BAB III. PENELITIAN ATAS PEMBINAAN IMAN
C. Laporan Hasil Penelitian Pembinaan Iman
Pada bagian ini penulis akan menjabarkan hasil penelitian berdasarkan pada
penelitian yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 22 Desember 2015 untuk
Yogyakarta. Bagian ini mencakup laporan hasil penelitian yang terdiri dari
identitas responden, laporan hasil kuisioner terbuka, laporan hasil wawancara,
laporan hasil observasi, dan laporan studi dokumen.
Penelitian ini menggunakan kuisioner terbuka, wawancara, observasi, dan
studi pustaka. Kuisioner ditujukan kepada warga binaan. Wawancara ditujukan
kepada staf Lemabga Pemasyarakatan bagian hubungan masyarakat khususnya
bagian penelitian dan pengembangan serta pembina yakni Frater Yusuf, Frater
Roja, Frater Andi, dan Frater Dedy, sedangkan observasi dan studi pustaka
dilakukan penulis saat berkunjung untuk melakukan penelitian.
1. Identitas Responden
Dari 24 responden yang ditemui penulis hanya 22 responden yang
menuliskan identitas diri. Oleh karena itu dua responden yang tidak menuliskan
identitas diri dianggap abstain oleh penulis dan tidak digunakan sebagai data
kuisioner terbuka.
Responden penelitian pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terdiri dari 15 laki-laki, 7
perempuan dan 2 abstain karena tidak menuliskan identitas. 15 laki-laki warga
binaan Kristiani terdiri dari 8 warga binaan Kristen Protestan dan 7 warga binaan
Katolik, sedangkan 7 warga binaan perempuan terdiri dari 4 warga binaan Kristen
Protestan dan 3 warga binaan Katolik.
Usia warga binaan Kristiani berkisar pada usia 21 sampai 52 tahun. Warga
binaan berusia 21 tahun berjumlah dua orang. Warga binaan berusia 25 dan 27
tahun berjumlah satu orang sedangkan sisanya adalah warga binaan berusia 30
tahun. Dari 8 orang warga binaan yang berusia 21 sampai 30 tahun, 7 orang
adalah warga binaan laki-laki dan satu orang warga binaan perempuan. Warga
binaan yang lain berada pada kisaran usia 30 sampai 65 tahun dengan rincian,
warga binaan berusia pada kisaran 30 sampai 35 tahun berjumlah dua orang,
kisaran usia 35 sampai 40 tahun ada satu orang, kisaran 40 sampai 45 berjumlah
lima orang, kisaran usia 45 sampai 50 tahun berjumlah tiga orang, dan warga
binaan yang berusia dalam kisaran 50 sampai 65 tahun berjumlah tiga orang.
Warga binaan Kristiani Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta yang ditemui penulis berasal dari daerah yang berbeda-beda.
Sebanyak 20 warga binaan merupakan warga negara Indonesia sedangkan dua
warga binaan merupakan warga negara asing. 20 warga binaan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Kelas II A Yogyakarta berasal dari
berbegai daerah. Berikut adalah rincian daerah asal warga binaan Kristiani: 10
orang warga binaan berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka berasal
dari daerah yang berbeda-beda, yakni Bantul, Nanggulan, Pakem, Prambanan,
Wates, Yogyakarta. Enam orang warga binaan berasal dari Jawa Tengah. Mereka
berasal dari: Klaten, Magelang, Semarang, Surakarta dan Temanggung. Dua orang
warga binaan berasal dari Daerah Kekhususan Ibukota Jakarta dan satu orang
warga binaan yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Sedangkan warga binaan
yang berkewarganegaraan asing berasal dari India yakni Ms. Esther Hulang dari
Selain berasal dari rentang usia yang berbeda, asal yang berbeda, dan suku
yang berbeda, penulis juga mendapati beberapa jenis kesalahan yang dilakukan
oleh warga binaan. Beberapa warga binaan tidak menjawab secara langsung jenis
kesalahan mereka, akan tetapi menggunakan nomor pasal untuk menjawab jenis
kesalahan mereka, beberapa diantaranya menjawab secara jelas jenis kesalahan
mereka. Inilah rincian jawaban jenis kesalahan atau pelanggaran yang warga
binaan lakukan: Pasal 263 KUHP tentang pelanggaran pemalsuan dokumen atau
surat menyurat, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 351
tentang penganiayan, Pasal 363 KUHP tentang pencurian, Pasal 365 KUHP
tentang pencurian dengan kekerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dan
Pelanggaran Obat terlarang atau Narkotika.
