• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

D. Model Pembelajaran PAI Berbasis Kecerdasan Spiritual dan Emosional

3. Landasan Teoritis Model Pembelajaran PAI Berbasis Kecerdasan

97

3. Landasan Teoritis Model Pembelajaran PAI Berbasis Kecerdasan

Spiritual dan Emosional

Sebuah model pembelajaran yang berkualitas dibuat berdasarkan filosofi atau teori-teori belajar yang menjadi landasan teoritisnya yang mencakup tahapan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Meskipun tiap model pembelajaran memiliki landasan teoritis dan tujuan yang berbeda, model-model pembelajaran tersebut mungkin memiliki sejumlah kesamaan prosedur atau strategi pembelajaran.135

Model pembelajaran PAI berbasis kecerdasan spiritual dan emosional atau disebut ESI-Integratif memiliki landasan teori yang berbeda dengan model pembelajaran lain. Ada dua macam landasan teoritis model pembelajaran ini, yaitu teori ESI-Integratif yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya dan teori-teori belajar yang akan dipaparkan berikut ini.

a. Teori Belajar Sosial Bandura

Teori ini menyatakan bahwa manusia belajar sebagian besar melalui pengamatan terhadap orang lain. Menurut Bandura, mayoritas kegiatan belajar yang dilakukan oleh manusia terjadi melalui pengamatan selektif dan pengingatan terhadap perilaku orang lain. Prinsip dasar belajar menurut teori belajar sosial adalah bahwa individu belajar perilaku melalui peniruan terhadap contoh perilaku (pemodelan). Ahli teori belajar sosial meyakini bahwa proses belajar terjadi manakala seorang individu secara sadar mengamati sejumlah perilaku, dan menyimpan pengamatan tersebut di memori jangka panjangnya.136

135 Arends, Learning, 27. 136 Ibid., 298.

98

Bandura menyebutkan terdapat empat fase belajar melalui pemodelan, yaitu: perhatian, retensi, reproduksi, dan motivasi. Berikut ini penjelasannya. 1) Fase perhatian

Pada fase ini pebelajar memperhatikan aspek-aspek penting perilaku yang dipelajari. Dalam hal ini, model yang menarik sangat berperan bagi suksesnya pembelajaran.

2) Fase retensi

Pebelajar harus mengingat perilaku yang ia pelajari. Aktifitas mengingat melibatkan pengkodean tingkah laku model dan penyimpanan kode-kode tersebut dalam memori jangka panjang.

3) Fase reproduksi

Fase ini meminta pebelajar memproduksi ulang perilaku yang ia pelajari. Proses ini dipengaruhi oleh tahap perkembangan individu.

4) Fase motivasi

Pada fase terakhir ini pebelajar termotivasi untuk meniru model. Hal ini terjadi karena dengan melakukan perilaku tersebut, ia mendapat penguatan berupa pujian atau hal positif lain.137

b. Teori Belajar Experiential.

Belajar, dalam teori ini, diartikan sebagai proses menciptakan pengetahuan melalui transformasi pengalaman, yaitu perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman. Proses menghasilkan pengetahuan terjadi dalam sebuah siklus belajar ideal dimana pebelajar terlibat secara intens dalam aktifitas mengalami, merenungkan, memikirkan, dan melakukan, secara

99

berulang dan selaras dengan situasi belajar dan obyek yang dipelajari. Pengalaman konkret atau seketika merupakan dasar bagi kegiatan observasi dan refleksi. Refleksi semacam ini dipahami dan disaring menjadi konsep abstrak oleh pebelajar yang kelak menjadi panduan dalam melakukan tindakan.138

David Kolb menyatakan bahwa belajar merupakan perpaduan dari aktifitas memahami dan mengubah pengetahuan, yang dilakukan manusia melalui pengalaman kongkret dan konseptualisasi abstrak. Kemudian manusia mengubah pengetahuan tersebut, menggunakannya, dan menerapkan dalam kehidupan melalui observasi reflektif dan eksperimentasi aktif. Sehingga dalam diri manusia timbul perubahan sikap, perilaku atau pengetahuan.139

