• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu produk makanan (Langi dan Oessoe, 2019).

Definisi bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor, dan memperpanjang daya simpan. Selain itu, juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral, dan vitamin. Jenis-jenis bahan tambahan makanan yang sering digunakan adalah bahan pengawet, pewarna, pemanis, antioksidan, pengikat logam, pemutih, pengental,pengenyal, emulsifier, buffer (asam, alkali), zat gizi, flavoring agent, dan sebagainya (Turnip, 2018).

Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja adalah aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lainnya. Sedangkan aditif yang

2

tidak sengaja adalah aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin); dan dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik dari susunan kimia maupun sifat metabolismenya (misal asam askorbat) (Langi dan Oessoe, 2019).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam pangan(Langi dan Oessoe, 2019).

Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda (Fadila, 2017).

3

Pengaruh formalin yang di campur dalam makanan, akan memyebabkan Keracunan kronis yang paling umum terjadi akibat formalin adalah rusaknya ginjal dan kanker. Formalin dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali atau kanker di perut, paru-paru dan pernafasan (Harahap, 2019).

Formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Formalin juga cepat teroksidasi dalam tubuh dan membentuk asam format terutama jaringan di hati dan sel darah merah manusia (Sukamwati, 2018).

Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan. Formalin juga banyak disalah gunakan untuk mengawetkan pangan seperti tahu dan mie basah. Formalin sebenarnya merupakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya begi kesehatan, oleh karena itu dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai BTM (Fadila, 2017).

Berdasarkan penelitian sinaga, e. (2010) “analisis kandungan formalin pada ikan kembung rebus di beberapa pasar tradisional kota medan, dari 16 ekor sampel ikan kembung rebus yang di ambil secara purposive di 4 pasar tradisional Kota Medan. Dari hasil penelitian didapat 3 (tiga) sampel yang berasal dari Pasar Aksara dan Pasar Sei Sekambing positif teridentifikasi mengandung formalin dengan kadar masing-masing sebesar 1,86 mg/kg, 2,47 mg/kg, dan 1,46mg/kg.

Oleh karena itu, melihat tingginya dampak bagi kesehatan masyarakat jika mengonsumsi makanan yang mengandung formalin yang mana penggunaannya

4

telah dilarang oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, peneliti tertarik melakukan penelitian ini untuk memastikan adakah kandungan formalin pada tahu yang beredar di beberapa tempat di kota medan. Adapun penelitian dilakukan di Laboratorium Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Jl. Tri Dharma, Padang Bulan, Kec. Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara, 20155 dengan metode uji warna dengan pereaksi KMnO4.

1.2 Rumus Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah tahu yang beredar di kota medan mengandung formalin?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari identifikasi kandungan formalin pada tahu adalah untuk membuktikan apakah tahu yang beredar di beberapa tempat di kota medan mengandung formalin.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat penelitian ini yaitu :

1. Memberikan informasi dan meningkatkan kewaspadaan masyarakat terkait beredarnya tahu yang mengandung formalin.

2. Penulis dapat menambah wawasan dan pengalaman dari penelitian yang dilakukan.

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Makanan

Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental (Fadila, 2017).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTM adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam pangan.

Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai gizi dan kualitas makanan (Fadila, 2017).

Peranan Bahan Tambahan Pangan khususnya bahan pengawet menjadi makin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan makanan yang sintesis. Salah satu bahan tambahan pangan yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 merupakan perubahan dari Permenkes nomor 722/Menkes/Per/X/1988 tentang bahan tambahan pangan adalah bahan pengawet, dimana bahan pengawet ini adalah untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

6

Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya (Lakuto, dkk 2017).

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi.

Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda (Faridah, 2018).

Menurut Sarwendra (2015). bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahaya utama.

Penyalahgunaan bahan-bahan berbahaya sebagai bahan tambahan bagi produk makanan maupun minuman yang tidak sesuai dengan peruntukkannya telah membuat resah masyarakat. Penggunaan bahan kimia seperti perwarna dan pengawet untuk makanan ataupun minuman dilakukan oleh produsen agar produk olahannya menjadi lebih menarik, tahan lama dan juga tentunya lebih ekonomis sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang sebesar- besarnya. Namun dampak kesehatan yang ditimbulkan dari penggunaan bahan berbahaya tersebut

7

sangatlah buruk bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Keracunan makanan yang bersifat akut serta dampak akumulasi bahan kimia yang bersifat karsinogenik merupakan beberapa masalah kesehatan yang akan di hadapi oleh konsumen (Stientje, 2020).

2.1.1 Penggolongan Bahan Tambahan Makanan

Secara umum bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:

• Bahan tambahan makanan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan dan maksud penambahan BTM dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan seperti: pengawet, pewarna dan pengeras.