Seiring dengan beragamnya jenis kesalahan para warga binaan, beragam
pula lama masa tahanan mereka. Lama masa tahanan warga binaan Kristiani
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A WIrogunan Yogyakarta berkisar dari satu
tahun sampai hukuman mati.
Pada bagian ini penulis menggolongkan lama masa tahanan menjadi empat
golongan, yakni golongan lama masa tahanan 1 sampai 10 tahun, 10 sampai 20
tahun, seumur hidup, dan hukuman mati. Warga binaan yang menjalani lama
masa tahanan 1 sampai 10 tahun berjumlah 16 orang. Warga binaan yang
menjalani lama masa tahanan 10 sampai 20 tahun berjumlah lima orang. Warga
binaan yang menjalani lama masa tahanan seumur hidup tidak ada, namun ada
satu warga binaan yang mendapatkan tindak hukuman mati.
Dilihat dari data jawaban yang diberikan oleh para warga binaan yang
berasal dari luar Indonesia, kasus-kasus pelanggaran yang berbeda, serta dilihat
dari lama masa tahanan yang berbeda-beda tentunya membutuhkan sebuah
jaringan komunikasi yang baik guna menyamakan pola pikir karena jika tidak
maka akan terjadi kekecauan antar warga binaan itu sendiri. Hal ini dialami oleh
penulis ketika menyebarkan kuisioner dan membantu para warga binaan dalam
mengisi kuisioner. Kesulitan berkomunikasi dengan para warga binaan baik itu
karena ada perasaan takut,cemas, dan was-was setelah tahu sederet kasus
pelanggaran yang telah dilakukan oleh warga binaan. Komunikasi yang baik
dibutuhkan guna member dasar pembinaan iman. Komunikasi yang berjalan
dengan baik membuat pembinaan iman berjalan lancar. Harapannya pembinaan
iman yang dilandasi dengan komunikasi yang baik akan berbuah baik pula.
2. Laporan Hasil Kuisioner Terbuka
Jika Angket lebih bersifat membatasi jawaban responden pada pilihan
tertentu dan kurang membuka peluang bagi responden untuk menjawab dengan
rinci, maka kuisioner terbuka digunakan untuk menggumpulkan data secara luas.
Pada kuesioner terbuka yang telah dipersiapkan oleh penulis, responden bebas
menjawab sesuai dengan pengalamannya, oleh karena itu bisa jadi jumlah
jawaban yang terkumpul tidak sama dengan jumlah responden (22 orang).
Adapula kemungkinan-kemungkinan jawaban yang tidak tepat sasaran atau keluar
dari pokok pertanyaan yang diajukan. Hal tersebut karena sifat kuesioner terbuka
yang tidak memiliki batasan pilihan jawaban dan seorang responden bisa
menjawab satu pertanyaan dengan beberapa jawaban. Berikut ini laporan hasil
Pada pertanyaan nomor 1, mengenai bentuk atau model pembinaan iman
yang selama ini berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta sebanyak 17 responden menjawab bentuk pembinaan iman adalah
sharing, 15 responden menjawab ibadat; 8 responden menjawab konseling, 4
responden menjawab kotbah, 3 responden menjawab diskusi; 3 responden
menjawab kambium atau pendalaman Kitab Suci; 1 responden menjawab
perayaan Ekaristi dan 1 responden menjawab latihan koor.
Pada pertanyaan nomor 2 mengenai materi yang menjadi bahan pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta sebanyak 13 responden menjawab materi yang menjadi bahan
pembina iman bagi narapidana adalah perikop-perikop Kitab Suci, 8 responden
menjawab pengalaman pribadi, 6 responden menjawab materi tematis tentang
kasih, pertobatan, dan keselamatan, 1 responden menjawab materi yang
digunakan dari ajaran gereja dan 1 responden menjawab kadang-kadang materi
pembinaan iman diambil dari film dengan tema tertentu.
Pada pertanyaan nomor 3 mengenai seberapa rutin pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
seluruh warga binaan menjawab bahwa pembinaan iman di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirgounan Yogyakarta dilaksanakan secara rutin.
Pada pertanyaan nomor 4, mengenai cukup atau tidaknya alokasi waktu
pembinaan iman yang diberikan oleh pihak Lembaga sebanyak 17 responden
menjawab bahwa alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga dirasa cukup, 4
responden menjawab kurang cukup dan 1 responden menjawab bahwa waktu
Pada pertanyaan nomor 5 mengenai tujuan pembinaan iman bagi narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 11
responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi warga binaan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta guna memperteguh
iman melalui pertobatab, 5 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman
bagi warga binaan adalah guna mempersiapkan warga binaan supaya dapat
diterima kembali di masyarakat, 4 responden menjawab supaya dapat berperilaku
lebih baik, 1 responden menjawab supaya bertobat dan diterima di masyarakat
serta 1 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi warga binaan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah guna tetap
memiliki harapan untuk hidup.
