• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL- HASIL-HASIL YANG DICAPAI

3.2 KEBIJAKAN LINTAS BIDANG .1 PENANGGULANGAN KEMISKINAN

3.2.4 PERLINDUNGAN ANAK

3.2.4.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL- HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Langkah-langkah Kebijakan

Dengan memperhatikan permasalahan tersebut di atas, maka sasaran perlindungan anak adalah meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan, dan perlindungan anak yang ditandai dengan: (a) meningkatnya akses dan kualitas layanan perlindungan anak, yang antara lain diukur dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), APS 7-12 tahun, APS 13-15 tahun, APS 16-18 tahun, dan cakupan kunjungan neonatal, serta menurunnya persentase balita gizi buruk; (b) meningkatnya persentase cakupan anak korban kekerasan yang mendapat penanganan pengaduan; dan (c) meningkatnya efektivitas kelembagaan perlindungan anak, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Dalam mengupayakan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan tersebut, langkah-langkah kebijakan yang dilakukan adalah: (1) peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas, peningkatan partisipasi anak dalam pembangunan, dan upaya penciptaan lingkungan yang ramah anak dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak; (2) peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi; dan (3) peningkatan efektivitas kelembagaan perlindungan anak.

Hasil-hasil yang dicapai

Hasil-hasil yang dicapai dalam upaya peningkatan perlindungan anak sampai dengan bulan Juli tahun 2011 adalah sebagai berikut.

Pertama, peningkatan layanan untuk tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, yang ditandai oleh peningkatan akses anak terhadap layanan pendidikan, peningkatan derajat kesehatan dan gizi anak, serta peningkatan partisipasi anak.

Dari aspek peningkatan akses anak terhadap layanan pendidikan ditandai dengan meningkatnya berbagai angka partisipasi pendidikan, baik angka partisipasi sekolah (APS), angka partisipasi kasar (APK), dan angka partisipasi murni (APM). Data SUSENAS menunjukkan proporsi anak usia 7-12 tahun yang duduk di bangku sekolah (APS 7-12 tahun) meningkat dari 97,95 persen pada tahun 2009 menjadi 98,02 persen pada tahun 2010. Pada kelompok usia 13-15 tahun, APS meningkat dari 85,43 persen pada tahun 2009 menjadi 86,24 persen pada tahun 2010. Pada periode tahun yang sama, APS 16-18 tahun juga mengalami peningkatan dari 55,05 persen menjadi 56,01 persen. Data Kemendiknas menyebutkan bahwa anak yang mengikuti pendidikan usia dini (APK PAUD) pada tahun 2009/2010 sebesar 53,70 persen. Pada periode tahun 2009/2010 – 2010/2011, proporsi anak usia 7-12 tahun yang sedang bersekolah di SD/MI/sederajat (APM SD/MI/sederajat) juga meningkat 95,23 persen menjadi 95,41 persen, sedangkan proporsi anak usia 13-15 tahun yang sedang bersekolah di SMP/MTs/sederajat (APM SMP/MTs/sederajat) meningkat dari 74,52 persen menjadi 75,64 persen. Sementara itu, proporsi anak usia 16-18 yang bersekolah di

SMA/SMK/MA/sederajat (APM SMA/SMK/MA/sederajat) juga mengalami peningkatan dari 55,73 persen persen menjadi 56,52 persen.

Peningkatan derajat kesehatan dan gizi anak, tercermin dari menurunnya angka kematian bayi (AKB) dari 35 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2007) dan angka kematian anak balita (AKBA) dari 46 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 44 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Selain itu, keadaan gizi anak juga semakin membaik yang ditandai oleh menurunnya prevalensi kurang gizi pada anak balita dari 18,4 menurut Riskesdas 2007 menjadi 17,9 menurut Riskesdas 2010 dan menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8 persen (Riskesdas 2007) menjadi 35,6 persen (Riskesdas 2010). Peningkatan derajat kesehatan dan gizi anak tersebut didukung oleh meningkatnya persentase anak usia 12-23 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap dari 46,2 persen menjadi 53,8 persen, dan frekuensi penimbangan meningkat dari 45,4 persen menjadi 49,4 (Riskesdas 2007 dan 2010). Pada tahun 2010, cakupan pelayanan kesehatan bayi mencapai 84,01 persen dan cakupan pelayanan kesehatan balita mencapai 78,11 persen (Data Kemenkes, 2010). Sementara itu, promosi kesehatan di tingkat keluarga untuk penanganan balita sakit dan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan makanan pelengkap yang sesuai, dan upaya perbaikan gizi masyarakat, antara lain dilakukan melalui pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI), pemberian ASI eksklusif, pemberian kapsul vitamin A pada balita,dan pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil terus ditingkatkan.

