SKRIPSI
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), DAN DANA
BAGI HASIL (DBH) TERHADAP BELANJA LANGSUNG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI SUMATERA UTARA PADA TAHUN 2010-2013
OLEH
Veby V Tarigan 110503298
PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul: “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada Tahun 2010-2013” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks skripsi Program S1 Reguler Departemen Akuntansi fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan jelas dan benar apa adanya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, April 2015
Yang Membuat Pernyataan,
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Langsung pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 33 kabupaten/kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t dan uji F.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh variabel independen berpengaruh positif terhadap belanja langsung secara bersama-sama, dan secara parsial hanya Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum yang berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung, sedangkan Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil masing-masing tidak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Langsung.
ABSTRACT
This study analyzed the influence Local Own Revenue, General Allocation Fund, Special Allocation Fund and Product Shared Fund to Direct Expense in Regency/City Government at Sumatera Utara Province.
The research method that used in this research is causal research design, and with 33 regency/city as a sample for every year from 33 regency/city at Sumatera Utara Province. This research is done for 2010, 2011, 2012, and 2013 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from Government Statistic Center of Sumatera Utara. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense. Analyzed method that used in this research is quantitative method, the data which have already collected are processed with classic assumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use multiple linier regression with t test and F test.
This research concludes that all of independent variables have positive significant influence toward Direct Expense in simultan, and in partial only Local Own Revenue and General Allocation Fund that have positive significant influence toward Direct Expense although Special Allocation Fund and Product Shared Fund aren’t influences toward Direct Expense.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat, berkat, serta kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaian
skripsi ini guna memperoleh Sarjana Ekonomi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Penulis telah banyak menerima
bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac., Ak., C.A., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, M.A.F.I.S., Ak., selaku Ketua
Departemen S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, M.M., Ak., selaku Sekretaris
Departemen S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara
3. Bapak Firman Syarif, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Ibu Mutia
Ismail, S.E., M.M., Ak., selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Prof. Erlina, S.E, M.Si, PhD, Ak., selaku Dosen Pembimbing, Bapak Drs.
Rustam, M.Si., Ak. selaku Dosen Penguji, dan Bapak Drs. Hasan Sakti
sedalam-dalamnya untuk kesediaan Ibu dan Bapak dalam membimbing penulis dengan
perhatian dan kasih sayang yang secara ikhlas diberikan selama proses
penyusunan dan penyelesaian skripsi ini
5. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan skripsi ini,
khususnya Bapak Ibu dan Abang/ Kakak pegawai Kantor Badan Pusat
Statistik Provinsi Sumatera Utara. Terima kasih atas bimbingan, arahan, dan
bantuan dalam memberikan data penelitian untuk penulis sehingga skripsi ini
bisa diselesaikan dengan baik.
6. Kedua orangtua penulis, Andreas S Tarigan dan Tuahta Junitha Ginting dan
ketiga saudara penulis, Lucyana Andrianita Tarigan, Rosy Agustina Tarigan
dan Ary Enda Putra Tarigan. Terima kasih atas segala curahan kasih sayang
melalui perhatian, doa, dukungan, dan pengorbanan yang selama ini telah
diberikan, motivasi utama penulis untuk terus berprestasi dan berusaha
menjadi yang terbaik.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis Raihan Afief, Dira, Jesan, Riris, David
Napitupulu dan Wira Dale. Terima kasih untuk semua dukungan,
kebersamaan dan bantuan yang sangat tulus dalam membantu penulis.
