• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Desa Siaga Aktif

2.3.6 Langkah – langkah Pengembangan Desa Siaga

Kepala Desa/Lurah bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Perangkat Desa/Kelurahan, serta lembaga kemasyarakatan yang ada harus mendukung pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif. Kegiatannya merupakan langkah-langkah memfasilitasi siklus pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Upaya Pemecahan Masalah di Desa Siaga Aktif

Pengenalan kondisi Desa/Kelurahan oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM), Lembaga kemasyarakatan, dan Perangkat Desa/Keluran, dilakukan bersama dan hasil analisis situasi perkembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif, yang sudah dapat atau belum dapat dipenuhi oleh Desa//Kelurahan yang bersangkutan. 1. PENGENALAN KONDISI DESA/KELURAHA 6. PEMBINAAN KELESTARIAN 5. PELAKSANAAN KEGIATAN 2. IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN & 3. MUSYAWARAH DESA/KELURAH 4. PERENCANAAN PARTISIPATIF FASILITATOR/KP M/KADER KESEHATAN

Selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap : (1) masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat dan prioritas penanganannya; (2) penyebab masalah kesehatan dan prilaku masyarakat; (3) potensi yang dimiliki oleh Desa/Kelurahan; (4) UKBM yang ada dan harus diaktifkan kembali/dibentuk baru dan (5) bantuan /dukungan yang diharapkan : apa bentuknya, berapa banyak, dari mana kemungkinan didapat (sumber) dan bilamana dibutuhkan.

Kemudian dilakukan musyawarah Desa/Kelurahan, dapat dilakukan secara berjenjang dengan terlebih dahulu menyelenggarakan Musyawarah Dusun atau Rukun Warga. Musyawarah Desa diselenggarakan dengan menyajikan hasil analisis data hasil kajian Profil Desa/Kelurahan dan atau hasil survey mawas diri (SMD). Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan untuk : (1) mensosialisasikan masalah kesehatan yang dihadapi; (2) mencapai kesepakatan urutan prioritas; (3) mencapai kesepakatan tentang UKBM yang dibentuk baru atau diaktifkan kembali; (4) memantapkan data potensi desa untuk sumber bantuan/dukungan yang diperlukan serta (5) Menggalang semangat dan partisipasi warga untuk mendukung pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif. Setelah diperoleh kesepakatan dari warga, KPM dan lembaga kemasyarakatan mengadakan pertemuan guna menyusun rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif untuk dimasukkan kedalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan

Rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif mencakup : (1) UKBM yang akan dibentuk baru atau diaktifkan kembali; (2) sarana yang akan dibangun baru atau direhabilitasi (misalnya Poskesdes, Polindes, sarana air bersih,

jamban keluarga, dll); (3) kegiatan yang akan dilaksanakan dan biaya operasionalnya; (4) hal-hal yang dapat dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dan atau bantuan dari donator (misalnya swasta), disatukan dalam dokumen tersendiri. Sedangkan hal-hal yang memerlukan dukungan Pemerintah dimasukkan dalam ke dokumen Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten/Kota.

Kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan adalah kegiatan yang mendapat dukungan dana dari pemerintah dan sudah melewati proses Musrenbang. Kegiatan dapat dimulai dengan membentuk UKBM dan menetapkan kader-kader pelaksanaanya, dan pelaksanaan kegiatan yang tidak memerlukan biaya operasional seperti promosi kesehatan melalui Dasawisma, pertemuan Rukun Tetangga, pertemuan Rukun Warga/Dusun, atau forum-forum kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan.

Tim pelaksana kegiatan bertanggung jawab mengenai realisasi fisik, keuangan dan administrasi kegiatan yang dilakukan, sesuai dengan rencana. Apabila dibutuhkan barang berupa bahan dan alat yang tidak dapat disediakan/dilakukan sendiri oleh masyarakat, maka Dinas Kesehatan melalui Puskesmas dapat membantu masyarakat untuk menyediakan barang/jasa tersebut. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis dari Kemendagri.

