• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masyarakat Tionghoa di Banda Aceh

Dalam dokumen ANALISIS TULISAN AKSARA HAN (Halaman 25-0)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.2 Masyarakat Tionghoa di Banda Aceh

Tionghoa-Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia yang asal usul

leluhur mereka berasal dari Tiongkok (China). Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka).

Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi : 唐人, "orang Tang")

atau lazimdisebut Huaren (Hanzi Tradisional: 華 人 ; Hanzi Sederhana : 华

人 ) .Disebut Tangren dikarenakan sesuai dengan kenyataan bahwa orang

Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok selatan yang menyebut diri

mereka sebagai orang Tang, sementara orang Tiongkok utara menyebut diri

mereka sebagai orang Han (Hanzi :漢人, Hanyu Pinyin: Hanren, "orang Han").

Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.

Kota Banda Aceh merupakan salah satu daerah yang terletak di ujung pulau Sumatera maka dari itu kota ini dikenal sebagai pusat perdagangan, administrasi dan pusat pemerintahan. Kiprah Aceh dalam percaturan perdagangan pada awal Masehi sudah menjadi perhatian dunia internasional. Banyaknya pelayaran dan pelabuhan di pantai Aceh membuat kapal-kapal asing singgah dan melakukan kontak budaya dan pertukaran ekonomi.

Pada abad ke-18 terjadi kekacauan politik dan banyak pengangguran serta kemiskinan merajalela di negeri Tiongkok sehingga minat etnis Cina untuk meninggalkan negaranya sangat banyak. Kedatangan etnis Cina ke Indonesia diprakarsai oleh kebutuhan tenaga kerja yang terampil pada masa kolonial Belanda. Dalam kondisi sulit para perantau dari Cina tersebut harus tetap bertahan hidup, dengan kerja keras perantau dapat bertahan hidup di Indonesia.

Gambaran tentang ketekunan, keuletan dan tahan menderita, merupakan cerminan dari masyarakat etnis Cina Perantauan. Realitas tersebut menandakan bahwa banyak etnis Cina yang menunjukkan keberhasilan dalam bidang ekonomi karena jika tidak ulet mereka tidak dapat hidup di negeri orang. Dengan adanya kepercayaan kemampuan dirinya serta berani mengambil resiko dapat menunjukan hasil yang sangat memuaskan.

Tionghoa Aceh (atau disebut Cina Aceh) merupakan etnis Tionghoa yang tinggal di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Terdapat sebuah organisasi khusus etnis Tionghoa di Aceh yang bernama Yayasan Hakka Aceh. Aceh sendiri juga memiliki sebuah Pecinan yang bernama Peunayong.

Menurut literatur yang ada, masuknya etnis Tionghoa ke Banda Aceh telah terjadi sejak abad ke-17. Aceh dan Tiongkok memiliki hubungan yang baik.

Mereka datang ke Aceh pada awalnya sebagai pedagang musiman. Kemudian mereka menetap dan menjadi pedagang permanen. Etnis Cina yang datang ke Aceh mulanya menetap di Pelabuhan yang tidak jauh dari Peunayong. Lalu mereka memilih untuk menetap berdagang secara permanen di Peunayong.

2.1.3 Aksara Han

Ada tiga pandangan mengenai sejarah terciptanya Aksara han, yaitu:

1. Aksara tionghoa diciptakan oleh Fuxi 伏 羲 , karena Fuxi menemukan bagua 八卦 atau yang disebut heksagram, dan menurut para pakar , aksara han tercipta dimulai dari perubahan simbol bagua/heksagram.

Mengenai pandangan aksara han katanya berasal dari bagua/heksagram, pandangan ini sudah disanggah oleh banyak para ahli. Meskipun heksagram merupakan sebuah simbol informasi, tetapi arti terkandung di dalamnya sampai sekarang masih belum terlalu jelas. Simbol dasarnya adalah “一‟‟ dan “一一‟‟,

kalau di bandingkan dengan tulisan Jiaguwen 甲骨文 atau tulisan tulang, jinwen 金文 atau tulisan logam yang timbul kemudian, dari tinjauan bentuk sangatlah berbeda jauh, dan tidak mungkin menjadi asal-usul dari kedua tulisan tersebut, contoh:

Gambar 2.1 aksara yang berasal dari bagua/heksagram

2. Aksara Tionghoa, awalnya merupakan cara membuat catatan dengan simpul 结绳记事, dan menurut sejarah awalnya catatan simpul ditemukan oleh Shennong 神农.

