• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban pidana oleh rumah sakit terhadap dokter yang melakukan malpraktek dalam pelayanan kesehatan, terlebih dahulu akan dikemukakan sekilas mengenai hal-hal yang berkaitan dan mendukung permasalahan yang akan di bahas selanjutnya dalam tulisan ini.

a. Pengertian Pidana dan Tindak Pidana

Istilah hukuman dan pidana memiliki arti yang berbeda, hukuman adalah istilah umum untuk segala macam sanksi baik itu pidana, perdata, administratif, dan disiplin. Istilah pidana diartikan sempit yang berkaitan dengan hukum pidana.7

Hukum pidana menurut Van Hamel dalam bukunya Moeljatno, hukum pidana didefinisikan sebagai dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu Negara dalam menyelenggarakan ketertiban umum (rechtsoerde) yaitu melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa yang melanggar larangan-larangan tersebut.8 Menurut Moeljatno hukum pidana merupakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut;

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;

7

Andi Hamzah, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 27. (Selanjutnya disingkat Andi Hamzah I).

8

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.9

Uraian yang telah dijabarkan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum pidana mengatur tentang:

1. Larangan untuk melakukan suatu perbuatan;

2. Syarat-syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana;

3. Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang dilarang (delik);

4. Cara mempertahankan atau memberlakukan hukum pidana.

Istilah tindak pidana berasal dari “strafbaar feiit”, Istilah ini terdapat dalam

Wetboek van Strafrecht (WvS) Belanda demikian juga WvS Hindia Belanda atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi mengenai apa yang dimaksud dengan “strafbaar feiit” tersebut. Pengertian tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana, dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subyek tindak pidana.10

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, yang diancam dengan pidana. Pada sistem KUHP Indonesia mengenal beberapa delik, yaitu:

9

Ibid h.10.

10

Wirjono Prodjodikoro, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, h.58.

a. Kejahatan ( misdrijven) yang dimuat di dalam Buku Kedua b. Pelanggaran (Overtredingen) yang dimuat di dalam Buku Ketiga

Pembagian jenis Tindak Pidana ini dapat didasarkan kepada berat atau ringannya ancaman, sifat, bentuk, dan cara perumusan suatu tindak pidana dan lainnya. Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP kita dibagi atas kejahatan (misdrijiven) dan pelanggaran (overtredingen). Menurut Memorie van Toelichting

(M.v.T) pembagian atas dua jenis tadi didasarkan atas perbedaan prinsipil. Selain pembedaan tindak pidana atas kejahatan dan pelanggaran sebagaimana dapat dilihat di dalam KUHP, dikenal juga pembedaan atau penggolongan tindak pidana yang didasarkan kepada hal:

1. Cara merumuskan tindak pidana:

Cara merumuskan tindak pidana ini terbagi menjadi 2 yaitu melalui delik formil (formele delicten) dan delik materiil (materiele delicten).

2. Bentuk kesalahan:

Bentuk kesalahan dalam tindak pidana terbagi menjadi 2 yaitu delik dolus

(dolus delicten) dan delik culpa (culpose delicten).

3. Perbedaan Subjek:

Perbedaan subjek dalam tindak pidan dibagi menjadi 2 yaitu delik khusus (delicta propria) dan delik umum (commune delicten).

4. Berdasarkan kepada sumbernya:

Berdasarkan kepada sumbernya tindak pidan dibagi menjadi 2 yaitu tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.11

b. Pertanggungjawaban Pidana dan Teori Pertanggungjawaban Pidana

Pada dasarnya tindak pidana merupakan perbuatan atau serangkaian perbuatan atau serangkaian perbuatan yang didasari sanksi pidana. Dilihat dari istilahnya, hanya

11

C.S.T. Kansil, 2007, Latihan Ujian Hukum Pidana, Sinar Grafika Offest, Jakarta, h.111. (Selanjutnya disingkat C.S.T Kansil I).

sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana sedangkan sifat-sifat orang yang yang melakukan tindak pidana menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban pidana. Menurut Van Hamel bertanggung jawab adalah suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan atau kecerdasan yang membawa 3 kemampuan yaitu:

1. Mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri; 2. Mampu untuk menyadari bahwa perbuatannya itu menurut pendangan

masyarakat tidak dibolehkan;

3. Mampu untuk menentukan kehendakya atas perbuatan-perbuatannya itu.12

Menurut M.v.T, secara negatif menyebutkan mengenai pengertian kemampuan bertanggungjawab itu antara lain, tidak ada kemampuan bertanggungjawab pada si pelaku dalam hal:

1. Ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang;

2. Ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehingga tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menentukan akibat perbuatannya.13

Pemberian sanksi bagi seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana secara umum bertujuan untuk memberikan suatu efek jera bagi seseorang tersebut agar suatu saat nanti tidak mengulangi tindak pidana tersebut kembali. Pemberian

12

Moeljatno, op.cit, h.15.

13

Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 10.(selanjutnya disingkat Adami Chazawi I).

pidana sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pidana harus memenuhi 3 hal yaitu dapat menginsafi (mengerti) makna perbuatannya dalam kejahatan, dapat menginsafi bahwa perbuatannya di pandang tidak patut dalam pergaulan di masyarakat, mampu untuk menentukan niat atau kehendaknya terhadap perbuatan tadi. Maka dapat dikaji mengenai teori pertanggungjawaban pidana yang dalam istilah asing disebut dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seorang terdakwa atau tersangka dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.14

Pompe memberikan pendapat mengenai unsur-unsur kemampuan bertanggungjawab sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir pembuat yang memungkinkan ia menguasai pikirannya, yang memungkinkan ia menentukan perbuatannya.

