• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Permohonan Merek dan Paten yang diberikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Permohonan Merek dan Paten yang diberikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

HEDITIYA FEBRIAN. H24097053. Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap pelayanan permohonan merek dan paten yang diberikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Di bawah bimbinganMA’MUN SARMA

Pelayanan publik adalah aktualisasi dasar dan keberadaan birokrasi. Wajah birokrasi tercermin dalam sikap dan perilaku birokrat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sebagai bagian dari institusi pelayanan publik dianggap memiliki kualitas tinggi jika dapat memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan memuaskan. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sebagai pusat pendaftaran Kekayaan Intelektual atau invensi harus memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi kepada masyarakat dan sesuai dengan harapan masyarakat. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satunya adalah permohonan pendaftaran khususnya permohonan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual atau invensi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sesuai dengan 14 indikator berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum. Berdasarkan analisis, layanan indeks dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual adalah2,92. Dikonversi dengan skor dasar 25 hasilnya adalah 72,89. Oleh karena itu kualitas pelayanan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual masuk kategori B, yang berarti bahwa kinerja pelayanan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual adalah Bagus. Namun dianjurkan bahwa harus ada perbaikan dalam kecepatan pelayanan yang dianggap terlalu lama. Hal ini dilihat dari hasil analisis Indeks Kepuasan Masyarakat yang menunjukan unsur kecepatan sebesar 2,46.

(2)

chi-squre diperoleh hasil yaitu karakteristik status pekerjaan dan usia pemohon signifikan (berpengaruh) terhadap Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dengan nilai yang sama yaitu sebesar 0,094. Akan tetapi jenis kelamin, jumlah pendapatan dan untuk siapa invensi itu didaftarkan tidak signifikan (tidak berpengaruh) terhadap Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dengan masing-masing nilai yaitu sebesar 0.502, 0.147, dan 0,697.

Mengingat kecepatan pelayanan itu berhubungan dengan sumber daya manusia, maka diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan pelayanan prima atau bekerja sama dengan perusahaan konsultan atau swasta dalam peningkatan pelayanan Direktorat Jenderal HKI. Selain itu Direktorat Jenderal HKI dapat juga menerapkan ISO 9001 dalam penerapan manajemen mutu pelayanan. Dalam penerapan ISO 9001, Direktorat Jenderal HKI dapat menerapkan prinsip-prinsip manajemen mutu yang telah ditetapkan yang bertujuan untuk mengimprovisasi kinerja sistem agar proses yang berlangsung sesuai dengan fokus utama. Dengan adanya penerapan dan pelaksanaan ISO 9001, Direktorat Jenderal HKI dapat menjadi produktif dan efektif untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan khusunya dalam pelayanan pendaftaran invensi.

(3)

(IKM) to request service marks and patents granted Directorate General of Intellectual Property Rights. Under the guidance ofMa'mun Sarma.

Is the actualization of basic public services and the existence of bureaucracy. Bureaucracies face reflected in the attitudes and behavior of bureaucrats in providing services to the community, the Directorate General of Intellectual Property as part of a public service institution is considered to have high quality if it can provide a fast, precise, and satisfying. Directorate General of Intellectual Property Rights as a central registration of intellectual property or invention should provide a high quality service to the community and in accordance with community expectations. Given the government's main function is to serve the community, the government needs to continue to work to improve the quality of service. One is an application for registration in particular the application for registration of intellectual property rights or inventions.

This study aims to determine the Community Satisfaction Index for services provided Directorate General of Intellectual Property in accordance with 14 indicators based on the Decree of the Minister of State for Administrative Reform No.25/KEP/M.PAN/2/2004 Measurement Guidelines for Public Service. Based on the analysis, the services index from the Directorate General of Intellectual Property is 2.92. Converted to the base score of 25 the result is 72.89. Therefore, the quality of services the Directorate General of Intellectual Property Rights in the category B, which means that the performance of services the Directorate General of Intellectual Property Rights is Good. However it is recommended that there should be improvements in the speed of service that are considered too old. It is seen from the results of the analysis of the Community Satisfaction Index of 2.46 indicates the element speed.

In this study all the characteristics of trademark registration and patent applicant has a relationship with the community satisfaction index. From the calculation results obtained by the chi-square is characteristic of the applicant's

(4)

and to whom the invention was filed was not significant (no effect) to the Community Satisfaction Index (HPI) with each value that is equal to 0502, 0147, and 0.697.

Given the speed of service is related to human resources, it is necessary to improve the quality of human resources. Improving the quality of human resources can be done with training related to the prime ministry or work with consultants or private companies in the Directorate General of IPR service improvement. In addition the Directorate General of Intellectual Property Rights can also apply in the application of ISO 9001 quality management services. In the application of ISO 9001, the Directorate General of IPR can apply quality management principles that have been established which aims to improvise the performance of the system to process that takes place in accordance with the main focus. With the adoption and implementation of ISO 9001, the Directorate General of IPR can be productive and effective way to improve company performance in achieving the targets that have been established especially in the service of invention registration.

(5)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya terdapat tiga fungsi aparatur pemerintah seiring dengan bergulirnya reformasi birokrasi, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintah, fungsi penyelenggaraan pembangunan dan fungsi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat (Istianto, 2011). Dalam kapasitasnya sebagai penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah dituntut untuk memenuhi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satunya adalah permohonan pendaftaran khususnya permohonan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual atau invensi.

Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau akronim ‘HaKI’

adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights

(IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

(6)

masyarakat, seperti akademisi, kaum profesional, industri, maupun pemerintah dalam ruang lingkup nasional maupun internasional.

Hak Kekayaan Intelektual secara umum dapat terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi:

a. Paten b. Merek

c. Desain Industri

d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu e. Rahasia Dagang

f. Varietas Tanaman

(7)

barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dijelaskan bahwa sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.

Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu (Pasal 1 Ayat 2). Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, Mengungkapkan bahwa rahasia dagang merupakan informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang given dan inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah ke sana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI.

Pada tahun 1994, Indonesia telah bergabung menjadi anggota WTO (World Trade Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu

(8)

dari keikutsertaan Indonesia sebagai anggotaWTO (World Trade Organization)

mengharuskan Indonesia menyesuaikan segala peraturan perundangannya di bidang Hak Kekayaan Intelektual dengan standar TRIP's (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang dimulai sejak tahun 1997 dan diperbaharui kemudian pada tahun 2000 dan tahun 2001. Hal ini juga akibat dari telah diratifikasinya konvensi-konvensi internasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan juga telah menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang diharuskan yaitu Undang-Undang Tentang Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak, Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang, Paten dan Merek.