Pada pertanyaan nomor 6 mengenai hal-hal yang menjadi faktor pendukung
terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 7 responden menjawab bahwa relasi
menjadi salah satu faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman, 4 responden
menjawab fasilitas pembinaan iman, 3 responden menjawab antusiasme warga
binaan, 2 responden menjawab materi pembinaan iman, 1 responden menjawab
souvenir, 1 responden menjawab administrasi, 1 responden menjawab kerjasama
antara Lembaga dan lembaga sosial masyarakat, dan 3 responden tidak
memberikan jawaban.
Pada pertanyaan nomor 7 mengenai hal-hal yang menjadi penghambat
terlaksananya pembinaan iman bagi narapidan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
disediakan oleh lembaga tidak mencukupi sehingga menjadi faktor penghambat, 4
responden menjawab proses administrasi, responden menjawab ada rasa malas
mengikuti pembinaan iman, 3 responden menjawab warga binaan tidak dapat
datang, 1 responden menjawab kondisi warga binaan yang stress memikirkan
hukuman dan 1 responden menjawab lagu-lagu rohani serta bacaan rohani terbatas
adalah hal-hal yang menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman
bagi warga binaan.
Pada pertanyaan nomor 8 mengenai harapan para warga binaan terkait
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta yang akan dilaksanakan di masa mendatang sebanyak 5
responden berharap agar pembinaan iman memiliki tindak lanjut guna
merealisasikan materi yang telah diberikan, 2 responden berharap tentang
pembina yang merangkul, 2 responden berharap agar dapat kembali diterima di
masyarakat, 2 responden berharap agar dapat belajar memimpin doa dan lagu-lagu
pujian, 3 responden berharap agar pembinaan yang akan datang dapat
dipersiapkan lebih baik, 1 responden berharap agar warga binaan memiliki
kesadaran untuk mengikuti pembinaan iman, 1 responden berharap agar waktu
pembinaan iman ditambah, 1 responden berharap agar lebih dikuatkan dalam
iman, 1 responden berharap agar proses administrasi bagi warga binaan
perempuan lebih mudah, dan 4 responden tidak memiliki harapan terhadap
pembinaan iman yang akan dilaksanakan pada masa mendatang.
3. Rangkuman Laporan Hasil Kuisioner
Pada sub bab ini penulis akan merangkum seluruh hasil laporan kuisioner
pertama mengenai bentuk dan model pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan yang telah dilaksanakan selama
ini, sebagian dari responden menjawab sharing. Bentuk dan model pembinaan
iman lainnya adalah ibadat. Dua bentuk dan model ini seringkali dipakai oleh para
pembina.
Pada item pertanyaan nomor dua tentang materi pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta,
sebagian besar responden menjawab bahwa materi yang paling sering digunakan
untuk pembinaan adalah perikop-perikop dari Kitab Suci sesuai dengan tema yang
telah ditentukan oleh para pembina. Jadi Kitab Suci menjadi materi utama dalam
pembinaan iman bagi para narapidana.
Untuk item pertanyaan nomor tiga tentang rutin atau tidaknya pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakartaka, seluruh responden menjawab rutin. Pembinaan iman dilaksanakan
setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Sabtu dan setiap Minggu kelima. Pembinaan iman
yang dilaksanakan secara rutin ini semakin diperjelas dengan jawaban responden
pada item pertanyaan nomor empat tentang cukup atau tidaknya alokasi waktu
pembinaan iman. Mayoritas responden menjawab bahwa alokasi waktu yang
diberikan oleh LAPAS untuk pelaksanaan pembinaan iman dirasa cukup.
Setelah itu, pada item pertanyaan nomor lima tentang tujuan pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta, setengah dari total responden menjawab bahwa tujuan pembinaan
iman bagi narapidana adalah guna memperteguh iman narapidana melalui
pertobatan. Selain itu ada pula responden yang menjawab bahwa pembinaan iman
mayarakat, sehingga ketika narapidana sudah menyelesaikan masa hukumannya
mereka mampu kembali dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam item pertanyaan nomor enam mengenai hal-hal yang menjadi faktor
pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, hampir setengah dari
responden menjawab bahwa relasi mendalam antara pembina dan narapidana
menjadi hal utama yang mendukung terlaksananya pembinaan iman.
