• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Belanja Langsung

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006

Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja

langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung

dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari:

a. Belanja Pegawai

Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang

maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil

(PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum

berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan

dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal.

b. Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian

barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang

dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang

dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja

c. Belanja Modal

Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang

memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk

didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya

mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas

dan kualitas aset.

Belanja Modal dapat diaktegorikan dalam 5 (lima) kategori utama:

i. Belanja Modal Tanah

ii. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

iii. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

iv. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

v. Belanja Modal Fisik Lainnya

2.1.2 Pengelolaan Keuangan Daerah dan APBD

a Pengelolaan Keuangan Daerah

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun

2005, keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban yang

dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu, baik uang

maupun barang yang dijadikan milik daerah berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban daerah tersebut.

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan

yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi

kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur

APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD,

penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki

DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas,

penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah,

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan

pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan

pengelolaan keuangan BLUD. Pendekatan dalam memahami ruang

lingkup keuangan daerah dapat dilihat dari segi objek, subjek, proses

dan tujuannya yaitu :

1. Dari sisi objek

Dari sisi objek, yang dimaksud keuangan daerah adalah semua

hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan

pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk

didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan

hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka APBD.

2. Dari sisi subjek

Subjek keuangan daerah adalah mereka yang terlibat dalam

pengelolaan keuangan daerah, dalam hal ini pemerintah daerah

dan perangkatnya, perusahaan daerah, dan badan lain yang ada

kaitannya dengan keuangan daerah, seperti Dewan Perwakilan

3. Dari sisi proses

Keuangan daerah mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang

berkaitan dengan pengelolaan objek mulai dari perumusan

kebijakan sampai dengan pertanggungjawaban.

4. Dari sisi tujuan

Keuangan daerah meliputi keseluruhan kebijakan, kegiatan dan

hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan

penguasaan objek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

daerah.

Pemegang kekuasaan mengelola keuangan di daerah adalah

gubernur/bupati atau walikota selaku kepala pemerintahan daerah.

Pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah tersebut

kemudian dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelolaan

Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola APBN dan Kepala

SKPD selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Barang Negara.

Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur

secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan

anggaran daerah. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi

pemerintah daerah. Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan

perencanaan/penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah

b. Pengertian APBD

Menurut Bastian (2006:189), “Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah merupakan rencana kerja Pemerintah daerah dalam bentuk

satuan uang untuk kurun waktu satu tahun tahunan dan berorientasi

pada tujuan kesejahteraan publik”.

APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan

pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD

sebagaimana berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan

pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,

distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan

dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah

telah mengalami perubahan dari yang bersifat incramental menjadi

anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi.

c. Fungsi APBD

APBD merupakan salah satu bentuk instrumen kebijakan

ekonomi yang mempunyai fungsi tersendiri yaitu :

1. Fungsi Otorisasi

Anggaran menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan

belanja pada tahun yang bersangkutan.

2. Fungsi Perencanaan

rencana kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3. Fungsi Pengawasan

Anggaran menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan

penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang

telah ditetapkan.

4. Fungsi Alokasi

Anggaran harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan

pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan

efektivitas perekonomian.

5. Fungsi Distribusi

Kebijakan anggaran harus memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan.

6. Fungsi Stabilisasi

Anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan

mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

2.1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain

dengan menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga

menggunakan sumber dananya sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah

(PAD). PAD menurut Halim (2004 : 67) merupakan “ semua penerimaan

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos

Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos

Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos

Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Isdijoso, 2002).

Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan dan

menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli

Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber

pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal

(Elita dalam Pratiwi, 2007).

Daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk

menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan

keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai seluruh

penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan daerah otonom

kepada bantuan pusat diharapkan seminimal mungkin. Semakain besar

kontribusi yang dapat diberikan oleh PAD terhadap APBD berarti semakin

kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat.

PAD memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian

daerah. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif

mempunyai kemungkinan untuk memiliki pendapatan per kapita yang

lebih baik (Harianto dan Adi, 2007). Apabila suatu daerah PAD-nya

meningkat maka dana yang dimiliki pemerintah akan meningkat pula.

Peningkatan ini akan menguntungkan pemerintah, karena dapat digunakan

PAD menurut Halim (2004:67) merupakan “Semua penerimaan

daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. PAD hanya

merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan negara

disamping penerimaan lainnya berupa dana perimbangan, pinjaman daerah

dan lain-lain penerimaan yang sah juga sisa anggaran tahun sebelumnya

dapat ditambah sebagai sumber pendanan penyelenggaraan pemerintahan

di daerah. Keseluruhan penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam

APBD. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD,

proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi “derajat

kemandirian ” keuangan suatu pemerintah daerah.

Pendapatan asli daerah merupakan sumber murni daerah yang terdiri dari:

a. Pajak Daerah

b. Retribusi Daerah

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Klasifikasi PAD yang terbaru berdasarkan Permendagri 13/2006

adalah terdiri dari :

Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup ,hasil

penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.

2.1.4 Dana Perimbangan

Dalam Ketentuan Umum UU Nomor 25 Tahun 1999, yang dimaksud

dengan dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari

penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang

dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi. Perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem hubungan

keuangan yang bersifat vertikal antara pemerintah pusat dan daerah,

sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk

penyerahan sebagian wewenang pemerintahan.

Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang

berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan

pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada

daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan

masyarakat yang sangat baik (Widjaja 2002:129).

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, mengalokasikan sejumlah dana dari APBN sebagai dana

perimbangan yang terdiri atas :

Dokumen terkait