(9)

Permohonan pendaftaran invensi atau HKI pada 2011 mengalami kenaikan dari 2 (dua) tahun terakhir yaitu sebesar 6511 pemohon. Hali ini dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1. Data Tabel Pemohon Invensi atau HKI pada Ditjen HKI 2011

Pada keadaan seperti ini Hak Kekayaan Intelektual menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak monopoli yang dapat digunakan untuk melindungi investasi dan dapat dialihkan haknya. Oleh karena itu tugas Direktorat Jenderal HKI salah satunya adalah menangani permohonan pendaftaran hak cipta, paten, merek, desain industri,

16,33%

Paten Merek Desain Industri Hak Cipta

Jumlah

Permohonan 2009 2010 2011

Angka Rencana

2012

Hak Cipta 5049 4882 5542 6291

Desain Industri 4201 4047 4196 4350

Paten 4829 5830 6130 6445

Merek 42777 47794 53196 59209

Jumlah 56856 62553 69064 76295

Gambar 1. Data Statistik Permohonan Invensi pada Ditjen HKI tahun 2011

Sumber : Data Laporan Tahun 2011 Direktorat Jenderal HKI

(10)

dan rahasia dagang. Pelayanan tidak hanya berlaku pada kegiatan niaga tetapi pemerintah pun harus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kesan-kesan yang muncul selama ini di Direktorat Jenderal HKI dalam memberikan pelayanan terkesan lamban baik itu dalam memberikan keputusan permohonan, memberikan jawaban dalam permintaan penelusuran, dan dalam proses sertifikasi.

Sebagai contoh pada Direktorat Paten yang merupakan salah satu unit di Direktorat Jenderal HKI, memiliki beberapa keterlambatan dalam melayani permohonan. Berdasarkan data yang ada dalam pemeriksaan subtantif permohonan merek pada bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012 terjadi keterlambatan pencetakan sertifikasi atau terbitnya surat paten sebanyak 20.125 sertifikat dan pada bagian penolakan tetap terjadi keterlambatan proses berkas mencapai 6228 berkas permohonan merek. Dari data di atas dapat terlihat keterlambatan dalam pemberian sertifikasi paten. Hal ini dapat mengurangi penilaian konsumen terhadap pelayanan Direktorat Jenderal HKI. Dalam menjalankan fungsinya, Direktorat Jenderal HKI juga menghadapi beberapa kendala, diantaranya terbatasnya anggaran, sarana, dan prasarana, begitu juga sumber daya manusia yang kurang memadai. Dari pihak pelanggan pun masih banyak masyarakat yang belum memahami proses penanganan permohonan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Dengan adanya sebuah sistem informasi Hak Kekayaan Intelektual yang integral dan mudah diakses oleh masyarakat, diharapkan tingkat permohonan pendaftaran Hak Kekayaan Indonesia di Indonesia semakin meningkat.

(11)

Ketertarikan peneliti berdasarkan fenomena di atas, dimana kepuasan masyarakat menjadi hal yang penting dalam meningkatkan pelayanan Direktorat Jenderal HKI, maka peneliti mengangkat fenomena ini dalam penelitian berjudul ”Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terhadap Pelayanan Permohonan Merek dan Paten yang Diberikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.”

1.2. Perumusan Masalah

Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI. Hal ini disebabkan Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak monopoli yang dapat digunakan untuk melindungi investasi dan dapat dialihkan haknya. Oleh karena itu tugas Direktorat Jenderal HKI salah satunya adalah menangani permohonan pendaftaran hak cipta, paten, merek, desain industri, dan rahasia dagang. Kesan-kesan yang muncul selama ini di Direktorat Jenderal HKI dalam memberikan pelayanan terkesan lamban baik itu dalam memberikan keputusan permohonan, memberikan jawaban dalam permintaan penelusuran, dan dalam proses sertifikasi. Dari fenomena yang muncul di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik responden pendaftar permohonan invensi merek dan paten ?

2. Bagaimana Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan permohonan merek dan paten yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual ?

(12)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik pemohon pendaftaran invensi merek dan paten.

2. Menganalisis Indeks Kepuasan Masyarakat pemohon merek dan paten. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik pemohon dengan Indeks

Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan permohonan merek dan paten pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

1.4. Manfaat Penelitian

Bagi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai Indeks Kepuasan Masyarakat sebagai pemohon pendaftaran paten dan merek, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan atau saran bagi para praktisi Ditjen Paten dan Merek guna mengambil langkah yang tepat untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai kualitas pelayanan jasa yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

1.5. Batasan Penelitian

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepuasan Masyarakat

2.1.1. Pengertian Kepuasan Masyarakat

Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat adalah konsumen dari produk yang dihasilkannya. Hal ini didukung oleh pernyatan Hoffman dan Beteson (1997) yaitu: “Without customers, the service firm has no reason to exist”. Definisi kepuasan masyarakat menurut Mowen (1995): “Customers satisfaction is defined as the overall attitudes regarding good or service after its acquisition and uses”. Oleh karena itu, badan usaha harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat sehinga mencapai kepuasan masyarakat yang diinginkan oleh masyarakat.

Kepuasan masyarakat hanya dapat tercapai dengan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada konsumennya. Pelayanan yang baik sering dinilai oleh masyarakat atau konsumen secara langsung dari karyawan sebagai orang yang melayani atau disebut juga sebagai produsen jasa, karena itu diperlukan usaha untuk meningkatkan kualitas sistem pelayanan yang diberikan agar dapat memenuhi keinginan dan meningkatkan kepuasan konsumen. Jadi kualitas pelayanan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan agar dapat tercapai kepuasan masyarakat

(14)

mendorong terciptanya kepuasan masyarakat karena kualitas layanan merupakan sarana untuk mewujudkan kepuasan masyarakat. Kualitas layanan dapat diwujudkan dengan memberikan layanan kepada masyarakat dengan sebaik mungkin sesuai dengan apa yang menjadi harapan masyarakat.

Menurut Mendelson (1998) ada 2 keuntungan bagi badan usaha dengan adanya kepuasan masyarakat, yaitu :

First, retaining costumers is less expensive that acquiring new ones. Second, increasing competition in the form of product, organization, and distributing outlets means fierce pressure for costumers. And contumers satisfaction is viable strategy to maintain market share againt the compatitions”.

Pengukuran kepuasan masyarakat merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efesien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efesien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Mencapai tingkat kepuasan masyarakat tertinggi adalah tujuan utama pemasaran. Pemasaran bukanlah semata-mata membuat penjualan, melainkan tentang bagaimana memuaskan pelanggan terus-menerus.

2.1.2. Prinsip–prinsip Dasar Kepuasan Masyarakat

Kepuasan pelanggan sangat tergantung pada persepsi dan harapan pelanggan, dimana perusahaan perlu mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan pelanggan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

(15)

kebutuhan dan keinginan terhadap produksi air minum yang ditawarkan oleh perusahaan air minum sangat besar, maka harapan-harapan pelanggan yang berkaitan dengan kualitas produk dan layanan perusahaan akan tinggi pula, begitu juga sebaliknya.