Lain halnya dengan item pertanyaan nomor tujuh mengenai hal-hal yang
menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, sebagian besar dari
responden menjawab bahwa alokasi yang diberikan kurang cukup dan proses
administrasi yang cukup lama bagi narapidana perempuan sebagai faktor
penghambat terlaksananya pembinaan iman.
Terakhir, pada item pertanyaan nomor delapan mengenai harapan para
narapidana terkait dengan pembinaan iman di masa yang akan datang dijawab
dengan variatif. Responden paling banyak mengatakan bahwa harapan mereka
adalah pembinaan iman memiliki tindak lanjut. Selanjutnya, responden juga
berharap agar pembinaan iman dapat dipersiapkan dengan baik. Terakhir beberapa
responden juga menjawab bahwa mereka membutuhkan pembina yang mau
merangkul dan mendengarkan.
4. Laporan Hasil Wawancara
Data yang diperoleh dari kuesioner terbuka, masih ada yang meragukan.
Guna melengkapi dan memantapkan data kuesioner tersebut, penulis
wawancara digunakan untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu data yang
diperoleh dengan cara lain. Data hasil wawancara ini digunakan untuk
menguatkan pembahasan data kuesioner pada bagian selanjutnya.
Narasumber wawancara ini adalah pembina atau pendamping pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta yakni Frater Yusuf Widiarko, Frater Antonius Roja, Frater Yohanes
Dedy Pr dan Frater Carolus Andi Kurniawan Pr. Frater Yusuf Widiarko adalah
calon imam diosesan dari Keuskupan Purwokerto yang menjadi pendamping atau
pembina pembinaan iman narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan pada tahun 2014-2015. Sedangkan Frater Antonius Roja adalah calon
imam dari Anging Mamiri, Frater Dedy dan Frater Carolus adalah calon imam
diosesan dari Keuskupan Agung Semarang yang menjadi pembina atau
pendamping pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Wirogunan Yogyakarta pada tahun 2015-2016.
Ada 8 hal yang menjadi fokus pertanyaan dalam wawancara ini. Delapan
hal tersebut adalah: (a) bentuk atau model pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan yang selama ini dilakukan (b)
materi-materi yang menjadi bahan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan, (c) frekuensi pelaksanaan pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan, (d)
cukup atau tidaknya durasi waktu pembinaan iman (e) tujuan pelaksanaan
pembinaan iman bagi narapidana, (f) faktor pendukung terlaksananya pembinaan
(h) harapan-harapan terhadap pembinaan iman yang akan dilaksanakan pada
tahun-tahun mendatang. Kedelapan hal tersebut akan dibahas di bawah ini.
Hal pertama, bentuk atau model apa saja yang digunakan untuk pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta. Menurut keempat narasumber di atas pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dibagi seturut
Minggu pelaksaannya dan dilaksanakan pada setiap hari Sabtu pukul 09.00-11.00
WIB dan setiap Minggu ke empat.
Pernyataan ini selaras dengan keterangan dari Frater Yusuf Widiarko:
Setiap hari Sabtu di setiap bulan dan Minggu ke empat . Jadi satu bulan ada lima pertemuan. Pertemuan atau pendampingan iman di bagi menjadi Sabtu Minggu pertama, ketiga, keempat diisi dengan pendalaman iman dengan materi khusus Sabtu Minggu kedua diisi dengan ibadat dan penerimaan komuni bagi narapidana yang beragama katolik. Minggu keempat diisi dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Rm. Kieser SJ, selaku moderator PPNKY. PPNKY dibagi menjadi tiga kelompok agar koordinasi lebih mudah, sehingga ada yang bertanggung jawab pada materi setiap bulan {lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 18)}.
Pada hari Sabtu Minggu ke satu, tiga dan empat, pembinaan iman
dilaksanakan dalam bentuk pendalaman iman dengan materi yang telah dirancang
oleh tim pembina sedangkan unuk hari Sabtu pada Minggu ke dua pembinaan
iman dilaksanakan dalam bentuk ibadat sabda dan penerimaan komuni kudus bagi
warga binaan yang berkepercayaan Katolik. Pada hari Minggu pada Minggu
keempat pembinaan iman dilakukan dalam bentuk perayaan ekaristi yang
dipimpin oleh Romo moderator Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani
Yogyakarta. Selain itu menurut Frater Roja, Frater Dedy dan Frater Carolus
Wirogunan dikemas dalam bentuk yang bermacam-macam. Ketiga narasumber
tersebut menyebutkan bahwa dalam pembinaan iman bentuk yang dipakai adalah
menonton film, sharing, diskusi, dan ibadat sabda. Diantara bentuk pembinaan
iman yang telah dilaksanakan selama ini yang paling sering digunakan adalah
ibadat sabda. Ibadat sabda yang dilaksanan dikemas dengan bentuk teks Kitab
Suci yang dibacakan dilanjutkan dengan renungan singkat yang dibawakan oleh
pembina dan sharing dari warga binaan yang dipandu dengan pertanyaan
panduan.