8. Sahabat-sahabat terkasih penulis Naomi, Monica, Leona, Yessi, Astrid, Oyen,
Hans, Ceria, Obed, Bulek, Hendra, Jeki, Gandhi, FOS, Juju, Pandang, Ticek,
Neil, Herna, Andrew dan Atog. Terima kasih untuk segala perhatian, doa,
dukungan, semangat, dan hiburan untuk penulis untuk senantiasa tetap
DAFTAR ISI
3.7.1.1 Uji Normalitas Data ...38
3.7.1.2 Uji Multikolonieritas ...39
3.7.1.3 Uji Heteroskedastisitas ...40
3.7.1.4 Uji Autokorelasi ...41
3.7.2 Pengujian Hipotesis ...42
3.7.2.1 Uji Signifikan Parsial (Uji t) ...43
3.7.2.2 Uji Signifikasi Simultan (Uji f) ...44
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ...46
4.1.1 Kondisi Geografis ...46
4.1.2 Kondisi Demografi ...46
4.2 Analisis Hasil Penelitian ...47
4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ...47
4.2.2 Uji Asumsi Klasik ...48
4.2.2.1 Uji Normalitas ...49
4.2.2.2 Uji Multikolonieritas ...51
4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas ...52
4.2.2.4 Uji Autokorelasi ...53
4.2.3 Pengujian Hipotesis ...54
4.2.3.1 Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi (Goodness of Fit) ...54
4.2.3.2 Uji Simultan (Uji f) ...56
4.2.3.3 Hasil Model Estimasi dan Uji Parsial (Uji t) ...57
4.3 Pembahasan dan Hasil Penelitian ...61
BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ...65
5.2 Keterbatasan Penelitian ...65
5.3 Saran ...66
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul
1.1 Data Keuangan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara
(000 rupiah) ... 8
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ...29
3.3 Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ...35
4.1 Statistik Deskriptif ...47
4.2 Uji Normalitas ...49
4.3 Uji Multikolinearitas ...52
4.4 Uji Heteroskedisitas ...53
4.5 Uji Autokorelasi ...54
4.6 Koefisien korelasi dan Koefisien Determinasi ...55
4.7 Uji Statistik f ...57
4.8 Coefficient ...58
4.9 Uji Statistik t ...60
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Data Sampel Penelitian Tahun 2010 ... 71
2 Data Sampel Penelitian Tahun 2011 ... 72
3 Data Sampel Penelitian Tahun 2012 ... 74
4 Data Sampel Penelitian Tahun 2013 ...75
5 Statistik Deskriptif ...77
6 Hasil Uji Normalitas ...78
7 Hasil Uji Multikolinearitas...80
8 Hasil Uji Heteroskedastisitas...81
9 Hasil Uji Autokorelasi ...81
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Langsung pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 33 kabupaten/kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t dan uji F.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh variabel independen berpengaruh positif terhadap belanja langsung secara bersama-sama, dan secara parsial hanya Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum yang berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung, sedangkan Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil masing-masing tidak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Langsung.
ABSTRACT
This study analyzed the influence Local Own Revenue, General Allocation Fund, Special Allocation Fund and Product Shared Fund to Direct Expense in Regency/City Government at Sumatera Utara Province.
The research method that used in this research is causal research design, and with 33 regency/city as a sample for every year from 33 regency/city at Sumatera Utara Province. This research is done for 2010, 2011, 2012, and 2013 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from Government Statistic Center of Sumatera Utara. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense. Analyzed method that used in this research is quantitative method, the data which have already collected are processed with classic assumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use multiple linier regression with t test and F test.
This research concludes that all of independent variables have positive significant influence toward Direct Expense in simultan, and in partial only Local Own Revenue and General Allocation Fund that have positive significant influence toward Direct Expense although Special Allocation Fund and Product Shared Fund aren’t influences toward Direct Expense.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah meskipun belum secara penuh dilaksanakan, pada
hakekatnya merupakan langkah reformasi yang sangat mendasar dalam sistem
administrasi negara Republik Indonesia. Inti dari reformasi tersebut adalah
pemberian otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah.
Rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian serta pemberian wewenang
ataupun tugas dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk menjalankan
rumah tangga sendiri.
Tujuan kebijakan desentralisasi otonomi daerah adalah untuk membuat
pemerintah dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat
dilakukan dengan efektif, efisien dan responsif, hal ini berdasarkan asumsi bahwa
pemerintah kabupaten dan kota memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dalam konteks desentralisasi, daerah propinsi
memiliki wewenang sebagaimana pemerintah pusat. Wewenang tersebut antara
lain adalah melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah kabupaten/kota dan
keputusan kepala daerah.
Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah merupakan kebijakan
yang dipandang secara demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi
pemerintah daerah memiliki wewenang dan harus kemampuan menggali sumber
keuangan sendiri, serta didukung oleh perimbangan keuangan pemerintah pusat
dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan persyaratan
dalam sistem pemerintahan daerah. Otonomi daerah merupakan cara untuk
melaksanakan pembangunan dengan sungguh - sungguh sebagai sarana untuk
mewujudkan cita - cita bangsa (Abdulkarim, 2007)
Dalam pelaksanaan otonomi tersebut pemerintah daerah bertanggung
jawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta didukung oleh
perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah serta antara provinsi dan
kabupaten/kota. Dalam konteks desentralisasi, daerah provinsi memiliki
wewenang sebagaimana pemerintah pusat. Wewenang tersebut antara lain adalah
melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah kabupaten/kota dan keputusan
kepala daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah didukung dengan adanya Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua Undang-undang ini sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Menurut UU No.32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004 pemberian
otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh suatu daerah. Jika pada saat sebelum diberlakukannya otonomi
daerah program-program pemberdayaan ekonomi rakyat didesain dari pusat, tanpa
daerah memiliki kewenangan untuk berkreasi, maka sekarang sudah saatnya
pemerintah daerah kabupaten dan kota menunjukkan kemampuannya. Ini
merupakan tantangan bahwa daerah harus mampu mendesain dan melaksanakan
program yang sesuai dengan kondisi lokal yang disikapi dengan kepercayaan diri
dan tanggung jawab penuh. Otonomi daerah yang diberikan kepada daerah
merupakan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab (Soekarwo,
2003:93).