Pelatihan teknis, termasuk kursus-kursus penyegaran, bagi para kader pelaksanaan UKBM menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

dengan dibantu oleh Dinas Kesehatan Provinsi untuk melaksanakannya, dengan mengacu kepada petunjuk teknis yang dibuat oleh Kemendagri dan Kemenkes.

Pembinaan kelestarian Desa Siaga Aktif tugas dari KPM, Kepala Desa/Lurah, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Pertemuan berkala dan kursus penyegaran bagi para kader, termasuk KPM, dapat dikembangkan dengan cara lain melalui program Kelompecapir dan Perpustakaan Desa/Kelurahan. Pembinaan kelestarian dapat dilaksanakan terintregasi dengan penyelenggaraan Perlombaan Desa dan Kelurahan yang diselenggarakan setiap tahun ketingkat Nasional. Pembinaan kelestarian juga diselenggarakan dengan pencatatan dan pelaporan perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang berjalan secara berjenjang dan terintegrasi dengan Sistem Informasi Pembangunan Desa yang diselenggarakan oleh Kemendagri, dengan demikian kesuksesan program ini juga ditentukan oleh persiapan yang matang, penyelenggaraan yang terorganisasi dan evaluasi secara berkala (Kemenkes RI, 2011).

2.3.7 Pembiayaan Desa Siaga Aktif

Azwar (1994) menyebutkan bahwa pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan swasta. Jumlah dana pembiayaan harus cukup untuk membiayai upaya kesehatan yang telah direncanakan. Bila biaya tidak mencukupi, maka jenis dan bentuk pelayanan kesehatannya harus diubah sehingga sesuai dengan biaya yang disediakan. Distribusi atau penyebaran dana juga perlu disesuaikan berdasarkan skala prioritas.

Aspek pembiayaan merupakan hal penting dalam pengembangan Desa Siaga Aktif. Tujuannya adalah untuk menyediakan biaya dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya seluruh kegiatan yang direncanakan. Disamping itu juga diperlukan sumber daya manusia yang berkompetensi dan mampu mengelola dana dengan baik, karena salah satu cirri Desa/Kelurahan Siaga Aktif adalah memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang berbasis masyarakat. Sedangkan sumbernya dapat berasal dari masyarakat, swasta/dunia usaha, hasil usaha dan pemerintah.

Sumber dana dari masyarakat dapat berupa : (1) iuran pengguna/pengunjung Poskesdes; (2) iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat; (3) sumbangan/donator dari perorangan atau kelompok masyarakat dan mobilisasi dana sosial keagamaan. Pera aktif swasta atau dunia usaha dapat dilakukan dengan cara menjadikan Desa Siaga Aktif sebagai anak angkat usaha. Bantuan yang diberikan dapat berupa sarana, prasarana atau tenaga sukarelawan poskesdes. Disamping itu pengelola dan kader Desa/Kelurahan Siaga Aktif dapat melakukan usaha mandiri yang hasilnya disumbangkan untuk pengolaan Desa/Kelurahan Siaga (Depkes, 2007).

Pemerintah melalui Depkes juga telah mengalokasikan anggaran khusus yang bersumber APBN untuk pembentukan Desa/Kelurahan Siaga. Pemanfaatan dana ini sebaiknya tidak berjalan sendiri, melainkan diintegrasikan dengan dana lain yang disediakan untuk pengadaan Poskesdes, pelatihan fasilitator dan lain –

lain sehingga saling menunjang dan mengisi. Sumber dana lainnya dapat berasal dari bantuan luar negeri seperti USAID yang disalurkan melalui APBN (Depkes, 2006).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : HK.0305/B.I.4/3060/2008 tentang penerimaan bantuan sosial dana operasional tahun anggaran 2008 disebutkan bahwa tujuan utama pembiayaan Desa Siaga adalah terselenggaranya pengembangan/operasional Poskesdes secara optimal untuk mewujudkan Desa Siaga melalui tersedianya dana stimulan operasional. Rata – rata dana yang dikeluarkan adalah Rp. 1.500.000,00 per tahun per desa.

