• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.2 Leasing

2.2.2 Bentukdan jenis-jenis leasing

Dalam Pengumuman Direktur Jenderal Moneter No.

Peng.307/DJM/III. 1/7.1974 tanggal 8 Juli 1974, ruas 8. 2. Yang

98Munir Fuady II, op.cit., Hal. 6-7.

99Amin Widjaja Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, op.cit., Hal. 13.

menyebutkan bahwa untuk kepentingan pengawasan dan pembinaan, para pengusaha leasing diharuskan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Moneter, Departemen Keuangan, antara lain "copy kontrak leasing ….. dan sebagainya", dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian leasing harus dibuat secara tertulis. Akan tetapi tidak ditentukan atau diwajibkan apakah perjanjian leasing harus berbentuk Akta Otentik/Akta Notaris atau Akta di Bawah Tangan. Jadi terserah pada pihak-pihak yang bersangkutan untuk menentukan apakah akan membuat perjanjian itu dengan Akta Notaris atau tidak. Namun ditinjau dari sudut hukum pembuktian yang berlaku di Indonesia, pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, menyatakan bahwa bukti yang paling kuat adalah bukti dalam bentuk akta otentik.

Pasal 1870 KUH Perdata menentukan bahwa " :

"Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahliwaris-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya."

Jadi oleh karenanya, orang yang membantah kebenaran akta otentik, harus membuktikan bahwa apakah akta itu dibuat dengan paksaan, keliru atau dibuat dengan penipuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa beban pembuktian ada pada orang/pihak yang menyangkal kebenaran akta otentik tersebut. Sedangkan akta di bawah tangan baru

mempunyai kekuatan pembuktian jika pihak yang menanda-tangani akta tersebut mengakui tanda tangannya dalam akta tersebut. Mengenai tanggalnya, tidaklah mempunyai kekuatan bukti terhadap pihak ketiga yang menyangkalnya.

Jikalau ada orang/pihak yang membantah kebenaran isi dan tanggalnya, maka beban pembuktian ada pada orang yang menandatangani akta di bawah tangan tersebut, atau pihak yang memakai akta di bawah tangan itu sebagai bukti untuk membuktikan bahwa isi dan tanggal akta itu benar.

Banyak perusahaan leasing yang telah menyadari mengenai ini, maka banyak di antara mereka yang membuat perjanjian leasing secara notariil/otentik, hal ini gunanya untuk menjaga hal-hal yang akan timbul di kemudian hari.100

Menurut Sunaryo dalam bukunya yang berjudul Hukum Lembaga Pembiayaan dilihat dari teknik bertransaksi antara lessor dan lessee, leasing dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu finance lease dan operating lease.

1. Finance Lease

Finance lease sering juga disebut full pay out lease atau capital lease merupakan jenis sewa guna usaha yang lebih sering diterapkan di dalam praktik. Pada jenis financial lease ini, lessee menghubungi lessor

100Amin Widjaja Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, op.cit., Hal. 13-15.

untuk memilih, memesan, memeriksa, dan memelihara barang modal yang dibutuhkan. Selama masa sewa lessee membayar sewa secara berkala dari jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (residual value). Pada masa akhir kontrak lessee ada hak opsi atas barang modalnya untuk mengembalikan, membeli, atau memperpanjang masa kontraknya.

Dengan demikian, karakteristik dari finance lease adalah:

a. barang modal bisa dalam bentuk barang bergerak atau tidak bergerak yang berumur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut;

b. barang modal tetap milik lessor sampai berlakunya hak opsi;

c. jumlah sewa yang dibayar secara angsuran perbulan meliputi biaya perolehan barang ditambah biaya-biaya lain dan keuntungan (spread) yang diharapkan lessor;

d. besarnya harga sewa dan hak opsi harus menutupi harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan lessor;

e. jangka waktu berlakunya kontrak leasing relatif panjang;

f. risiko biaya pemeliharaan, kerusakan, pajak, dan asuransi ditanggung oleh lessee;

g. kontrak sewa guna usaha tidak dapat dibatalkan sepihak oleh lessor (non cancellable);

h. pada masa akhir kontrak lessee diberi hak opsi untuk mengembalikan atau membeli barang modal tersebut atau memperpanjang masa kontraknya.101

2. Operating Lease

Operating lease disebut juga service lease merupakan jenis sewa guna usaha di mana lessor hanya menyediakan barang modal untuk disewa oleh lessee dengan tanpa adanya hak opsi di akhir masa kontrak.

