• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Program Desa Siaga Aktif di Kabupaten Langkat

HASIL PENELITIAN

5.1 Perkembangan Program Desa Siaga Aktif di Kabupaten Langkat

Mengimplementasikan desa siaga merupakan proses yang menantang dan membutuhkan banyak sekali sumber daya dalam hal waktu, uang dan tenaga yang terlibat. Pemberdayaan masyarakat merupakan alat sekaligus proses untuk merubah perilaku dan pola fikir masyarakat desa yang dilakukan dengan penyebaran pegetahuan, pengadaan pelatihan dan tindak lanjut yang intensif. Peran pemerintah sangat diperlukan dalam memfasilitasi prosesnya agar masyarakat mampu mengorganisir dirinya sendiri. Terutama dalam menggunakan sumber daya dan kemampuan yang dimiliki dengan semangat saling menolong dan kebersamaan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, mengatasi kegawatdaruratan kesehatan dan bencana. Jadi konsepnya sangat komprehensif.

Program desa siaga di Kabupaten Langkat sudah mulai dikembangkan sejak tahun 2007 dan masih bersifat top down. Secara administratif, seluruh desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Langkat sudah menjadi desa siaga pada akhir tahun 2010 dengan diterbitkannya Surat Keputusan dari masing – masing Kepala Desa/Lurah. Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Kesejahteraan Rakyat, juga telah melakukan kunjungan dan pengukuhan desa siaga di Kabupaten Langkat pada tanggal 1 Maret 2011. Namun sampai tahun 2011, hanya 10 desa (3,61%) yang termasuk dalam kategori aktif.

Kriteria yang dimiliki oleh program desa siaga sebagai komoditi kesehatan meliputi :

1. Sehat dan pelayanan kesehatan sebagai hak dasar masyarakat yang harus senantiasa diusahakan untuk dipenuhi, terlepas dari kemampuan seseorang untuk membayarnya.

2. Efek eksternal dalam pengembangan program tersebut memberikan manfaat kepada masyarakat banyak atau social marginal benefit yang diperoleh lebih besar dari private margial benefit. Pelayanan kesehatan yang tergolong pencegahan akan mempunyai eksternalitas yang besar, sehingga dapat digolongkan sebagai “komoditi masyarakat” atau public goods. Oleh karena itu program ini sebaiknya mendapat subsidi atau bahkan disediakan oleh pemerintah secara gratis.

3. Motif non-profit, seluruh kegiatan yang dikembangkan dan diselenggarakan bermotif sosial. Pendapat yang dianut adalah “Orang tidak layak memperoleh keuntungan dari penyakit orang lain”.

4. Padat karya, membutuhkan banyak sekali sumber daya dalam hal waktu, uang dan tenaga yang terlibat. Kreatifitas dan kemampuan SDM menjadi sangat penting dalam pengembangan program ini.

5. Upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi. Pembangunan sektor kesehatan sesungguhnya adalah investasi jangka pendek maupun panjang, karena orientasi pembangunan pada akhirnya adalah pembangunan manusia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, seluruh desa siaga aktif yang ada sudah memiliki kelengkapan yang cukup untuk menjadi desa siaga, yaitu : bidan desa yang dibantu minimal 2 orang kader yang aktif, adanya Poskesdes dan beroperasi sebagai pusat pelayanan kesehatan dasar di desa, adanya pengembangan UKBM, adanya ambulan desa serta pembiayaan kesehatan yang bersumber daya masyarakat.

Poskesdes yang dibangun oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan di desa siaga aktif selama tahun 2007 – 2011 berjumlah 7 unit (Desa Blankahan, Karang anyar, Pulau Banyak, Desa Lama, banyumas, Sangga Lima dan Selotong) sedangan Desa Stabat Lama Barat menggunakan rumah bidan desa sebagi Poskesdes. Desa padang Cermin dan Telaga Jernih mengoptimalkan bangunan Polindes yang ada sebagai Poskesdes. Umumnya Poskesdes yang selesai dibangun langsung difungsikan oleh bidan desa sebagai tempat pelayanan kesehatan dasar masyarakat desa setempat. Pemerintah juga melengkapi Poskesdes dengan peralatan medis (bidan kit) dan meubiler berupa meja tulis dan tempat tidur untuk memeriksa pasien (Poskesdes kit). Pembangunan Poskesdes dan pengadaan Poskesdes Kit ini dilakukan Pemerintah secara perlahan, sehingga desa – desa yang belum memiliki bangunan dan peralatan tersebut belum dapat mengoperasionalkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat juga kegiatan desa siaga lainnya.