Jenis kegiatan yang difasilitasi olah dana ini adalah musyawarah desa, pelatihan kader Desa/Kelurahan Siaga, insentif kader, kegiatan pemantauan, pelaporan, pengadaan sarana/prasarana dan kegiatan pengembangan.

Mengingat besarnya kegiatan Desa Siaga, pelatihan kader merupakan paket kegiatan yang berkesinambungan. Tahap pertama difokuskan pada masalah PHBS dan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Tahap kedua dan ketiga diberikan berupa kegiatan surveilan epidemiologi dan penaggulangan KLB. Tahap keempat, kader diberi pengetahuan dan praktek tentang kesiapansiagaan bencana, tindakan emergensi serta pengelolaan obat sederhana di desa. Jika dirasa perlu, pelatihan lainnya dapat juga dilakukan (Depkes, 2007).

Penelitian Polisiri dan kawan – kawan di Kota Tidore Kepulauan tahun 2008 tentang implementasi Desa Siaga, diperoleh gambaran bahwa Pemerintah Pusat menyediakan secara penuh semua sumber dana terhadap 28 desa dari 72

desa yang ada. Pemerintah secara penuh menyediakan dana bagi pembentukan

desa siaga di Desa Bua – Bua dengan memberikan dana sebesar Rp.20.000.000,00 untuk proses pembentukan awal desa siaga ini. Sedangkan

untuk desa selanjutnya, dana yang tersedia semakin berkurang, hanya tinggal Rp.7.000.000,00 bagi masing – masing desa. Hal ini mengakibatkan perkembangan desa siaga tidak sebaik yang ada di Desa Bua – Bua.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Taufik Noor dan kawan – kawan terhadap pengembangan Desa Siaga di Cibatu Purwakarta tahun 2007, diperoleh gambaran bahwa bantuan untuk pembangunan posyandu di 7 kecamatan terpilih sebesar Rp. 17.500.000,00 per posyandu. Bantuan dana operasional posyandu diberikan untuk 192 desa yang meliputi 9 kelurahan dan 183 desa sebesar Rp.750.000,00. Dana yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana posyandu masing – masing sebesar Rp.250.000,00. Bagi usaha penguatan ekonomi kader diberi dana sebesar Rp.250.000,00. Penambahan pendapatan ini biasanya digunakan untuk membuka warung obat desa, membuat jamu-jamu atau modal usaha dagang kader.

Pada Simposium Internasional Kesehatan Masyarakat yang digelar di Hotel Polonia Medan pada tanggal 15 – 17 Oktober 2009, Makkasau mempresentasikan proses advokasinya kepada Pemerintah Kota Ternate sehubungan dengan pengembangan program Desa Siaga Aktif. Beliau menghitung nilai ekonomi yang hilang melalui anggaran Dinas Kesehatan Kota Ternate akibat 10 penyakit terbesar yang ada disana. Total nilai ekonomi yang hilang pada tahun

2008 berjumlah Rp. 62.276.685.000,00. Melihat kondisi tersebut, akhirnya Walikota Ternate mampu mengaanggarkan biaya pembentukan dan operasinal 23 kelurahan siaga melalui APBD.

Sofiarini dan Goeman (2009) menjelaskan analisis biaya Desa Siaga di NTB dan NTT berdasarkan dukungan GTZ SISKES selama 2006 – 2009. Beliau menyebutkan bahwa biaya untuk implementasi desa siaga untuk satu desa selama satu tahun di NTB adalah Rp. 53.414.400,00 sedangkan di NTT Rp. 74.615.500,00. Dari biaya ini, 80 % dipergunakan untuk penbentukan konsep desa siaga dan 20% untuk kegiatan operasional dan mempertahankan fungsi desa siaga. Perinciannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Perbandingan Analisa Biaya Desa Siaga Di NTB dan NTT Tahun 2006 – 2009

