• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Manajemen dana bank syariah

Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki Bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan (Kasmir:2007). Menurut Muchdarsyah Sinungan (2000) manajemen dana bank adalah sebagai suatu proses pengelolaan penghimpunan dana-dana masyarakat ke dalam bank dan pengalokasian dana-dana tersebut bagi kepentingan bank dan masyarakat pada umumnya serta pemupukannya secara optimal melalui penggerakan semua sumber dana yang tersedia demi mencapai tingkat rentabilitas yang memadai sesuai dengan batas ketentuan peraturan yang berlaku.

Manajemen dana bank syari’ah adalah upaya yang d ilakukan oleh lembaga bank syari’ah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi criteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya. Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syari’ah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit-unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit

Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syari’ah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kredit, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahibul mal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba Bank Syari’ah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap hasil-hasil yang dapat diberikan kepada nasabah menyimpan dana. Dengan demikian, kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik akan sangat nenentukan usahanya sebagai lembaga intermediary dan kemampuanya menghasilkan laba.

Bank syari’ah dirancang untuk melakukan fungsi pelayanan sebagai lembaga keuangan bagi para nasabah dan masyarakat. Untuk itu, bank syari’ah harus mengelola dana yang dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Kekayaan bank syari’ah dalam bentuk:

1) Kekayaan yang menghasilkan (Aktiva Produktif) yaitu pembiayaan untuk debitur serta penempatan dana dibank atau investasi lain yang menghasilkan pendapatan.

2) Kekayaan yang tidak menghasilkan yaitu kas dan investasi (harta tetap).

b. Modal bank syari’ah berasal dari:

9

1) Modal sendiri yaitu simpanan pendiri (modal), cadangan dan hibah, infaq/shadaqah.

2) Simpanan/hutang dari pihak lain.

c. Pendapatan usaha keuangan bank syari’ah berupa bagi hasil atau mark up dari pembiayaan yang diberikan dan biaya administrasi serta jasa tabungan bank syari’ah di bank.

d. Biaya yang harus dipikul oleh bank syari’ah yaitu biaya operasi, biaya gaji, manajemen, kantor dan bagi hasil simpanan nasabah penabung.

2. Laporan keuangan

Setiap perusahaan, baik bank maupun non bank suatu waktu (periode) akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan keuangan ini bertujuan untuk memberikan informasi suatu perusahaan baik informasi mengenai jumlah dan jenis aktiva, kewajiban (hutang) serta modal, yang kesemuanya ini tergambar dalam neraca. Laporan keuangan juga memberikan gambaran hasil usaha perusahaan dalam suatu periodetertentu yang dikeluarkan dalam laporan laba rugi.

Kemudian laporan keuangan juga memberikan gambaran arus kas suatu perusahaan yang tergambar dalam laporan arus kas (Kasmir, 2002).

Pada dasarnya laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan

pihak-pihak yang berkepentingan dengan data perusahaan tersebut. Laporan keuangan merupakan salah satu alat untuk memperoleh informasi tentang kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. Dari sebuah laporan keuangan dapat diketahui apakah kinerja perusahaan tersebut baik atau buruk. Salah satu fungsi dari laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi mengenai kinerja perusahaan.

Kinerja merupakan keadaan atau kondisi keuangan, hasil usaha, dan kemajuan keuangan dari tahun ke tahun. Kinerja perusahaan perlu di analisis untuk mengukur efisiensi usaha dan menjelaskan perubahan yang terjadi dalam kondisi keuangan. Laporan keuangan juga merupakan alat untuk berkomunikasi antara data keuangan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan tersebut.

Pihak-pihak tersebut antara lain adalah pemilik perusahaan, manajer, investor, kreditur, karyawan, dan pemerintah (Munawir, 2002).

Menurut Kasmir (2015:16) dikatakan bahwa :

Laporan keuangan belum dapat dikatakan mencerminkan keadaaan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini disebabkan adanya hal-hal yang belum atau tidak tercatat dalam laporan keuangan tersebut. Sebagai contoh seperti adanya kontrak kontrak penjualan atau pembeliaan yang telah disetujui, atau pesanan yang tidak dapat dipengaruhi, namun belum dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode tersebut. Kemudian ada hal-hal yang tidak dinyatakan dalam angka-angka seperti reputasi, prestasi manajernya danlainnya.

Oleh karena itu, setiap laporan keuangan yang disusun pasti memiliki keterbatasan tertentu. Berikut ini beberapa keterbatasan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan.

11

1. Pembuatan laporan keuangan disusun berdasarkan sejarah (historis), dimana ada data-data yang diambil dari masa lalu.

2. Laporan keuangan dibuat umum, artinya untuk semua orang bukan hanya untuk pihak tertentu saja.

3. Proses penyusunan tidak terlepas dari taksiran-taksiran dan pertimbangan-pertimbangan tertentu

4. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi situasi ketidak pastian.

