• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.7. Proses Hirarki Analitik 1 Konsep Dasar AHP

2.7.2 Langkah-Langkah Penggunaan AHP

Saaty (1991) menjelaskan terdapat beberapa langkah dalam penggunaan metode AHP sebagai suatu alat untuk memecahkan persoalan. Adapun langkah-langkah tersebut antara lain:

1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan yang diinginkan.

Hal pertama yang harus dilakukan yaitu mengidentifikasikan persoalan dengan melakukan analisa atau pemahaman yang mendalam terhadap persoalan yang dihadapi dan ingin dipecahkan. Proses selanjutnya adalah pengidentifikasian dan pemilihan elemen-elemen yang akan masuk komponen sistem seperti

Dalam AHP sendiri tidak terdapat prosedur yang pasti untuk mengidentifikasi komponen-komponen sistem. Komponen-komponen sistem dapat diidentifikasi berdasarkan kemampuan pada analisa untuk menemukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem.

2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajerial secara menyeluruh. Hirarki merupakan suatu abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan. Struktur hirarki disusun berdasarkan jenis keputusan yang akan diambil berdasarkan sudut pandang dari tingkat puncak sampai ke tingkat dimana dimungkinkan campur tangan untuk memecahkan persoalan tersebut. Hirarki yang dapat terbentuk dalam metode AHP sendiri dapat berupa hirarki lengkap dan hirarki tak lengkap. Dalam struktur hirarki yang lengkap seperti pada Gambar 2, semua elemen pada satu tingkat memiliki hubungan dengan semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya.

Gambar 2. Struktur Hirarki Lengkap (Mulyono dalam Eldianson, 2008)

3. Menyusun matriks banding berpasangan

Matriks banding berpasangan ini berfungsi untuk mengetahui kontribusi dan pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh yang berada setingkat di atasnya. Pada matriks ini, pasangan-pasangan elemen dibandingkan berkenaan suatu kriteria di tingkat yang lebih tinggi. Dalam membandingkan dua elemen, biasanya memberi suatu pertimbangan yang

menunjukkan dominasi sebagai bilangan bulat. Matriks ini memiliki satu tempat untuk memasukkan bilangan itu dan satu tempat lain untuk memasukkan nilai resiprokalnya.

Tabel 2. Nilai Skala Banding Berpasangan

Intensitas

pentingnya Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat itu.

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya

5 Elemen yang satu sangat penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemenyang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih

penting daripada elemen yang lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan 9 Satu elemen mutlak

lebih penting daripada elemen yang lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan 2, 4, 6, 8 Nilai-nilai diantara dua

pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperhatikan diantara dua pertimbangan

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Sumber: Saaty, 1991

4. Mendapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat matriks dilangkah tiga.

Setelah matriks banding berpasangan antar elemen dibuat, dilakukan penilaian antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j.

Penilaian antar elemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh fokus di puncak hirarki, dibandingkan dengan kolom ke-j?. Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 4. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah.

5. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama. Angka 1 sampai 9 digunakan apabila Fi lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hirarki (x) dibandingkan dengan Fj, namun bila Fi kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat X dibandingkan Fj, maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh, bila elemen F24 memiliki nilai 7, maka elemen F42 adalah 1/7.

6. Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Perbandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hirarki, berkenaan dengan kriteria elemen di atasnya. Matriks perbandingan dalam AHP dibedakan menjadi dua yaitu: Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG). 1. Matriks Pendapat Individu (MPI)

MPI adalah matriks hasil perbandingan yang dilakukan individu. MPI memiliki elemen yang disimbolkan dengan aij , yaitu elemen matriks pada baris kolom ke-i dan kolom ke-j. MPI dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks Pendapat Individu

X A1 A2 A3 … An A1 a11 a12 a13 … a1n A2 a21 a22 a23 … a2n A3 a31 a32 a33 … a3n … … … … An an1 an2 an3 … ann

2. Matriks Pendapat Gabungan (MPG)

MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik (Tabel 4).

Tabel 4. Matriks Pendapat Gabungan

X G1 G2 G3 … Gn G1 g11 g12 g13 … g1n G2 g21 g22 g23 … g2n G3 g31 g32 g33 … g3n … … … … Gn gn1 gn2 gn3 … gnn

Rumus rataan geometrik adalah sebagai berikut:

Gij= √∏ ...(1) dengan : n = jumlah responden (pakar)

aij(k) = sel penilaian setiap pakar

7. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya dan seterusnya. Adapun vektor prioritas dapat dihitung dengan rumus :

VP (vektor Prioritas) = ∑ √∏

……….(2)

dimana : VE (Vector Eigen) = √∏ …………..………..(3)

dengan :

aij = elemen MPI pada baris ke-i dan kolom ke-j

n = jumlah elemen yang diperbandingkan 8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki

Pengukuran konsistensi ini diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang berpengaruh terhadap kesahihan hasil. Langkah yang digunakan yaitu dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria

bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi hirarki harus kurang dari sama dengan 10 persen. Jiak tidak, mutu informasi harus diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan ketika melakukan pengisian ulang kuesioner atau lebih baik dalam mengarahkan responden yang mengisi kuesioner.

Rumus untuk perhitungan uji konsistensi adalah sebagai berikut :

 CI (Indeks Konsistensi) CI=

….………..(4)

dengan : CI = Indeks Konsistensi �max = eigen value maksimum

n = jumlah elemen yang dibandingkan dimana:

max= ………..…(5) VB (Nilai Eigen) =

………...……….(6)

VA (Vektor Antara) = aijX VP …..………...…(7)

Lebih lanjut ingin diketahui apakah CI dengan besaran cukup baik atau tidak, maka perlu diketahui rasio konsistensinya (CR) yaitu:

 CR (Rasio Konsistensi) CR =

..….……….(8)

Rasio yang dianggap baik yaitu apabila CR≤0,1. RI adalah indeks acak yang

dikeluarkan oleh OAK RIDGE LABORATORY, dari matriks berorde 1 sampai 15 dengan menggunakan sampel berukuran 100. Tabel RI tersebut seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Indeks Acak

N 1 2 3 4 5 6 7

N 8 9 10 11 12 13 14

RI 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57

Sumber : Fewidarto, 1996 9. Merevisi judgement

Menurut Fewidarto (1996), apabila index konsistensi cukup tinggi dapat dilakukan revisi judgement yaitu dengan mencari deviasi maksimal RMS (Root Mean Square) dari barisan aij dan merevisi judgement pada baris yang mempunyai nilai terbesar.

Maxi∑ | |……….………(9)

Dari hasil perhitungan rumus di atas, dipilih elemen matriks yang memiliki selisih absolut terbesar dengan perbandingan bobotnya dan elemen aij tersebut diganti dengan wi/wj. Penggunaan revisi judgement ini sangat terbatas, mengingat akan terjadinya distorsi pada jawaban sebenarnya.