2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika mengkonsumsi produk dan layanan, baik dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya. 3. Pengalaman teman-teman, cerita teman tentang kualitas produk dan

layanan perusahaan yang didapat dari pengalamannya setelah mengkonsumsi produk dan layanan tersebut.

4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran atau persepsi yang timbul dari image periklanan dan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan.

2.2. Pelayanan Publik

Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.

(16)

barang dan atau jasa kepada masyarakat baik secara individu maupun organiasi.

Dengan penjelasan di atas sudah sangat berbeda antara barang publik (museum) dengan barang private (restaurant). Sesuai dengan pemahaman tersebut, lingkup pengertian “pelayanan publik” secara formal dirumuskan ke dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 62 Tahun 2003, sebagai berikut “Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan pertauran perundang-undangan”.

(17)

Pelayanan publik yang professional, artinya pelayanan yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Penyelenggaraan pelayanan publik harus berasaskan:

1. Kepentingan umum 2. Kepastian hukum 3. Kesamaan hak

4. Keseimbangan hak dan kewajiban 5. Keprofesionalan

6. Partisipatif

7. Persamaan perlakuan/ tidak diskriminatif 8. Keterbukaan

9. Akuntabilitas

10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan 11. Ketepatan waktu

12. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Hal yang terpenting adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan.

(18)

Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan, penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait. Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait dilakukan dengan prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan rnengutamakan musyawarah, serta memperhatikan keberagaman. Komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:

1. Dasar hukum 2. Persyaratan

3. Sistem, mekanisme, dan prosedur 4. Jangka waktu penyelesaian 5. Biaya/ tarif

6. Produk pelayanan

7. Sarana,prasarana, dan atau fasilitas 8. Kompetensi pelaksana

9. Pengawasan internal

10. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan 11. Jumlah pelaksana

12. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu-raguan 14. Evaluasi kinerja pelaksana

(19)

diwujudkan dalam tataran realitas seperti stuktur organisasi, sistem pertanggungjawaban, prosedur, proses dan sumber daya organisasi. Dengan demikian maka akan tampak suatu sistem yang saling berkaitan seperti ditunjukan pada Gambar 2.

Dari gambar di atas dapat diperoleh keterangan sebagai berikut :

1. Strategi: Pernyataan yang jelas dan dikomunikasikan dengan baik mengenai posisi dan sasaran organiasi dalam hal layanan pelanggan.

2. Sistem: Program, prosedur, dan sumber daya organisasi yang dirancang untuk mendorong, menyampaikan dan menilai jasa/ layanan yang nyaman dan berkualitas bagi pelanggan.

3. Budaya Organiasi: Kualitas jasa dapat pula dipengaruhi oleh budaya organisasi dan cara pengorganisasiannya. Budaya organisasi (kekuasaan, peranan, prestasi, dan dukungan) berperan sebagai kunci pemahaman jenias pelayanan yang akan diberikan. Karakteristik budaya dan tata nilai yang dimiliki organisasi memungkinkannya merespon kebutuhan pelanggan secara positif dan menyampaikan pelayanan yang berkualitas.

Gambar 2. Model Total Quality Service (Tjiptono, 1997)

Policy/ Strategy

Organization System

(20)

4. Tujuan Keseluruhan: mewujudkan kepuasan pelanggan, memberikan tanggung jawab kepada setiap orang dan melakukan perbaikan berkesinambungan.

Prinsip-prinsip tatalaksana pelayanan umum pada hakikatnya merupakan penerapan prinsip-prinsip pokok sebagai dasar yang menjadi pedoman dalam perumasan tatalaksana kegiatan pelayanan umum. Sesuai dengan pedoman tatalaksana pelayanan umum yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993 maka prinsip-prinsip tersebut dapat dipahami dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Kesederhanaan, mengandung arti prosedur atau tatacara pelayanan diselengarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

2. Kejelasan dan kepastian, prinsip ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:

a. Prosedur dan tata cara pelayanan.

b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administrasi.

c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan.

d. Rincian biaya atau tarif pelayanan dan tatacara pembayaran. e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

3. Keamanan, dalam arti baik proses serta hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan, dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

(21)

diketahui dan dipahami oleh masyarakat baik diminta maupun tidak diminta.

5. Efisien, prinsip ini mengandung arti :

a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan.

b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses dan pelayanan masyarakat yang bersangkutan memasyarakatkan adanya kelengkapan persyaratan dan satuan kerja/ instansi pemerintah lain yang terkait.

6. Ekonomis, prinsip ini mengandung arti pengenaan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/ jasa pelayanan di luar kewajaran, kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

7. Keadilan yang merata, prinsip ini mengandung arti cakupan atau jangkuan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

8. Ketepatan waktu, prinsip ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

(22)

Dari gambar di atas dapat diperoleh keterangan sebagai berikut :

1. Kesenjangan I, merupakan kesenjangan yang terjadi antara apa yang dipikirkan oleh pimpinan instansi terhadap harapan publik dengan spesifikasi dari kualitas pelayanan yang diberikan. Dalam hal ini dapat menunjukan apakah pimpinan lembaga terkait telah memiliki sebuah standar dalam pelayanan, jika sudah apakah standar-standar tersebut sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat.

2. Kesenjangan II, terjadi ketika kesesuaian atau tidaknya pemberian pelayanan dengan spesifikasi standar-standar yang telah ada.

3. Kesenjangan III, merupakan persoalan komunikasi yang terjadi ketika janji pemerintah kepada masyarakat tidak sesuai dengan yang diberikan petugas pelayanan pubik.

(23)

4. Kesenjangan IV, merupakan hasil proses dari kesenjangan I sampai dengan kesenjangan III. Seringkali rangkaian proses pelayanan jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat terlihat pada hasil akhir. Seperti digambarkan di atas bahwa peran pemerintah dalam pelayanan publik memang dirasakan belum optimal. Di samping masih bersifat monopolistik, lebih mengandalkan kekuasaaan atau kewenangan dan lebih menuruti keinginan sendiri dan juga kesadaran masyarakat itu sendiri rendah sehingga kontrol sosial dalam penyelengaraan pelayanan publik belum berjalan dengan baik, situasi dan kondisi tersebut menuntut adanya perubahan manajemen dan juga perubahan gaya kepemimpinan. Tetapi perlu disadari serangkaian proses ini harus dipelihara dan diinovasi secara terus menerus demi kesinambungan dan peningkatan pelayanan.

2.2.1. Pengertian dan Pedoman Umum dalam Menentukan Tingkat Pelayanan di Instansi Pemerintah

Untuk mengukur indeks kepuasan pelayanan pemerintah terhadap masyarakat, salah satunya dapat diukur menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), yaitu data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah. Instansi pemerintah adalah instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah termasuk BUMN/BUMD dan BHMN.