• Bahan tambahan makanan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tjuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh:

residu pestisida, antibiotik dan pupuk (Fadila, 2017).

2.1.2 Fungsi Bahan Tambahan Pangan

Menurut Langi dan Oessoe (2019). Fungsi penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai gizi dan kualitas makanan.

Secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk :

8

• Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan;

• Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut,

• Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera,

• Meningkatkan kualitas pangan dan menghemat biaya.

Produsen produk pangan menambahkan BTP dengan berbagai tujuan, misalnya membantu proses pengolahan, memperpanjang masa simpan, memperbaiki penampilan dan cita rasa, serta pengaturan keseimbangan gizi (Langi dan Oessoe, 2019).

Menurut Mudzkirah (2016). Beberapa pengawet yang termasuk antioksidan berfungsi mencegah makanan menjadi tengik yang disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam makanan tersebut. Fungsi pengawet adalah:

• Mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu

• Menjaga kualitas yang memadai

• Sebagai penambah daya tarik makanan

2.2 Formalin

2.2.1 Definisi Formalin

Formalin adalah zat kimia yang mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, dan mempunyai nama lain formaldehid. Secara fisik terdapat dalam

9

bentuk larutan tidak berwarna dengan kadar antara 37-40%. Formalin biasanya mengandung alkohol/metanol 10-15% yang berfungsi sebagai stabilisator untuk mencegah polimerisasi formaldehid menjadi paraformaldehid yang bersifat sangat beracun (Rahmawati, 2017).

Formalin biasanya mengandung alkohol (methanol) sebanyak 10-15%

yang berfungsi sebagai stabilator supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerasi. Formaldehida mudah larut dalam air, sangat rekatif dalam susnanan alkalis, serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat. Secara alami formaldehida juga dapat ditemui dalam asap pada proses pengasapan makanan, yang bercampur dengan fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara, berupa gas tidak bewarna, dengan bau yang tajam menyengat ( Tih, dkk 2014).

Menurut Lakuto, dkk (2017). Formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk produk makanan. Formalin dengan nama dagangannya yaitu formaldehyde dalam air dengan kadar 30-40%. Formalin dapat di peroleh dari pasaran dalam bentuk encer dan dalam bentuk tablet yang beratnya sekitar 5 gram. Formalin ini biasanya digunakan sebagai pembersih lantai, pembersih kapal, bahan baku industri lem, pembasmi lalat dan serangga lainnya.

Larutan formalin sering dipakai membalsem atau mematikan bakteri serta mengawetkan mayat. Tetapi formalin telah disalahgunakan untuk mengawetkan makanan.

Formaldehid yang lebih dikenal dengan nama formalin ini adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Meskipun sebagian banyak orang sudah mengetahui terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika digunakan

10

sebagai pengawet, namun penggunaanya bukannya menurun namun malah semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah dibanding pengawet yang tidak dilarang ( Nuhman dan Wilujeng, 2017).

Formalin sering disalahgunakan sebagai pengawet pada tahu, ayam, mie basah, dan ikan asin. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat ini formalin banyak disalahgunakan sebagai pengawet pada produk makanan seperti tahu. Pemerintah Indonesia juga telah melarang pengunaan formalin sebagai bahan pengawet pangan sejak tahun 1982 (Wahyono, dkk 2016).

Pengawetan dengan bahan kimia berbahaya seperti formalin sering dilakukan dengan alasan harga formalin yang relatif lebih murah deibandingkan dengan bahan pengawet yang aman. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes) Nomor 33 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk produk makanan (Febrianti dan Sari, 2016).

Formalin bukan pengawet makanan tetapi banyak digunakan oleh industri kecil untuk mengawetkan produk makanan karena harganya yang murah sehingga dapat menekan biaya produksi, dapat membuat kenyal, utuh, tidak rusak, praktis dan efektif mengawetkan makanan. Kesalahan fatal yang dilakukan oleh para produsen makanan adalah menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi tentang formalin dan bahayanya, tingkat kesadaran kesehatan masyarakat yang masih rendah, dan harga formalin yang murah dan mudah didapatkan. Kontaminasi formaldehida dalam bahan makanan sangat membahayakan tubuh. Formaldehida dapat menyebabkan

11

kanker saluran pernapasan dan meningkatkan resiko leukimia. International Agenci for Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikan formaldehida kedalam kelompok 1 ( Mukminah, dkk 2018).

2.2.2 Sifat fisika kimia formaldehida

Rumus Molekul : CH2O

Nama Kimia : Formaldehyde

Nama Lain : Formol, Methanal, Formicaldehide, Methyloxide.

Massa Molar : 30,03 g/mol

Titik leleh : -920C

Titik Didih : -210C

Rumus Struktur :

(Benyamin, 2019).