Dalam teori belajar experiential, proses belajar terjadi dalam sebuah siklus yang terdiri dari empat tahap yang saling terkait, yaitu: pengalaman kongkret, observasi reflektif, konseptualisasi abstrak, dan eksperimentasi aktif. Seluruh tahap dapat terjadi secara berulang, tergantung individu pebelajar. Sebagai contoh, tahap eksperimentasi aktif yang memunculkan perilaku baru dapat menjadi fase awal dari siklus berikutnya.140 Berikut ini penjelasannya. 1) Tahap pengalaman konkret

Pada tahap ini peserta didik didesain mengalami suatu kejadian dalam latar alamiah. Namun dia tidak mengetahui mengapa dan bagaimana peristiwa tersebut terjadi.

138 Alice Y. Kolb dan David A. Kolb, “Learning Styles and Learning Spaces: Enhancing Experiential Learning in Higher Education” dalam Academy of Management Learning & Education, Vol. 4, No. 2 (June, 2005), 194, published by Academy of Management.

139 Brian Remer, “Reflective Practice: Learning from Real-World Experience” dalam The Handbook of Experiential Learning (Ed. Mel Silberman) (San Fransisco: Pfeiffer, 2007), 228.

140 Jennifer A. Moon, Handbook of Reflective and Experiential Learning: Theory and Practice (London: RoutledgeFalmer, 2004), 114.

100

2) Tahap pengamatan reflektif

Pengalaman konkret tersebut diamati oleh peserta didik, dan mulai ia refleksikan. Dalam proses refleksi, peserta didik berupaya memahami apa yang terjadi atau yang dia alami.

3) Tahap konseptualisasi abstrak

Berdasarkan refleksi yang dilakukan, peserta didik melakukan konseptualisasi atau abstraksi. Konseptualisasi adalah merumuskan teori, konsep, prinsip, dari pengalaman yang ia alami dan kemungkinan penerapannya dalam situasi yang berbeda.

4) Tahap eksperimentasi aktif

Pada tahap terakhir ini, peserta didik diharapkan mampu menerapkan teori, konsep, atau prinsip yang ia temukan pada tahap sebelumnya ke dalam situasi baru. Oleh karena itu, pendidik mendesain pembelajaran yang mendukung terjadinya penerapan konsep atau teori tersebut.141

c. Teori Belajar Pemrosesan Informasi Robert M. Gagne

Menurut Gagne, belajar adalah proses kognitif yang mengubah rangsangan dari lingkungan menjadi sejumlah tahapan pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kemampuaan baru.142 Kondisi eksternal (lingkungan) menjadi lebih bermakna bila diorganisasikan dalam urutan persitiwa pembelajaran. Disamping itu, untuk mengatur keadaan eksternal dibutuhkan berbagai rangsangan terhadap panca indra, berupa media dan

141

Eveline dan Siregar, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), 35. 142 Robert M.Gagne, The Conditions of Learning (New York: Holt, Rinehart And Winston, 1979), 43.

101

sumber belajar.143 Dengan demikian, terdapat tiga unsur penting dalam belajar, yaitu: kondisi internal, kondisi eksternal, dan hasil belajar. Hasil belajar adalah kapabilitas internal yang diwujudkan dalam perbuatan tertentu untuk setiap jenis belajar.

Belajar yang berkualitas, menurut Gagne, meliputi sembilan tahap atau peristiwa. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut. 144

1) Menimbulkan minat dan memusatkan perhatian 2) Menyampaikan tujuan pembelajaran

3) Mengingat kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari yang merupakan prasyarat 4) Menyampaikan materi pembelajaran

5) Memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar 6) Memperoleh unjuk kerja peserta didik

7) Memberikan umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan tugas 8) Mengukur/mengevaluasi hasil belajar

9) Memperkuat retensi dan transfer belajar.