2. Dan oleh sebab itu, ia dapat menentukan akibat dari perbuatannya. 3. Dan oleh sebab itu pula, ia dapat menentukan kehendaknya sesuai

dengan pendapatnya.15

Terkait dengan pertanggungjawaban pidana yang erat hubungannya dengan kesalahan, untuk menentukan seseorang tersebut melakukan tindak pidana maka dapat dilihat terlebih dahulu apakah dari perbuatannya harus mempunyai kesalahan. Adapun teori yang mengatur mengenai kesalahan yaitu:

1. Teori psikologis merupakan teori yang menganggap kesalahan sebagai sesuatu yang terdapat dalam alam pikiran orang yang bersalah (si pelaku) tadi,

14

Amir Ilyas, op.cit. h. 67.

15

yang seakan-akan dapat ditangkap (dimengerti) oleh hakim, mungkin dengan bantuan seorang psikiater (dokter penyakit jiwa) atau psikoanalis.

2. Teori normatif merupakan teori yang menganggap kesalahan tidak sebagai sesuatu yang terdapat dalam alam pikiran, tetapi sebagai sifat yang sedemikian rupa yang ditentukan oleh pertimbangan hukum.

3. Teori dimaksudkan disini, dimana kesalahan dilihat dari segi keputusan pengadilan yaitu tindakan menghukum yang diambil.16

c. Teori Kebijakan Hukum Pidana

Teori kebijakan merupakan suatu teori yang digunakan sebagai sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah (dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum dalam mengelola, mengatur, atau menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian hukum/peraturan, dengan tujuan (umum) yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara).17

Sudarto mengungkapkan tiga arti mengenai kebijakan criminal, yaitu:

1. Dalam arti sempit: keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;

2. Dalam arti luas: keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi;

3. dalam arti luas yang diambil dari Jorgen Jepsen: keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.18

16

Soedjono, 1981, Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h.54.

17

Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Prenada Media Group, Jakarta, h. 22.

18

Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari polittik kriminal dengan perkataan lain dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengaan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana.19

d. Teori Korporasi

Korporasi berasal dari kata corporate yang artinya suatu badan yang mempunyai sekumpulan anggota dan anggota tersebut mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang terpisah dari hak dan kewajiban tiap-tiap anggotanya. Korporasi juga badan hukum dan terdapat alasan untuk membatasi korporasi sebagai badan hukum karena memiliki unsur-unsur yaitu mempunyai harta yang terpisah, ada suatu organisasi yang ditetapkan oleh suatu tujuan dimana kekayaan terpisah itu diperuntukkan, dan ada pengurus yang menguasai dan mengurusnya.20

Terdapat tiga situasi dimana korporasi tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pidana atas tindak pidana yang dilakukan pengurs atau anggotanya yaitu:

1. Jika tindakan pengurus dan anggotanya masih dalam ruang lingkup dan sifat dasar pekerjaannya di korporasi;

19

Ibid, h.. 28.

20

Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, 2015, Sistem Pertanggungjawaban Pidana Perkembangan dan Penerapan,Raja Grafindo Persada, Depok, h. 147.

2. Jika tindak pidana ditujukan untuk menguntungkan korporasi;

3. Pengadilan wajib melimpahkan kesengajaan pengurus tersebut kepada korporasi.21

Beberapa teori-teori malpraktek yang didalamnya menyebutkan sumber dari perbuatan malpraktek yaitu:

a. Teori pelanggaran kontrak

Teori pelanggaran kontrak menyatakan bahwa sumber dari perbuatan malpraktek adalah karena terjadinya pelanggaran kontrak. Secara prinsip hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien baru dapat terjadi apabila telah terjadi kontrak antara kedua belah pihak, kecuali dalam keadaan gawat darurat. Situasi seperti ini mendapatkan pesetujuan kontrak dari pihak ketiga yaitu keluarga pasien. Namun jika pasien tersebut dalam keadaan darurat tanpa adanya keluarga, maka demi kepentingan pasien menurut perundang-undangan yang berlaku, seorang tenaga kesehatan diwajibkan memberikan pertolongan pertama.

b. Teori perbuatan yang disengaja

Teori perbuatan yang disengaja merupakan teori yang dapat digunakan oleh pasien sebagai dasar untuk menggugat tenaga kesehatan karena perbuatan malpraktek adalah kesalahan yang dibuat dengan sengaja yang mengakibatkan seseorang secara fisik mengalami cedera.

c. Teori kelalaian 21

Teori kelalaian merupakan teori yang menyebutkan bahwa sumber perbuatan malpraktek adalah kelalaian (negligence). Kelalaian yang menyebabkan sumber perbuatan yang dikategorikan dalam malpraktek ini harus dapat dibuktikan adanya, selain itu kelalaian yang dimaksud harus termasuk ke dalm kategori kelalaian yang berat (culpa lata). Untuk membuktikan hal yang demikian tentu saja bukan merupakan tugas yang mudah bagi aparat penegak hukum.22

Dokumen terkait