• Tidak ada hasil yang ditemukan

EINJAUAN PUSEAKA

1.1 Latar Belakang

Perkembangan perekonomian saat ini telah berkembang sangat pesat. Persaingan yang sangat tinggi memaksa setiap perusahaan harus mampu berinovasi untuk menciptakan produk-produk baru agar perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat. Dalam berinovasi perusahaan tentunya membutuhkan sumber daya yang memadai agar apa yang diinginkan perusahaan dapat dilaksanakan. Ketika perusahaan menetapkan sebuah rencana dalam rangka peningkatan kualitas ataupun ekspansi perusahaan tentu harus didukung oleh sumber dana yang mencukupi agar rencana tersebut dapat dilaksanakan.

Dalam mendapatkan dana tentunya perusahaan bisa melibatkan pasar finansial. Artinya, ketika perusahaan membutuhkan sejumlah dana tambahan untuk menjalankan operasional perusahaan baik untuk saat ini maupun dimasa yang akan datang, dapat memanfaatkan pasar finansial sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan dana dari perusahaan tersebut. Aktivitas pencarian dana ini disebut juga dengan keputusan pendanaan (financing decisions). Dana yang didapatkan akan dimanfaatkan untuk bagian penting dalam keuangan korporasi atau perusahaan yang dikenal dengan keputusan investasi (investment decisions) (Gumanti, 2011:8).

Persaingan globalisasi yang tinggi seperti saat ini tidak hanya berdampak pada perusahaan saja, tetapi juga terhadap masyarakat. Jika masyarakat memiliki

respon yang baik terhadap globalisasi maka akan banyak peluang tentunya yang dapat diambil dan dapat dirasakan juga manfaatnya oleh masyarakat itu sendiri, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan investasi. Menurut Putra (2003:1) investasi merupakan kegiatan menunda konsumsi atau penggunaan sejumlah dana pada masa sekarang dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Begitu pula pengertian investasi yang dikemukakan oleh Gumanti (2011:9) yaitu upaya investor untuk melepaskan konsumsi hari ini dengan harapan bisa memiliki tingkat konsumsi yang lebih tinggi dimasa yang akan datang. Pihak-pihak baik perseorangan ataupun lembaga yang menanamkan modalnya disebut sebagai investor. Investasi berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan untuk mendapatkan keuntungan di masa depan, dan investasi dapat juga disebut sebagai penanaman modal.

Setiap pihak yang melakukan investasi memiliki tujuan yang berbeda, tetapi pada dasarnya tujuan investasi adalah untuk menikmati keuntungan dari dana yang diinvestasikan tersebut yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan bagi investor itu sendiri di masa yang akan datang (Putra, 2003:3). Umumnya investasi dapat dibagi ke dalam sektor riil (real asset investment) dan sektor finansial (financial asset investment). Instrumen keuangan yang ditawarkan pada sektor finansial dapat berupa bentuk surat berharga atau sekuritas seperti saham (stocks), obligasi (bonds), warrants, option, futures dan sekuritas lainnya. Dengan kata lain investasi pada sektor finansial tersebut merupakan penanaman modal terhadap surat berharga atau sekuritas yang diharapkan akan meningkat nilainya di masa depan. Surat-surat berharga tersebut dapat diperjualbelikan di

pasar modal, dimana pasar modal tersebut mempertemukan pemilik modal (investor) dengan peminjam dana (emiten). Menurut Jogiyanto (2003:11), pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi.

Di antara instrumen keuangan pada sektor finansial yang ada saat ini investasi dalam pasar obligasi mengalami perkembangan yang cukup baik dari tahun ke tahun, walaupun perkembangannya masih cukup lamban dibandingkan dengan saham. Kendalanya adalah kondisi pasar obligasi yang belum dioptimalkan oleh pelaku pasar modal dan pemahaman mengenai instrumen obligasi di kalangan masyarakat umum yang masih terbatas (Rahardjo dalam Febriani et al., 2012). Menurut Bursa Efek Indonesia pengertian obligasi adalah surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Obligasi dapat digunakan perusahaan penerbit untuk membiayai ekspansi bisnis ataupun untuk refinancing yakni pelunasan utang perusahaan.

