• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 8. Mencermati Larangan dan Kewajiban

C. Larangan Kepercayaan

Perintah mulanya satu : Menyembah kepada Pencipta dan tunduk pada Kehendaknya Tuhan Debata Yang di atas Langit. Dalam konsep kepercayaan bahwa hidup (roh) yang sedang dipertaruhkan. Keinginan luhur roh manusia adalah berada kembali ke tempat asalnya, di tempat agung yang abadi. Agar layak kepada yang Agung Maha Suci maka syaratnya juga haruslah persembahan itu agung nan suci.

Ketentuan dan syarat selalu kata dua (berpasangan), yaitu : Satu Yang Jadi (Boleh) dan satunya yang Tidak Boleh Jadi. Satu kewajiban dan satunya lagi larangan.

Ketika larangan tidak dapat dipenuhi maka kewajiban yang ditunaikan tetap tidak memenuhi syarat.

Dengan demikian kesimpulannya adalah: Larangan memandu pelaksanaan kewajiban agar semua syarat terpenuhi dengan baik. Satu contoh sederhana: dalam

melakukan kegiatan berdoa terdapat beberapa larangan dan tabu, seperti sikap gerak-gerik liar, pandangan yang tidak fokus, atau suasana sekitar yang gaduh.

Larangan pada doa dan ritual tertentu, tidak saling bicara dan bahkan larangan ikut serta bagi wanita yang baru melahirkan, atau yang sedang haid.

Pada kewajiban memelihara sikap terhadap diri sendiri dan keluarga terdapat kewajiban mawas diri. Demikian pula kewajiban memelihara hubungan dengan sesama harus bersikap tenggang rasa atau mawas sesama. Pelanggaran terhadap kewajiban mawas diri dan tenggang rasa berlandaskan martabat kemanusiaan yang bersifat azasi. Nilai kemanusiaan menyangkut hak azasi hayati (hidup), azasi harkat kepemilikan, azasi harkat moral kehormatan.

Dari harkat kemanusiaan yang azasi itu dalam semua Ajaran Kepercayaan ada larangan yang sangat umum, seperti larangan mencuri, berzina, membunuh yang berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan berat, dan masih terdapat rangkaian perilaku lainnya yang bisa dikategorikan dalam tiga jenis kejahatan tersebut, mulai dari yang ringan hingga yang berat.

Berikut contoh larangan kepercayaan terkait martabat kemanusiaan dan hubungan terhadap sesama manusia adalah sebagai berikut:

■ mencuri,

■ berzina,

■ membunuh,

■ memfitnah,

■ menghina atau merendahkan,

■ menyesatkan atau bertipu daya,

■ mengurangi hak orang lain.

Konsep larangan pada masing-masing kepercayaan berkembang sesuai dengan nilai adat istiadat dan tradisi pada masyarakat daerah dan budaya setempat.

Keluasan makna larangan mencuri, berzina dan membunuh bisa sangat bervariasi pada kepercayaan dan daerah atau budaya yang berbeda. (Diskusikan konsep larangan dalam kepercayaanmu)

Selain larangan terkait kemanusiaan dan hubungan sesama, terdapat pantangan dan tabu terkait diri sendiri, keluarga/kerabat, dan larangan, pantangan dan tabu terkait dengan alam lingkungan hidup (terhadap sumber air, hutan, ladang, hewan dan tumbuhan).

1. Larangan Menyatu dengan Adat

Dari empat aspek kewajiban manusia seperti diulas sebelumnya, yang didasarkan

kehidupannya berupa ritual-ritual kehidupan. Semua ritual adalah religius dan spiritual berpatokan pada “kebenaran dan cinta”.

Gambar 7.4. Bagan perbuatan baik dan buruk

Ritual yang bernuansa religius adalah bentuk luar dari kepercayaan. Isi kepercayaan itu berupa kepaTuhan berserah diri, disertai idealisme demi keluhuran, cinta sejati dan kebenaran. Kepercayaan menjadi indikator utama perilaku, mendasari semua larangan, menentukan nilai setiap perbuatan apakah baik atau tercela. Idealisme Spiritual menjadi patokan utama masyarakat/ komunitas untuk menentukan setiap sikap dan perbuatan; baik- tidak baik; boleh -tidak boleh, memenuhi- tidak memenuhi. Ritual dilakukan pada berbagai tingkatan. Mulai dari tingkat diri sendiri sebagai pribadi, keluarga, tingkat sesama dan komunitas kehidupan yang melekat dengan alam dan budayanya.