5. Laporan keuangan selalu berpegang teguh kepada sudut pandang ekonomi dalam memandang peristiwa-peristiwa yang terjadi bukan kepada sifat formalnya.

Berikut adalah secara umum ada lima jenis laporan keuangan yang biasa disusun yaitu :

1. Neraca (balance sheet)

2. Laporan laba rugi (income statement) 3. Laporan perubahan modal

4. Laporan arus kas

5. Laporan catatan atas laporan keuangan 3. Analisis laporan keuangan

Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu dilaksanakan analisis laporan keuangan. Bagi pihak pemilik dan manajemen, tujuan utama analisis laporan keuangan adalah agar dapat mengetahui posisi

keuanagan perusahaan saat ini. Dengan mengetahui posisi keuangan setelah dilakukan analisis laporan keuangan secara mendalam, akan terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target yang sudah direncanakan sebelumnya atau tidak.

Analisis laporan keuangan perlu dilakukan secara cermat dengan menggunakan metode dan teknik analisis yang tepat sehingga hasil yang diharapkan benar benar tepat pula kesalahan dalam memasukn angka atau rumus akan berakibat pada tidak akuratnya hasil yang hendak dicapai. Kemudian hasil perhitungan tersebut, dianalisis dan diinterpretasikan sehingga diketahui posisi keuangan yang sesungguhnya.

Ada beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan bahwa tujuan –tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan adalah:

1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode

2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahanapa saja yang menjadi kekurangan perusahaan

3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki

4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan kedepan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini.

13

5. Untuk melakukan penilain kinerjaa manajemen kedepan apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.

6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai.

Adapun langkah atau perosedur yang dilakukan dalam analisis keuangan adalah :

1. Mengumpulkan data keuangan dan data pendukung yang diperlukan selengkap mungkin, baik untuk satu periode maupun beberapa periode

2. Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan dengan rumus-rumus tertentu, sesuai dengan standar yang biasa digunakan secara dan teliti, sehingga hasil yang diporeleh benar benar tepat

3. Melakukan perhitungan dengan memasukan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan secara cermat

4. Memberikan interprestasi terhadap hasil perhitungan dan pengukuran yang telah dihapus

5. Membuat laporan tentang posisi keuangan perusahaan

6. Memberikan rekomendasi yang dibutuhkan sehubungkan dengan hasil analisis tersebut

4. Dana Pihak Ketiga

a. Pengertian Dana Pihak Ketiga (DPK)

Bagi sebuah bank sebagai lembaga keuangan, dana merupakan darah dalam tubuh badan usaha dan persoalan utama.

Tanpa dana, bank tidak dapat berbuat apa- apa artinya tidak dapat berfungsi sama sekali. Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan. Dana yang dimiliki atau yang dikuasai bank tidaklah berasal dari milik bank sendiri, tapi juga ada dana pihak lain. Dana yang dikuasai bank bersumber dari:

1) Dana modal sendiri, dana yang bersumber dari modal bank sendiriatau berasal dari para pemegang saham. Dana ini disebut dana pihak pertama.

2) Dana pinjaman dari pihak luar. Ini disebut dana pihak kedua.

3) Dana dari masyarakat. Dana ini disebut dengan dana pihak ketiga

Dana dari pihak luar atau dana dari pihak ketiga adalah dana yang dimiliki bank secara tidak permanen. Dana tersebut yang sewaktu-waktu ditarik kembali. Jadi, dana pihak ketiga adalah sejumlah uang yang dimiliki bank dan berasal dari pihak luar yang menyimpan uangnya. Denngan kata lain, uang yang dimiliki bukan milik bank sendiri tapi titipan dari pihak luar. Bank hanya sebagai

15

lembaga yang menghimpun kemudian akan disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan.

b. Jenis – Jenis Produk Penghimpunan DPK

Pada Prinsipnya, proses pemnghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukann oleh bank syariah hampir sama dengan bank konvensional, artinya dalam sistem perbankan syariah dikenal produk-produk berupa giro (demand deposit), tabungan (saving deposit), deposito (time deposit) sebagai sarana untuk menghimpun dana masyarakat. Perbedaannya adalah bahwa dalam sistem perbankan syariah tidak dikenal adanya bunga sebagai kontraprestasi terhadap nasabah deposan, melainkan melalui mekanisme bagi hasil dan bonus yang bergantung pada jenis produk apa yang dipilih oleh nasabah. Dengan demikian, produk penghimpunan dana (funding) yang ada dalam sistem perbankan syariah adalah:

1) Tabungan, Sama seperti bank konvesional, pada bank syariah terdapat produk tabungan. Meski sama, tentu saja ada perbedaan yang ada pada tabungan syariah dimana tidak menggunakan sistem bunga. Berdasarkan Fatwa DSN nomor 02/DSN-MUI/IV/2000 bahwa terdapat dua jenis tabungan yang dibenarkan sesuai dengan prinsip syariah, yaitu berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.