Pandangan mengenai catatan simpul, kebanyakan para ahli juga tidak sependapat bahwa catatan simpul merupakan asal – usul dari aksara han dan menganggap simpul hanya sebuah cara untuk mencatat sesuatu hal saja. Karena rata-rata kebanyakan masyarakat purba mengunakan cara demikian ( membuat ikat simpul) untuk menyampaikan pesan, dan tidak berubah menjadi semacam bentuk tulisan sampai sekarang, contoh : 馬(mǎ ) kuda , 媽(mā) mama.

3. Aksara Tionghoa ditemukan oleh seorang menteri sejarah dari Kaisar Kuning / Huang Di 黄帝, yang bernama Cangjie 仓颉, contoh :马(mǎ ) kuda,妈

(mā) mama.

Legenda mengenai seseorang yang bernama Cangjie yang menemukan tulisan sudah ada sejak akhir jaman negara-negara berperang 战国末期, sekitar abad ke 3 SM. Ada orang berpendapat bahwa Cangjie adalah seorang raja zaman kuno, seorang raja yang hidup diantara zaman Huangdi atau kaisar kuning dan zaman kaisar Shennong, ada yang mengatakan bahwa Cangjie hidup pada zaman kaisar Yandi 炎帝, dan ada juga mengatakannya dia hidup pada zaman Fuxi.

Namun menurut Sima Qian dan Ban Gu, pakar sejarah pada zaman Dinasty Han, mengemukakan bahwa Cangjie adalah menteri sejarahnya Kaisar Kuning, oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa secara garis besar, Cang Jie adalah seseorang yang hidup sekitar 4000 tahun yang silam pada sebuah masyarakat patrilineal awal. Menurut catatan buku jaman kuno,Cang Jie adalah

seorang yang memiliki empat mata, memiliki kemampuan dewata, dengan mengamati pergerakan bintang di jagat raya, dan menyelidiki bentuk garis dari tempurung kura-kura serta jejak kaki unggas, diambil dan dikumpulkan semuanya yang indah untuk digabungkan menjadi tulisan, sehingga di sebut huruf kuno (Fauziah, 2015: 14).

Aksara Han yang digunakan saat ini adalah aksara han yang ditemukan oleh seorang menteri sejarah dari Kaisar Kuning / huang di 黄帝, yang bernama

Cangjie 仓 颉 , karena aksara han tersebut adalah aksara yang telah di

sederhanakan dan digunakan hingga saat ini.

2.1.4 Vihara

Vihara merupakan tempat dimana keagamaan umat Buddha dilangsungkan.

Vihara merupakan wadah toleransi dalam sembahyang yang dipuja oleh tiga umat dengan aliran yang berbeda, yakni Taois, Buddhis, dan Konfucian atau yang disebut dengan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) (Miskaningsih, 2017:18).

Pada awalnya pengertian vihara sangat sederhana, yaitu merupakan pondokan atau tempat tinggal atau tempat penginapan para bhikku, bhikkuni,samanera, dan samaneri. Namun kini pengertian vihara mulai berkembang, yaituvihara merupakan tempat dimana melakukan segala macam bentuk upacarakeagamaan menurut keyakinan, kepercayaan, dan tradisi agama Buddha, sertatempat umat awam melakukan ibadah atau sembahyang menurut keyakinan,kepercayaan, dan tradisi masing-masing baik secara perorangan maupun bentukkelompok.