(24)

upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Dalam pemberian pelayanan jasa terhadap masyarakat instansi pemerintah memiliki perbedaan dengan perusahaan swasta. Adapun perbedaan tersebut dapat dilihat dari beberapa faktor, antara lain :

Tabel 2. Karakteristik Organisasi Sektor Publik

Instansi Pemerintah Sektor Swasta Tujuan Organisasi Non profit Motive Profit Motive

Struktur Organisasi Birokratis, kaku, hirarkis Fleksibel: datar, piramid, fungsional Kepemilikan Dimiliki secara kolektif oleh

masyarakat (Monopoly) Pemegang saham

Tolak Ukur

Sulit diidentifikasi secara jelas, apakah pencapaian kepuasan masyarakat, keberhasilan dalam memanfaatkan dana sesuai dengan anggaran atau efisiensi dan efektifitas kegiatan

Lebih jelas dalam pengukurannya yaitu mencari laba sehingga pelayanan masyarakat sangat diutamakan.

(25)

2.2.2. Pengertian Jasa / Layanan

Kotler (2000) mengemukakan pengertian jasa (service) sebagai berikut : “A service is any act or performance that one party can offer

to another that is essentially intangible and does not result in the

ownership of anything. It’s production may or may not be tied to a

physical product“ (Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak yang lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan, produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik).

Sedangkan Zeithaml dan Bitner (2003) mengemukakan definisi jasa sebagai berikut :include all economic, activities whose output is not physical product or construction is generally consumed at the time it’s produced and provided added value in forms (such as convenience, amusement, timeliness, comfort or health) that are essentially intangible

concerns of it’s first purchaser. (Jasa pada dasarnya adalah seluruh ativitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli pertamanya).

Selain itu Christian Gronross mengemukakan perngertian jasa adalah “A service is an activity or series of activities of more or less

intangible nature that normally, hut not necessarile, take place in interactions between the customer and service employees and/ or physical resources or good and/ or system of the service provider, which

are provided as solutions to customer problems.”(Proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan).

(26)

karyawan jasa yang disediakan sebagai sebagai solusi atas masalah pelanggan, mempunyai nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli pertamanya.

2.2.3. Karakteristik Jasa

Seringkali dikatakan bahwa jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari barang atau produk-produk manufaktur. Empat karakteristik yang paling sering dijumpai dalam jasa dan pembeda dari barang pada umumnya adalah (Payne, 2001):

1. Tidak berwujud

Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, berarti jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, dicicipi atau disentuh seperti yang dapat dirasakan dari suatu barang.

2. Heteregonitas

Jasa merupakan variabel non standar dan sangat bervariasi. Artinya, karena jasa itu berupa suatu unjuk kerja, maka tidak ada hasil jasa yang sama walaupun dikerjakan oleh satu orang. Hal ini dikarenakan oleh interaksi manusia (karyawan dan konsumen) dengan segala perbedaan harapan dan persepsi yang menyertai interaksi tersebut.

3. Tidak dapat dipisahkan

Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut. Berarti, konsumen harus berada di tempat jasa yang dimintanya, sehingga konsumen melihat dan bahkan ikut ambil bagian dalam proses produksi tersebut.

4. Tidak tahan lama

(27)

2.3. Konsumen dan Pelanggan 2.3.1. Pengertian Konsumen

Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menjelaskan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan 2.3.2. Pengertian Pelanggan

Definisi pelanggan (customer) berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai”membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa dan mempraktikkan kebiasaan” jadi pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli yang terbentuk melalui perubahan dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu (Griffin, 2005).

Pelanggan adalah semua orang yang menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu yang akan memberikan pengaruh pada performa kita atau perusahaan manajemen. Maine dkk (dalam Nasution, 2004) memberikan beberapa definisi tentang pelanggan yaitu:

a. Pelanggan adalah orang yang tidak tergantung pada kita, tetapi kita yang tergantung padanya.

b. Pelanggan adalah orang yang membawa kita kepada apa keinginannya c. Tidak ada seorang pun yang pernah menang beradu argumentasi

dengan pelanggan

d. Pelanggan adalah orang yang teramat penting yang harus dihapuskan 2.3.3. Konsep Kualitas

(28)

perspektif TQM (Total Quality Management) kualitas dipandang secara lebih luas, yaitu tidak hanya aspek hasil yang ditekankan, tetapi juga meliputi proses, lingkungan dan manusia. Hal ini jelas tampak dalam definisi yang dirumuskan oleh Goeth dan Davis yang dikutip Tjiptono (2000) bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sebaliknya, menurut Lukman (1999) definisi kualitas bervariasi dari yang kontroversional hingga kepada yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung suatu produk, seperti :

1. Performansi(performance)

2. Keandalan(reliability)

3. Mudah dalam penggunaan(ease of use)

4. Estetika(esthetics),dan sebagainya.

Oleh karena itu, kualitas pada prinsipnya adalah untuk menjaga janji pelanggan agar pihak yang dilayani merasa puas dan diungkapkan. Kualitas memiliki hubungan yang sangat erat dengan kepuasan pelanggan, yaitu kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalani ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan saksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, yang pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas memuaskan. Menurut Gaspersz yang dikutip Lukman (1999) pada dasarnya sistem kualitas modern dapat dicirikan oleh lima karakteristik, yaitu sebagai berikut :

(29)

sehingga memenuhi spesifikasi desain yang pada akhirnya memberikan pelayanan purna jual kepada pelanggan.

2. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus.

3. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab spesifik untuk kualitas.

4. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan, tidak berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja.

5. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan jalan hidup.

2.3.4. Konsep Pelayanan

Menurut Lukman (1999) yang dikutip oleh Istianto, pelayanan adalah kegiatan-kegiatan yang tidak jelas, namun menyediakan kepuasan konsumen dan atau pemakai industri serta tidak terikat pada penjualan suatu produk atau pelayanan lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa pelayanan adalah suatu urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan orang-orang atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan konsumen. Pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebaliknya, masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan. Oleh karena itu, tuntutan terhadap pelayanan umum melahirkan suatu studi, yaitu bagaimana cara memberikan pelayanan sebaik-baiknya dan meningkatkan kualitas pelayanan umum.

(30)

1. Pemerintah yang bertugas melayani. 2. Masyarakat yang dilayani pemerintah.

3. Kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik. 4. Peralatan atau sasaran pelayanan yang canggih.

5. Resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk kegiatan pelayanan.

6. Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar dan asas-asas pelayanan masyarakat.

