• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS STRUKTUR TERHADAP NOVEL CERITA CALON ARANG

4.4 Latar

Latar atau setting merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam karya fiksi. Peristiwa dalam cerita terjadi dalam pengambaran latar yaitu tempat, waktu, dan bagaimana keadaan atau situasi ketika peristiwa itu berlangsung. Suatu peristiwa tidak mungkin terjadi bila tidak ada latar. Dengan kata lain, semua karya fiksi mempunyai latar atau setting. Latar dapat mewarnai cerita karena merupakan pijakan yang jelas mengenai cerita. Latar menggambarkan realitas berupa tempat kejadian sehingga tempat atau suasana itu seperti benar dan nyata.

Aminuddin (2000: 67) mengatakan “Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal.”

Kemudian Nurgiyantoro (1995: 216) mengatakan “Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.”

Stanton (2007: 35) mengatakan:

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor seperti sebuah cafe di Paris, pegunungan di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin dan sebagainya. Latar juga dapat berwujud waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau periode sejarah. Biasanya latar di ketengahkan lewat baris-baris kalimat deskriptif.

Sudjiman (1987: 44) mengatakan “latar segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra.”

Selanjutnya Hudson (dalam Sudjiman 1987: 44) membedakan latar sosial dan latar fisik/material. “Latar sosial mencakup keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya.”

Dengan mengetahui latar, pembaca lebih mudah memahami cerita dengan persepsi yang dimilikinya mengenai cerita yang sedang dibacanya. Pembaca dapat merasakan kebenaran yang diceritakan melalui penggambaran tempat, waktu, dan keadaan suatu kelompok atau masyarakat tertentu yang diciptakan pengarang sehingga cerita dapat dipahami secara lebih mendalam.

Dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer terdapat latar fisik, yang berupa tempat, dan latar sosial yaitu penggambaran mengenai masyarakat Daha dalam cerita ini.

Latar tempat dalam cerita ini adalah sebagai berikut:

1. Dusun Girah

Dusun ini adalah dusun di negara Daha. Di dusun inilah tokoh utama Calon Arang tinggal. Di dusun inilah Calon Arang dan murid-muridnya menyebarkan penyakit kepada seluruh penduduk kemudian meneruskan penyebarannya ke ibukota.

Hampir seluruh peristiwa terjadi dalam dusun ini.

Menurut riwayat adalah sebuah dusun dalam negara Daha. Girah namanya. Penduduk Daha takut benar mendengar nama itu dusun itu. Sebab di sana tinggal seorang janda. Calon Arang namanya (Cerita Calon Arang, 2003: 9).

2. Lemah Tulis

Lemah Tulis juga nama sebuah dusun. Di dusun inilah asrama tempat tinggal Empu Baradah bersama istri dan anaknya. Di Lemah Tulis ini, Empu Baradah melakukan aktivitasnya seperti mengajar murid-muridnya.

Empu Baradah orang yang saleh dan taat benar pada agamanya. Sudah lama ia berasrama di Lemah Tulis, dan di sana pula ia tinggal (Cerita Calon Arang, 2003: 15).

3. Candi Durga

Candi ini merupakan tempat Calon Arang dan murid-muridnya memuja Dewi Durga, dewi kejahatan. Calon Arang dan murid-muridnya bertapa untuk memohon izin kepada Dewi untuk menyebarkan penyakit kepada seluruh penduduk.

Di dalam candi inilah Calon Arang memuja dewinya. Diucapkan segala mantra dan maksudnya hendak membunuh orang banyak-banyak. Api pedupaan pun mengepul- ngepulkan asap. Bau ratus pandan wangi semerbak memenuhi ruangan candi (Cerita Calon Arang, 2003: 13).

4. Kuburan

Kuburan ini adalah tempat Calon Arang dan murid-muridnya berunding tentang rencana mereka menyebarkan penyakit. Di sini melakukan ritual aneh. Hal ini mereka lakukan sebagai kegiatan untuk meneruskan penyebaran penyakit lebih luas lagi yaitu sampai ke ibukota. Di tempat ini murid-murid Calon Arang ada yang lompat, melipat kaki, telanjang bulat, menumbuk ke sana dan ke mari, bergerak maju dan mundur dan membelalakkan dan mendelikkan mata, menjatuhkan diri ke tanah, serta meliuk-liukkan badan seperti cacing. Ini merupakan kegiatan mereka sebelum menanam bibit penyakit ke seluruh pelosok negeri.