Oleh karena itu, dalam menghitung jumlah seluruh pembayaran sewa secara angsuran tidak termasuk jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa karakteristik dari Operating lease adalah sebagai berikut.

a. Operating lease biasanya dilakukan oleh pabrikan atau leveransir, karena biasanya mereka mempunyai keahlian terhadap barang modal tersebut

b. Barang modal dalam operating lease biasanya berupa barang yang mudah terjual setelah kontrak sewa guna usaha berakhir.

c. Besarnya harga sewa lebih kecil daripada harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan lessor (non full pay out).102

d. Harga sewa setiap bulannya pada umumnya dibayar dengan jumlah yang tetap.

101Sunaryo, op.cit., Hal. 56.

102Sunaryo, op.cit., Hal. 57.

e. Segala risiko ekonomi atas barang modal (asuransi, pajak, kerusakan, pemeliharaan) ditanggung oleh lessor.

f. Jangka waktu kontrak sewa guna usaha relatif lebih pendek jika dibandingkan dengan umur ekonomis barang modal.

g. Kontrak sewa guna usaha dapat dibatalkan sepihak oleh lessee dengan mengembalikan barang modal kepada lessor.

h. Pada masa akhir kontrak sewa guna usaha, lesee tidak diberikan hak opsi sehingga wajib mengembalikan barang modal kepada lessor.103 2.2.3 Pihak-Pihak Dan Hubungan Hukum Dalam Leasing

Kegiatan sewa guna usaha dilakukan dalam bentuk penyediaan barang modal oleh lessor bagi lessee untuk menjalankan usahanya.

Dengan demikian, dalam transaksi sewa guna usaha pada umumnya ada 3 (tiga) pihak utama di dalamnya, yaitu lessor, lessee, dan supplier sebagai pihak penjual atau penyedia barang modal. Namun, karena pembiayaan ini terkadang memerlukan dana yang besar serta mengandung risiko, maka tidak jarang pula dalam suatu transaksi sewa guna usaha melibatkan pihak bank, dan perusahaan asuransi.

1. Pihak Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor)

Perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang memberikan jasa pembiayaan untuk pengadaan barang modal kepada pihak yang membutuh-kannya. Perusahaan sewa guna usaha ini dapat merupakan perusahaan yang khusus bergerak di bidang sewa guna

103Sunaryo, op.cit., Hal. 58.

usaha, dapat pula sebagai perusahaan pembiayaan yang bersifat multi finance. Dalam rangka pengadaan barang modal bagi pihak yang membutuhkan, sewa guna usaha menghubungi pihak supplier (penjual) serta membayar lunas atas harga barang modal tersebut. Sebagai imbalan atas pembiayaan ini, lessor dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk pengadaan barang modal dengan memperoleh keuntungan darinya.

Adapun dalam operating lease, lessor bertujuan memperoleh imbalan berupa keuntungan dari penyediaan barang modal serta atas jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan dan pengoperasian barang modal tersebut.104

2. Pihak Penyewa Guna Usaha (Lessee)

Penyewa guna usaha (lessee) adalah pihak yang memperoleh pembiayaan dl pihak lessor dalam bentuk barang modal. Lessee dalam financial lease mempunyai hak opsi atas barang modal pada saat akhir kontrak berdasarkan perhitungan nilai sisa (residual value). Adapun dalam operating lease, pada saat akhir kontrak harus mengembalikan barang modal tersebut kepada lessee Dalam operating lease ini, lessee disamping dapat memenuhi kebutuhan berupa barang modal beserta tenaga operator juga terbebas dari biaya atas risiko kerusakan dan perawatan barang modal.

3. Penjual (Supplier)

104Sunaryo, op.cit., Hal. 54.