Vihara Dharma Bhakti merupakan saksi adanya keberadaan etnis Tiongkok di Banda Aceh. Vihara ini merupakan vihara yang baru direnovasi dan diresmikan pada tanggal (29/08/2017) lalu. Pada awalnya vihara ini telah berdiri sebelumnya di Ulee Lheu pada tahun 1878 yang merupakan daerah yang berdekatan dengan laut, namun karena sering terjadinya erosi maka terjadinya pengikisan pada tanah yang menyebabkan bangunan menjadi rusak.Maka dari itu masyarakat Tionghoa yang ada di Kota Banda Aceh berinisiatif membangun Vihara Dharma Bhakti yang baru yang didirikan saat ini di kawasan Peunayong pada tahun 1936.

Salah satu bangunan vihara yang menarik adalah Vihara Dharma Bhakti yang berada di kota Banda Aceh. Salah satu keunikan dan keistimewaan bangunan Vihara Dharma Bhakti ini adalah vihara ini merupakan salah satu dari empat vihara yang hanya ada di Kota Banda Aceh yang kaya akan nilai sejarahnya dan merupakan vihara tertua di Kota Banda Aceh. Vihara ini juga satu satunya yang memiliki bentuk bangunan seperti vihara pada umumnya, sedangkan vihara lainnya seperti Vihara Sakyamuni, Vihara Maitri, dan Vihara Dwi Samudera bentuknya berupa ruko yang didalamnya merupakan tempat pemujaan masyarakat Tionghoa di Kota Banda Aceh. Selain itu Vihara Dharma Bhakti juga menjadi pusat dari segala kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa yang ada di kota Banda Aceh.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Semantik

Menurut Sudaryat (2008:3) kata semantik berasal dari bahasa Yunani

sema(nomina) „tanda‟ atau „lambang‟, yang verbanya semaino „menandai‟ atau

„melambangkan‟. Sebagai istilah, kata semantik digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda atau lambang-lambang dengan hal-hal yang ditandainya, yang disebut makna atau arti. Dengan kata lain, semantik adalah salah satu bidang linguistik yang mempelajari makna atau arti, asal-usul pemakaian, perubahan dan perkembangannya.

Ada banyak teori yang telah dikembangkan oleh para pakar filsafat dan linguistik sekitar konsep makna dalam studi semantik. Pada dasarnya para filsuf

dan linguis mempersoalkan makna dalam bentuk hubungan antara bahasa (ujaran), pikiran, dan realitas di alam. Lahirlah teori tentang makna yang berkisar pada hubungan antara ujaran, pikiran, dan realitas di dunia nyata. Secara umum dibedakan teori makna atas (1) Teori Referensial atau Korespondensi, (2) Teori Kontekstual, (3) Teori Mentalisme atau Konseptual, (4) Teori Formalisme (Parera, 1990:17).

Pada penelitian ini teori yang digunakan adalah Teori Kontekstual oleh J.R.Firth (1930) yang mewarisi pikiran tentang konteks situasi dalam analisis makna. Makna sebuah kata terikat pada lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu itu. Teori Kontekstual mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks.

2.2.2 Teori Semiotik

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani, semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.

Istilah semiotika atau semiotik dimunculkan pada akhir abad ke-19oleh filsuf aliran pragmatik Amerika, Charles Sanders Peirce, merujukkepada doktrin formal tentang tanda-tanda. Yang menjadi dasar darisemiotika adalah konsep tentang tanda; tak hanya bahasa dan sistemkomunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiripunsejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atastanda-tanda (Juli, 2016:31).

Penelitian ini menggunakan konsep semiotika yang dikenalkanoleh Charles Sander Peirce. Peirce adalah ilmuwan yang pertama kalimengembangkan teori modern tentang tanda, pada abad ke-1933. Konseppenting dari semiotika Peirce adalah konsep tanda. Semiotikamenurutnya adalah ilmu yang mempelajari tentang makna dari tanda tanda.

Tanda (representament) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas- batas tertentuBagi Peirce tanda dan pemaknaannya bukan struktur melainkansuatu proses kognitif yang disebutnya semiosis. Jadi semiosis adalahproses pemaknaan dan penafsiran tanda yang melalui tiga tahapan.