Kegiatan lain yang juga dilaksanakan di desa siaga ini antara lain surveilans berbasis masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan cara yang sangat

sederhana, yaitu melalui pesan singkat (sms) berantai antar pengurus desa siaga dan masyarakat jika terdapat masalah kesehatan atau kedaruratan di desa mereka. Penyehatan lingkungan dilakukan dengan cara bergotong – royong membersihkan pekarangan rumah, parit dan jalan desa serta rumah ibadah. Pertemuan pengurus pada awal pembentukan relatif sering dilakukan, minimal 2 kali setahun, tapi 2 tahun terakhir pertemuan sering dilakukan bersama dengan rapat desa untuk menghemat biaya. Hal ini terjadi disemua desa siaga aktif.

Pembiayaan kesehatan bersumberdaya masyarakat dilakukan dalam bentuk dasolin (dana sosial bersalin dan sakit) dan tabulin (tabungan ibu bersalin). Dasolin dikumpulkan perkepala keluarga atau perlorong. Untuk kepala keluarga jumlahnya bervariasi, mulai dari Rp.1000 – Rp. 5000, sedangkan perlorong minimal Rp. 10.000 yang dikumpulkan setiap bulan melalui bendaharan desa siaga. Dana tersebut diperuntukkan bagi warga yang sakit dan melahirkan. Sedangkan tabulin, sifatnya seperti dana arisan khusus untuk ibu – ibu hamil. Beberapa masyarakat yang sudah menerima dana bergulir ini merasa sangat terbantu dengan adanya kegiatan desa siaga. Semua kegiatan mandiri tersebut berhasil dilakukan di Desa lama, Pulau Banyak, Stabat Lama Barat dan Telaga Jernih.

Pengembangan UKBM khususnya posyandu dilakukan dengan berbagai cara, baik Posyandu balita maupun lanjut usia (lansia). Desa Blankahan dan Padang Cermin berhasil menjalin mitra kerja dengan pihak perkebunan setempat dalam memberdayakan posyandu, dimana 3-4 posyandu langsung dikelola

Perkebunan di bawah pengawasan dan pencatatan bidan desa. Bahkan pengadaan ambulan desa menjadi tanggung jawab pihak perkebunan di Desa Blankahan. UKBM lainnya dikembangkan melalui pembinaan dukun bayi terlatih, balai pengobatan swasta, para tukang jamu dan toko obat yang ada dimasing – masing desa.

Upaya pemanfaatan kendaraan pribadi sebagai ambulan desa dinilai sangat positif. Hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat untuk segera mendapatkan layanan kegawatdaruratan guna menghindari keterlambatan penanganan bagi pasien yang membutuhkan layanan segera. Beberapa desa juga memiliki kelompok donor darah yang selalu siap jika ada warga yang sakit dan membutuhkan donor darah.

Kegiatan – kegiatan tersebut sejalan dengan penelitian Kurniawan, dkk. (2007) tentang analisis keberhasilan proses program desa siaga di desa Penolih Kecamatan Kaligodang Kabupaten Purbalingga dan penelitian Taufik Noor, dkk. (2007) tentang pelaksanaan desa siaga percontohan di Cibatu, Purwakarta.

Terlihat jelas bahwa masing – masing desa punya karakteristik tersendiri dalam pengembangan desa siaganya. Sehingga prestasi masing – masing desa juga berbeda – beda. Bidan Desa Pulau Banyak (Susilawati) pernah mewakili Propinsi Sumatera Utara dalam kompetisi Bidan Siaga Aktif ke tingkat nasional tahun 2008 dan memperoleh hadiah sebuah sepeda motor yang sangat membantu tugasnya sehari – hari saat ini. Desa Stabat Lama Barat sebagai Juara I Desa Siaga Aktif se Kabupaten Langkat tahun 2010, Desa Telaga Jernih sebagai juara II dan

Desa Lama sebagai Juara III. Bidan Desa Blankahan dan Padang Cermin sebagai bidan desa yang pandai bermitra kerja dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat desanya.

5.2 Analisis Pemahaman Pengambil Keputusan Pengembangan Program

Dokumen terkait