Penjual (supplier) adalah perusahaan atau pabrikan sebagai pihak yang menyediakan atau menjual barang modal yang dibutuhkan oleh lessee. Peralat atau barang modal tersebut dibeli dan dibayar lunas oleh lessor kepada supplier Dalam financial lease, supplier langsung menyerahkan barang modal kepada lessee tanpa melalui lessor sebagai pihak pemberi pembiayaan. Adapun dalam operating-lease, supplier menjual barang modal langsung kepada lessor dengan sistem pembayaran sesuai dengan kesepakatan apakah dengan cara tunai atau secara berkala. Meskipun pada sewa guna usaha umumnya melibatkan pihak supplier, namun ada juga jenis sewa guna usaha yang hanya melibatkan dua pihak, yaitu pihak lessor dan lessee dengan tanpa melibatkan supplier, ya pada bentuk sewa guna usaha sale and lease back.

4. Bank

Bank atau kreditor mempunyai peranan yang penting dalam transaksi Sewa guna usaha. Meskipun dalam kontrak sewa guna usaha, bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam perjanjian, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor, terutama dalam mekanisme leverage lease. Dalam mekanisme leverage lease, sumber dana pembiaya lessor diperoleh melalui kredit bank. Di samping itu, tidak menutup kemungkin juga pihak supplier menerima kredit dari bank dalam rangka pengadaan atau penyediaan barang-barang modalnya.

5. Asuransi

Sebagaimana halnya bank, asuransi juga bukan sebagai pihak yang secara langsung terlibat dalam perjanjian sewa guna usaha. Asuransi adalah lembaga pertanggungan sebagai perusahaan yang akan menanggung risiko terhadap hal-hal yang diperjanjikan antara lessor dan lessee, Dalam hal ini lessee akan dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi evenemen, maka pihak asuransi akan menanggung kerugian yang besarnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.105

Menurut Munir Fuady mekanisme sehingga terjadinya hubungan hukum antar para pihak, yaitu lessor, lessee, dan juga supplier, terdapat berbagai alternatif sebagai berikut:

(1) Lessor membeli barang atas permintaan lessee, selanjutnya memberikan kepada lessee secara leasing.

(2) Lessee membeli barang sebagai agennya lessor, dan mengambil barang tersebut secara leasing dari lessor.

(3) Lessee membeli barang atas namanya sendiri, tetapi dalam kenyataannya sebagai agen dari lessor, dan mengambil barang tersebut secara leasing dari lessor.

(4) Setelah lessee membeli barang atas namanya sendiri, kemudian melakukan novasi, sehingga lessor kemudian menghaki barang tersebut dan membayarnya.

105Sunaryo, op.cit., Hal. 55-56.

(5) Setelah lessee mambeli barang untuk dan atas namanya sendiri, kemudian menjualnya kepada lessor, dan mengambil kembali barang tersebut secara leasing. Ini adalah contoh Sale and Lease Back.

(6) Lessor sendiri yang mendapatkan barang secara leasing dengan hak untuk melakukan subleasing, dan memberikan subleasing kepada lessee.106

Berdasarkan transaksi sewa guna usaha seperti di atas, menurut Sunaryo dapat diinventarisir beberapa hak dan kewajiban antara lessor, lessee, dan supplier dalam hubungan hukum sewa guna usaha sebagai berikut.

1. Hak dan Kewajiban Lessor

Di dalam hubungan hukum dengan lessee dan supplier dalam transaksi sewa guna usaha, lessor mempunyai hak untuk:

a. Dalam operating lease, menerima secara langsung penyerahan barang modal dari supplier;

b. Memperoleh imbalan jasa berupa pembayaran angsuran secara berkala dari lessee selama masa sewa guna usaha, yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai beserta bunganya.

Dalam finance lease ditambah dengan pembayaran nilai sisa (residual value) dari barang modal.

106Munir Fuady II, op.cit., Hal. 8-9.

Adapun kewajiban lessor adalah:

a. membayar lunas kepada supplier atas harga barang modal yang dibutuhkai oleh lessee;

b. memberikan pembiayaan dalam bentuk barang modal kepada lessee;

c. dalam operating lease, lessor berkewajiban menanggung biaya pemeliharaan, kerusakan, pajak, dan penutupan asuransi.