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah memerlukan sumber
pendanaan yang besar sehingga penyelenggaraan fungsi pemerintahan akan
terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti
dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Selain
dana perimbangan tersebut, pemerintah daerah mempunyai sumber pendanaan
sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah
bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan
Daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Pajak dan retribusi daerah
merupakan komponen utama PAD.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dijadikan salah satu tolok ukur dalam
pelaksanaan otonomi daerah karena PAD sekaligus dapat meningkatkan
kemandirian daerah. Kemandirian daerah menunjukkan kemampuan pemerintah
pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian daerah juga menggambarkan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, semakin mandiri suatu
daerah, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan
retribusi daerah. Dalam meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan dalam
pembelanjaan APBD, sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus
digali secara maksimal di dalam koridor peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat
akan mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian dari Dana Bagi Hasil (DBH).
Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai
kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan
dengan perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah, adanya
konsekuensi penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan di dalam APBN
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang secara leluasa dapat
menggunakan dana ini untuk memberikan pelayanan lebih baik kepada
masyarakat. Kebutuhan DAU oleh suatu daerah ditentukan dengan menggunakan
pendekatan konsep fiscal gap dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan
oleh kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan
pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena
konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU tidak akan sama besarnya kepada
setiap daerah. Daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah rendah maka akan
mendapatkan dana alokasi umum yang tinggi, dan sebaliknya daerah yang
mempunyai pendapatan asli daerah tinggi maka akan mendapatkan alokasi umum
yang rendah. Dengan konsep ini beberapa daerah, khususnya daerah yang kaya
sumber daya alam dapat memperoleh DAU yang negatif. Proporsi DAU untuk
daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan
kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU bersifat block grant yang
berarti penggunaanya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan
kebutuhan daerah untuk peningkatan pembangunan kepada masyarakat dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah. Hasil perhitungan DAU per provinsi,
kabupaten, dan kota ditetapkan dengan keputusan presiden (Kepres).
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urutan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional. Dana ini diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan
kemampuan keuangan dibawah rata-rata nasional, dalam rangka meningkatkan
pelayanan publik seperti pembangunan rumah sakit, jalan, irigasi, dan air bersih.
DAK digunakan sepenuhnya sebagai belanja modal oleh pemerintah daerah.
Belanja modal kemudian digunakan untuk menyediakan aset tetap. Dana Bagi
Hasil merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah
Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada pemerintah
daerah. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam
mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber
pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi
kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah yang cukup sering terjadi.
Pemerintah terus berupaya melakukan reformulasi kebijakan dana perimbangan
setiap tahun sehingga diharapkan dapat mendukung kebutuhan pendanaan
pembangunan, terutama bagi daerah-daerah marjinal.
Seluruh sumber pendapatan daerah yang diperoleh akan dipergunakan
untuk membiayai seluruh penyelenggaran urusan Pemerintah Daerah. Belanja
daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah
yang menjadi kewenangan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang terdiri dari urusan
wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bidang tertentu yang
dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Belanja penyelenggaran urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban
daerah.
Desentralisasi fiskal di satu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar
dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru karena
tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda. Selain itu daerah juga sangat
bergantung pada pemerintah pusat. Besarnya nilai transfer yang diberikan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana perimbangan
dengan PAD. Kondisi ini ditunjukkan dengan besarnya dana perimbangan yang
diterima pemerintah daerah tidak sebanding dengan nilai pendapatan asli daerah
(PAD) yang mampu dikumpulkan oleh daerah.
Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program. Belanja langsung terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan
program dan kegiatan pemerintah daerah yang telah dianggarkan oleh pemerintah
daerah. Dari sisi belanja langsung, setiap daerah memiliki persentase belanja
langsung berbeda setiap tahunnya.
Provinsi Sumatera Utara yang terdiri atas 33 kabupaten/kota merupakan
salah satu provinsi dengan tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi
terhadap pemerintah pusat. Hal ini juga disertai dengan belanja langsung yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun yang terjadi pada mayoritas
kabupaten/kota di provinsi tersebut. Hal ini jika tidak diikuti dengan penerimaan
yang cukup dikhawatirkan akan membuat pelaksanaan program dan kegiatan
pemerintah daerah tidak berjalan dengan baik yang dianggarkan pemerintah
daerah malalui pembiayaan belanja langsung. Berikut ini adalah beberapa daftar
PAD dan Dana Perimbangan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara terhadap
Tabel 1.1
Data Keuangan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara (000 rupiah)
Kabupaten PAD DAU DAK DBH Belanja
Lestari (2010) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
apakah PAD, DAU dan DBH mempunyai pengaruh terhadap pengalokasian
Belanja Langsung dengan sampel pemerintahan kab/kota di Provinsi Jambi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga variabel independen berpengaruh positif
terhadap belanja langsung secara bersama-sama dan secara parsial hanya Dana
Alokasi Umum yang berpengaruh terhadap Belanja Langsung, sedangkan
Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil masing-masing tidak berpengaruh
signifikan positif terhadap Belanja Langsung. Indraningrum (2011) juga
melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah PAD dan DAU
mempunyai pengaruh terhadap pengalokasian Belanja Langsung dengan sampel
pemerintahan kab/kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum
(DAU) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Langsung.