Meningkatnya partisipasi anak dalam pembangunan ditandai dengan terbentuk dan aktifnya Forum Anak Nasional (FAN) dan Forum Anak Daerah (FAD) di 15 Provinsi, yaitu: Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Riau, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat. Forum anak tersebut turut berpartisipasi pada 2nd International Conference on Child Friendly Asia Pacific di Kota Solo pada tanggal 30 Juni – 2 Juli 2011. Sampai dengan tahun 2011 telah terbentuk

kota layak anak (KLA) di 76 kabupaten/kota, yang tersebar di 15 provinsi.

Kedua, peningkatan perlindungan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi ekonomi ataupun seksual, penelantaran, diskriminasi, dan berbagai bentuk perlakuan salah lainnya. Hasil yang telah dicapai adalah dilaksanakannya peningkatan dan penguatan lembaga pelayanan untuk perempuan dan anak korban kekerasan, antara lain: (1) sebanyak 305 Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di tingkat Polres yang tersebar di seluruh Indonesia; (2) sebanyak 22 Pusat Krisis Terpadu (PKT) di Rumah Sakit Umum Daerah dan Vertikal, serta 43 Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di Rumah Sakit Polri; (3) sebanyak 29 Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) di 23 provinsi dan 15 Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA); (4) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 20 provinsi dan 117 kabupaten/kota; dan (5) mekanisme pengaduan bagi anak melalui telepon yang disebut Telepon Sahabat Anak (TESA) 129 di 14 kabupaten/kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Makasar, Bandar Lampung, Pontianak, Surakarta, Sidoarjo, Banda Aceh, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gowa, Serang, Yogyakarta, Semarang, dan Kabupaten Lamongan.

Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi anak dan perempuan korban kekerasan, telah dikembangkan model puskesmas/rumah sakit yang mampu tatalaksana kasus kekerasan terhadap Perempuan (KtP)/kekerasan terhadap anak (KtA). Sedangkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi anak yang berhadapan dengan hukum (baik sebagai pelaku, korban maupun saksi) telah dikembangkan model penanganan anak berhadapan dengan hukum (ABH) dengan pendekatan restorative justice di beberapa propinsi. Sebagai kelanjutan penyusunan RUU tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pada tahun 2011 telah ditetapkan 3 K/L yang bertugas dalam pembahasan RUU tersebut dengan DPR, yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA).

Walaupun sampai pada saat ini jumlah anak di dalam penjara masih cukup besar, karena belum disyahkannya RUU tentang Sistem peradilan Pidana Anak, namun Kemenhukham telah melakukan

upaya perbaikan dalam penanganan anak yang dipenjara. Saat ini, sekitar 352 anak telah mendapatkan pendidikan dan 580 anak telah memperoleh pendampingan, pembimbingan, dan serta perawatan dan pelayan kesehatan sesuai dengan standar kesehatan.

Sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan bagi anak dari keluarga miskin, Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) telah menyalurkan bantuan sosial (tabungan tunai bersyarat) kepada 147.321 anak pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 160.485 anak pada tahun 2011. Anak yang menjadi sasaran dari PKSA tersebut terdiri dari anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak dengan kecacatan, anak berhadapan dengan hukum, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Bantuan PKSA ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak dan balita, mengakses layanan sosial (pengurusan akte kelahiran, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya), serta penguatan tanggung jawab orang tua/keluarga. Selain itu, telah dilaksanakan pula peningkatan bantuan tunai bersyarat untuk mengakses pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk anak dan balita dari 772.000 Rumah Tangga Sangat Miskin/RTSM di 20 provinsi pada tahun 2010 menjadi 1.116.000 RTSM di 25 provinsi pada tahun 2011 melalui Program Keluarga Harapan (PKH).

Sementara itu, menurut Susenas 2009 cakupan anak balita yang telah memiliki akte kelahiran meningkat menjadi sekitar 52,5 persen. Untuk percepatan kepemilikan Akta Kelahiran, pada tahun 2011 telah ditandatangani Nota Kesepahaman 8 Menteri, yaitu: Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Sosial, Menteri Agama, dan Menteri Negara PP dan PA tentang Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran dalam rangka Perlindungan Anak. Selain itu, pada tahun 2011, telah terdapat 278 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Akte Kelahiran Bebas Bea di seluruh Indonesia.