Tingkatan organisasi sosial di satu sisi berdasarkan asal usul kekerabatan (genealogis) menjadi identitas diri. Disisi lain hubungan kesatuan wilayah kehidupan sosial. Ritus kehidupan terkait dengan lingkungan diperlukan pula aturan bersama agar setiap orang mendapat kebuTuhan atas tempat hidup (ekologis) dan penghidupan (Ekonomi). Kalian bisa melihat bagan berikut ini.

Terdapat tiga dimensi hubungan kehidupan manusia, yaitu terhadap Tuhan (Kepercayaan), terhadap manusia (diri sendiri, kerabat dan sesama manusia) dan terhadap alam penghidupan (ekologi dan nafkah kehidupan). Setiap hubungan tersebut dilakukan dengan ritus-ritus kehidupan kompleks terintegrasi. Artinya setiap ritual selalu mencakup norma ketentuan dari ketiga bentuk hubungan tersebut.

Ada tiga nuansa ritual kehidupan, yaitu kepercayaan, hubungan sesama, dan hubungan dengan lingkungan. Masing-masing aspek hubungan memiliki aturan dan larangan sebagai alat pengekang, yaitu:

■ Larangan dan tabu dalam nuansa kepercayaan keTuhanan. Bagian ini yang dianggap paling utama (Idealisme).

■ Larangan dan tabu dalam kekerabatan dan interaksi sosial secara umum, diluar kekerabatan.

■ Larangan dan tabu terkait memanfaatkan alam memenuhi kebuTuhan hidup, dari aspek ekologi dan ekonomis.

Kalau tindakan dan perbuatan sesuai norma-norma kewajiban, maka kita menyebutnya perbuatan baik. Orangnya kita namakan orang baik, juga beradat.

Sebaliknya tindakan yang melanggar rambu-rambu larangan disebut perbuatan tercela, tidak baik dan tidak beradat. Dengan sendirinya dianggap tidak sepenuhnya melakukan kewajibannya atau cacat. Dipercaya ganjarannya adalah tidak selamat atau celaka dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan rohaniah. Hadirnya adat sebagai bagian utama peradaban masyarakat yang tunduk pada Tuhan yang diwariskan turun temurun. Secara nyata ritual adat adalah produk dari tradisi kepercayaan dalam sejarah panjang kebudayaannya. Roh adat yang hakiki adalah rambu-rambu bertindak memenuhi Kebenaran dan Cinta. Adat yang baik adalah yang memudahkan manusia menjauhi larangan yang tercela itu, dan memelihara kepercayaan manusia kepada kebenaran dan cinta yang dikehendaki Tuhan Yang Maha Esa. Adat menjadi doktrin masyarakatnya.

Berikut ini salah satu contoh ketentuan yang sudah menjadi doktrin adat/

tradisi masyarakat. Pada masyarakat adat yang menganut patrinial (garis ayah) dengan sistem pengambilan ibu (perempuan) harus dari luar “klan” (marga), tidak boleh ada hubungan sedarah (inses) (Suryadireja, 2016) bahkan tidak boleh satu klan besar (marga yang sudah belasan generasi keturunan seperti pada suku Batak dan adat Sumba NTT). Selanjutnya ada klan yang sangat dihormati (pengambilan ibu), sebaliknya klan penerima perempuan harus disayangi. Ada beragam bentuk yang ditabukan berbicara langsung bagi yang berbeda jenis kelamin, berada berduaan, bersenTuhan atau bahkan memberi barang secara langsung. Ini berlaku pada menantu-mertua, ipar-beripar yang beda jenis kelamin. Begitu pula pantangan menyebut nama, dan keharusan panggilan alias yang ketat.

Nilai-nilai adat dan tradisi berupa norma ketentuan dan larangan itu juga menjadi nilai tersirat dalam larangan dan ketentuan pada Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Artinya, kepercayaan yang ada dalam lingkup tradisi daerah tertentu memuat norma dan ketentuan adat tradisi leluhur setempat.