Menurut Fahmi (2013:317) salah satu kebijakan perusahaan agar bisa mendapatkan dana tanpa harus berhutang ke perbankan dan menerbitkan saham baru adalah dengan menerbitkan obligasi. Obligasi diterbitkan dengan tujuan menghindari resiko yang terjadi di masa yang akan datang, dimana ketika perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya di masa yang akan datang

maka obligasi dapat dialihkan ke dalam bentuk saham atau bentuk surat berharga lainnya.

Obligasi merupakan salah satu alternatif investasi yang aman bagi para investor dikarenakan bersifat utang dan memberikan penghasilan yang tetap berupa kupon dengan waktu jatuh tempo yang telah ditentukan. Menurut Faeber (dalam Yuliana et al., 2011) terdapat beberapa alasan yang menjadikan obligasi sebagai alternatif investasi yang menarik bagi para investor dibanding dengan saham:

1. Kecenderungan harga saham yang mudah berubah dibanding dengan obligasi,

sehingga daya tarik saham berkurang.

2. Obligasi menawarkan tingkat return yang positif dan memberikan pendapatan

yang tetap (fixed income).

Penerbit obligasi (bond issuer) dapat dilakukan oleh pemerintah maupun swasta atau perusahaan. Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah biasanya berkupon rendah dan sering disebut juga sebagai sekuritas bebas risiko (risk free securities), karena dijamin sepenuhnya oleh pemerintah. Adapun obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang juga dikenal sebagai obligasi korporat (corporate bonds) biasanya memiliki risiko yang bervariasi.

Investor yang berminat untuk membeli sekuritas obligasi memerlukan informasi seputar obligasi agar dapat menganalisis serta memperkirakan risiko yang mungkin akan terjadi dalam investasi obligasi. Karena default risk atau risiko dimana perusahaan yang menerbitkan obligasi tidak mampu dalam memenuhi kewajibannya yaitu membayar kupon maupun mengembalikan pokok

pinjaman bisa saja terjadi terhadap obligasi yang diinvestasikan. Salah satu informasi yang diperlukan investor adalah dengan memperhatikan peringkat obligasi (bond rating) dari perusahaan penerbit obligasi. Peringkat obligasi penting karena memberikan pernyataan yang informatif dan memberikan sinyal tentang probabilitas kegagalan utang perusahaan (Altman dan Nammacher dalam Raharja dan Sari, 2008). Peringkat obligasi ini dinilai sangat penting bagi investor karena dapat dimanfaatkan untuk memutuskan apakah obligasi tersebut layak untuk diinvestasikan atau tidak serta untuk mengetahui kemungkinan tingkat risiko yang ada dalam investasi obligasi tersebut.

Proses pemeringkatan terhadap peringkat obligasi (bond rating) harus dilakukan oleh suatu lembaga atau agen pemeringkat obligasi (rating agency), dalam hal ini pemeringkat obligasi merupakan lembaga yang independen yang memberikan informasi mengenai peringkat skala rasio yang merupakan petunjuk sejauh mana keamanan suatu obligasi bagi para investor. Keamanan ini ditunjukkan berdasarkan kemampuan perusahaan dalam membayar suku bunga dan melunasi pinjaman pokok. Proses pemeringkatan ini dilakukan juga dengan tujuan untuk menilai kinerja suatu perusahaan sehingga agen pemeringkat obligasi dapat menyatakan layak atau tidaknya obligasi tersebut untuk diinvestasikan (Almilia dan Devi, 2007). Peringkat obligasi (bond rating) yang diberikan oleh agen pemeringkat pada umumnya dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu investment grade (AAA, AA, A, dan BBB) yang menunjukkan bahwa tingkat risiko terhadap sekuritas utang tersebut rendah serta non-investment grade (BB, B,

CCC, dan D) yang menunjukkan bahwa tingkat risiko terhadap sekuritas utang tersebut tinggi.