7. Manajemen dan kepemimpinan serta organisasi pelayanan masyarakat.

8. Perilaku yang terlibat dalam pelayanan dan masyarakat, apakah masing-masing menjelaskan fungsi.

Kedelapan variabel tersebut di atas mengisyaratkan bahwa betapa pentingnya kualitas pelayanan masyarakat dewasa ini sehingga tidak dapat diabaikan lagi, bahkan hendaknya disesuaikan dengan tuntutan globalisasi.

2.4. Indeks Kepuasan Masyarakat

2.4.1. Pengertian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

(31)

Pada dasarnya pedoman pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dimaksud sebagai acuan bagi unit pelayanan instansi dalam mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik selanjutnya. Bagi masyarakat Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dapat digunakan sebagai gambaran tentang kinerja pelayanan unit yang bersangkutan.

2.4.2. Unsur–unsur Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Penetapan unsur penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat telah didahului dengan penelitian yang dilakukan atas kerja sama antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Badan Pusat Statistik (BPS) dan dari hasil penelitan diperoleh 48 unsur penting yang mencakup berbagai sektor layanan yang sangat bervariasi dan dari hasil pengujian akademis atau ilmiah diperoleh menjadi 14 unsur yang “relevan, valid dan reliabel”, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Prosedur pelayanan yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.

2. Persyaratan pelayanan yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.

3. Kejelasan petugas pelayanan yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya).

(32)

5. Tanggung jawab petugas pelayanan yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.

6. Kemampuan petugas pelayanan yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan atau menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.

7. Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.

8. Keadilan mendapatkan pelayanan yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/ status masyarakat yang dilayani.

9. Kesopanan dan keramahan petugas yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.

10. Kewajaran biaya pelayanan yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.

11. Kepastian biaya pelayanan yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.

12. Kepastian jadwal pelayanan yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

13. Kenyamanan lingkungan yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.

(33)

2.5. Penelitian Terdahulu

Riyadi (2003) melakukan penelitian yang dilakukan di Direktorat Paten Direktorat Jenderal HKI. Secara umum Indek Kepuasan Pelayanan Direktorat Paten menunjukkan kinerja yang baik, Hal ini dapat dilihat dari data yang sebagian besar responden memberikan nilai 3 atau modus (nilai yang sering muncul) dari data yang disebarkan responden kepada responden adalah 3. Hal ini menunjukan bahwa kondisi atau kualitas pelayanan Direktorat Paten cukup baik.

Sementara Lumbanraja (2008) melakukan penelitian yang dilakukan di Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, DTLST & RD Direktorat Jenderal HKI. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kepuasan pelanggan di Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, DTLST & RD berdasarkan dimensi Servqual

adalah dimensi Tangible mempunyai nilai tingkat kepuasan tertinggi dan

Assurancememiliki tingkat kepuasan terendah.

(34)

Terdapat persamaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu. Pada penelitian Mote (2008) dan Suprapto (2008) terdapat persamaan dalam hal alat ukur yaitu membahas kinerja pelayanan publik dengan menggunkan IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat). Hanya saja penelitian ini membedakan objek penelitian yang dipakai. Sedangkan pada penelitian Lumbanraja (2008) dan Riyadi (2003) memiliki objek penelitian yang sama yaitu meneliti kinerja pelayanan publik pada pemohon pendaftaran Ditjen HKI. Hal yang membedakan terletak pada alat ukur, dimana peneliti menggunakan IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) dengan analisisChi-Square

(35)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik semakin meningkat, bentuk respon tuntutan tersebut adalah munculnya aspirasi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas. Dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) amanat yang perlu dilakukan adalah melakukan kajian kualitas layanan publik untuk menghasilkan Indeks Kepuasan Masyarakat sebagai perwujudan Good Governance dalam bentuk akuntabilitas, transparansi, supremasi hukum serta menjawab kebutuhan masyarakat. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang dibawah naungan Kementerian Hukum dan HAM R.I. harus mempunyai strategi khusus dalam meningkatkan kualitas pelayanan pendaftaran permohonan sehingga Program Pembangunnan Nasional dapat terwujud dengan baik. Mengetahui karakteristik pelanggan serta memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan adalah salah satu cara yang dapat dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Adanya penilaian berbagai atribut jasa yang dimiliki Direktorat Jenderal HKI dapat digunakan untuk melihat apakah mutu pelayanan yang diberikan sudah memenuhi harapan masyarakat.

(36)

lingkungan dan keamanan pelayanan. Untuk mengetahui apakah ada hubungannya antara karakteristik pelanggan dengan kinerja atribut kualitas jasa Direktorat Jenderal HKI dilakukan pengujian Chi-square. Rumusan Kerangka Pemikiran disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Peningkatan Mutu Pelayanan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Terhadap Pelayanan yang diberikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual UjiChi-Square: Hubungan

karakteristik pemohon dengan tingkat kinerja atribut

Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik

Pelayanan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

Atribut Kualitas Jasa Direktorat Jenderal HKI Karakteristik

(37)

3.2.Metode Penelitian

3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual yang terletak di Jalan Daan Mogot KM. 24, Tangerang. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan Instansi Pemerintah yang mengelola dan menangani permohonan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki setiap orang atau perusahaan seperti paten, merek dan hak cipta. Kegiatan pengumpulan data berupa wawancara dan pengisian kuesioner oleh pelanggan pada bulan April 2012 sampai Mei 2012.

3.2.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

a. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner bagi para pelanggan sebagai responden serta wawancara dengan pihak manajemen dalam menunjang penelitian ini. Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner berisi pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang jawabannya telah disediakan sehingga responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang menurutnya paling sesuai, sedangkan pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memberikan kebebasan jawaban sesuai kehendak hati responden. Kuisioner disajikan pada Lampiran 1.

(38)

3.2.3. Metode Penarikan Sampel

Pada penelitian ini digunakan 100 responden, hal ini berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu

n = ...(1) 1 + N . e²

Dimana:

n = Jumlah contoh minimal. N = Jumlah Populasi.

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditolerir atau diinginkan. Dalam penelitian ini kelonggaran ketidaktelitian yang diambil sebesar 10 %.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari data rata-rata jumlah pendaftar paten pada tahun 2011 sebanya 6130 pemohon dan merek sebanyak 53196 pemohon sehingga total pendaftaran paten dan merek pada tahun 2011 sebanyak 59.326 pendaftar per tahun (N). Dengan nilai e sebesar 10 %, maka diperoleh nilai sebesar :

59.326

n = = 99,96 =100

1 + 59.326(10%²)

Jadi, jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 100 orang dengan perbandingan 30 responden untuk paten dan 70 responden untuk merek.

Metode penarikan sampel dilakukan dengan teknik incidential sampling, yaitu sampel diambil berdasarkan ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkannya. Metode pengambilan data yang digunakan adalah dengan mewawancarai pelanggan yang sering mendaftarakan paten dan merek di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.