2. Hak dan Kewajiban Lessee

Di dalam hubungan hukum dengan lessor dan supplier dalam transaksi sewa guna usaha, lessee mempunyai hak:

a. menerima pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor;

b. dalam finance lease, menerima secara langsung penyerahan barang modal dari supplier tanpa melalui pihak lessor;

c. dalam finance lease, untuk memilih membeli barang modal berdasarkan nilai sisa (residual value), atau memperpanjang masa kontrak sewa guna usaha, atau mengembalikan barang modal tersebut pada akhir masa kontrak.

Adapun kewajiban lessee adalah:

a. mengecek barang modal yang dikirim oleh supplier, serta menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar kemudian menyerahkannya kepa supplier;

b. membayar imbalan jasa berupa angsuran secara berkala kepada lessor selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup

pengembali jumlah yang dibiayai serta bunganya. Dalam finance lease ditambah dengan pembayaran harga nilai sisa (residual value) dari barang modal, jika lessee menggunakan hak opsinya.

c. dalam finance lease, lessee berkewajiban menanggung biaya pemelihara kerusakan, pajak, dan penutupan asuransi.

3. Hak dan Kewajiban Supplier

Di dalam hubungan hukum dengan lessor dan lessee dalam transaksi Sewa guna usaha, supplier mempunyai hak untuk menerima pembayaran lunas dari lessor atas pembelian barang modal yang diperlukan lessee. Adapun kewajibannya adalah dalam operating lease, meyerahkan secara langsung barang modal kepada lessor, atau dalam finance lease menyerahkan secara langsung barang modal kepada lessee.107

2.2.4 Syarat dan Mekanisme Leasing

Perusahaan sewa guna usaha (lessor) merupakan lembaga pembiayaan yang melakukan kegiatan berupa penyediaan barang modal bagi penyewa guna usaha (lessee). Sebagaimana lembaga pembiayaan lainnya, lessor dalam menjalankan kegiatan juga memiliki risiko atas barang modal yang disewagunausahakan kepada lessee Oleh karena itu, guna memperlancar sekaligus mengamankan kegiatan pembiayaannya lessor menetapkan beberapa syarat dan prosedur yang harus dipenuhi oleh lessee.

107Sunaryo, op.cit., Hal. 64-66.

Menurut Budi Rachmat sebelum mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas sewa guna usaha, lessee biasanya mengajukan surat permohonan dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut.

a. Akta pendirian perusahaan penyewa guna usaha beserta perubahannya.

b. Surat pengesahan pendirian perusahaan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan Berita Negara.

c. Surat izin usaha perusahaan (SIUP).

d. Tanda daftar perusahaan (TDP).

e. Nomor pokok wajib pajak (NPWP).

f. Laporan keuangan 3 tahun terakhir.

g. Bank statement account untuk 3 bulan terakhir.

h. Profesional background dari direksi dan/atau komisaris.

i. Struktur organisasi perusahaan penyewa guna usaha.

j. Data lain yang akan diminta kemudian bila diperlukan.

Adapun mekanisme transaksi sewa guna usaha secara rinci dilakukan melalui tahapan sebagai berikut.

a. Tahap permohonan. Setiap permohonan pembiayaan sewa guna usaha, lessee harus mengisi108 formulir aplikasi yang telah disediakan oleh lessor untuk diisi dengan lengkap dan ditandatangani oleh lessee.

108Sunaryo, op.cit., Hal. 58.

b. Tahap pengecekan. Berdasarkan aplikasi pemohon, lessor akan melakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian formulir aplikasi tersebut.

c. Tahap audit checking/pemeriksaan lapangan. Apabila tahap ini hasilnya cukup baik, maka proses permohonan dilanjutkan dengan pemeriksaan lapangan atau audit ke calon lessee. Adapun tujuan dari pemeriksaan lapangan ini adalah :

1) untuk memastikan keberadaan lessee dan memastikan akan kebutuhan barang modal;

2) mempelajari keberadaan barang modal yang dibutuhkan lesee, terutama harga barang modal, kredibilitas supplier/pemasok, dan layanan purna jual;

3) untuk menghitung secara pasti berapa besar tingkat kebenaran laporan dan/atau penjualan calon lessee dengan laporan yang disampaikan.