Proses penilaian peringkat dilakukan dengan cara mempertimbangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan informasi keuangan maupun nonkeuangan seperti operasional perusahaan, manajemen perusahaan, laporan keuangan perusahaan dan perencanaan perusahaan dengan menggunakan ukuran kuantitatif seperti laporan keuangan tahunan dan ukuran kualitatif seperti strategi perusahaan, posisi industri, dan kerjasama tim dalam manajemen perusahaan (Satoto, 2011).

Indonesia mempunyai beberapa lembaga yang diakui oleh Bank Indonesia sebagai lembaga pemeringkat dan peringkat, yaitu PT Fitch Ratings Indonesia, PT ICRA Indonesia, dan PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO). Hal ini sesuai dengan pemberlakuan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/31/DPNP tanggal 22 Desember 2011 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Bank Indonesia.

Penelitian ini lebih mengacu pada penggunaan data yang dipublikasikan oleh PEFINDO karena PEFINDO merupakan lembaga pemeringkat tertua di Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1993 serta telah melakukan pemeringkatan terhadap lebih dari 500 perusahaan dan pemerintah daerah. Sejak Tahun 1996, PEFINDO telah melakukan kerja sama dengan salah satu perusahaan pemeringkat global yaitu Standard & Poor’s (S&P). PEFINDO juga merupakan lembaga pemeringkat satu-satunya di Indonesia yang memiliki default data dan default study yang dapat digunakan oleh perusahaan termasuk Bank Indonesia.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bond rating menurut Brigham dan Houston (2010) salah satunya yaitu rasio keuangan seperti rasio profitability dengan proksi return on assets, rasio leverage dengan proksi debt to equity ratio, serta ukuran perusahaan (firm size).

Rasio profitability mengukur seberapa efektif keberhasilan perusahaan dalam memperoleh keuntungan pada tingkat penjualan, aset, modal, dan sumber dana yang dimiliki. Menurut Brotman dalam Adams et al. (2000) menyatakan bahwa semakin tinggi profitability perusahaan maka semakin rendah risiko ketidakmampuan membayar dan semakin baik peringkat yang akan diberikan terhadap perusahaan. Rasio profitability dapat diukur dengan return on asset yang merupakan rasio yang menunjukkan seberapa mampu perusahaan menggunakan aset yang ada untuk menghasilkan laba.

Rasio leverage digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan dalam mendanai kegiatan usahanya apakah lebih banyak menggunakan utang atau ekuitas. Rasio leverage dapat diukur dengan debt to equity ratio yang membandingkan utang dan ekuitas untuk menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya (Syahyunan, 2013:92). Menurut Adams et al. (2000) semakin tinggi rasio leverage yang ditunjukkan oleh sebuah perusahaan, semakin besar pula risiko kebangkrutan dan risiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dan hal tersebut dapat mempengaruhi peringkat obligasi (bond rating) yang dimiliki perusahaan bahwa semakin tinggi nilai rasio leverage maka akan semakin rendah peringkat yang diberikan terhadap perusahaan.

Ukuran perusahaan (firm size) dapat diukur menggunakan total aset, penjualan ataupun ekuitas. Perusahaan berskala besar memiliki tingkat risiko obligasi yang lebih kecil dibandingkan perusahaan berskala kecil. Hal ini disebabkan karena perusahaan berskala besar memiliki aset yang lebih besar dan memiliki kemampuan bersaing yang lebih baik dibanding dengan perusahaan berskala kecil yang memiliki aset yang tidak besar. Bouzouita dan Young dalam Adams et al. (2000) menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki peringkat obligasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang lebih kecil.

Perusahaan nonkeuangan adalah perusahaan yang bergerak dalam rangka menghasilkan produk berupa barang maupun menyediakan jasa, yang tidak berkaitan dengan kegiatan keuangan (financial) seperti perbankan, investasi, maupun asuransi. Terdapat sembilan sektor industri yang telah ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia, yang termasuk kedalam perusahaan nonkeuangan yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, sektor industri barang konsumsi, sektor properti dan real estate, sektor transportasi dan infrastruktur, serta sektor perdagangan, jasa dan investasi.