Hal tersebut berarti Pemerintah Daerah dapat memprediksi anggaran Belanja
Langsung didasarkan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi
Umum (DAU).
Mengacu pada hasil-hasil penelitian empiris yang telah dilakukan, terdapat
ketidakkonsistenan antara hasil penelitian yang satu dengan hasil penelitian yang
lainnya. Hal ini mungkin dikarenakan penggunaan sampel penelitian yang
berbeda dimana Lestari (2010) menggunakan sampel 7 kab/kota di Provinsi Jambi
sedangkan Indraningrum (2011) menggunakan sampel 35 kab/kota yang ada di
Provinsi Jawa Tengah dimana kedua daerah tersebut memiliki kemampuan
dengan lainnya. Selain itu, periode penelitian yang digunakan juga berbeda
dimana Lestari (2010) menggunakan periode 2004 sampai 2008 sedangkan
Indraningrum (2011) menggunakan periode 2007 sampai 2009.
Berdasarkan uraian latar berlakang masalah tersebut, peneliti merasa
tertarik untuk menguji bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja
Langsung di Provinsi Sumatera Utara dalam skripsi yang berjudul : “Pengaruh Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat
perumusan masalah yaitu “Apakah terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana
Bagi Hasil (DBH) terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara baik secara parsial maupun secara
simultan?”
1.3 Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini bertujuan untuk membatasi cakupan
penelitian, yaitu :
a. Hanya mencakup Akuntansi Keuangan Daerah saja dengan melihat PAD,
satu kriteria kesiapan pemerintahkabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara
dalam melaksanakan otonomi daerah.
b. Kab/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan
APBD di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.
c. Batasan waktu penelitian ini adalah hanya meliputi tahun 2010-2013.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini
adalah : untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap
Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera
Utara.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pengaruh
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus
dan dana bagi hasil terhadap belanja langsung pada Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010-2013.
b. Bagi peneliti lainnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi
akademisi dalam melakukan dan mengembangkan penelitian
c. Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini diharapakan menjadi informasi serta bahan
pertimbangan bagi manajemen Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
untuk memberikan masukan terhadap penggunaan belanja
langsung yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
Dana Bagi Hasil (DBH) dapat menjadi acuan dalam pembuatan
kebijakan di masa yang akan datang sehingga dapat meningkatkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Belanja Langsung
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja
langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari:
a. Belanja Pegawai
Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang
maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil
(PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum
berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan
dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal.
b. Belanja Barang dan Jasa
Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian
barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang
dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang
dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja
c. Belanja Modal
Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk
didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya
mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas
dan kualitas aset.
Belanja Modal dapat diaktegorikan dalam 5 (lima) kategori utama:
i. Belanja Modal Tanah
ii. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
iii. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
iv. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
v. Belanja Modal Fisik Lainnya
2.1.2 Pengelolaan Keuangan Daerah dan APBD
a Pengelolaan Keuangan Daerah
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005, keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu, baik uang
maupun barang yang dijadikan milik daerah berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur
APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD,
penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki
DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas,
penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah,
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan
pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan
pengelolaan keuangan BLUD. Pendekatan dalam memahami ruang
lingkup keuangan daerah dapat dilihat dari segi objek, subjek, proses
dan tujuannya yaitu :
1. Dari sisi objek
Dari sisi objek, yang dimaksud keuangan daerah adalah semua
hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka APBD.
2. Dari sisi subjek
Subjek keuangan daerah adalah mereka yang terlibat dalam
pengelolaan keuangan daerah, dalam hal ini pemerintah daerah
dan perangkatnya, perusahaan daerah, dan badan lain yang ada
kaitannya dengan keuangan daerah, seperti Dewan Perwakilan
3. Dari sisi proses
Keuangan daerah mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan pengelolaan objek mulai dari perumusan
kebijakan sampai dengan pertanggungjawaban.
4. Dari sisi tujuan
Keuangan daerah meliputi keseluruhan kebijakan, kegiatan dan
hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan
penguasaan objek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Pemegang kekuasaan mengelola keuangan di daerah adalah
gubernur/bupati atau walikota selaku kepala pemerintahan daerah.
Pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah tersebut
kemudian dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelolaan
Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola APBN dan Kepala
SKPD selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Barang Negara.
Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur
secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan
anggaran daerah. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi
pemerintah daerah. Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan
perencanaan/penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah
b. Pengertian APBD
Menurut Bastian (2006:189), “Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah merupakan rencana kerja Pemerintah daerah dalam bentuk
satuan uang untuk kurun waktu satu tahun tahunan dan berorientasi
pada tujuan kesejahteraan publik”.
