• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANGUNAN KELAUTAN BERDIMENSI KEPULAUAN

3.2 KEBIJAKAN LINTAS BIDANG .1 PENANGGULANGAN KEMISKINAN

3.2.3 PEMBANGUNAN KELAUTAN BERDIMENSI KEPULAUAN

Sebagai negara kepulauan, tata kelola pembangunan Indonesia masih bias ke daratan. Hal ini mengakibatkan pendekatan archipelagic state sebagai kerangka pembangunan nasional belum secara optimal dilaksanakan. Laut yang memisahkan pulau-pulau Indonesia masih dipandang sebagai kendala pembangunan dari pada sebagai tantangan yang harus diselesaikan, sementara potensi besar yang ada didalamnya menjadi terabaikan.

3.2.3.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan pembangunan kelautan berdimensi kepulauan antara lain adalah, pertama: belum selesainya batas wilayah laut Indonesia dengan negara tetangga. Indonesia memiliki batas laut dengan sepuluh negara tetangga. Penyelesaian batas wilayah Indonesia masih merupakan isu penting yang perlu mendapat perhatian karena tidak hanya menyangkut keutuhan wilayah NKRI, namun juga berkaitan dengan pemerataan pembangunan di daerah perbatasan.

Kedua, permasalahan terkait dengan pelanggaran kedaulatan, gangguan keamanan di wilayah laut, yurisdiksi nasional. Tantangan yang masih dihadapi antara lain: terbatasnya sarana dan prasarana penjagaan dan pengawasan wilayah perairan yurisdiksi nasional yang menyebabkan keterbatasan cakupan pengawasan dan operasi keamanan di laut. Sementara, teknologi kapal illegal semakin modern dan kemampuan operator kapal ilegal semakin berkembang yang berpotensi pelanggaran hukum di laut semakin bervariasi dan semakin sulit untuk diatasi. Selain itu, sebagai negara kepulauan dengan 3 (tiga) ALKI (alur laut kepulauan Indonesia), Indonesia mempunyai kewajiban menyediakan pengamanan terhadap jalur pelayaran internasional di jalur ALKI tersebut. Sesuai Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1816 pada tanggal 2 Juni 2008, apabila permasalahan keamanan laut tidak ditangani dengan baik dapat berpotensi pada masuknya pihak/negara asing yang ikut melakukan pengamanan di wilayah yurisdiksi nasional sebagaimana

dilakukan di perairan Somalia. Pada sisi lain, dunia pelayaran internasional masih menempatkan Selat Malaka dan beberapa wilayah perairan internasional Indonesia lainnya sebagai wilayah yang belum cukup jaminan keamanannya. Penilaian ini dapat memunculkan kekhawatiran bagi para pelintas di wilayah perairan Indonesia dan dapat menimbulkan pandangan negatif bagi dunia pelayaran di Indonesia.

Wilayah perbatasan laut, terutama pulau-pulau kecil terdepan/terluar kondisinya masih tertinggal. Kesenjangan ekonomi antara masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil terdepan/terluar dengan penduduk di negara tetangga dapat berdampak bagi penurunan rasa kebangsaan atau nasionalisme. Pulau-pulau kecil terdepan/terluar, selain terdapat kesenjangan ekonomi di masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut, juga merupakan daerah yang rawan terhadap pelanggaran wilayah kedaulatan dan pelanggaran hukum, serta merupakan daerah yang rentan terhadap kerusakan alam dan dampak perubahan iklim.

Ketiga, permasalahan terkait keterbatasan sarana prasarana di wilayah kepulauan terpencil dan terluar. Untuk wilayah kepulauan, permasalahan interkoneksi antarwilayah sangat terkait erat dengan transportasi antarpulau dan berpengaruh pada distribusi logistik antarpulau. Dalam upaya penguatan konektivitas nasional, permasalahan yang masih dihadapi dalam transportasi laut yang berperan sebagai penghubung antarpulau adalah terbatasnya jumlah kapal dan rute pelayanan penyediaan transportasi angkutan laut dan penyeberangan perintis. Selain itu, peningkatan demand pada pelabuhan utama belum dimbangi dengan peningkatan kapasitas sarana dan prasarana serta kualitas pelayanan yang diperlukan, antara lain: kapasitas pelabuhan, waktu tunggu di pelabuhan, sistem jaringan transportasi inter dan antar moda di pelabuhan. Luasnya wilayah perairan Indonesia, juga berpengaruh pada lambatnya tingkat pemenuhan rasio kecukupan dan keandalan keselamatan dan keamanan pelayaran. Kemampuan profesionalisme, jumlah SDM dan perlengkapan dalam pengawasan dan patroli keselamatan pelayaran masih sangat rendah. Demikian juga untuk informasi meteorologi maritim juga masih menghadapi masalah terkait distribusi informasi cuaca dan prakiraan tinggi gelombang untuk keselamatan pelayaran