Di bidang ketenagakerjaan, data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan penurunan jumlah pekerja anak usia 10-17 tahun, dari 1.713,2 ribu pada tahun 2008 menjadi 1.679,1 ribu pada tahun 2009. Dalam upaya menurunkan jumlah pekerja anak tersebut, pada tahun 2010 telah dilaksanakannya penarikan

sekitar 3.000 pekerja anak dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (BPTA) dalam rangka Program Keluarga Harapan dan direncanakan meningkat menjadi sekitar 3.560 pekerja anak pada tahun 2011. Pekerja anak yang telah ditarik tersebut diusahakan masuk dalam satuan pendidikan, baik pendidikan formal, kesetaraan, maupun non-formal.

Ketiga, peningkatan kelembagaan perlindungan anak. Dalam rangka meningkatkan kapasitas para pelaksana Program Perlindungan Anak, telah dilaksanakan pelatihan secara berjenjang tentang pembangunan berbasis sistem (system building approach) dalam Program Perlindungan Anak bagi para pengambil kebijakan dan staf teknis perlindungan anak dari kementerian/lembaga terkait di tingkat pusat dan SKPD terkait dari 7 propinsi, yaitu Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Pelatihan tersebut juga bermanfaat untuk meningkatkan komitmen dan koordinasi diantara kementerian/lembaga dan SKPD terkait.

Dari segi penyediaan data dan informasi perlindungan anak, telah dilaksanakan kajian untuk menilai kondisi sistem informasi perlindungan anak di Indonesia dan penyusunan indikator komposit perlindungan anak. Selain itu, telah dikembangkan pula database pencatatan dan pelaporan perempuan dan anak korban kekerasan. Selanjutnya, sedang direncanakan pelaksanaan survei prevalensi kekerasan terhadap anak.

Sedangkan untuk penguatan dasar hukum dan kebijakan yang mendukung peningkatan perlindungan anak, telah disusun/diterbitkan/ditandatangani: (1) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 02 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak (PPKTA) 2010-2014; (2) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak Tingkat Provinsi; (3) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Kabupaten/Kota Layak Anak di Desa/Kelurahan; (4) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penanganan ABH; (5) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 2 Tahun 2011 tentang Panduan Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di

Lingkungan Keluarga, Masyarakat dan Lembaga Pendidikan; (6) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 03 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pemenuhan Hak Partisipasi Anak; (7) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 4 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kebijakan Pemenuhan Hak Partisipasi Anak; (8) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Kebijakan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak; (9) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan; (10) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 7 Tahun 2011 tentang Kebijakan Peningkatan Ketahanan Keluarga Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK); (11) Surat Edaran Menteri Negara PP dan PA Nomor 03/KPPPA/Dep.IV/1/2011 tanggal 10 Januari 2011 untuk mensosialisasikan/menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 472.11/5111/SJ tentang Perpanjangan Masa Berlaku Dispensasi Pelayanan Pencatatan Kelahiran; (12) Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Sosial RI, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum; (13) Pedoman Advokasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini di Bidang Kesehatan; dan (14) Pedoman Antisipasi terhadap Dampak Perubahan Global bagi Kesehatan.

3.2.4.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih dihadapi di masa yang akan datang, maka tindak lanjut yang akan dilaksanakan ke depan adalah: (1) peningkatan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, antara lain, melalui peningkatan aksesibilitas dan kualitas program pengembangan anak usia dini, peningkatan kualitas kesehatan anak, dan peningkatan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja; (2) perlindungan anak dari segala bentuk tindak kekerasan dan diskriminasi, antara lain, melalui peningkatan rehabilitasi dan pelindungan sosial anak, peningkatan perlindungan bagi pekerja anak dan penghapusan pekerja terburuk anak, dan peningkatan perlindungan bagi anak yang

berhadapan dengan hukum antara lain dengan melakukan upaya perbaikan dalam sarana dan prasarana yang mendukung hak-hak perlindungan anak; (3) peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, antara lain, melalui penyusunan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait perlindungan anak, peningkatan kapasitas pelaksanaan perlindungan anak, peningkatan penyediaan data dan informasi perlindungan anak, dan peningkatan koordinasi dan kemitraan antarpemangku kepentingan terkait pemenuhan hak-hak anak, baik lokal, nasional, maupun internasional.

Dokumen terkait