Sampailah mereka ke kuburan yang dituju. Seorang demi seorang duduklah di tanah berumput. Di sinilah tempat tempat perundingan mereka. Calon Arang duduk di tengah-tengah bersandar pada pohon kayu yang besar lagi tua. Tumbuhan-tumbuhan rambatan berjuluran dari cabang-cabang sampai tanah.

Jarang benar orang datang ke kuburan itu. Selain gelap, juga menakutkan kelihatannya. Kuburan itu tak terpelihara. Banyak ditumbuhi semak-semak dan ular berjalaran ke sana kemari (Cerita Calon Arang, 2003: 38).

5. Kuburan Ibu Wedawati

Kuburan ini adalah tempat yang selalu dikunjungi oleh Wedawati ketika ia disakiti oleh ibu tirinya. Di kuburan ibunya inilah Wedawati meluapkan semua isi hati dan perasaan . Di sini ia sering menangis mengadu pada ibunya akan kesedihan yang ia alami selama kepergian ibunya.

Kuburan itu masih sunyi-senyap seperti tadinya juga. Pohon-pohon besar dan rindang menggeleng-gelengkan tajuknya bila angin datang meniup. Burung bernyanyi bersahut-sahutan. Di pucuk pohon beringin beberapa ekor gagak meraung-raung. Dan sinar matahari yang telah tipis membuat kuburan itu bertambah gelap. Jengkerik sudah mulai mendering-dering (Cerita Calon Arang, 2003: 49).

Tempat ini juga akhirnya menjadi tempat tinggal Wedawati setelah ia memutuskan berpisah tempat tinggal dengan ayahnya, Empu Baradah. Hingga pada akhirnya Wedawati

menjadi gadis pertapa. Di kuburan ini, ayahnya membuat sebuah bangunan untuk tempat tinggal Wedawati dan tidak lama kuburan ini menjadi taman yang indah karena ditanami dengan bunga-bunga yang indah.

Sekarang banyak orang datang untuk melihat kuburan yang telah menjadi taman yang indah. Orang-orang tercengang-cengan melihatnya. Kupu-kupu aneka macam beterbangan dengan girangnya. Dan di tengah-tengah semua itu sebuah rumah kecil yang indah sekali berdiri dengan damai (Cerita Calon Arang, 2003: 67).

Dalam cerita ini terdapat latar sosial, yaitu penggambaran keadaan masyarakat penduduk Daha yang hidup dengan aman, sejahtera, dan makmur. Seluruh penduduk berkecukupan dan hidup bahagia.

Daha yang dahulu itu kini bernama Kediri. Negara itu berpenduduk banyak, dan rara-rata penduduk hidup makmur.

Panen pak tani selalu baik, karena tanaman jarang benar diganggu oleh hama. Tiap-tiap sore anak-anak muda berlatih keprajuritan di alun-alun. Dan ada kalanya diadakan pertandingan antara seorang bakal perwira dengan seekor banteng yang digalakkan. Ribuan rakyat menonton pertandingan itu.

Negara Daha termasyhur aman. Tak ada kejahatan yang terjadi, karena tiap orang hidup maknur, cukup makan dan pakaian. Karena makmurnya itu makanan penduduk teratur, dan karena itu pula tak ada penyakit yang terjangkit (Cerita Calon Arang, 2003: 9).

Namun keadaan penduduk yang hidup sejahtera ini kemudian berubah akibat penyakit yang disebarkan oleh Calon Arang dan murid-muridnya. Banyak penduduk yang meninggal. Akibatnya penduduk hidup dalam ketakutan dan penderitaan. Penggambarang keadaan penduduk oleh pengarang dalam cerita ini menunjukkan latar sosial.

Dahulu tiap hari beratus-ratus orang mati dan dibawa ke kuburan. Dan kalau yang menguburkan itu pulang, ia pun sakit pula, kemudian mati. Begitulah terus- menerus.

Penduduk Negara Daha kian lama kian sedikit. Banyak prajurit dari luar ibukota meninggal. Bukan karena kena senjata di medan perang. Tetapi mati karena teluh Calon Arang. dan kalau waktu itu datang musuh hendak merobohkan Daha, robohlah negara yang agung itu (Cerita Calon Arang, 2003: 27).

BAB V

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP NOVEL CERITA CALON

ARANG KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

Dokumen terkait