melalui stasiun radio pantai belum menjangkau ke pelabuhan umum, pelabuhan-pelabuhan perikanan dan pelabuhan lokal. Berdasarkan Inpres No. 5 tahun 2005 tentang pemberdayaan industri pelayaran nasional, pemenuhan asas cabotage juga masih belum tercapai.

Keempat, permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan kelautan adalah menurunnya kualitas ekosistem pesisir dan laut, yang dapat berakibat pada menurunnya ketersediaan sumber daya plasma nutfah. Bertambahnya jumlah penduduk dan bertambahnya kegiatan-kegiatan pembangunan di sektor lain menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem pesisir dan laut, seperti pencemaran lingkungan laut dan pesisir akibat limbah hasil samping kegiatan pertambangan, manufaktur dan agroindustri, limbah aktivitas kehutanan, dan pencemaran akibat tumpahan minyak, serta kerusakan pada mangrove dan padang lamun akibat perubahan penggunaan lahan, serta kerusakan pada terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut. Selain itu, kerusakan lingkungan juga berpotensi semakin meningkat akibat adanya pemanasan global yang menyebabkan meningkatnya muka air laut yang menyebabkan terjadinya banjir, abrasi dan intrusi air laut, serta terjadinya pemutihan terumbu karang (coral bleaching) akibat perubahan iklim. Praktik penangkapan ikan yang merusak dan penambangan terumbu karang juga telah memperparah kondisi ekosistem pesisir dan laut.

Kelima, permasalahan yang terkait dengan proses perencanaan dan pembangunan kelautan, terutama masih terbatasnya berbagai informasi geospasial sumber daya kelautan yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi.

3.2.3.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Langkah-langkah Kebijakan

Dalam rangka mengatasi pemasalahan yang dihadapi pembangunan kelautan berdimensi kepulauan telah disusun langkah-langkah kebijakan yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan program dan kegiatan seluruh sektor pembangunan terkait. Langkah-langkah kebijakan tersebut adalah: (1) Akselerasi

penyelesaian batas laut dengan negara tetangga; (2) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pelanggaran di laut, serta menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI; (3) Meningkatkan sarana dan prasarana dasar di pulau-pulau kecil, termasuk pulau terluar; serta peningkatan sarana dan prasarana penghubung antarpulau dalam rangka menjadikan laut sebagai perekat NKRI; dan (4) Meningkatkan upaya pelestarian lingkungan pesisir dan laut dalam rangka menjaga dan mempertahankan fungsinya sebagai pendukung kehidupan, serta (5) penguatan data dan informasi kelautan.

Hasil-hasil yang dicapai

Dalam rangka akselerasi penyelesaian batas dengan negara tetangga, telah dilakukan perundingan dengan negara tetangga untuk membuat kesepakatan tentang penetapan garis batas laut teritorial, landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif. Penetapan batas secara tuntas telah dilakukan dengan Papua Nugini berupa batas laut serta Australia berupa batas LK dan ZEE. Ketetapan batas maritim sudah tercapai pada sebagian segmen batas laut wilayah dengan Malaysia dan Singapura, Landas Kontinen dengan India, Thailand, Malysia, Vietnam, Australia, dan Papua Nugini. Hingga tahun 2011 telah terdapat 16 (enam belas) perjanjian perbatasan laut Indonesia dengan negara tetangga.

Dalam rangka peningkatan pengamanan dan pengendalian pelanggaran di laut, serta pengamanan dan menjaga kedaulatan wilayah NKRI, upaya yang ditempuh adalah meningkatkan harmonisasi peran dan fungsi berbagai lembaga pengamanan dan pengawasan di laut, serta kerja sama operasi bersama pengawasan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), TNI-AL, TNI-AU, Polisi Air, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perhubungan. Hasil yang dicapai antara lain terlaksananya Operasi Gurita 16 dan 17, operasi kapal pengawas, dua kali operasi bersama, pembangunan sistem informasi keamanan laut berbasis realtime, serta peningkatan pengawasan jalur ALKI, utamanya Selat Malaka melalui operasionalisasi sarana dan prasarana radar Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) di Selat Malaka dan Sulawesi,

pemantauan ketaatan kapal di pelabuhan, pengawasan usaha budidaya, verifikasi kapal perikanan, dan pengawasan sumber daya kelautan pada ekosistem pesisir serta pencemaran laut, serta peningkatan pemantauan melalui Vessel Monitoring System dan peningkatan penanganan tindak pidana perikanan.