(39)

3.2.4. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas digunakan untuk menguji kuesioner yang digunakan. Hal ini dilakukan agar kuesioner yang digunakan memang akurat dan layak untuk disebar kepada responden. Uji validitas dilakukan dengan tujuan sebagai petunjuk tentang sejauh mana suatu alat pengukur (instrumen) mengukur apa yang ingin diukur. Kuisioner dapat dikatakan valid (sah) jika memiliki butir-butir pertanyaan kuisioner yang saling berhubungan dengan konsep-konsep yang diinginkan. Apabila ada pertanyaan yang tidak berhubungan, berarti pertanyaan tersebut tidak valid yang kemudian akan dihilangkan atau diganti ataupun dihilangkan dengan konsep pertanyaan lain yang valid. Rumus yang digunakan dalam uji validitas ini adalah teknik korelasi

Product Momentsebagai berikut (Umar, 2005): N (∑XY ) − ( ∑ X ∑Y )

r = ... (2)

√ {( N∑ X² )− (∑X)²} {(N∑Y²) −(∑Y)²} Dimana:

r = Koefisien validitas yang dicari N = Jumlah responden

X = Skor masing-masing pertanyaan X Y = Skor masing-masing pertanyaan Y

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Suatu kuisioner dianggap andal, jika jawaban responden terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengujian reliabilitas dianalisis dengan menggunakan teknik Cronbach’s Alpha, dengan rumus berikut (Umar, 2005):

k ∑ δ²

r =

[

][

1−

]

... (3)

(40)

..….... (5) dengan rumus varians yang digunakan:

∑ χ² {(∑ χ)²/n}

δ² = ... (4) n

Dimana:

r = Reliabilitas instrumen k = Banyak butir pertanyaan ∑ δ² = Jumlah varians butir δi² = Varians total

χ = Nilai skor yang dipilih n = Jumlah responden 3.2.5. Uji Indeks Kepuasan Masyarakat

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat secara berkala dan mengetahui kecenderungan kinerja pelayanan umum sebagai unit pelayanan Instansi Pemerintah dari waktu ke waktu.

Nilal IKM dihitung dengan menggunakan "nilai rata-rata tertimbang" masing-masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut:

Bobot nilai rata-rata tertimbang =

(41)

..………. (6) Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai rata-rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut:

IKM =

Total dari Nilai

Persepsi Per Unsur x Nilai penimbang Total unsur yang terisi

Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25 - 100 maka hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai dasar 25, dengan rumus sebagai berikut:

IKM Unit pelayanan x 25

Mengingat unit pelayanan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, maka setiap unit pelayanan dimungkinkan untuk:

1. Menambah unsur yang dianggap relevan.

2. Memberikan bobot yang berbeda terhadap 14 (empa tbelas) unsur yang dominan dalam unit pelayanan, dengan catatan jumlah bobot seluruh unsur tetap 1.

Hasil perhitungan tersebut di atas dapat dikatagorikan pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3.Kategori mutu pelayanan IKM

(42)

3.2.6. Importance Performance Analysis

Untuk menetukan unsur pelayanan dan karakteristik responden dalam penelitian ini digunakan metode analisis deskriptif. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat digunakan metode Importance Performance Analysis. Metode Importance Performance Analysis

merupakan teknik penerapan untuk mengukur atribut dari tingkat kepentingan dan tingkat kinerja. Tingkat kepentingan diukur dari harapan masyarakat sedangkat tingkat kinerja diukur dari pelaksanaan pelayanan Direktorat Jenderal HKI.

Analisis tingkat kepentingan dan tingkat kinerja ini diukur dengan menggunakan skala likert 1-4 yang diberi skor kuantitatif untuk dipakai dalam perhitungan. Tingkat kepentingan dikategorikan menjadi sangat tidak penting, tidak penting, penting dan sangat penting. Skor/ nilai yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Skor/ nilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja Skor/

Nilai Tingkat Kepentingan Tingkat Kinerja 1 Sangat Tidak Penting Sangat Tidak Puas

2 Tidak Penting Tidak Puas

3 Penting Puas

4 Sangat Penting Sangat Puas

Berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja mutu pelayanan Direktorat Jenderal HKI. Adapun rumus yang digunakan adalah :

(43)

dimana :

TKi = tingkat kesesuaian Direktorat Jenderal HKI

Xi = skor penilaian masyarakat terhadap tingkat kinerja mutu pelayanan Direktorat Jenderal HKI

Yi = skor penilaian masyarakat terhadapa tingkat kepentingan mutu pelayanan Direktorat Jenderal HKI

Kinerja Direktorat Jenderal HKI dianggap telah memenuhi kepuasan masyarakat jika Tki > 100%. Sebaliknya, jika Tki < 100% maka kinerja Direktorat Jenderal HKI dianggap belum dapat memenuhi kepuasan masyarakat. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat atribut apa saja yang dianggap penting dan tidak penting oleh pelanggan, serta atribut apa saja yang memiliki kinerja baik dan tidak baik. Hasil analisis ini ditampilkan dalam bentuk diagram kartesius seperti pada Gambar 5.

Sumbu mendatar (X) diisi oleh skor rataan tingkat kinerja atribut, sedangkat sumbu tegak (Y) diisi oleh skor rataan tingkat kepentingan atribut. Skor rata-rata sumbu mendatar (X) dan sumbu tegak (Y) diperoleh melalui rumus berikut :

Prioritas Utama A

Berlebihan D PrioritasRendah

C

Pertahankan Prestasi B

Tingkat Kinerja Tingkat Kepentingan

= X =

Y

(44)

= ...(9) dan = ... (10) dimana : = skor rata-rata tingkat kinerja atribut

= skor rata-rata tingkat kepentingan atribut n = jumlah responden

Diagram kartesius tersebut dibagi menjadi empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X,Y) dimana merupakan rataan dari skor rata-rata tingkat kinerja seluruh atribut, dan merupakan rataan dari skor rata-rata tingkat kepentingan seluruh atribut yang mempengaruhi kepuasan masyarakat. Skor ini dihitung dengan rumus:

= . . (11) = ………..(12)

dimana K = banyaknya atribut kualitas jasa yang dapat mempengaruhi kepuasan masyarakat.

Masing-masing kuadran menggambarkan keadaan yang berbeda, anatra lain :

a. Kuadran A (prioritas utama)

Wilayah yang memuat atribut-atribut dengan tingkat kepentingan tinggi, tetapi memiliki tingkat kinerja rendah. Atribut-atribut yang masuk pada kuadran ini harus ditingkatkan kinerjanya. Perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan.

b. Kuadran B (pertahankan prestasi)

(45)

c. Kuadran C (prioritas rendah)

Menunjukan atribut yang memiliki tingkat kepentingan dan tingkat kinerja yang rendah. Atribut kualitas pelayanan yang termasuk dalam kuadran ini dirasakan tidak begitu penting bagi pelanggan dan perusahaan melaksanakannya biasa saja.

d. Kuadran D (berlebihan)

Menunjukanatribut yang kurang penting bagi pelangganakan tetapi pelaksanaannya terlalu berlebihan. Atribut dalam kuadran ini dapat dikurangi untuk menjaga efektifitas dan efisiensi.

