• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISTILAH

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya

2.2. Lanskap Pertanian

Lanskap perdesaan menurut Undang-Undang no 26 tahun 2007, bab I ketentuan umum pasal 1, tentang penataan ruang, didefenisikan sebagai kawasan yang mempunyai kawasan pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Lanskap perdesaan menurut Departemen Umum 2005, merupakan gabungan antara lanskap yang dikelola dan lanskap alami yang berada di desa. Lanskap tersebut tidak hanya menggambarkan bagian dari muka bumi yang tidak hanya dihuni untuk pemukiman tetapi juga mampu mempreservasi lingkungan yang alami. Sumber daya alami, makanan dan habitat satwa liar mampu disediakan oleh lanskap ini yang memungkinkan manusia untuk hidup di lingkungan ekologi yang sangat beragam.

12   

Karakteristik umum wilayah pertanian di Indonesia adalah wilayah yang pada umumnya berbentuk topografi lereng untuk tanaman hortikultura dibandingkan dengan wilayah pertanian padi sawah yang relatif datar. Fenomena ini melihatkan bahwa lanskap pertanian tanaman hortikultura sangat cocok dan sangat bagus pertumbuhan didaerah pegunungan yang sesuai dengan iklim pertumbuhannya, sedangkan pada lanskap sawah yang membutuhkan tempat datar dikarenakan lahan yang membutuhkan air dalam pertumbuhannya sehingga membutuhkan tempat yang datar. Masing-masing tempat mempunyai kelebihan tersendiri, namun karena lanskap pertanian sayuran lebih banyak ke daerah

pegunungan yang viewnya sangat bagus.

Vanslembrouk (2006), mengakui bahwa nilai lanskap tanah pertanian memiliki kelebihan berdasarkan keindahan yang permai dari lanskap pedesaan, seperti ladang, kebun buah-buahan, dan kumpulan ternak yang digembalakan di

padang rumput. Aktivitas pertanian secara umum bersifat non-polluting (tidak

pencemaran), seperti padang rumput dan pertanian hortikultura (terutama sayur, buah dan bunga) memiliki peranan dalam pembentukan pemandangan.

2.3. Agrowisata

Wisata yang didasarkan pada ketentuan WATA (World Association of

Travel Agent, Perhimpunan Agen Perjalanan Sedunia), wisata adalah perjalanan keliling selama lebih dari tiga hari, yang diselenggarakan oleh suatu kantor perjalanan di dalam kota dan acaranya antara lain melihat-lihat di berbagai tempat atau kota baik di dalam maupun di luar negeri, dan wisata merupakan bentuk kegiatan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam, baik dalam keadaan alami maupun setelah ada budidaya, sehingga memungkinkan wisatawan memperoleh kesegaran jasmaniah dan rohaniah, mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta menumbuhkan inspirasi dan cara terhadap alam. Jadi wisata adalah pergerakan orang sementara menuju tempat tujuan yang berada di luar tempat tinggal, aktivitas yang dilakukan selama mereka tinggal ditempat tujuan dan fasilitas yang ada sesuai dengan kebutuhan. Bentuk-bentuk wisata dikembangkan dan direncanakan berdasarkan beberapa hal berikut:

13  

a. Kepemilikan (ownership) atau pengelola areal wisata yang dapat

dikelompokkan ke dalam tiga sektor, yaitu badan pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan komersial.

b. Sumberdaya (resource), yaitu alam (natural) dan budaya (cultural).

c. Perjalanan wisata/lama tinggal (touring/longstay).

d. Tempat kegiatan, yaitu di dalam ruangan (indoor), di luar ruangan (outdoor).

e. Wisata utama/wisata penunjang (primary/secondary).

f. Daya dukung (carrying capacity) tapak dengan tingkat penggunaan

pengunjung, yaitu intensif, semi intensif, dan ekstensif.

Berdasarkan Surat Keputusan bersama Menteri Pariwisata, Pos dan telekomunikasi dengan menteri Pertanian yang dituangkan dalam SK bersama No. KM 47/PW.DVM/MPPT.88 dan No. 204/KPTS/MK.050/4/1989, agrowisata diartikan sebagai suatu bentuk aktifitas yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian (Tirtawinata & Fachruddin 1999).

Agrowisata pada prinsipnya adalah merupakan kegiatan industri yang mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung di tempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Nilai kualitas lingkungan tersebut disadari sangat penting. Oleh karena itu, masyarakat atau petani setempat perlu diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya (Departemen Pertanian, 2003).