Masalah perbatasan tidak hanya menyangkut keutuhan wilayah NKRI, tetapi juga berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan, terutama di daerah-daerah yang berbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terdepan/terluar. Upaya yang telah dilakukan antara lain melalui peningkatan sarana dan prasarana penghubung antarpulau dalam rangka menjadikan laut sebagai perekat NKRI, serta membangun fasilitas dasar (listrik, air, dan telekomunikasi) di pulau-pulau kecil terdepan/terluar, dan penetapan peraturan perundangan tentang pulau-pulau kecil, antara lain PP No 62 tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Peningkatan penyediaan transportasi laut juga telah dilakukan melalui pembangunan kapal-kapal angkutan laut perintis tipe coaster yang sesuai untuk angkutan penumpang dan barang beserta penyediaan subsidi operasinya. Sebagai hasilnya, pada tahun tahun anggaran 2011, pemerintah telah mengoperasikan kapal tipe coaster sebanyak 28 unit kapal yang melayani 61 (enam puluh satu) trayek. Selanjutnya, dalam rangka mempercepat Pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2005 dilakukan peningkatan dan pemberdayaan jumlah armada serta kemudahan pendirian perusahaan pelayaran nasional melalui penerbitan Surat Izin Usaha dan Operasi. Sesuai dengan tuntutan standar pelayanan dalam rangka keselamatan yang makin meningkat, untuk penyediaan informasi cuaca, telah dilakukan otomatisasi pengamatan dengan pembangunan Automatic Weather Observation System (AWOS), pembangunan pos pelayanan informasi meteorologi dan sejumlah 56 pelabuhan telah memperoleh pelayanan informasi cuaca maritim dan prakiraan tinggi gelombang laut.

Selanjutnya, dalam rangka mempertahankan fungsi ekosistem pesisir dan laut sebagai pendukung kehidupan, dan mewujudkan pembangunan wilayah pesisir dan laut yang berkelanjutan, dilakukan upaya pendekatan pesisir dan laut secara terpadu, baik dengan koordinasi dan sinergi yang kuat antara pelaku pembangunan di

sektor lainnya, maupun dengan peningkatan kualitas ekosistem dan keanekaragaman hayati laut dengan pelibatan masyarakat secara aktif. Upaya yang dilakukan antara lain melalui pengelolaan kawasan konservasi perairan yang mencapai 13,95 juta ha, rehabilitasi dan pemeliharaan terumbu karang pada 16 kabupaten/kota di 8 provinsi, peningkatan penanaman dan rehabilitasi mangrove, pemetaan kawasan padang lamun (sea grass), rehabilitasi daerah sempadan pantai, serta peningkatan pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah dan pusat, serta peningkatan kerja sama internasional dalam rangka konservasi laut melalui Coral Triangle Initiative (CTI), Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion (SSME), dan Bismarck Solomon Seas Ecoregion (BSSE), pelaksanaan Program Pantai dan Laut Lestari, penyusunan rencana strategis pengelolaan lingkungan pesisir dan laut (Rencana Strategis Pengelolaan Lingkungan Pesisir, antara lain di Kawasan Teluk Tomini, Kawasan Teluk Jakarta). Selain itu, dalam rangka pengendalian pencemaran laut, dilakukan pula upaya identifikasi dan pemetaan 412 titik pembuangan air limbah, pengaturan perijinan pembuangan air limbah, serta penanganan kasus pencemaran laut akibat tumpahan di Indramayu dan tumpahan minyak Montara Well di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur.

Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi geospasial sumber daya alam, telah dilakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan informasi geospasial untuk matra laut. Pada tahun 2011 akan dilaksanakan Pemetaan Sumber daya Pesisir dan Pulau Kecil sebanyak 72 NLP, Pemetaan Neraca dan Valuasi Ekonomi Sebagian Pesisir Pulau Jawa dan Pulau Kecil Lainnya sebanyak 40 NLP, pembinaan basis data di 4 kabupaten dan kajian kesesuaian budidaya pesisir dan laut di 4 kabupaten/kota.

3.2.3.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Secara garis besar, dalam rangka mendorong pembangunan kelautan, perlu dilakukan pemanfaatan potensi laut secara optimal, termasuk dengan mengembangkan industri perikanan, mineral dan energi, maritim, wisata bahari, dengan tetap menjaga keseimbangan ekologi, meningkatkan pengawasan dan mempercepat penetapan batas laut.

