• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Less Cash Society

BAB II LESS CASH SOCIETY

B. Latar Belakang Less Cash Society

Pada era globalisasi saat ini sistem pembayaran yang mengandalkan uang fisik mulai bergeser sejak tersedianya pelayanan transfer melalui bank, kehadiran kartu kredit, kartu debit, dan ATM. Bahkan kini, dengan kemajuan teknologi yang kian pesat, transaksi keuangan (bisnis) bisa dilakukan secara mobile. Fenomena ini mengisyaratkan semakin dekatnya kita menuju less cash society atau masyarakat yang melakukan transasksi keuangan secara nontunai.5

“Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap, kita tetap

harus menghadapi globalisasi”. Itulah sepenggal pernyataan yang sering kita dengar

terkait dengan isu globalisasi. Pernyataan tersebut menggugah kita bersama bahwa globalisasi sudah menjadi keniscayaan saat ini. Keniscayaan yang didorong dan

4

Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.10.

difasilitasi oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sangat cepat. Salah satu bentuk keniscayaan adalah terbentuknya masyarakat digital, yang di industri perbankan dikenal dengan istilah less cash society. Terbentuknya masyarakat digital tersebut di didorong oleh perkembangan dan penerapan TIK yang sangat intensif di bidang perbankan yang selanjutnya disebut Electronic Banking

atau disingkat E-Banking.6

Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono mengatakan:

“Membaiknya kondisi perekonomian nasional dan berkembangnya usaha, pada masyarakat bawah membutuhkan alat pembayaran yang fleksibel. Sedangkan uang kartal saat ini dianggap sudah tidak memadai akibat mahalnya biaya produksi. Selain itu ada hambatan untuk pengembalian uang ke BI bila rusak. Untuk itu, penggunaan uang giral mutlak diperlukan sebagaimana telah digunakan oleh jasa pengelola keuangan global di seluruh dunia. Oleh karena itu, perbankan nasional harus mulai berfikir dan mengembangkan penggunaan uang giral. Pada saat bersamaan, Bank Indonesia (BI) sudah membentuk tim khusus yaitu tim kerja e-money atau uang elektronik”.7

Banyak manfaat yang bisa dipetik dari transaksi nontunai, kendati masih banyak pula pekerjaan rumah yang perlu dibenahi. Perbankan merupakan sektor yang paling banyak mengeruk keuntungan, terutama bank-bank besar. Tapi, mereka juga mengeluarkan banyak investasi untuk menyediakan fasilitas pembayaran. Sedangkan di bank-bank kelas menengah, biasanya mereka hanya menjadi pengikut dari bank-bank besar, apalagi dalam teknologi perbankan. Itulah sebabnya, berbagi pakai (sharing) penggunaan tenologi informasi (TI) diperlukan bank-bank ini. Begitu pula untuk pembayaran nontunai, berbagi pakai sangat dimungkinkan.

6

Budi Hermana, “E-Bankink dan Less Cash Society”, Artikel diakses pada 02 Februari 2011 dari http://ekonomyslam.blogspot.com/2010/01/e-banking-and-less-cash-society.html

7

Biskom, “Apconex 2008: Dunia Beralih ke Uang Elektronik, Artikel diakses pada 02 Februari 2011 dari http://www.apconex.net/2008/coverage.php

Menurut Ricardus Eko Indrajit, Ketua Organizing Committee Apconex 2008, ada beberapa alasan mengapa less cash society perlu untuk diterapkan:8

1. Berkaitan dengan daya saing. Soalnya, dengan less cash society, proses yang terkait dengan sistem keuangan bisa jauh lebih cepat. Artinya, dengan tidak membawa uang tunai, keamanan menjadi lebih bagus dan prosesnya dari satu negara ke negara lain lebih cepat.

2. Mencetak uang kartal memerlukan biaya sangat mahal. Padahal, jumlah transaksi micro-payment sangat banyak.

3. Bank tidak hanya sebagai agen untuk menyimpan uang, tapi juga sarana bertransaksi. Volume transaksi perbankan ini tinggi dan jumlahnya juga besar.

4. Tren global sekarang cenderung mengarah ke less cash society. Misalnya,

World Trade Organization (WTO) mengharuskan para anggotanya menuju ke e-commerce.

5. Konvergensi bank dan lembaga keuangan dengan industri lain. Jadi, kalau kita lihat, yang mengalir saat ini bukan uang dalam bentuk fisik lagi, tapi informasi mengenai uang itu sendiri.

Bagi bank, selain memberikan pelayanan yang baik dan efisien kepada nasabah, shifting transaksi dari tunai ke nontunai dapat memberikan dampak positif,

8

Biskom, “Apconex 2008: Dari Cash ke Non Cash”, Artikel diakses pada 02 Februari 2011 dari http://www.apconex.net/2008/coverage.php ?news=2

misalnya penurunan cash handling cost dan penurunan biaya operasional lain, seperti biaya sumber daya manusia (SDM) serta biaya pendidikan dan operasoinal cabang. Pada era kompetisi ini, bank menjadi tidak punya pilihan kecuali ikut menyediakan layanan yang disediakan kompetitornya. Lihat saja misalnya, bank-bank berlomba-lomba menyediakan fasilitas automatic teller machine (ATM) yang multi-payment, internet banking, mobile banking, dan phone banking. Dengan beragam fasilitas, biaya penyediaan transaksi nontunai juga akan makin menurun.

Tren menuju less cash society yang dilakukan perbankan saat ini sudah menjadi kecenderungan umum. Kondisi ini didukung jaringan infrastruktur, sistem, dan alat pembayaran elektronis yang merambah bank-bank besar. Bank-bank besar ini pun sudah menggarap transaksi micro-payment. Bank-bank tersebut juga menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan switching untuk mengembangkan jaringan merchant dan nasabah pengguna agar dapat mencapai skala ekonomi yang memadai.

Namun, banyak perusahaan telekomunikasi dan switching memerlukan standardisasi alat pembayaran. Ketiadaan standar bisa menyebabkan alat pembayaran yang digunakan menjadi tidak efisien. Misalnya, standar dalam penggunaan kartu chip. Micro-payment yang mengandalkan chip menawarkan berbagai kemudahan dan kelebihan dibandingkan dengan sistem pembayaran lain. Transaksi dapat dilakukan secara cepat, efisien, dan aman, yaitu dengan memasukan kartu pada

reader (contact) atau hanya didekatkan pada reader (contactless). Pengisian kembali nilai kartu relatif mudah dilakukan di outlet, ATM, bank penerbit, dan merchant.

Menurut Dyah Nastiti, Direktur Akuntansi dan Sistem Pembayaran BI, ada beberapa faktor yang meyakinkan bahwa less cash society sudah siap diberlakukan:9

1. Masyarakat sebenarnya sudah menggunakan alat pembayaran nontunai asalkan infrastrukturnya tersedia. Hasil survei di berbagai daerah pada 2006 menunjukkan bahwa 71% nasabah bank telah mengunakan instrumen pembayaran nontunai. Khusus e-money, survei menunjukkan bahwa 64,5% masyarakat sudah menginginkannya untuk micro-payment dan 73% pengusaha juga bersedia menerima pembayaran dengan e-money.

2. Kalangan perbankan telah menyediakan berbagai channel pembayaran nontunai demi kemudahan nasabah.

3. Makin banyak institusi nonbank tertarik mengembangkan e-money dalam rangka menyediakan instrumen micro-payment. Misalnya, industri telekomunikasi, transportasi, dan ritel.

Dokumen terkait