Tahappertama adalah pencerapan aspek representamen tanda (pertama melaluipancaindra), tahap kedua mengaitkan secara spontan representamendengan pengalaman dalam kognisi manusia yang memaknairepresentamen itu (disebut object), dan ketiga menafsirkan object sesuaidengan keinginannya. Tahap ketiga ini disebut interpretant.

Ada tiga komponen penting dalam definisi tanda Charles SanderPeirce, yaitu representamen, objek dan interpretan. Karena itu, definisitanda Peirce sering disebut disebut triadic bersisi tiga. Tiga komponenatau unsur tanda Peirce ini adalah representament, objek dan interpretant.Komponen pertama, Representamen mengatakan bahwa sesuatu dapatdisebut representamen jika memenuhi dua syarat, yaitu: pertama bisadipersepsi, baik dengan pancaindera maupun dengan pikiran/

perasaan;dan kedua bisa berfungsi sebagai tanda. Jadi, representamen bisa apasaja, asalkan berfungsi sebagai tanda; artinya, mewakili sesuatu yanglain. Komponen lainnya adalah objek. Object menurut Peirce adalahkomponen yang diwakili tanda;

object bisa dikatakan ialah sesuatu yanglain. Komponen ini bisa berupa materi yang tertangkap pancaindera,bisa juga bersifat mental atau imajiner. Komponen ketiga adalahInterpretan. Peirce menjelaskan bahwa Interpretan adalah arti/tafsiran.Beberapa istilah lain yang acapkali digunakan Peirce untuk menyebutinterpretan ialah significance, signification, dan interpretation.

Interpretan juga merupakan tanda.

Charles Sanders Pierce dalam (Syuropati, 2011:67) mengusulkan kata Semiotika sebagai sinonim kata logika. Menurutnya, logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar, dan penalaran itu dilakukan melalui tanda-tanda.

Alasannya tanda-tanda itu dapat memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.

Charles Sanders Pierce mengatakan bahwa tanda terkait erat dengan logika, karena tanda adalah sarana pikiran sebagai artikulasi bentuk-bentuk logika.

Baginya, tanda hanya akan berarti apabila tanda tersebut berfungsi sebagai tanda.

Tanda dapat berfungsi sesuatu bagi seseorang jika hubungan yang berarti ini diperantai oleh interpretan(suatu peristiwa psikologis dalam pikiran interpreter).

Dengan demikian, Semiotika bagi Pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence), atau kerja sama tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretant (interpretant). Yang dimaksudkan subjek pada Semiotika Pierce bukan subjek manusia, tapi tiga entitas Semiotika yang sifatnya abstrak yang tidak dipengaruhi oleh kebiasaan berkomunikasi secara konkrit.

Dalam telaahnya tentang tanda dan hal-hal yang berhubungan dengan tanda, Pierce membedakannya sebagai berikut:

Pertama, tanda dan ground (dasar latarnya). Tanda berdasarkan sifat ground-nya dibagi dalam tiga kelompok, yaitu qualisigns (tanda-tanda yang

merupakan tanda berdasarkan suatu sifat), sinsigns (tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilannya dalam kenyataan), dan legisigns (tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu peraturan yang berlaku umum).

Kedua, tanda dan denotatum-nya(dunia yang dibentuk dengan kata-kata).

Tanda berdasarkan hubungannya dengan denotatum dibagi dalam tiga macam, yaitu: ikon (tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa bergantung pada adanya sebuah denotatum tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya), indeks (sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum, dan

simbol (tanda yang hubungan tanda dan denotatum-nya ditentukan oleh suatu

peraturan yang berlaku umum).

Ketiga,tanda daninterpretant-nya (tanda yang berkembang dari tanda yang

telah terlebih dahulu ada dalam benak orang yang menginterpretasikannya. Tanda dalam interpretant-nya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:rheme (sebuah tanda merupakan sebuah rheme apabila dapat diinterpretasikan sebagai representasi dan suatu kemungkinan denotatum), decisign (tanda merupakan decisign bila bagi

interpretant-nya, tanda itu menawarkan hubungan yang benar ada di antara tanda denotatum), dan argument (tanda yang bagi interpretant-nya merupakan tanda

yang berlaku umum).