Terkait batas laut, tindak lanjut yang akan dilakukan adalah mempercepat penyelesaian batas laut serta pengembangan kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar masih menjadi salah satu perhatian utama Indonesia. Prioritas kebijakan luar negeri terkait border diplomacy adalah: 1) Prioritas pertama adalah perundingan penetapan perbatasan laut dengan Malaysia (batas laut dan darat), Singapura (batas laut wilayah segmen timur), Filipina (batas ZEE dan LK), Palau (batas LK dan ZEE), Vietnam (batas ZEE), Thailand (batas ZEE), dan India (Batas ZEE); 2) Prioritas kedua adalah perundingan penetapan perbatasan dengan Timor Leste (batas laut wilayah, ZEE, LK).

Pengawasan wilayah laut dan daerah perbatasan perlu dilakukan dengan meningkatkan kegiatan pengamanan dan penjagaan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI melalui (a) memperkuat sistem Monitoring, Controlling, and Surveilance termasuk peningkatan sarana dan prasarana pengawasan, (b) peningkatan ekstensifikasi dan intensifikasi patroli atau operasi bersama yang melibatkan seluruh pemangku kewenangan keamanan di laut, (c) melanjutkan pembangunan sistem informasi keamanan laut berbasis realtime sehingga pengawasan (surveillance) keamanan laut dapat diselenggarakan setiap saat dengan cakupan di seluruh wilayah laut yurisdiksi nasional Indonesia, (d) pengembangan SDM pengawasan dan pembinaan kelompok masyarakat pengawas, dan (e) peningkatan penaatan dan penegakan hukum dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.

Peningkatan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terdepan/terluar akan dilanjutkan dengan penguatan paradigma pembangunan wilayah perbatasan sebagai halaman depan negara (outward looking), identifikasi potensi dan pemetaan pulau-pulau kecil, akselerasi dan promosi investasi, dan penyediaan infrastruktur pelayanan dasar masyarakat seperti perhubungan dan komunikasi, transportasi, air bersih, listrik, irigasi, kesehatan, pendidikan, pertanian, perikanan dan pelayanan lainnya, serta peningkatan koordinasi pusat, daerah dan pemangku kepentingan untuk mendayagunakan pulau-pulau kecil.

Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat dan meningkatkan keterkaitan antarwilayah, perlu didukung oleh sistem logistik nasional yang handal yang meliputi ketersediaan prasarana dan sarana transportasi antarpulau yang memadai. Untuk itu, tindak lanjut yang diperlukan adalah mengembangkan sarana dan prasarana transportasi antarpulau; mengembangkan dan meningkatkan jumlah lintas pelayanan transportasi perintis serta membangun beberapa kapal perintis dengan tipe dan jenis yang sesuai untuk angkutan penumpang dan barang sesuai dengan kebutuhan daerah, peningkatan pengamanan dan pengawasan serta pembangunan kapal patroli secara berkesinambungan untuk memenuhi percepatan penanganan keselamatan pelayaran. Selain itu, perlu dilakukan pembangunan sarana analisis cuaca dan sistem diseminasi informasi cuaca maritim dan prakiraan tinggi gelombang, dimana sampai dengan tahun 2014 diprogramkan sejumlah 120 pelabuhan akan memperoleh pelayanan informasi cuaca maritim dan prakiraan tinggi gelombang laut.

Dalam rangka peningkatan kualitas ekosistem pesisir dan laut, perlu melanjutkan upaya untuk: (1) peningkatan pengelolaan kawasan konservasi perairan, (2) pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang, mangrove, padang lamun, estuaria, dan teluk, antara lain melalui rehabilitasi ekosistem terumbu karang di 16 kabupaten/kota pada 8 provinsi; (3) pemetaan dan pemantauan kualitas lingkungan dan ekosistem termasuk kawasan pesisir rawan banjir rob; (4) peningkatan koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait dengan pemanfaatan lahan di daerah pesisir dan pengelolaan ekosistem laut dan peningkatan pemahaman masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove dan terumbu karang, serta pelibatan masyarakat untuk pelaksanaan rehabilitasi ekosistem pesisir.

Selanjutnya dalam rangka peningkatan perencanaan dan pembangunan kelautan perlu terus dilakukan berbagai peningkatan baik kualitas maupun kuantitas data dan informasi sumber daya kelautan.

Dokumen terkait