Salah satu bentuk pariwisata yang objek wisata utamanya adalah pertanian, dapat dikatakan sebagai agrowisata yang merupakan wisata yang memanfaatkan objek-objek pertanian. Agrowisata juga merupakan kegiatan wisata yang terintergrasi dengan keseluruhan sistem pertanian dan memanfaatkan

objek-objek wisata, seperti teknologi pertanian, komoditi pertanian maupun view

14   

Menurut Arifin (1992) agrowisata adalah salah satu bentuk kegiatan

wisata yang dilakukan di kawasan pertanian (farmland view) dan aktivitas di

dalamnya seperti persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen sampai dalam bentuk siap dipasarkan dan bahkan wisatawan pun dapat membeli produk pertanian tersebut sebagi oleh-oleh. Agrowisata juga merupakan pengabungan antara aktivitas wisata dengan aktivitas pertanian. Aktivitas wisata pertanian merupakan kegiatan berjalan-jalan keluar dari ruang dan lingkup pekerjaannya sambil menikmati pemandangan atau hal-hal lain yang tidak terkait dengan pekerjaan yang dimiliki wisatawan. Aktivitas pertanian dalam hal ini adalah pertanian dalam arti luas, merupakan seluruh aktivitas untuk kelangsungan hidup manusia yang terkait dengan pemanenan energi matahari dari tingkat primitif (pemburu dan pengumpul) sampai model pertanian yang canggih (kultur jaringan) antara lain adalah aktivitas pertanian lahan kering, sawah, lahan palawija, perkebunan, kehutanan, pekarangan, tegalan, ladang dan sebagainya. Dalam kegiatan agrowisata, wisatawan dapat diajak berjalan-jalan untuk menikmati dan mengapresiasikan kegiatan pertanian dan kekhasan serta ke indahan alam binaannya sehingga daya apresiasi dan kesadaran untuk semakin mencintai budaya dan melestarikan alam semakin meningkat (Nurisjah, 2001).

Menurut Tirtawinata & Fachruddin (1999) bahwa agrowisata merupakan suatu upaya dalam rangka menciptakan produk wisata baru (Diversifikasi). Kegiatan agrowisata juga merupakan kegiatan pengembangan wisata yang berkaitan dengan kegiatan pedesaan dan pertanian yang mampu meningkatkan nilai tambah kegiatan pertanian dan kesejahteraan pedesaan (Khairul,1997).

Kawasan agrowisata dalam beberapa hal dapat memberikan keuntungan dalam perbaikan fisik perdesaan dan juga secara umum dipercaya bahwa agrowisata akan mendorong regenerasi kultur sosial dalam kawasan perdesaan (Sharpley, 2002). Selain itu kawasan agrowisata memberikan nilai tambah pada pertanian. Menurut Haeruman dalam Betrianis (1996), tujuan dari pengembangan agrowisata adalah meningkatkan nilai kegiatan pertanian dan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam penyiapan pengembangan agrowisata tidak hanya objek wisata pertaniannya saja yang

15  

disiapkan tetapi juga menyiapkan pedesaan untuk dapat menangkap nilai tambah yang diberikan oleh agrowisata tersebut.

Menurut Nurisjah (2001), wisata pertanian merupakan gabungan antara aktivitas wisata dan aktivitas pertanian. Dalam kegiatan ini wisatawan diajak untuk menikmati dan mengapresiasikan kegiatan pertanian, kekhasan dan keindahan alam binaan, sehingga daya apresiasi dan kesadaran untuk semakin mencintai budaya dan melestarikan alam semakin meningkat. Daya tarik dalam wisata pertanian dan budidaya untuk di jadikan pengembangan agrowisata meliputi proses pengolahan mulai dari tahan persiapan lahan sampai dengan pasca panen.

Pengembangan suatu lanskap untuk agrowisata melalui suatu proses perencanaan. Perencanaan merupakan urutan pekerjaan yang panjang dan terdiri dari bagian pekerjaan yang saling berkaitan (Simonds dan Starke, 2006). Marsh (1985), menyatakan perencanaan lanskap adalah penyesuaian program dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestarian. Hal-hal yang ingin dikembangkan adalah pemandangan lanskap, ekosistem, atau unsur-unsur langka yang dapat dijadikan obyek wisatawan.

Gunn (1994), menyatakan bahwa perencanaan pengembangan wisata yang

tepat adalah upaya menyeimbangkan antara penawaran (supply) dari suatu obyek

agrowisata dengan permintaan (demand) dari masyarakat atau pasar. Aspek

penawaran tersebut berupa obyek atau aktraksi, transportasi, informasi dan promosi serta fasilitas pelayanan. Secara spesifik, Arifin (2001) menyatakan penawaran wisata pertanian berupa keindahan pemandangan, fenomena alam dan keanekaragaman hayati, komoditas pertanian unggulan, proses produksi pertanian-proses panen, berbagai hasil olahan sebagai buah tangan, kondisi sosial budaya masyarakat pertanian sampai aspek pemasaran dan ekonomi pertanian. Wisata pertanian juga dapat melibatkan wisatawan secara aktif di dalam kegiatan pertanian tersebut.

16   

Dokumen terkait