Uraian Kegiatan

NTB NTT

Min Unit Biaya Maks Min Unit Biaya Maks

Kumpulan semua langkah untuk 1 tahun 176.329.000 267.072.000 355.728.000 351.780.000 373.077.500 394.375.000 Distribusi untuk 1 desa/tahun 35.265.000 53.414.400 71.145.600 70.356.000 74.615.500 78.875.000 Biaya Pembentu kan 30.198.400 43.184.400 57.000.700 54.236.000 59.067.500 63.899.000 Biaya 1 kali operasion al 1.696.200 2.975.000 3.833.700 2.630.000 2.714.000 2.798.000 Biaya operasion al 1 tahun 5.067.400 10.230.000 14.144.900 14.976.000 15.548.000 16.120.000

2.4 Landasan Teori

Tjiptoherijanto (1994) menyebutkan bahwa teori Demand For Health Capital (Grossman, 1972) mengacu pada pendekatan investment models dan mengasumsikan bahwa masing – masing individu melakukan penilaian manfaat atas pengeluaran untuk kesehatan yang diperbandingkan dengan pengeluaran untuk komoditi – komoditi lainnya dalam rangka memutuskan status kesehatannya yang optimal. Dalam hal ini konsumen diasumsikan mempunyai pengetahuan tentang status kesehatannya sendiri, tingkat depresiasi status kesehatannya dan fungsi produksi yang mengaitkan antara perbaikan kesehatan dengan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan. Aplikasi asumsi teori tersebut banyak diterapkan pada program pengembangan Konsep Desa Siaga Aktif. Program ini merupakan program pemerintah yang berdampak jangka panjang, karena berbasis UKBM.

Evaluasi program tersebut akan dilakukan dengan menganalisis biaya manfaatnya (CBA). Pada dasarnya CBA menawarkan perbandingan antara seluruh biaya dan manfaat dari suatu program yang dibiayai dari dana masyarakat. Biaya yang dikeluarkan termasuk juga rencana pengeluaran yang terlihat dalam anggaran. Sedangkan manfaat diperoleh bila kerugian dimasa datang bisa dicegah karena keberhasilan dari program tersebut. Manfaat dari program-program kesehatan tidak lain dari biaya yang bisa dicegah bila program tersebut berhasil sehingga beberapa penulis menyarankan bahwa nilai manfaat mungkin saja diperoleh dengan menghitung biaya ekonomi dari suatu penyakit. Efek atau

dampak dari suatu program kesehatan itu baru dapat terlihat setelah beberapa lama, maka nilai-nilai biaya dan manfaat program tersebut harus disesuaikan mengingat nilainya berubah menurut perjalanan waktu.

Langkah – langkah yang akan dilakukan dalam penerapan menganalisis biaya manfaat pengembangan program Desa Siaga Aktif ini meliputi : (1) identifikasi pengambil keputusan dan alternatif; (2) identifikasi biaya; (3) identifikasi manfaat baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung; (4) transformasi dampak kedalam nilai moneter; (5) discounting dan (6) penafsiran hasil CBA dengan menghitung ratio biaya manfaat (benefit cost ratio) atau menghitung manfaat bersih program kesehatan dengan menghitung net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR).

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengembangan Program Desa Siaga Aktif Identifikasi Pemahanan Pengambil

Keputusan

Identifikasi Alternatif

Identifikasi Biaya 1. Biaya Langsung

a. Pembentukan Desa Siaga b. Pengadaan Poskesdes c. Pengadaan Poskesdes Kit d. Operasional Poskesdes dan

Kegiatan e. Biaya Pelatihan 2. Biaya tidak Langsung

a. Biaya Rapat Berkala

Transformasi Dampak ke dalam Nilai Moneter Identifikasi Manfaat 1. Manfaat Langsung a. Pengurangan Biaya Operasinal b. Penurunan Angka Kesakitan

2. Manfaat tidak Langsung a. Peningkatan Jumlah Hari

Kerja/Sekolah

b. Nilai YLD yang Dapat

Discounting

Interpretasi Hasil (BCR, NPV dan IRR)

Dokumen terkait