d. Tahap pembuatan customer profile. berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, lessor akan membuat customer profile yang isinya memuat tentang nama perusahaan customer, nama pemilik, alamat dan nomor telepon, contact person, kondisi pembiayaan yang diajukan lessee, jenis dan tipe barang modal, dan lain-lain.

e. Tahap pengajuan proposal kepada kredit komite. Selanjutnya marketing department di lessor akan mengajukan proposal alas permohonan yang diajukan oleh lessee kepada kredit komite.

f. Tahap pengajuan keputusan kredit komite. Keputusan kredit komite merupakan dasar bagi lessor untuk melakukan pembiayaan atau tidak. Apabila permohonan lessee ditolak, harus diberitahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila disetujui maka marketing department akan mempersiapkan surat penawaran kepada calon lessee.

g. tahap pengiriman surat penawaran. Setelah proposal memperoleh persetujuan dari kredit komite, marketing department mempersiapkan surat penawaran kepada lessee. Surat penawaran wajib ditandatangani oleh lessee dan dokumen ini biasanya akan dijadikan surat penerimaan (letter of acceptance).

h. Tahap pengikatan. Berdasarkan sural penawaran yang telah ditandatangani oleh lessee, oleh109 bagian legal akan mempersiapkan pengikatan sebagai berikut.

1) Perjanjian sewa guna usaha beserta lampirannya 2) Jaminan pribadi (jika ada).

3) Jaminan perusahaan (jika ada).

Pengikatan kontrak sewa guna usaha dapat dilakukan secara bawah tangan, dilegalisir oleh notaris, atau secara notariil.

i. Tahap pemesanan barang modal. Setelah proses penandatanganan kontrak dilakukan oleh kedua belah pihak, selanjutnya lessor akan melakukan:

109Sunaryo, op.cit., Hal. 59.

1) Pemesanan barang modal kepada supplier. Pesanan ini dituangkan dalam penegasan pemesanan pembelian/confirm purchase order dan bukti pengiriman dan surat tanda penerimaan barang.

2) Penerimaan pembayaran dari lessee kepada lessor (dapat melalui supplier atau dealer).

j. Tahap Pembayaran kepada supplier. Setelah barang modal diserahkan oleh supplier kepada lessee, selanjutnya supplier akan melakukan penagihan kepada lessor.

k. Tahap penagihan/monitoring pembayaran. Setelah seluruh pembayaran kepada supplier/dealer dilakukan, proses selanjutnya adalah pembayaran sewa oleh lessee kepada lessor.

l. Tahap Pengambilan Jaminan. Setelah lessee melunasi seluruh piutang sewanya kepada lessor, maka lessor akan mengembalikan kepada lessee:

1) Jaminan (BPKB, dan/atau sertifikat dan/atau faktur/invoice).

2) Pemberitahuan atas pelaksanaan hak opsi.

3) Dokumen lainnya, jika ada.110

2.2.5 Perbedaan Leasing Dengan Perjanjian Lainnya A. Beda Sewa Menyewa dengan Leasing

Pada prinsipnya leasing tidak sama dengan sewa menyewa. Dilihat dari istilah lease yang dipakai, memang benar bahwa leasing itu

110Sunaryo, op.cit., Hal. 60.

merupakan pengembangan dari sewa menyewa. Jadi dapat dikatakan bahwa leasing merupakan bentuk stereotype dari sewa menyewa. Tetapi karena leasing sudah berkembang sedemikian rupa dan mempunyai kedudukan tersendiri dalam sistem hukum tentang pembiayaan, maka sangat tidak tepat jika diberlakukan terhadap leasing ketentuan tentang sewa menyewa, misalnya yang terdapat dalam buku ketiga KUH Perdata. Walaupun diakui pula bahwa banyak juga para ahli yang berpendapat bahwa leasing seharusnya tunduk kepada perjanjian sewa menyewa dalam buku ketiga itu. Beberapa perbedaan antara leasing dengan sewa menyewa biasa dapat disebutkan sebagai berikut:

(a) Salah satu perbedaan pokok antara sewa menyewa biasa dengan leasing adalah bahwa dalam sewa menyewa biasa, masalah jangka waktu sewa atau umur pemakaian barang tidak menjadi fokus utama.