Berikut ini dapat dilihat gambaran suatu data empiris mengenai hubungan variabel bebas (profitability, leverage dan firm size) dengan variabel terikatnya (bond rating) pada perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Eabel 1.1

Data profitability, leverage, firm size dan bond rating perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Nama Perusahaan Eahun Profitability Leverage

Firm Size (dalam miliar rupiah) BondRating PT Mayora Indah Tbk 2011 0,073 1,722 6.600 idAA- 2012 0,090 1,706 8.303 idAA- 2013 0,104 1,494 9.710 idAA- 2014 0,040 1,510 10.291 idAA- PT Serasi Autoraya 2011 0,041 5,567 6.533 idA+ 2012 0,040 5,536 7.715 idA+ 2013 0,027 2,992 7.829 idA+ 2014 0,022 2,761 7.602 idA+ PT Telekomunikasi Indonesia Tbk 2011 0,150 0,690 103.054 idAAA 2012 0,165 0,663 111.369 idAAA 2013 0,159 0,653 127.951 idAAA 2014 0,152 0,636 140.895 idAAA PT Salim Ivomas Pratama Tbk 2011 0,088 0,682 25.510 idAA 2012 0,057 0,651 26.575 idAA 2013 0,023 0,742 28.065 idAA 2014 0,036 0,844 30.996 idAA

Sumber : www.idx.co.id dan www.pefindo.com (data diolah)

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa variabel profitability pada PT Mayora Indah Tbk mengalami fluktuasi dimana terjadi peningkatan pada tahun 2011-2013 kemudian turun pada tahun 2014, begitu juga profitability pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk yang terjadi peningkatan dari tahun 2011 ke 2012 tetapi terus menurun di dua tahun berikutnya, lalu pada PT Salim Ivomas Pratama Tbk profitability terus mengalami penurunan pada tahun 2011-2013 tetapi naik pada tahun 2014, kemudian profitability yang terdapat pada PT Serasi Autoraya cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Tetapi perubahan yang terjadi pada profitability tidak diikuti dengan perubahan pada bond rating keempat perusahaan tersebut, rating perusahaan tetap pada periode tahun 2011-2014.

Fluktuatif data juga terjadi pada variabel leverage perusahaan yaitu pada PT Mayora Indah Tbk dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk terlihat bahwa terjadi penurunan leverage pada tahun 2011 ke 2012 kemudian naik pada dua tahun berikutnya yang berarti perusahaan meningkatkan penggunaan utangnya dalam kegiatan usahanya. Sementara leverage yang dimiliki oleh PT Serasi Autoraya dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya artinya penggunaan utang semakin rendah. Namun perubahan yang terjadi pada leverage tidak diikuti dengan perubahan bond rating perusahaan, rating keempat perusahaan tersebut tetap pada tahun 2011-2014.

Selanjutnya variabel firm size pada PT Mayora Indah Tbk, PT

Telekomunikasi Indonesia Tbk, serta PT Salim Ivomas Pratama Tbk mengalami peningkatan setiap tahunnya, lain halnya dengan PT Serasi Autoraya, variabel firm size mengalami peningkatan pada tahun 2011-2013 kemudian mengalami penurunan di tahun 2014. Tetapi perubahan yang terjadi pada variabel firm size tidak mempengaruhi bond rating yang dimiliki perusahaan, dapat dilihat rating pada keempat perusahaan tersebut tidak mengalami perubahan atau tetap sepanjang tahun 2011-2014. Hai ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Brigham dan Houston bahwa peringkat obligasi dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang terdiri dari faktor keuangan berupa berbagai ukuran rasio keuangan serta faktor nonkeuangan lainnya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Profitability, Leverage, dan Firm

Size terhadap BondRating pada Perusahaan Nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

Dokumen terkait