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD
sebagaimana berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan
pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.
APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan
dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah
telah mengalami perubahan dari yang bersifat incramental menjadi
anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi.
c. Fungsi APBD
APBD merupakan salah satu bentuk instrumen kebijakan
ekonomi yang mempunyai fungsi tersendiri yaitu :
1. Fungsi Otorisasi
Anggaran menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan
rencana kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Anggaran harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
Kebijakan anggaran harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi
Anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
2.1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain
dengan menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga
menggunakan sumber dananya sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah
(PAD). PAD menurut Halim (2004 : 67) merupakan “ semua penerimaan
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos
Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos
Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos
Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Isdijoso, 2002).
Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan dan
menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli
Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber
pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal
(Elita dalam Pratiwi, 2007).
Daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk
menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan
keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai seluruh
penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan daerah otonom
kepada bantuan pusat diharapkan seminimal mungkin. Semakain besar
kontribusi yang dapat diberikan oleh PAD terhadap APBD berarti semakin
kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat.
PAD memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian
daerah. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif
mempunyai kemungkinan untuk memiliki pendapatan per kapita yang
lebih baik (Harianto dan Adi, 2007). Apabila suatu daerah PAD-nya
meningkat maka dana yang dimiliki pemerintah akan meningkat pula.
Peningkatan ini akan menguntungkan pemerintah, karena dapat digunakan
PAD menurut Halim (2004:67) merupakan “Semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. PAD hanya
merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan negara
disamping penerimaan lainnya berupa dana perimbangan, pinjaman daerah
dan lain-lain penerimaan yang sah juga sisa anggaran tahun sebelumnya
dapat ditambah sebagai sumber pendanan penyelenggaraan pemerintahan
di daerah. Keseluruhan penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam
APBD. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD,
proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi “derajat
kemandirian ” keuangan suatu pemerintah daerah.
Pendapatan asli daerah merupakan sumber murni daerah yang terdiri dari:
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Klasifikasi PAD yang terbaru berdasarkan Permendagri 13/2006
adalah terdiri dari :
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.
2.1.4 Dana Perimbangan
Dalam Ketentuan Umum UU Nomor 25 Tahun 1999, yang dimaksud
dengan dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari
penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem hubungan
keuangan yang bersifat vertikal antara pemerintah pusat dan daerah,
sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk
penyerahan sebagian wewenang pemerintahan.
Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang
berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada
daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang sangat baik (Widjaja 2002:129).
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, mengalokasikan sejumlah dana dari APBN sebagai dana
perimbangan yang terdiri atas :
1. Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana bagi hasil bersumber dari :
a. Pajak
DBH yang berasal dari pajak adalah bagian daerah yang berasal dari
penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan, Biaya Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan
Pasal 21.
Penetapan Alokasi DBH Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
DBH Pajak sendiri disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari
Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.
1. DBH PBB
Penerimaan Negara dari PBB dibagi dengan imbangan
10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah dan 90%
(sembilan puluh persen) untuk daerah. DBH PBB untuk
daerah sebesar 90% (sembilan puluh persen) dibagi
persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan, 64,8%
(enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk
kabupaten/kota yang bersangkutan, dan 9% (sembilan persen)
untuk biaya pemungutan. Bagian Pemerintah sebesar 10%
(sepuluh persen) dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan
kota. Alokasi untuk kabupaten dan kota sebagaimana dimaksud
dibagi dengan rincian sebagai berikut: 6,5% (enam lima
persepuluh persen) dibagikan secara merata kepada seluruh
kabupaten dan kota, dan 3,5% (tiga lima persepuluh
persen) dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten dan/kota
yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan
pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana
penerimaan yang ditetapkan.
2. DBH BPHTB
Penerimaan Negara dari BPHTB dibagi dengan imbangan 20%
(dua puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 80% (delapan
puluh persen) untuk daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar
80% (delapan puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai
berikut: 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang
bersangkutan; dan 64% (enam puluh empat persen) untuk
kabupaten/kota yang bersangkutan. Bagian Pemerintah sebesar
20% (dua puluh persen) dialokasikan dengan porsi yang sama
BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB
tahun anggaran berjalan. Penyaluran DBH BPHTB
dilaksanakan secara mingguan. Penyaluran DBH BPHTB
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2009.
3. DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21
Penerimaan Negara dari PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21
dibagikan kepada daerah sebesar 20% (dua puluh persen). DBH
PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagi dengan rincian sebagai
berikut: 8% (delapan persen) untuk provinsi yang bersangkutan;
dan 12% (dua belas persen) untuk kabupaten/kota dalam
provinsi yang bersangkutan. DBH PPh WPOPDN dan PPh
Pasal 21 dibagi dengan rincian berikut: 8,4% (delapan empat
persepuluh persen) untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak
terdaftar; dan 3,6% (tiga enam persepuluh persen) untuk seluruh
kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan
bagian yang sama besar.
b. Sumber Daya Alam
DBH yang berasal dari sumber daya alam terdiri dari kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,
2. Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. DAU dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota.
Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah :
a. Dana Alokasi Umum (DAU), ditetapkan sekurang-kurangnya 26%
dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
b. Dana Alokasi Umum (DAU), untuk daerah Provinsi dan Kabupaten/
Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi
Umum sebagaimana ditetapkan diatas.
c. Dana Alokasi Umum (DAU), untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk
Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/
Kota yang bersangkutan.
d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan
proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia yang telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah (Provinsi,
Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan
selisih dari kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal.
Kebutuhan fiskal merupakan persentase bobot daerah yang dikalikan
dengan indeks jumlah penduduk, indeks luas wilayah, indeks
kemahalan kontruksi, indeks pembangunan manusia dan indeks PDRB
perkapita yang kemudian hasil dari persentase perhitungan tersebut
dikalikan dengan rata-rata total belanja daerah. Sedangkan kapasitas
fiskal adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditambah dengan Dana
Bagi Hasil (DBH).
Data yang digunakan dalam penghitungan DAU diperoleh
dari lembaga statistik Pemerintah dan/atau lembaga Pemerintah yang
berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Yani (2008:142), “DAU bertujuan untuk pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui
penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi
daerah.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana alokasi khusus merupakan dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan
tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Alokasi DAK
dilaksanakan seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah sejak
Keuangan Pusat dan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Undang–Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Pengalokasian DAK ditentukan dengan memperhatikan
tersedianya dana dalam APBN. DAK disalurkan dengan cara
pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas
umum daerah. Oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK
tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan,
penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas.
Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999, yang dimaksud dengan
kebutuhan khusus adalah (i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan
dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian
kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan Daerah lain, misalnya:
kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis
investasi/prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil,
saluran irigasi primer, dan saluran drainase primer; dan (ii) kebutuhan
yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang memiliki konsep yang
sama dengan penelitian ini, antara lain :
1. Habriani (2009)
Penelitian yang berjudul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap
mengambil sampel sebanyak 25 Kab/Kota di Sumatera Utara selama
periode 2005 sampai 2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara
parsial, hanya lain-lain PAD yang sah yang berpengaruh signifikan positif
terhadap belanja langsung sedangkan secara simultan, keseluruhan
variabel yang terdapat dalam PAD berpengaruh signifikan positif terhadap
belanja langsung.
2. Hariani (2010)
Penelitian yang berjudul Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Langsung di Pemerintah
Kab/Kota di Sumatera Barat ini mengambil sampel sebanyak 10 Kab/Kota
di Sumatera Barat selama periode 2005 sampai 2007. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kedua variabel independen berpengaruh positif
terhadap belanja langsung secara bersama-sama, dan secara parsial Dana
Aloksi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung dan
Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh signifikan positif terhadap
Belanja langsung.
3. Lestari (2010)
Penelitian yang berjudul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Belanja
Langsung pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi selama
periode 2004–2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga
variabel independen berpengaruh positif terhadap belanja langsung secara
berpengaruh terhadap Belanja Langsung, sedangkan Pendapatan Asli
Daerah dan Dana Bagi Hasil masing-masing tidak berpengaruh signifikan
positif terhadap Belanja Langsung.
4. Indraningrum (2011)
Penelitian yang berjudul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Langsung (Studi Pada
Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah) selama periode
2007-2009. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap Belanja Langsung. Hal tersebut berarti
Pemerintah Daerah dapat memprediksi anggaran Belanja Langsung
didasarkan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum
PAD Daerah dan Dana Bagi Hasil masing-masing tidak
Kerangka konseptual merupakan sistensi atau ekstrapolasi dari tinjauan teori
yang mencerminkan keterkaitan antar variabel yang diteliti dan merupakan
tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis. Jadi
kerangka konseptual berguna dalam menjelaskan tentang alasan atau argumentasi
memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel atau
pun masalah yang ada dalam peneliti.
Penelitian ini menggunakan empat variabel independen yaitu PAD, DAU,
DAK, dan DBH serta satu variabel dependen yaitu belanja langsung. PAD (X1),
DAU (X2), DAK (X3), dan DBH (X4) merupakan sumber dana yang mencirikan
otonomi daerah yang sesungguhnya yang dialokasikan sebagian untuk belanja
langsung (Y).
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Erlina (2007:41), menyatakan hubungan yang diduga
secara logis antara dua variabel atau lebih dalam hubungan preposisi yang dapat
diuji secara empiris. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang
diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1: PAD berpengaruh secara parsial terhadap belanja langsung.
H2: DAU berpengaruh secara parsial terhadap belanja langsung. PAD
�1
DAK �3
DAU �2
DBH �4
Belanja Langsung
H3: DAK berpengaruh secara parsial terhadap belanja langsung.
