• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara nasional, wilayah pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah penting yang diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi bangsa. Hal ini didorong oleh besarnya potensi sumber daya pesisir dan laut yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa. Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua aspek, yaitu : 1) secara biofisik, wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki arti penting karena (a) Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada (sekitar 81.000 km); (b) sekitar 75% dari wilayahnya merupakan wilayah perairan (luas sekitar 5.8 juta km2 termasuk ZEEI); (c) Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 13.487 pulau; dan (d) memiliki keanekaragaman hayati yang besar; dan 2) secara sosial ekonomi, wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena (a) sekitar 140 juta (60%) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir; (b) sebagian besar kota (provinsi dan kabupaten/kota) terletak di kawasan pesisir; dan (c) kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional sekitar 12,4% dan menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja (Bengen, 2004).

Secara internasional, Indonesia merupakan negara yang memiliki peranan strategis dalam memenuhi permintaan ikan dunia. Kebutuhan ikan dunia selama kurun waktu (1999-2006) meningkat sebesar 45%, dan diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk dunia. Produksi perikanan Indonesia hingga tahun 2006 menempati posisi keempat dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), Peru dan Amerika Serikat (FAO, 2009).

Perkembangan dunia yang terjadi belakangan ini mengarah kepada era globalisasi dan perdagangan bebas. Hal ini menyebabkan perubahan yang cepat dan memberikan pengaruh luas dalam perekonomian nasional maupun internasional yang berdampak pada semakin ketatnya persaingan. Agar suatu sektor ekonomi dapat bertahan dan berkembang dalam situasi persaingan saat ini maka perlu memiliki daya saing yang tinggi. Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster. Strategi klaster menawarkan upaya pembangunan ekonomi yang lebih efektif dan komprehensif.

Strategi ini memerlukan kepeloporan dan kerjasama yang erat antara berbagai stakeholders yang terkait dengan sektor perikanan. Pendekatan klaster dalam pengembangan sumberdaya perikanan (selanjutnya disebut klaster minapolitan) dapat diartikan sebagai suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan perikanan di suatu lokasi tertentu. Upaya ini dilakukan guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hulu sampai hilir dalam produksi suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana dalam suatu kawasan tersedia subsistem-subsistem dalam agribisnis perikanan dari subsistem hulu hingga hilir serta jasa penunjang. Adanya pemusatan aktivitas tersebut dapat mengurangi biaya-biaya terutama biaya transportasi antar subsistem yang terfokus pada komoditas perikanan tersebut. Efisiensi dan efektifitas yang diciptakan, dengan sendirinya akan mampu meningkatkan daya saing produk perikanan baik pada skala domestik maupun internasional.

Kebijakan pembangunan sektor perikanan saat ini, menjanjikan masa kejayaan dengan mengusung visi ”Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan

Perikanan Terbesar Dunia pada Tahun 2015,” dan misi ”Mensejahterakan

Masyarakat Kelautan dan Perikanan”. Pencapaian visi dan misi tersebut, pemerintah mencanangkan kebijakan revolusi biru (the blue revolution policies) melalui program “minapolitan dan peningkatan produksi perikanan”. Program pengembangan kawasan minapolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis perikanan di kawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Peningkatan produksi perikanan diprioritaskan dari hasil budidaya, baik budidaya air tawar, budidaya air payau dan budidaya laut.

Produksi budidaya laut Indonesia tahun 2001 sebesar 197.114 ton meningkat menjadi 1.509.582 ton pada tahun 2007. Produksi tersebut terus mengalami peningkatan, dengan rata-rata peningkatan per tahun mencapai 79,51% (JICA, 2009). Luas potensi lahan budidaya laut sebesar 8.363.501 ha, hingga tahun 2007 luas lahan yang telah dimanfaatkan hanya seluas 84.481 ha (0,8%), sehingga masih terdapat lahan seluas 8.279.020 ha yang potensial untuk dikembangkan budidaya laut.

Produksi budidaya laut Nusa Tenggara Timur menempati peringkat pertama, dari total produksi perikanan nasional dengan volume produksi terbesar mencapai 504.709 ton (DKP, 2009). Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis memiliki potensi perairan untuk pengembangan budidaya laut. Luas kawasan potensial daerah ini mencapai 12,187 ha, dan hingga tahun 2007 luas lahan yang telah dimanfaatkan baru seluas 1.580 ha, diantaranya untuk pengembangan komoditi tiram mutiara, rumput laut, ikan kakap dan ikan kerapu (DKP NTT, 2008).