2) Deposito Melihat Fatwa DSN nomor 03/DSN-MUI/IV/2000, deposito yang dibenarkan sesuai dengan prinsip syariah harus berdasarkan akad mudharabah. Secara teori, deposito mudharabah tidak begitu jauh berbeda dengan tabungan mudharabah. Hanya saja, simpanan di bank penarikannya hanya dapat dilakukan di waktu–waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak penyimpan dengan bank yang bersangkutan, sedangkan tabungan mudharabah tidak.

Biasanya, waktu penyimpanan dana deposito dilakukan dalam periode bulanan sebagaimana deposito di bank konvensional.

Maka dari itu, nasabah dapat melakukan penarikan dana hanya saat tanggal jatuh tempo. Pada tanggal yang bersamaan juga bagi hasil sesuai dengan nisbah dari hasil investasi yang telah dilakukan oleh bank dibagikan.

3) Giro, Berdasarkan Undang – Undang no. 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 6 disebutkan yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.12 Jadi, melalui produk giro, nasabah memungkinkan melakukan perintah kepada pihak bank untuk melakukan pemindahbukuan sejumlah uang dari rekening seseorang kepada rekening yang dituju dalam surat tersebut. Dalam Fatwa DSN nomor

01/DSN-17

MUI/IV/2000 dinyatakan bahwa terdapat dua jenis giro berdasarkan prinsip syariah yang dibenarkan, yakni giro wadiah dan giro mudharabah.

c. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) Dengan Pembiayaan

Secara teknis yang dimaksud dengan simpanan adalah seluruh dana yangdihasilkan dari produk penghimpunan dana dari masyarakat pada bank syariah, seperti: giro wadiah, tabungan wadiah dan deposito mudharabah. Salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk menyalurkan pembiayaan adalah simapanan, sehingga semakin meningkat sumber dana yang ada maka akan dapat meningkatkan peyaluran pembiayaan kepada masyarakat. Seperti teori pembiayaan yang menyebutkan salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan (financing) adalah modal sendiri (equity), sehingga semakin besar sumber dana yang terkumpul maka bank dapat menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula.

Pembiayaan merupakan salah satu aktiva produktif yang merupakan lawan daripada Dana Pihak Ketiga (DPK). Karenanya permintaan dan penawaran terhadap pembiayaan juga haruslah mempertimbangkan faktor likuiditas dalam penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), karena dengan semakin meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dikumpulkan maka kemungkinan semakin meningkat pula pembiayaan atau penyaluran dana yang

akan diberikan bank kepada masyarakat.

d. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) Dengan Return On Assets (ROA)

Sesuai dengan fungsi bank sebagai lembaga keuangan dimana kegiatan sehari- harinya adalah bergerak di bidang keuangan maka, sumber-sumber dana juga tidak terlepas dari bidang keuangan. Untuk menopang kegiatan bank sebagai penjual uang (memberikan pinjaman), bank harus lebih dahulu membeli uang (menghimpun dana) sehingga dari selisih bunga tersebutlah bank memiliik keuntungan.

5. Rasio Keuangan Bank

Rasio keuangan yang digunakn oleh bank dengan perusahaan non bank sebenarnya relatif tidak jauh berbeda. Perbedaannya terutama terletak pada jenis rasio yang jumlahnya lebih banyak. Sama seperti perusahan non bank, untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank, dapat dilihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodek. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut. Laporan ini sangat berguna terutama bagi pemilik, manajemen, pemerintah dan masyarakat sebagai nasabah guna mengetahui kondisi bank tersebut pada waktu tertentu.

(Kasmir:2015)

19

a. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio adalah suatu rasio yang menunjukkan sampai sejauh mana kemampuan permodalan suatu bank untuk mampu menyerap risiko kegagalan kredit yang mungkin terjadi sehingga semakin tinggi angka rasio ini, maka menunjukkan bank tersebut semakin sehat begitu juga dengan sebaliknya. Sementara menurut Peraturan Bank Indonesia, CAR (Capital Adequancy Ratio) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank.