Tetapi tidak demikian halnya dalam leasing.111

(b) Di samping itu, leasing pada prinsipnya dianggap sebagai salah satu metode pembiayaan bisnis, dan tidak demikian halnya dengan perjanjian sewa menyewa biasa.

(c) Objek dari perjanjian sewa menyewa berupa barang berwujud yang berbentuk apa saja, sementara objek dari leasing umum-nya adalah barang modal, alat produksi, atau beberapa bentuk barang konsumsi.

111Munir Fuady II, op.cit., Hal. 22.

(d) Jika leasing menjadi suatu kegiatan bisnis, maka lessor-nya haruslah berbentuk perusahaan pembiayaan, sedangkan lessor pada sewa menyewa biasa tidak pembatasan khusus.

(e) Pada leasing, lessor berkedudukan sebagai penyandang dana, baik tunggal atau bersama-sama dengan penyandang dana lainnya, sementara barang objek leasing disediakan oleh pihak ketiga atau oleh lessee sendiri. Sebaliknya pada sewa menyewa biasa, barang objek sewa adalah memang miliknya lessor. Jadi kedudukan lessor adalah sebagai pihak yang menyediakan barang objek sewa.

(f) Jangka waktu dalam leasing adalah terbatas, sementara jangka waktu pada sewa menyewa biasa bisa terbatas dan bisa tidak.

(g) Dokumen-dokumen dalam perjanjian leasing jauh lebih rumit dibandingkan dengan sewa menyewa biasa.

(h) Pada leasing biasanya masih dibutuhkan jaminan-jaminan tertentu sedangkan pada sewa menyewa umumnya tidak ada jaminan tersebut. Jaminan tersebut umumnya berupa personal guarantee, fidusia terhadap barang modal yang bersangkutan, kuasa menjual barang modal, dan sebagainya.112

B. Perbedaan Leasing dengan Sewa-Beli

Dalam Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor:

34/Kp/II/80, tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire

112Munir Fuady II, op.cit., Hal. 23.

Purchase), Jual Beli dengan Angsuran dan Sewa (Renting), tertanggal 1 Pebruari 1980, dapat ditemukan definisinya sebagai berikut :

"Sewa beli (hire purchase) adalah :

Jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual,"113

Dari definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan mengenai perbedaan antara leasing dengan perjanjian sewa beli, yaitu :

a. Pada perjanjian leasing, lessor biasanya pihak yang menyediakan dana dan membiayai pembelian barang tersebut seluruhnya dan bertindak sebagai lembaga keuangan, sedangkan pada perjanjian sewa beli penjual adalah produsen atau pedagang yang berusaha menjual barangnya;

b. Masa leasing biasanya ditetapkan sesuai dengan umur kegunaan barang yang diperkirakan dan angsuran imbalan jasa disesuaikan dengan hasil usaha lessee yang diperkirakan oleh lessor, sedangkan tidak selalu demikian halnya dengan sewa-beli. di mana masa pembayaran angsuran ditetapkan atas dasar kemampuan pembeli;

113Amin Widjaja Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, op.cit., Hal. 21.

c. Dalam sewa beli si pembeli bermaksud untuk memiliki barang tersebut, sedangkan dalam hal leasing sama sekali tidak ada tujuan tersebut pada lessee. Jadi dapat dikatakan bahwa pada akhir masa sewa beli, hak milik atas barang dengan sendirinya beralih kepada pembeli. Sedangkan pada leasing, lessee memutuskan apakah akan mempergunakan hak opsinya untuk membeli, memperpanjang ataupun mengembalikan barang yang bersangkutan kepada lessor dan hanya setelah pembayaran harga pembelian hak milik atas barang tersebut beralih pada lessee.114

C. Perbedaan Leasing Dengan Jual Beli Secara Angsuran

Jual Beli Secara Angsuran tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi konstruksi hukumnya diterima dalam praktik dan dunia perdagangan.

Jual beli dengan angsuran adalah jual beli barang di mana penjual

Jual beli dengan angsuran adalah jual beli barang di mana penjual

Dokumen terkait