H4: DBH berpengaruh secara parsial terhadap belanja langsung
H5: PAD, DAU, DAK, dan DBH berpengaruh secara simultan terhadap
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian asosiatif
kausal, “Desain kausal berguna untuk mengukur hubungan-hubungan antar
variabel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana satu variabel
mempengaruhi variabel lain” (Umar, 2003:30). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum,
dana alokasi khusus dan dana bagi hasil terhadap belanja langsung Kabupaten dan
Kota di Provinsi Sumatera Utara.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Sumatera Utara dengan mengumpulkan dokumentasi melalui media perantara berupa buku yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dimulai dari bulan
Oktober 2014.
3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional memberikan pengertian terhadap konstruk atau
memberikan variabel dengan menspesifikasikan kegiatan atau tindakan yang
diperlukan peneliti untuk mengukur. Dilihat dari sudut pandang hubungannya
variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan
variabel dependen.
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2006:3).
Dalam penelitian ini variabel independen terdiri dari PAD disimbolkan dengan
“X1”, DAU disimbolkan dengan “X2”, DAK disimbolkan dengan “X3” dan
DBH disimbolkan dengan “X4”.
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh daerah untuk mengumpulkan dana guna
keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatannya.
Nilai PAD dalam penelitian ini berasal dari nilai PAD Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara per tahunnya dengan melihat
Laporan Realisasi APBD dari tahun 2010-2013
b. Dana Alokasi Umum (DAU)
Transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang
dimaksudkan untuk menutup kesenjangan nilai. Nilai DAU dalam
penelitian ini berasal dari nilai DAU Pemerintah Kabupaten/Kota
Provinsi Sumatera Utara per tahunnya dengan melihat Laporan Realisasi
APBD dari tahun 2010-2013
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana yang disediakan kepada daerah untuk memenuhi kebutuhan
khusus. Nilai DAK dalam penelitian ini berasal dari nilai DAK
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara per tahunnya
d. Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Nilai DBH dalam penelitian ini
berasal dari nilai DBH Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera
Utara per tahunnya dengan melihat Laporan Realisasi APBD dari tahun
2010-2013
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006:3). Variabel dependen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Belanja Langsung disimbolkan dengan
“Y”.
Pengukuran seluruh variabel baik variabel independen maupun variabel
dependen menggunakan skala rasio dan definisinya dirangkumkan melalui tabel
berikut :
Tabel 3.3 Definisi Operasional
Jenis Variabel Variabel Definisi Operasional
Independen Pendapatan Asli Daerah (X1)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi daerah
Independen Dana Alokasi Umum (X2)
Independen Dana Alokasi Khusus (X3)
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urutan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Independen Dana Bagi Hasil (X4)
Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk barang dan jasa, dan belanja modal.
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian menurut Erlina (2008 : 74) ialah
“sekelompok orang, kejadian, suatu yang mempunyai karakteristik
tertentu”. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan
Kabupaten/Kota yang terdapat di provinsi Sumatera Utara berjumlah 33
kabupaten/kota.
3.4.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan digunakan
untuk memperkirakan karakteristik populasi (Erlina, 2008:75).
Metodologi pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling jenuh
digunakan sebagai sampel..” Jumlah sampel yang dipakai oleh peneliti
adalah sebanyak 33 sampel yang terdiri dari 25 Kabupaten dan 8 kota.
3.5 Jenis Data Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu
data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2004 :
13). Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder. “Data
sekunder merupakan sumber data peneliti yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara (oleh dan dicatat oleh pihak lain). Data
sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun
dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan.” (Habriani, 2009:25).
Sumber data dalam penelitian ini adalah laporan realisasi APBD pada
Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang diambil dari
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 3.6 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Teknik pengumpulan dan pengolahan
data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi, yakni peneliti melakukan
pengumpulan data sekunder atau data yang diperoleh secara tidak langsung
melalui media perantara yaitu buku yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Provinsi Sumatera Utara.
3.7 Metode Analisis Data
analisis statistik dengan menggunakan SPSS 16. Peneliti melakukan terlebih
dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis.
3.7.1 Pengujian Asumsi Klasik
Penggunaan analisis regresi dalam pengujian hipotesis, harus di uji
terlebih dahulu apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak.
Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas
data, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
3.7.1.1 Uji Normalitas Data
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal. Kalau nilai residual tidak mengikuti distribusi normal, uji
statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali,
2005:110). Menurut Ghozali (2005:110), ”cara untuk mendeteksi
apakah residual berdistribusi normal atau tidak ada dua, yaitu
analisis grafik dan analisis statistik. Normalitas dapat dideteksi
dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dan
grafik dengan melihat histogram dari residualnya”.
Dasar pengambilan keputusannya adalah:
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola
berdistribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan data
berdistribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
”Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual
adalah uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S)”, yang dijelaskan
oleh Ghozali (2005:115). Uji K-S dibuat dengan membuat hipotesis:
H0 : Data residual berdistribusi normal
Ha : Data residual tidak berdistribusi normal
Bila signifikansi >0,05 dengan α = 5% berarti distribusi data
normal dan H0 diterima, sebaliknya bila nilai signifikan <0,05 berarti
distribusi data tidak normal dan Ha diterima.