Pernyataan ini di peroleh dari keterangan Frater Andi Kruniawan:
Melengkapi apa yang telah diuraikan sama Frater Dedy, pola pendampingan ini memang diminta oleh pihak LAPAS kepada Gereja Katolik karena aspek rohani memang mendapat perhatian cukup besar dari pihak rohani. Untuk bentuk kegiaatannya minggu ke dua biasanya ibadat dan minggu keempat biasanya misa yang dipimpin oleh Romo Kieser atau pembina yang sekarang Romo Andre. Untuk minggu pertama, ketiga dan missal ada minggu kelima biasanya diserahkan kepada masing-masing kelompok. Biasanya kami mengisi seperti ibadat atau rekoleksi singkat dimana ada bacaan, renungan dan lain-lain {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 20)}.
Hal kedua yang ditanyakan adalah mengenai materi-materi yang menjadi
bahan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta. Menurut keterangan Frater Yusuf materi atau bahan
pembinaan iman disusun satu semester sekali semisal pada bulan Oktober 2014
sampai Maret 2015 para pendamping atau pembina mengajak warga binaan untuk
mendalami materi tentang sakramen Gereja dan berlanjut pada semester kedua
pada bulan April sampai bulan Septermber 2015 para pendamping atau pembina
Materi pembinaan iman telah ditentukan oleh PPNKY, ini keterangan Frater
Yusuf:
Materi dibuat satu semester sekali. Contoh: Oktober 2014-Maret 2015 materinya : Sakramen-Sakramen Gereja Katolik. April 2015-September 2015 materinya : hidup harian Yesus menurut Injil Lukas. Materi berdasarkan Ajaran Gereja Katolik dan Kitab Suci {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 18)}.
Keterangan lainnya juga diberikan oleh Fr. Roja:
Materi pembinaan iman mengambil teks Kitab Suci, Ajaran Gereja, lagu-lagu rohani, renungan-renungan tematis dll {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 23)}.
Hal ketiga yang ditanyakan yaitu rutin atau tidaknya pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dilaksanakan.
Pada awalnya Frater Yusuf mencoba untuk menjelaskan situasi pembinaan iman
yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Menurut beliau,
pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dapat dilihat
dari dua sisi yakni pembinaan iman yang diberikan oleh PPNKY dan pembinaan
oleh komunitas-komunitas dari Gereja Kristen Protestan. Beliau memberikan
keterangan bahwa pembinaan iman bagi narapidana dilaksanakan secara rutin. Hal
ini dilihat dari pembagian jadwal pembinaan iman yang ditentukan oleh pihak
lembaga. Pembagian jadwal pembinaan yang ditentukan oleh pihak Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan adalah setiap hari Senin, Selasa dan Rabu
adalah “jatah” waktu pembinaan iman dari komunitas pendamping Kristen
Protestan. Sedangkan pada setiap hari Sabtu adalah jadwal pembinaan dari
PPNKY.
Sejalan dengan Frater Yusuf, ketiga narasumber yang lainnya juga memberi
Kelas II A Wirogunan dilaksanakan secara rutin dengan pembagian jadwal setiap
Senin, Selasa, Rabu untuk pendamping dari Kristen Protestan dan setiap Sabtu
untuk para pendamping atau pembinan dari PPNKY.
Pernyataan ini selaras dengan keterangan yang diutarakan oleh Frater Dedy
dalam wawancara:
Setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Sabtu di setiap bulan dan Minggu keempat. Jadi satu minggu ada empat pertemuan. Pertemuan atau pendampingan iman di bagi menjadi Sabtu Minggu I, III, IV diisi dengan pendalaman iman dengan materi khusus Sabtu Minggu kedua diisi dengan ibadat dan penerimaan komuni bagi narapidana yang beragama katolik. Minggu keempat diisi dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Rm. Kieser SJ, selaku moderator PPNKY. Sedangkan hari Senin, Selasa, dan Rabu biasanya pembinaan iman dari Gereja Kristen Protestan {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 25)}.
Hal keempat yang ditanyakan adalah mengenai cukup atau tidaknya alokasi