Komoditi rumput laut saat ini menjadi primadona pengembangan budidaya laut di Kabupaten Kupang, karena mampu memberikan nilai tambah bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir baik untuk pembudidaya rumput laut atau nelayan sambilan maupun pelaku usaha perikanan seperti pengumpul hasil, distributor dan jasa transportasi laut. Sebaran lokasi potensi dan pengembangan budidaya rumput laut umumnya hampir pada setiap perairan pantai di seluruh wilayah kecamatan pesisir. Namun demikian, usaha budidaya rumput laut sampai saat ini lebih banyak digeluti oleh masyarakat pesisir di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Kupang Barat, Semau, Semau Selatan dan kecamatan-kecamatan di Pulau Sabu dan Raijua.

Wilayah-wilayah ini merupakan sentra produksi komoditi rumput laut. Produksi rumput laut juga mengalami peningkatan, dan yang terdata secara total mencapai sekitar 3.757,16 ton pada tahun 2007, dan umumnya hasil produksinya diantarpulaukan ke Jakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Potensi budidaya laut lainnya yang juga sudah diujicobakan oleh nelayan di beberapa kecamatan (Kupang Barat dan Sulamu) yakni budidaya ikan di keramba jaring apung (KJA) dengan komoditi ikan kerapu dan kakap.

Untuk potensi pengembangan budidaya mutiara hingga saat ini terdapat di perairan Selat Semau yakni perairan sekitar Kecamatan Kupang Barat, Semau dan Semau Selatan. Hasil produksi mutiara umumnya dipasarkan ke Jakarta ataupun diekspor (Jepang). Budidaya laut menjanjikan kontribusi besar terhadap peningkatan perekonomian daerah dan mampu meningkatkan pendapatan nelayan, karena sebagian besar komoditinya memiliki pangsa pasar ekspor dengan harga relatif tinggi. Kegiatan budidaya laut lebih memberikan kepastian bagi nelayan dibandingkan kegiatan penangkapan yang sangat bergantung pada cuaca dan musim.

Situasi ini memberikan justifikasi bahwa intervensi kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan peningkatan produksi perikanan melalui program budidaya laut sangat tepat. Oleh karenanya dalam rangka mendukung implementasi kebijakan pemerintah menjadikan Kabupaten Kupang sebagai sentra produksi pengembangan budidaya laut, maka diperlukan model pengembangan minapolitan berbasis budidaya laut yang mampu menjamin kelestarian ekosistem dengan memperhatikan keterbatasan kapasitas lingkungan, dengan harapan agar dapat memberdayakan wilayah perikanan dalam rangka meningkatkan taraf hidup kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang ada dengan kaidah-kaidah pemanfaatan ruang yang optimal dan berkelanjutan, dan sekaligus memberikan masukan dan arahan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan dalam rangka menyusun strategi yang tepat dan benar untuk mengembangkan minapolitan berbasis budidaya laut di masa yang akan datang.

Dengan demikian program pengembangan kawasan minapolitan ini juga dapat mendukung program gemala dari pemerintah Provinsi NTT yang akhir-akhir ini tidak bergaung lagi. Gemala adalah salah satu program kegiatan strategis yang dicanangkan oleh pemerintah daerah Provinsi NTT pada tahun 2002 yaitu gerakan masuk laut. Orientasi program gemala yaitu optimalisasi sumberdaya, peningkatan skala usaha, peningkatan teknologi, peningkatan produksi bernilai tambah, peningkatan partisipasi masyarakat dan globalisasi perdagangan; diharapkan upaya pengembangan minapolitan dapat memdongkrak kembali program gemala yang sudah tidak terlihat lagi hasilnya.

Namun, kegiatan budidaya laut ini memiliki dinamika dan permasalahan yang kompleks terkait kegiatan di wilayah daratan dan kegiatan budidaya itu sendiri akan berpengaruh terhadap kondisi biofisik dan daya dukung perairan, kondisi sosial ekonomi, kelembagaan dan teknologi budidaya yang saling berhubungan membentuk sebuah sistem yang kompleks. Dinamika dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi saat ini merupakan proses dinamis, disadari sebagai rangkaian kemungkinan kejadian yang diinginkan di masa datang, dan sangat tergantung dari kebijakan yang diambil saat ini. Oleh karena itu, sistem dinamik sangat cocok untuk menganalisis mekanisme, pola dan kecenderungan sistem budidaya laut yang menjamin keberkelanjutan berdasarkan analisis terhadap struktur dan perilaku sistem yang rumit, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian.