibu-Ibu Gayam) sebagai mitra 2 juga memiliki

Adverse effects associated with the use of this device include wound dehiscence, variable rates of absorption over time (depending on such factors as the type of suture used,

1) Kinerja ( performance ) karakteristik operasi produk dari produk inti ( core product ) yang dibeli, misalnya kecepatan konsumen dalam mengoperasikan telepon

IMPROVING YOUNG LEARNERS’ LISTENING SKILL THROUGH TOTAL PHYSICAL RESPONSE STORYTELLING (TPRS).. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

(2010); (3) Pergantian Kantor Akuntan Publik tidak memiliki pengaruh terhadap Cumulative Abnormal Return hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dalam Diaz (2009); (4)