• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggal lulus :

DAFT AR PUSTAKA

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya terdapat tiga fungsi aparatur pemerintah seiring dengan bergulirnya reformasi birokrasi, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintah, fungsi penyelenggaraan pembangunan dan fungsi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat (Istianto, 2011). Dalam kapasitasnya sebagai penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah dituntut untuk memenuhi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satunya adalah permohonan pendaftaran khususnya permohonan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual atau invensi.

Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau akronim ‘HaKI’

adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights

(IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

Intellectual Property Rights atau Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian penting dalam perkembangan perekonomian nasional maupun internasional. Berbagai jenis informasi tentang kebijakan, peraturan, perkembangan terkini praktek penerapan dan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, telah menjadi materi yang sangat diperlukan oleh berbagai kalangan

masyarakat, seperti akademisi, kaum profesional, industri, maupun pemerintah dalam ruang lingkup nasional maupun internasional.

Hak Kekayaan Intelektual secara umum dapat terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi:

a. Paten b. Merek

c. Desain Industri

d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu e. Rahasia Dagang

f. Varietas Tanaman

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, mendefinisikan paten sebagai hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, merek di definisikan sebagai tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Ayat 1). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, desain industri memiliki pengertian sebagai suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,

barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dijelaskan bahwa sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.

Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu (Pasal 1 Ayat 2). Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, Mengungkapkan bahwa rahasia dagang merupakan informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang given dan inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah ke sana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI.

Pada tahun 1994, Indonesia telah bergabung menjadi anggota WTO (World Trade Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu

Agreement Astablishingthe World Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu bagian terpenting dari persetujuan WTO adalah Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Sebagai konsekuensi

dari keikutsertaan Indonesia sebagai anggotaWTO (World Trade Organization)

mengharuskan Indonesia menyesuaikan segala peraturan perundangannya di bidang Hak Kekayaan Intelektual dengan standar TRIP's (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang dimulai sejak tahun 1997 dan diperbaharui kemudian pada tahun 2000 dan tahun 2001. Hal ini juga akibat dari telah diratifikasinya konvensi-konvensi internasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan juga telah menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang diharuskan yaitu Undang-Undang Tentang Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak, Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang, Paten dan Merek.

Instansi yang berwenang dalam mengelola Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) yang berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dan khusus untuk mengelola informasi HKI juga telah dibentuk Direktorat Teknologi Informasi di bawah Ditjen HKI. Ini menunjukkan bahwa pengakuan HKI di Indonesia benar-benar mendapat perhatian yang serius. Berdasarkan laporan tahun 2011 (dilihat pada Gambar 1) Direktorat Jenderal HKI menangani kurang lebih 69.064 pendaftaran permohonan yang terdiri pendaftaran pemohonan paten sebesar 6130 (16,38%), pendaftaran pemohonan merek sebesar 53.196 (64,48%), pendaftaran pemohonan Desain Industri sebesar 4196 (9,17%), dan pendaftaran pemohonan Hak Cipta sebesar 5542 (10,02%).

Permohonan pendaftaran invensi atau HKI pada 2011 mengalami kenaikan dari 2 (dua) tahun terakhir yaitu sebesar 6511 pemohon. Hali ini dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1. Data Tabel Pemohon Invensi atau HKI pada Ditjen HKI 2011

Pada keadaan seperti ini Hak Kekayaan Intelektual menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak monopoli yang dapat digunakan untuk melindungi investasi dan dapat dialihkan haknya. Oleh karena itu tugas Direktorat Jenderal HKI salah satunya adalah menangani permohonan pendaftaran hak cipta, paten, merek, desain industri,

☛☞ ✌✍✍ ✎ 64,48% 9,17% 10,02% 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00%

Paten Merek Desain Industri Hak Cipta

Jumlah Permohonan 2009 2010 2011 Angka Rencana 2012 Hak Cipta 5049 4882 5542 6291 Desain Industri 4201 4047 4196 4350 Paten 4829 5830 6130 6445 Merek 42777 47794 53196 59209 Jumlah 56856 62553 69064 76295

Gambar 1. Data Statistik Permohonan Invensi pada Ditjen HKI tahun 2011

Sumber : Data Laporan Tahun 2011 Direktorat Jenderal HKI

dan rahasia dagang. Pelayanan tidak hanya berlaku pada kegiatan niaga tetapi pemerintah pun harus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kesan-kesan yang muncul selama ini di Direktorat Jenderal HKI dalam memberikan pelayanan terkesan lamban baik itu dalam memberikan keputusan permohonan, memberikan jawaban dalam permintaan penelusuran, dan dalam proses sertifikasi.

Sebagai contoh pada Direktorat Paten yang merupakan salah satu unit di Direktorat Jenderal HKI, memiliki beberapa keterlambatan dalam melayani permohonan. Berdasarkan data yang ada dalam pemeriksaan subtantif permohonan merek pada bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012 terjadi keterlambatan pencetakan sertifikasi atau terbitnya surat paten sebanyak 20.125 sertifikat dan pada bagian penolakan tetap terjadi keterlambatan proses berkas mencapai 6228 berkas permohonan merek. Dari data di atas dapat terlihat keterlambatan dalam pemberian sertifikasi paten. Hal ini dapat mengurangi penilaian konsumen terhadap pelayanan Direktorat Jenderal HKI. Dalam menjalankan fungsinya, Direktorat Jenderal HKI juga menghadapi beberapa kendala, diantaranya terbatasnya anggaran, sarana, dan prasarana, begitu juga sumber daya manusia yang kurang memadai. Dari pihak pelanggan pun masih banyak masyarakat yang belum memahami proses penanganan permohonan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Dengan adanya sebuah sistem informasi Hak Kekayaan Intelektual yang integral dan mudah diakses oleh masyarakat, diharapkan tingkat permohonan pendaftaran Hak Kekayaan Indonesia di Indonesia semakin meningkat.

Berdasarkan teori yang membahas organisasi dan pelayanan, peneliti berfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi dalam melakukan fungsinya. Untuk mewujudkan pelayanan yang memuaskan pelanggan, maka harus didukung oleh sumber daya manusia yang memadai dan mengubah sifat birokrasi dari dilayani menjadi melayani, intinya yaitu pelayanan yang berfokus pada pelanggan (customer driven).

Ketertarikan peneliti berdasarkan fenomena di atas, dimana kepuasan masyarakat menjadi hal yang penting dalam meningkatkan pelayanan Direktorat Jenderal HKI, maka peneliti mengangkat fenomena ini dalam penelitian berjudul ”Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terhadap Pelayanan Permohonan Merek dan Paten yang Diberikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.”

Dokumen terkait