Misalnya, ketentuan adat masyarakat Dayak menjadi bagian Aturan dan larangan pada Kepercayaan Kaharingan di Kalimantan, falsafah tradisi adat Jawa ada dalam pitutur paguyuban kepercayaan di Jawa, norma tradisi asli adat Sumba ada pada penghayat Kepercayaan Marapu di Sumba, begitu pula pada adat dan kepercayaan

Pada beberapa kepercayaan nilai-nilai falsafah dari adat dan tradisi budaya leluhur yang sudah mengakar ratusan bahkan ribuan tahun digali dan disarikan kembali oleh para sesepuh menjadi pitutur laku kehidupan menjadi panduan perilaku kehidupan penghayat dalam kelompok atau paguyubannya.

Contohnya seperti lazimnya tuntunan pada kepercayaan di pulau Jawa!

Diantaranya memuat adanya larangan- larangan bagi para penghayat agar tidak melakukan hal-hal yang dapat mengakibatkan dampak buruk, baik di dunia ini maupun di kehidupan roh/akhirat nanti adalah sebagai berikut:

■ “Aja ngumbar hawa nafsu, mundhak sengsara uripnira”. Artinya, jangan melampiaskan hawa nafsu, kalau tidak ingin sengsara hidupmu. Barang siapa telah dikalahkan oleh hawa nafsunya, maka ia telah dikalahkan oleh keburukan.

■ “Aja mung nyatur alaning liyan” Artinya, jangan hanya memperbincangkan kejelekan orang lain.

■ “Aja dumeh kuwasa, mundak kena wajade” Artinya, jangan sok kuasa, nanti kena akibatnya.

■ “Aja seneng nggampangake” Artinya, jangan suka meremehkan sesuatu, jika ingin menjadi orang sukses.

■ “Aja wedi marang penggawe becik lan waninana marang penggawe ala”

Artinya, jangan takut berbuat baik dan berani (menentang) perbuatan jahat.

■ “Aja nggege mangsa” Artinya, sesuatu yang belum tiba saatnya jangan diburu – buru, karena akibatnya mungkin akan menjadi buruk.

■ “Aja gampang kelu ing swara” Artinya, jangan mudah terhanyut oleh kata–

kata manis seseorang.

Contoh berikutnya larangan pada kepercayaan “Ugamo Malim” (yang dianut Parmalim) pada masyarakat Batak Toba, berupa titah “na so jadi/ ndang jadi” yang berarti larangan sangat keras/ dilarang!. Diantaranya:

■ “Manangko, mangalangkup, mamunu jolma na so jadi” artinya tidak boleh terjadi mencuri, berzina, membunuh.

■ “Uhum na jongjjong dan jadi tabaon, uhum na tingkos dan jadi pailingon” artinya tidak boleh terjadi merubuhkan hukum yang tegak dan memiringkan/mempermainkan hukum yang lurus.

■ “Ndang jadi lea roha tu manag songon dia rumang ni jolma tinompa ni Debata” artinya tidak boleh terjadi menistakan orang lain sebagai ciptaan Tuhan bagaimana pun keberadaannya.

■ “ Ndang jadi liluhononhon namapitung ...” artinya tidak boleh terjadi menyesatkan orang yang ibaratnya buta.

■ “ Ndang jadi marpisnimata, pauru-uruhon, paoto-otohon” artinya tidak boleh terjadi meremehkan, mencemooh, memperdaya.

■ “ Eme na so jadi ganda di bagasab sopo, ringgit na so jadi marhua sian parsalian” artinya tidak boleh terjadi mengambil riba dari meminjamkan harta kepada yang miskin,

■ “ Ndang jadi panganon juhut babi, biang dohot na habangkean” artinya tidak boleh terjadi memakan jenis makanan yang cemar, seperti hewan jenis babi, anjing dan darah hewan serta yang tergolong mati bangkai.

Kegiatan 7.1. Mari Bereksplorasi

Temukan larangan pokok kepercayaanmu!

Identifikasilah berbagai larangan pokok yang ada pada kelompok atau organisasi kepercayaan sesuai anutan kalian (peserta didik). Kelompokkan menjadi 7 larangan pokok kepercayaanmu!