2.2.3 Kegunaan Formalin

Formalin bersifat desinfektan, kuat terhadap bakteri pembusuk dan jamur.

Dalam dunia kedokteran formalin digunakan sebagai pengawet mayat. Selain itu formalin juga dapat mengeraskan jaringan sehingga dipakai sebagai pengawet mayat dan digunakan pada proses pemeriksaan bahan biologi maupun patologi, Sebagai bahan dalam pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Dalam dunia fotografi, biasanya digunakan untuk pengeras lapisan

12

gelatin dan kertas. Sebagai bahan dalam pembuatan produk parfum. Sebagai bahan untuk pembuatan pupuk dalam urea. Sebagai bahan pengawet dalam produk kosmetik dan pengeras kuku. Dalam bidang industri, digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (Playwood), resin maupun tekstil.

Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi. Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ), formalin digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, perawatan sepatu, shampo mobil, lilin, dan pembersih karpet (Rahmawati, 2017).

Menurut Antoni (2010). Manfaat formalin di bidang industri non pangan sangat beragam, diantaranya adalah sebagai berikut :

• Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih : lantai, gudang, pakaian dan kapal.

• Pembasmi lalat dan serangga lainnya.

• Bahan pembuat Sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.

• Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas

• Bahan pembentuk pupuk berupa Urea

• Bahan pembuatan produk parfum

• Bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku

• Pencegah korosi untuk sumur minyak

• Bahan untuk isulasi busa

• Bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood)

13

• Dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1 persen) digunakan sebagai

pengawet, Untuk berbagai barang konsumen, seperti pembersi rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, Shampo mobil,

lilin dan karpet.

• Pengawet mayat dan organ.

2.2.4 Bahaya Formalin Bagi Tubuh

Bahaya jangka pendek (Akut) Bahaya yang akan terjadi jika terhirup uap formalin pada jangka pendek, yaitu: terjadi iritasi, terasa terbakar pada tenggorokan dan hidung, batuk-batuk, gangguan saraf, kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti, radang paru dan pembengkakan paru, tanda-tanda umum, bersin, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan, jantung berdebar, mual muntah, pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian. Formalin murni atau larutan formalin, berupa cairan yang sangat mudah terpercik, misalnya saat menuangkan formalin jika mengenai kulit, maka pada kulit akan mengalami perubahan warna kulit, kulit terasa terbakar, menjadi merah, mengeras dan mati rasa. Jika formalin terkena mata maka dapat menimbulkan iritasi mata, mata menjadi merah, sakit gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Pada konsentrasi tinggi dapat merusak lensa mata. Keadaan yang sangat mengkhawatirkan apabila tertelan larutan formalin maka akan menyebabkan mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah, dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga

14

dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pancreas, sistem susunan saraf pusat dan ginjal (Benyamin, 2019).

Bahaya jangka panjang (kronis) Jika terjadi pemaparan formalin pada jangka panjang secara terus menerus akan terjadi radang selaput lendir hidung, batuk-batuk serta gangguan pernafasan, sensitasi paru, kanker pada hidung, tenggorokan, mulut, paru dan otok, luka pada ginjal, gangguan haid dan kemandulan pada wanita, efek neuropsikosis, sakit kepala, gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu, mual, kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang. Hal ini terjadi pada saat uap formalin secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama (Benyamin, 2019).

Penggunaan formalin dalam makanan dapat menyebabkan masalah kesehatan yakni gangguan pernapasan, sakit kepala dan kanker paru-paru.

Formalin diketahui berbahaya untuk tubuh manusia karena telah diketahui sebagai zat beracun, karsinogen, mutagen yang menyebabkan perubahan sel jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Uap formalin sendiri sangat berbahaya jika terhirup oleh saluran pernafasan dan iritatif jika tertelan. Adapun dampak formalin yang menyebabkan sakit kepala, radang hidung kronis (rhinitis), dan mual-mual (Wuisan, dkk 2020).

Namun ironisnya, formalin ini sangat mudah ditemukan dengan harganya yang murah, sehingga sering digunakan oleh produsen dan pedagang tahu untuk mengawetkan produknya. Hal ini menyebabkan keresahan dan kecemasan di masyarakat mengingat efek samping konsumsi formalin dapat membahayakan kesehatan (Wuisan, dkk 2020).

15 2.3 Tahu

2.3.1 Definisi Tahu

Tahu merupakan produk makanan dengan bahan baku kedelai (glycine max), berbentuk padatan dan bertekstur lunak. Di buat melalui proses pengolahan kedelai dengan cara mengendapkan protein (Rahmawati, 2017).

Tahu memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, karena kedelai merupakan salah-satu sumber protein nabati yang berasal dari jenis kacang-kacangan dan biji-bijian dengan kualitas protein yang hampir mendekati protein hewani. Hal tersebut dikarenakan kedelai banyak mengandung asam amino essensial yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan sel.