3.2.7. Uji Chi Square (χ²)

Uji Chi Square (χ²) adalah pengujian hipotesis mengenai perbandingan antara frekuensi observasi atau yang benar-benar terjadi/ aktual (Fo) dengan frekuensi harapan/ ekspektasi (Fe) yang didasarkan atas hipotesis tertentu.adqee24

Dalam teori probabilitas dan statistika, distribusi chi-kuadrat (bahasa Inggris: Chi-square distribution) atau distribusi χ² dengan k

derajat kebebasan kperubah acak normal baku yang saling bebas. Distribusi ini seringkali digunakan dalam statistik inferensial, misalnya dalam pengujian hipotesis, atau dalam konstruksi selang kepercayaan. Ketika dibandingkan dengan distribusi chi-kuadrat non sentral, distribusi ini kadang disebut distribusi chi-kuadrat sentral adalah distribusi jumlah kuadrat.

Rumus :

χ² hit =∑ ( Fo –Fe )² Fe

Dimana : χ² = Chi-Squarehitung

Fo = Frekuensi data yang diperoleh dari observasi Fe = Frekuensi data yang diharapkan secara teoritis

(46)

..……… (14) Dengan tingkat signifikanα = 10% = 0,10

Keterangan : Pr = Proposi Baris Pc = Proposi Kolom n = Jumlah Data Interpretasi hasil uji adalah sebagai berikut :

1. Apabila peluang lebih dari 10%, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat diterima.

2. Apabila peluang kurang dari 10%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat diterima.

(47)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Responden

Penyebaran kuesioner pada penelitian ini dilakukan terhadapat 100 (seratus) responden yang terdiri dari 30 responden pemohon paten dan 70 responden merek dengan berbagai karakteristik yang telah ditetapkan. Adapaun karakteristik yang telah ditetapkan adalah jenis kelamin, usia pemohon, status pekerjaan, jumlah penghasilan dan untuk siapa pendaftaran invensi tersebut. 4.1.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, tedapat perbedaan yang mendasar antara jumlah pria dan wanita seperti terlihat pada Gambar 6, jumlah responden pria sebesar 85% dan wanita sebesar 15%. Hal ini dikarenakan minat atau keinginan responden wanita dan pria dalam mendaftarkan invensi jauh berbeda.

Gambar 6. Karakteristik pemohon berdasarkan jenis kelamin

(48)

4.1.2 Usia Pemohon

Berdasarkan usia permohon pada Gambar 7, responden didominasi pada kelompok usia 30-40 tahun sebanyak 52%. Selanjutnya sebanyak 31% pada kelompok usia 25-30 tahun, 11% terdapat pada kelompok > 40 tahun dan 6% pada kelompok usia 17-25 tahun. Seperti dapat dilihat pada Gambar 6. Hal ini disebabkan karena pada usia 30-40 tahun merupakan fase dewasa madya dimana individu menjalani karir responden.

4.1.3 Status Pekerjaan

Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa responden yang bekerja sebagai konsultan menempati jumlah terbesar, yaitu 49%. Selanjutnya, kelompok responden yang bekerja sebagai wiraswasta menempati posisi kedua yaitu sebesar 26%.Di posisi ketiga terdapat 17% responden yang bekerja sebagai karyawan swasta dan di posisi terakhir terdapat 8% dengan status pekerjaan responden sebagai PNS/BUMN.

0 10 20 30 40 50 60

17-25 25-30 30-40 > 40

6

31

52

11

(49)

4.1.4 Jumlah Penghasilan

Berdasarkan jumlah penghasilan, responden didominasi pada kelompok jumlah penghasilan 2.000.000-5.000.000 sebanyak 56%. Selanjutnya sebanyak 28% pada kelompok jumlah penghasilan sebesar 5.000.000-10.000.000, 10% terdapat pada kelompok jumlah pengasilan sebesar > 10.000.000 dan 6% pada kelompok jumlah pengasilan sebesar < 2.000.000.Seperti dapat dilihat pada Gambar 9.

0

Gambar 9. Karakteristik pemohon berdasarkan jumlah penghasilan Gambar 8. Karakteristik pemohon berdasarkan status pekerjaan

(50)

4.1.5 Untuk siapa pendaftaran invensi tersebut

Pada Gambar 10, dapat dilihat bahwa responden dalam mendaftarakan invensinya untuk orang lain 76% dan untuk kepentingan sendiri sebesar 24%. Hal ini dikarenakan status pekerjaan mayoritas responden yang bekerja konsultan (dapat dilihat pada Gambar 10) yang mendaftarakan invensinya untuk orang lain.

4.2. Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM).

Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) per unsur pelayanan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perhitungan Kinerja Pelayanan Direktorat Jenderal HKI

0 Kemudahan Prosedur Pelayanan 293 2,93 0,21 Baik

Kelengkapan Informasi 297 2,97 0,21 Baik

Kejelasan Pelayanan 290 2,9 0,21 Baik

Kedisiplinan Petugas Pelayanan 284 2,84 0,2 Baik Tanggung Jawab Petugas

Pelayanan 291 2,91 0,21 Baik

Kemampuan Petugas Pelayanan 297 2,97 0,21 Baik

(51)

Dari data di atas menunjukan sebagian besar unsur pelayanan menunjukan kualitas pelayanan Direktorat Jenderal HKI memiliki hasil penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebesar 2,92. Apabila nilai tersebut dikonversikan dengan nilai dasar 25 maka hasilnya adalah 72,89. Berdasarkan perhitungan tersebut maka mutu pelayanan Direktorat Jenderal HKI adalah B, ini berarti bahwa kinerja pelayanan Direktorat Jenderal HKI adalah baik. Dari 14 unsur yang diteliti, terdapat satu unsur yang harus ditingkatkan oleh Direktorat Jenderal HKI untuk lebih baik lagi, yaitu kecepantan pelayanan dengan nilai yang telah diperoleh 2,46. Sedangkan 13 unsur adalah baik, yaitu prosedur pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, kedisiplinan petugas pelayanan, tanggungjawab petugas pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, kepastian jadual pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kesopanan dankeramahan petugas, kewajaran biaya pelayanan, persyaratan pelayanan, kepastian biaya pelayanan, kenyamanan

Unsur Pelayanan Nilai Per

Kecepatan Pelayanan 246 2,46 0,18 Kurang

Baik Keadilan Mendapatkan Pelayanan 285 2,85 0,2 Baik Kesopanan dan Keramahan

Pelayanan 296 2,96 0,21 Baik

Kewajaran Biaya Pelayanan 303 3,03 0,22 Baik Kepastian Biaya Pelayanan 304 3,04 0,22 Baik Kepastian Jadual Pelayanan 270 2,7 0,19 Baik

Kenyamanan Lingkungan 302 3,02 0,22 Baik

Keamanan Pelayanan 324 3,24 0,23 Baik

Jumlah NNR IKM Terimbang 2,92

Jumlah NNR IKM Terimbang x 25 72,8929

Mutu Pelayanan B

(52)

lingkungan, dan keamanan pelayanan. Dan untuk kecepatan pelayanan perlu ditingkatkan lagi.