Angka rasio CAR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah minimal 8%, jika rasio CAR sebuah bank berada dibawah 8% berarti bank tersebut tidak mampu menyerap kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan usaha bank, kemudian jika rasio CAR diatas 8% menunjukkan bahwa bank tersebut semakin solvable. Dengan semakin meningkatnya tingkat solvabilitas bank, maka secara tidak langsung akan berpengaruh pada meningkatnya kinerja bank, karena kerugian-kerugian. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

CAR = 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐵𝑎𝑛𝑘𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑇𝑀𝑅 ... (1)

b. Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO)

Menurut Bank Indonesia, efisiensi operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau yang sering disebut BOPO. Rasio BOPO ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya. Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

BOPO = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 ... (2) c. Financing to Deposit Ratio (FDR)

Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas suatu bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya, yaitu dengan cara membagi jumlah

21

pembiayaan yang diberikan oleh bank terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Semakin tinggi Financing to Deposit Ratio (FDR) maka semakin tinggi dana yang disalurkan ke Dana Pihak Ketiga (DPK). Dengan penyaluran Dana Pihak Ketiga (DPK) yang besar maka pendapatan bank Return on Asset (ROA) akan semakin meningkat, sehingga Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif terhadap Return on Asset (ROA).

Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah 80% hingga 110%. Jika angka rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) suatu bank berada pada angka di bawah 80% (misalkan 60%), maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan sebesar 60% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Karena fungsi utama dari bank adalah sebagai intermediasi (perantara) antara pihak yan kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, maka dengan rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) 60%

berarti 40% dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan, sehingga dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik.

Kemudian jika rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) bank mencapai lebih dari 110%, berarti total pembiayaan yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka bank

dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi (perantara) dengan baik. Semakin tinggi Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan kurangnya efektivitas bank dalam menyalurkan pembiayaan. Jika rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan pembiayaannya dengan efektif). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

FDR = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎 × 100 ... (3)

6. Kinerja Keuangan

a. Pengertian Kinerja Keuangan

Istilah kinerja atau performance sering dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan. Menurut Sukhemi bahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan karena mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber

23

dayanya. Berdasakan tekniknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi 8 macam, yaitu:

1) Analisis perbandingan laporan keuangan, merupakan teknik analisis dengan cara membandingkan laporan keuangan dua periode atau lebih dengan menunjukkan perubahan, baik dalam jumlah (absolut) maupun dalam presentase (relatif).

2) Analisis Tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan kenaikan atau penurunan.

3) Analisis Presentase per Komponen (common size), merupakan teknik analisis untuk mengetahui presentasi investasi pada masing-masing aktiva terhadap keseluruhan atau total aktiva maupun utang.

4) Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan teknik analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja melalui dua periode waktu yang dibandingkan.

5) Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik analisis untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan kas pada suatu periode waktu tertentu 6) Analisis Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan

untuk mengetahui hubungan diantara pos tertentu dalam

neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.

7) Analisis Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis untuk mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba.

8) Analisis Break Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

b. Profitabilitas

Profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mengahsilkan keuntungan. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan mandapatkan laba melalui senua kemampuan dan sumber daya yang ada, seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Selain itu, rasio profitabilitas digunakan sebagai salah satu tolak ukur menilai kinerja manajemen dalam upaya menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.

Profitabilitas bank tidak hanya penting bagi pemilik, tetapi juga bagi pihak- pihak lain. Bila bank berhasil meningkatkan laba dan dana cadangan guna memperkuat posisi modal bank, maka nasabah (deposan) tidak perlu merasa was-was terhadap keamanan dananya di bank. Peningkatan laba bank juga penting bagi

25

pemerintah dan masyarakat karena bertambahnya laba bank mencerminkan terjaminnya arus lalu lintas keuangan (penghimpunan dan penyaluran dana dari dan ke masyarkat) secara timbal balik dapat berjalan dengan baik. Bank syariah adalah salah satu lembaga keuangan yang berorientasi laba (profit) dimana laba tersebut bukan hanya untung kepentingan pemilik, tetapi juga untuk pengembangan usaha bank syariah. Agar memperoleh hasil yang optimal, bank syariah dituntut untuk meningkatkan kapabilitasnya dalam mencetak laba termasuk mengelola dana yang dikumpulkan secara efektif dan efisien. Hal tersebut sangat penting dilakukan karena keuntungan yang rendah merupakan hambatan bagi pertumbuhan bank yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank. Begitupun sebaliknya.

c. Return On Assets (ROA)

Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur profitabilitas bank, karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang dananya sebagian besar dari dana simpanan masyarakat. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank, dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas adalah ROA. ROA penting bagi bank karena

ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan mamanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sesudah pajak terhadap total aset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, kerena tingkat pengembalian (return) semakin besar. Rumus perhitungan Return On Assets (ROA) menurut Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah sebagai berikut:

(ROA) = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑆𝐸𝑇 × 100% ... (4) Rentabilitas atau profitabilitas bank adalah suatu kemampuan bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam persentase. Profitabilitas atau rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingka efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.12 Profitabilitas atau sering dis ebut juga dengan rentabilitas

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑆𝐸𝑇 × 100% ... (4) Rentabilitas atau profitabilitas bank adalah suatu kemampuan bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam persentase. Profitabilitas atau rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingka efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.12 Profitabilitas atau sering dis ebut juga dengan rentabilitas

Dokumen terkait