Kandungan protein pada kedelai sekitar 35% bahkan mencapai 40- 43% pada varitas yang unggul (Rahmawati, 2017).

Tahu adalah produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai yang diendapkan. Sehingga kandungan protein dalam tahu ditentukan oleh kandungan protein pada kedelai yang digunakan. Kedelai kuning dan kedelai hitam merupakan jenis kedelai yang sering digunakan untuk membuat tahu. Kadar protein pada kedelai mencapai 35 % bahkan dapat mencapai 40 – 43 % pada kedelai dengan varitas unggul. Kandungan protein pada tahu lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras, jagung tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam (Benyamin, 2019).

Tahu sering direndam dalam air kran (bersih) untuk mencegah terjadinya pengeringan dan mengalami pencemaran mikroba pembusukan dari udara.

Sebaliknya air perendaman yang kurang bersih, justru akan mempercepat

16

pembusukan, sehingga tahu cepat menjadi asam. Dalam suhu ruang dan tanpa kemasan, tahu hanya dapat bertahan 1 – 2 hari. Lebih dari waktu tersebut rasanya menjadi asam, lalu berangsur – angsur menjadi busuk. Selanjutnya juga dilaporkan bahwa jika tahu direndam selama 30 menit, kemudian direndam dengan air yang masak daya simpannya bisa bertahan sampai 4 hari. Cara lain untuk mengawetkan tahu adalah dengan penambahan bahan pengawet (Indritani dan Nurindahsari, 2014).

2.3.2 Ciri-Ciri Tahu Yang Mengandung Formalin

Tahu merupakan bahan makanan atau pangan yang sangat mudah rusak sehingga digolongkan sebagai high perishable food. secara organoleptik tanda-tanda yang dapat untuk mengetahui telah terjadinya kerusakan tahu antara lain adalah rasa asam, bau masam sampai busuk, perrmukaan tahu berlendir, teksur menjadi lunak (Rahmawati,2017).

Formalin sering kali disalahgunakan kedalam makanan seperti tahu yang dijual di pasaran. Tahu yang ditambahkan formalin supaya daya tahan atau simpannya lebih lama hal ini dikarenakan tahu merupakan produk makanan yang rentan rusak. Makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat salah satunya adalah tahu karena harga yang murah, mudah didapat, banyak dijual di pasaran dan kaya akan sumber protein. Formalin mudah bereaksi dengan protein sehingga menyebabkan protein yang terkandung di dalam tahu mudah mati (Nasution dan Supriatna, 2019).

Berdasarkan peraturan menteri kesehatan tahun 2012 No 033 menyatakan bahwa formalin dilarang sebagai bahan tambahan pangan. Alasan produsen

17

/industri makanan melakukan hal yang curang dan merugikan itu dikarenakan demi meraih keuntungan yang lebih besar dengan menambahkan zat-zat berbahaya kedalam makanan yang mereka jual. Menurut (Hastuti) alasan pemakaian formalin juga dipercaya dapat mempercepat proses pengeringan dan membuat tampilan fisik tidak cepat rusak (Dewi, 2019).

Karena tahu mudah mengalami kerusakan, maka beberapa produsen menggunakan formalin sebagai pengawet tahu. Adapun ciri-ciri tahu yang mengandung formalin terlihat pada tabel dibawah ini (Rahmawati, 2017)

Tabel 2.3.2 Ciri-Ciri Tahu mengandung formalin

No Tahu berformalin Tahu tidak berformalin 1 Bau agak menyengat, bau

formalin (dengan kandungan formalin 0,5-1 ppm).

Tahu yang tidak berformalin akan tercium bau protein kedelai yang khas.

2 Tahu yang berformalin mempunyai sifat membal (jika ditekan terasa sangat kenyal).

Tahu yang tidak berformalin paling hanya tahan satu sampai dua hari.

2.4 Uji Kualitatif Formalin

Analisis kualitatif cenderung mudah dilakukan yaitu dengan menambahkan pereaksi tertentu kedalam bahan makanan yang diduga mengandung bahan formalin sehingga akan dihasilkan perubahan warna yang khas, uji seperti ini biasanya disebut juga spot test (Asma, 2018).

18 2.4.1 Uji dengan KMnO4

Pereaksi KMnO4 di buat dengan konsentrasi 0,1 N kemudian di reaksikan dengan filtrate yang di ambil dari sampel dan di goyang-goyanngkan hingga

Pereaksi KMnO4 di buat dengan konsentrasi 0,1 N kemudian di reaksikan dengan filtrate yang di ambil dari sampel dan di goyang-goyanngkan hingga

Dokumen terkait