3.7.1.2 Uji Multikolonieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi diantara variabel
independen. Model regresi yang baik seharusnya menunjukkan tidak
terjadinya korelasi diantara variabel independen. Menurut Erlina
(2008:105), multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi variabel
variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya, dalam hal
ini kita sebut variabel-variabel bebas tidak ortogonal. Variabel
variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang
memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Model
independen.Ada tidaknya multikolonieritas dapat dideteksi dengan
melihat:
1) Melihat nilai tolerance,
Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolonieritas adalah nilai tolerance > 0,10.
2) Melihat nilai variance inflation factor (VIF),
Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolonieritas adalah nilai VIF < 10.
3) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen,
Menurut Ghozali (2005: 93) untuk matrik korelasi adanya indikasi
multikolonieritas dapat dilihat jika antar variabel independen ada
korelasiyang cukup tinggi umumnya diatas 0,95.
4) Melihat nilai Condition Index (CI),
Jika nilai CI antara 10 dan 30 terdapat multikolinearitas moderat
ke kuat, sedangkan jika nilai CI > 30 artinya terdapat
multikolinearitas sangat kuat.
3.7.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan
ke pengamatan yang lain.
Menurut Erlina (2007:108) “jika varians dari residual satu
homoskedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda, maka disebut
heterokedasitas”. Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan melihat grafik Scaterplot antar nilai prediksi variabel
independen dengan nilai residualnya. Dasar analisis yang dapat
digunakan untuk menentukan heteroskedastisitas, antara lain:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas
2) Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas
dan dibawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas .
Menurut Gozali (2005: 107) ”analisis dengan grafik plots
memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh karena jumlah
pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin sedikit jumlah
pengamatan semakin sulit menginterpretasikan hasil grafik plot.
Oleh sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih dapat menjamin
keakuratan hasil”. Adapun uji statistik yang digunakan untuk
mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini
adalah UjiGlejser.
3.7.1.4 Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu
periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi
muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang
berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada
time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi
masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin
Watson dengan ketentuan dari Prof.Singgih sebagai berikut:
1) Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,
2) Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi,
3) Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Run test sebagai bagian dari statistik non parametrik dapat
pula digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat
korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan
korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random
yaitu dengan melihat nilai probabilitasnya. Menurut Ghozali (2005:
103) bila signifikansi >0,05 dengan α = 5% berarti residual random
dan H0 diterima, sebaliknya bila nilai signifikan <0,05 berarti
residual tidak random dan H0 ditolak.
3.7.2 Pengujian Hipotesis
Penelitian ini dianalisis dengan model regresi berganda untuk melihat
seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Langsung
dengan model dasar sebagai berikut:
Keterangan :
Y = Variabel dependen, dalam hal ini Belanja Langsung
α = Konstanta
β1,β2, β3, β4 = Koefisien regresi X1,X2,X3,X4
X1 = Variabel independen pertama yaitu Pendapatan Asli Daerah
X2 = Variabel independen kedua yaitu Dana Alokasi Umum
X3 = Variabel independen ketiga yaitu Dana Alokasi Khusus
X4 = Variabel independen keempat yaitu Dana Bagi Hasil
ε = Tingkat kesalahan pengganggu
3.7.2.1 Uji Signifikan Parsial (Uji t )
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji ini dilakukan
untuk melihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara parsial
terhadap Belanja Langsung. Uji ini dilakukan dengan
membandingkan signifikansi t hitung dengan ketentuan sebagai
berikut:
• H0 diterima jika t hitung < t tabel (α = 5%)
• Ha diterima jika t hitung > t tabel (α = 5%)
Selain itu dapat pula dilihat dari nilai signifikansinya. Jika nilai
signifikansi penelitian < 0,05 maka Ha diterima.
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH)
berpengaruh terhadap belanja langsung secara parsial.
Ho: bi = 0 (Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH)
tidak berpengaruh terhadap belanja langsung secara parsial) Hipotesis Statistik
Ha: bi ≠ 0 (Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH)
berpengaruh terhadap belanja langsung secara parsial)
3.7.2.2 Uji Signifikasi Simultan (Uji f )
Uji F statistik digunakan untuk menguji keberartian pengaruh
dari seluruh variabel bebas secara bersama-sama (serentak) terhadap
variabel tidak bebas. Uji F dimaksudkan untuk melihat kemampuan
menyeluruh dari variabel bebas yaitu Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)
dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap belanja langsung. Uji ini
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
• H0 diterima jika Fhitung < Ftabel
• Ha diterima jika Fhitung > Ftabel
Pada tingkat kepercayaan 95 %.
Selain itu dapat pula dilihat dari nilai signifikansinya. Jika nilai