4.2.1 Analisis Kesesuaian Kinerja dan Kepentingan

Nilai kesesuai kinerja dan kepentingan pada Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) per unsur pelayanan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perhitungan Kinerja dan Kepentingan Pelayanan Direktorat Jenderal HKI

U1 293 317 2,93 3,17 92,43

U2 297 316 2,97 3,16 93,99

U3 290 312 2,9 3,12 92,95

U4 284 313 2,84 3,13 90,73

U5 291 316 2,91 3,16 92,09

U6 297 315 2,97 3,15 94,29

U7 246 317 2,46 3,17 77,6

U8 285 315 2,85 3,15 90,48

U9 296 314 2,96 3,14 94,27

U10 303 325 3,03 3,25 93,23

U11 304 316 3,04 3,16 96,2

U12 270 316 2,7 3,16 85,44

(53)

Dari hasil analisis tentang kesesuaian antara tingkat kinerja dan tingkat kepentingan di Direktorat Jenderal Hak Keakayaan Intelektual, yang memiliki tingkat kesuaian paling tinggi adalah unsur keamanan pelayanan yang memiliki tingkat kesesuai sebesar 101,89% dan unsur kenyamanan lingkungan pelayanan yang memiliki tingkat kesesuai sebesar 94,38%. Sedangkan yang memiliki tingkat kesesuainya paling rendah adalah unsur kecepatan petugas pelayanan yang memilki tingkat kesesuai sebesar 77,6%.

4.2.2 Importance and Performance Analysis(IPA)

Dari analisis Tabel 6, diperoleh gambaran tentang unsur-unsur pelayanan yang termasuk dalam kategori prioritas utama, prioritas rendah, unsur yang perlu dipertahankan serta unsur yang dianggap oleh masyarakat berlebihan. Ini dapat dilihat pada diagram kartesius di bawah ini :

U14 324 318 3,24 3,18 101,89

Rata– rata χ dan γ 2,93 3,16

Tingkat Kinerja χ= 2,93 Tingkat

Kepentingan γ = 3,16

Gambar 11. Matriks Importance and Performance Analysis

(54)

Dari diagram kartesius di atas dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:

1. Unsur yang dianggap mempengaruhi kepuasan pemohon, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun Direktorat Jenderal HKI belum melaksanakan sesuai keinginan pemohon adalah kecepatan pelayanan.

2. Unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal HKI dan wajib dipertahankan adalah prosedur pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, tanggungjawab petugas pelayanan, kenyamanan lingkungan, dan keamanan pelayanan

3. Unsur yang kurang penting pengaruhnya bagi pemohon, pelaksanaannya oleh Direktorat Jenderal HKI biasa-biasa saja adalah kepastian jadwal pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan dan kedisiplinan pegawai.

4. Unsur yang mempengaruhi pemohon dan kurang penting tetapi dianggap sangat memuaskan adalah persyaratan pelayanan, kepastian biaya pelayanan, kesopanan dan keramahan pelayanan.

4.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Indeks Kepuasan Masyarakat Kepuasan masyarakat merupakan evaluasi purnabeli masyarakat terhadap suatu kinerja jasa dibandingkan dengan harapan atau ekspetasi mereka terhadap jasa tersebut. Perbedaan karakteristik masyarakat akan mengakibatkan perbedaan penilaian terhadap kualitas kinerja dan penampilan dari jasa yang ditawarkan.

Hubungan antara karakteristik masyarakat dengan tingkat kinerja kualitas Direktorat Jenderal HKI dianalisis menggunakan analisis tabulasi silang dan uji

(55)

didaftarkan yang dikorelasikan dengan 14 unsur pelayanan jasa Indeks Kepuasan Masyarakat Direktorat Jenderal HKI. Berdasarkan hasil Chi-square

diperoleh bahwa semua karakteristik responden memiliki hubungan dengan tingkat kinerja unsur pelayanan jasa pada Indeks Kepuasan Masyarakat.

4.3.1. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Indeks Kepuasan Masyarakat

Hubungan antara jenis kelamin terhadap Indeks Kepuasan Masyarakat diuji dengan pengujian Chi-square dengan hipotesa sebagai berikut :

Ho = Jenis kelamin tidak berhubungan dengan Indeks Kepuasan Masyarakat

H1 = Jenis kelamin berhubungan dengan Indeks Kepuasan Masyarakat

Berdasarkan hasil analisis, jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap tingkat kinerja pada unsur pelayanan Indeks Kepuasan Masyarakat.Secara lengkap, hasil uji tabulasi silang dan Chi-square

dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan tingkat kinerja IKM

Jenis Kelamin

Frekuensi Kepuasan terhadap IKM (%)

Total

(56)

puas. Responden pria cenderung memiliki standar yang tinggi terhadap penilaian kinerja Indeks Kepuasan Masyarakat.

Tabel 8. UjiChi-squaretingkat kinerja IKM dengan jenis kelamin

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 2.353a 3 0.502

Likelihood Ratio 3.412 3 0.332

Linear-by-Linear

Association .095 1 0.758

N of Valid Cases 100

a. 5 cells (62,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,60.

Berdasarkan uji Chi-square pada Tabel 8 di atas, dengan tingkat signifikan kepercayaan 0,502 diperoleh nilai probabilitas lebih besar dari 0,10 dan nilaiChi-squarehitung <Chi-squaretabel, sehingga H0diterima dan H1 ditolak. Ini menunjukan bahwa karakteristik jenis kelamin tidak signifikan (tidak berpengaruh) terhadap tingkat kinerja Indeks Kepuasan Masyarakat.

4.3.2. Hubungan antara Status Pekerjaan dengan Indeks Kepuasan Masyarakat

Hubungan antara status pekerjaanterhadap Indeks Kepuasan Masyarakat diuji dengan pengujian Chi-square dengan hipotesa sebagai berikut :

H0 = Status pekerjaan tidak berhubungan dengan Indeks Kepuasan Masyarakat

Gambar

Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual
Tabel 4. Skor/ nilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja
Gambar 6. Karakteristik pemohon berdasarkan jenis kelamin
Gambar 7. Karakteristik pemohon berdasarkan usia responden
+7

Referensi

Dokumen terkait