Gambar 2.1

Segi tiga Semiotik C.S.Pierce

SIGN

INTERPRETANT OBJEK

Sumber : (Sumbo Tinarbuko, semiotika komunikasi visual 2008)

Contoh analisis dalam penelitian ini sesuai dengan judul yang peneliti angkat yaitu “Analisis tulisan aksara Hanpada bangunan Vihara Dharma Bhakti di Kota Banda Aceh”.

万方均赤子涵濡恩泽沐南洋

Tulisan di tersebut dianalisis kata per kata sesuai dengan teori Semiotik Charles Sanders Pierce menggunakan analisis segitiga makna, lalu dianalisis dengan teori Semantik untuk menemukan makna pada kata ataupun kalimat

Misalnya kata 恩

1. 恩R恩

I (kebaikan)O [心]

Tanda :

Objek : hati, jiwa

Interpretant : kebaikan, rahmat

Tanda :

Objek : hati, jiwa

Objek : hanzi (汉字) ini terdiri dari kombinasi karakter dasar

(radikal) yang berartihati, jiwa. Dalam hanzi tersebut terdapat 2 komponen pembentuk kata yaitu kata 因 dan 心 . 因 yang berarti karena, alasan. Jika dianalisis lagi kata 因 mengandung 2 komponen pembentuk kata yaitu 囗 yang berarti bangga, jujur dan kata 大 yang berarti besar, luas.

Interpretant : kebaikan, rahmat.

Jika dianalisis berdasarkan hubungan makna maka akan memiliki pengertian suatu hal kebaikan atau rahmat yang dikarenakan hati yang jujur dan pikiran yang sangat luas dan besar.

2.3 Tinjauan Pustaka

Samsul Bahri (2013), dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis makna

kanji berkarakter dasar Ukanmuri ditinjau dari segi semiotika (Kajian Charles

Sanders Pierce)”. Dalam jurnal ini penulis meneliti tulisan salah satu karakter

bushu yang digunakan dalam kanji yaitu ukanmuri. Tulisan ini dianalisis dengan menggunakan segitiga makna Charles Sanders Pierce. Tulisan ini membantu peneliti menganalisis tulisan aksara Handengan menggunakan teori semiotik yang sama, yaitu segitiga makna.

Arye Aligius Belawing (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Makna

kalung (tato) Dayak Bahau di Kalimantan Timur(Analisis semiotika Charles Sanders Pierce)”. Dalam skripsi ini penulis menganalisis makna tato dengan

analisis semiotik Charles Sanders Pierce. Tulisan ini membantu peneliti menjelaskan secara mendalam tentang teori semiotik tersebut ditambah dengan penggunaan segitiga makna (triangle meaning) yang memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda.

Sumbo Tinarbuko (2004) dalam jurnalnya yang berjudul “Semiotika

analisis tanda pada karya desain komunikasi visual”. Dalam skripsi ini penulis

menjelaskan mengenai analisis tanda pada 5 karya desain komunikasi visual menggunakan beberapa teori, salah satunya adalah teori semiotika sebagai metode analisis tanda oleh Charles Sanders Pierce. Tulisan ini membantu peneliti memberikan gambaran yang mengkaji tanda dengan pendekatan semiotik sebagai sebuah metode analisis tanda yang diterapkan dan disikapi secara proaktif sesuai dengan konteksnya. Desain komunikasi visual ini mempunyai tanda berbentuk verbal (bahasa) dan visual, serta merujuk bahwa teks desain komunikasi visual serta penyajian visualnya juga mengandung ikon terutama berfungsi dalam sistem-sistem non kebahasaan untuk mendukung pesan kebahasaan.

Juli Prasetyo (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Kajian makna

simbolik pada wayang bawor (Analisis semiotika Charles Sanders Pierce)”.

Dalam skripsi ini penulis mendeskripsikan makna simbolik yang terkandung pada wayang bawor yang dianalisis menggunakan analisis semiotik oleh Charles Sanders Pierce, dimana wayang bawor sendiri merupakan ikon atau simbol orang banyumas. Penulis menganalisis dengan beberapa jenis tanda, mulai dari indeks, ikon, dan simbol. Tulisan ini menjabarkan tentang semiotik oleh Charles Sanders Pierce secara jelas sehingga peneliti mendapatkan gambaran yang lebih banyak mengenai penggunaan teori semiotik ini.

Wahid Al Kirom (2016), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis

semiotik teks dengan gambar pada buku bahan ajar Ta’lim AlLugah Al

-‘Arabiyyah: Pendidikan bahasa Arab SMA/SMK/MA Muhammadiyah Kelas XI

KARYA Nurul Qamariyah, S.Pd.I”. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan

mengenai kesesuaian antara gambar dan teks pada buku bahan ajar tersebut untuk menganalisis makna-makna semiotik yang terkandung di dalamnya. Tulisan ini dapat menjadi perbandingan bagi peneliti untuk membandingkan penggunaan teori semiotik oleh Charles Sanders Pierce maupun Ferdinand de Saussure.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian dilaksanakan di Vihara Dharma Bhakti, tepatnya di Jl. T Panglima Polem No.70, Banda Aceh. Di kawasan inilah penulis melakukan penelitian terkait menganalisis tulisan aksara han yang terdapat pada bangunan Vihara Dharma Bhakti di Kota Banda Aceh.

3.2 Data dan Sumber Data

Secara umum dapat dinyatakan bahwa data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari/dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 2007:38). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tulisan aksara han 汉.

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu :

a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya. Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah tulisan aksara han yang terdapat pada bangunan vihara Dharma Bhakti di kota Banda Aceh dan hasil wawancara kepada informan , yaitu:

1. Nama : Bapak Yuswar, S.E

Profesi: Ketua Yayasan Vihara Dharma Bhakti di Kota Banda Aceh.

Umur : 67 Tahun.

2. Nama : Bapak Hasan

Profesi: Pengurus Vihara Dharma Bhakti di Kota Banda Aceh.

Usia : 60 Tahun.

b. Sumber data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk jurnal, skripsi dll. Dalam penelitian ini, dokumentasi juga merupakan sumber data sekunder.

3.3 Persyaratan Informan

Menurut pendapat Spradley dalam Faisal (1990:45) informan harus memiliki beberapa kriteria yang perlu dikembangkan yaitu:

1. Subjek yang telah lama dan intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran atau penelitian dan ini biasanya ditandai oleh kemampuan memberikan informasi di luar kepala tentang sesuatu yang ditanyakan.

2. Subjek masih terikat secara penuh aktif pada lingkungan dan kegiatan yang menjadi sasaran atau penelitian.

3. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai informasi

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan. Jenis sumber data adalah mengenai dari mana data diperoleh. Apakah data diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau data diperoleh dari sumber tidak langsung (data sekunder).

Metode Pengumpulan Data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui wawancara, pengamatan, dokumentasi dan sebagainya.

Sedangkan Instrumen Pengumpul Data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena berupa alat, maka instrument dapat berupa, pedoman wawancara, kamera dan lainnya.

Dalam penelitian ini data juga diperoleh melalui skripsi, internet, jurnal dan artikel ilmiah, yang kemudian dipilah-pilih. Secara metodologi dikenal beberapa macam teknik pengumpulan data, diantaranya studi dokumentasi, kepustakaan, observasi lapangan, wawancara dan juga angket (Abdurrahmat,2005:104). Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi lapangan, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah langkah-langkah dan cara pengumpulan data atau informasi

yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari buku, jurnal, skripsi, dan juga artikel yang relevan dengan masalah yang diteliti.

yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari buku, jurnal, skripsi, dan juga artikel yang relevan dengan masalah yang diteliti.

Dalam dokumen ANALISIS TULISAN AKSARA HAN (Halaman 25-0)

Dokumen terkait